peraturan perundang‐undangan dan bahan‐bahan lain yang berhubungan
dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis
Data Metode
yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data
yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan
dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif
dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu
data‐data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap‐tiap bab berbagi atas beberapa sub‐
sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
BAB I
: Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang
Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan
Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II
:
Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian
Jual Beli Secara Kredit. Bab ini berisikan tentang Perlindungan Hukum
Bagi
Konsumen Menurut UUPK, Prinsip dan Bentuk Perlindungan
Hukum, Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Undang‐Undang
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan Konsumen, Perjanjian Kredit ditinjau dari Undang‐undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Jual beli
menurut
KUH Perdata.
BAB III
:
Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian
Jual Beli
Mobil Kredit. Bab ini berisikan tentang ProsesProsedur
perjanjian jual beli Jual Beli Mobil secara kredit, Dasar Hukum Perjanjian
Jual Beli, Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli, Ketentuan
Jual Beli
Mobil Kredit dan Mekanisme Pemberian kredit.
BAB IV
: Upaya‐Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Konsumen PT BII FINANCE
CENTER Apabila Dirugikan Dalam Jual Beli Mobil Kredit. Bab ini berisi
tentang Perlindungan Hukum terhadap nasabah atas pemberian
perjanjian kredit menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Penyelesaian
Kredit Bermasalah Melalui Jalur
Non Litigasi dan Litigasi. BAB
V :
Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab
‐bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan
uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran‐saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI SECARA KREDIT
A. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Menurut UUPK
Konsumen memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian.
Ini disebabkan barang yang diproduksi maupun yang dijual oleh pelaku usaha
11
akan dikonsumsi
oleh konsumen sehingga pelaku usaha harus memiliki itikad baik dalam menjualkan
barang kepada konsumen. Pelaku usaha dan pemerintah dituntut aktif dalam
membuat, menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan peraturan yang berlaku sehingga
melindungi kepentingan konsumen sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen bahwa ini juga sejalan dengan
Undang‐undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 27 ayat 1 bahwa
“semua sama dimata hukum dan wajib menjunjung hukum di setiap kehidupan sehari
‐hari”. Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dapat dilaksanakan dengan cara
mengatur, mengawasi, serta mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk
sehingga konsumen tidak dirugikan, baik kesehatan maupun keuangannya
12
. Faktanya
pelaku usaha kurang memprioritaskan kepentingan‐kepentingan serta hak
‐hak konsumen, itu disebabkan pelaku usaha hanya mementingkan keuntungan yang dihasilkan
dari penjualan barang. Sehubungan dengan hal ini pemerintah telah membuat
peraturan perlindungan konsumen sebagai upaya untuk memberi
11
Pasal 3 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Pelaku usaha yang dimaksud adalah termasuk perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
importer, pedagang, distributor, dan lain-lain.
12
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, Hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
perlindungan kepada konsumen dari tindakan‐tindakan pelaku usaha yang merugikan
kepentingan konsumen.
13
Perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1 UUPK
bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. ”Undang‐undang ini sangat
jelas untuk menjadi sarana perlindungan hukum bagi kepentingan konsumen. Undang‐
undang yang mengatur secara khusus mengenai perlindungan konsumen di Indonesia
yaitu Undang‐Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK
diharapkan dapat mendidik masyarakat Indonesia untuk Iebih menyadari akan hak dan
kewajibannya. Pasal 4 butir a c UUPK menyebutkan, bahwa konsumen berhak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
Selanjutnya konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Kedua hak konsumen ini, berkaitan erat
dengan keamanan produk bagi konsumen. Misalnya pelaku usaha di dalam
menggunakan bahan tambahan makanan dalam produk makanannya, harus bersifat
nyaman, aman, dan tidak menimbulkan efek buruk bagi konsumen. dan harus
diinformasikan secara benar, jelas, dan jujur kepada konsumen. Jika suatu produk
merugikan konsumen, maka produsen bertanggungjawab untuk mengganti kerugian
yang diderita konsumen. Kewajiban itu tetap melekat pada produsen meskipun antara
pelaku dan
13
Yusuf Shofie, 2000, Perlindugan Konsumen dan Instrumen‐Instrumen Hukumnya, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal 71
Universitas Sumatera Utara
korban tidak terdapat persetujuan lebih dahulu yang disebut dengan kewajiban produk.
Selain kewajiban produk tersebut, UUPK juga mengatur tentang perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha antara lain yang berkaitan dengan standar produk,
yaitu: Apabila dilihat dari perbuatan produsen yang memproduksi, menjual atau
memasarkan makanan berformalin tersebut, tentunya produsen tersebut telah
melanggar ketentuanpasal‐pasal yang diatur dalam UUPK tersebut. Dalam hal
pertanggungjawabannya, UUPK juga mengaturnya dalam beberapa pasal, antara lain:
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran
danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan, Pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntuan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
unsur kesalahan; Pelaku usaha periklanan bertanggungjawab atas iklan yang diproduksi
dan segala akibat yang ditimbulkan dari iklan tersebut; Pembuktian mengenai ada
tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi oleh konsumen merupakan beban
dan tanggung jawab pelaku usaha.
Ada yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari
hukum konsumen yang lebih luas. Az. Nasution, misalnya berpendapat bahwa: “Hukum
perlindungan konsumen merupakan bagian darimhukum konsumen yang memuat asas‐
asas atau kaidah‐kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi
kepentingan Konsumen .”
14
Selain berpendapat seperti itu, Az. Nasution juga mengemukakan
bahwa: Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hokum
14
Az. Nasution. Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada
perlindungan konsumen. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Universitas Sumatera Utara
konsumen yang memuat asas‐asas atau kaidah‐kaidah bersifat mengatur dan juga
mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Hukum konsumen adalah
hukum yang bersifat komperhensif mencakup berbagai hal. Sedangkan hukum
perlindungan konsumen lebih merupakan bagian yang khusus mengatasi perlindungan
Konsumen.
15
Menurut Johannes Gunawan dalam tulisannya yang berjudul “Hukum
Perlindungan konsumen”, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan
pada saat sebelum terjadinya transaksi no conflictpre purchase danatau pada saat
setelah terjadinya transaksi conflictpost purchase.
16
Perlindungan hukum terhadap konsumen
yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi no conflictpre purchase
dapat dilakukan dengan cara : 1.
Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat
sebelum terjadinya transaksi dengan memberikan perlindungan kepada konsumen
melalui peraturan perundangan yang telah dibuat. Sehingga dengan adanya
peraturan perundangan tersebut diharapkan konsumen memperoleh perlindungan
hukum sebelum terjadinya transaksi, karena telah ada batasan‐batasan dan
ketentuan ‐ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.
2. Voluntary
Self Regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan
pada saat sebelum terjadinya transaksi, dimana dengan cara ini pelaku
15
Ibid, hal. 82.
16
Johannes Gunawan, Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung,
1999, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
usaha diharapkan secara sukarela membuat peraturan bagi dirinya sendiri agar lebih
hati ‐hati dan waspada dalam menjalankan usahanya.
17
UUPK juga mengatur perlindungan hukum terhadap konsumen sebelum
terjadinya transaksi. Di dalam Penjelasan Umum Angka 1 UUPK dijelaskan bahwa,
undang ‐undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang
kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk
melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan
Konsumen. Pengertian perlindungan konsumen disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1
UUPK, yaitu “segala upaya yang menj amin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada Konsumen.” Oleh karena itu dalam Penjelasan Umum Angka 1
UUPK disebutkan bahwa, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan
undangundang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan
komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat. karena tidak mudah
mengharapkan kesadaran pelaku usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku
usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal
seminimal mungkin.
18
Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat
setelah terjadinya transaksi conflictpost purchase dapat dilakukan melalui jalur Pengadilan
Negeri PN atau di luar Pengadilan oleh Badan Penyelesaian Sengketa konsumen
BPSK, berdasarkan pilihan para pihak yang bersengketa. UUPK menjamin adanya
kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan Konsumen tersebut
tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang lemah
maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan
17
Ibid, hal.
4
18
Halim Barkatullah, Abdul. Hak‐Hak Konsumen. Cet 1. Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010,
hal 49
Universitas Sumatera Utara
perundangundanganan yang berlaku, dan Pemerintah juga melakukan pengawasan
terhadap dilaksanakannya peraturan perundang‐undangan tersebut oleh berbagai pihak
yang terkait.
19
B. Prinsip dan Bentuk Perlindungan Hukum