6. Keputusan Kredit
Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya.
Biasanya mencakup : a. jumlah uang yang diterima
b. jangka waktu c. dan biaya-biaya yang harus dibayar
7. Penandatangan akad kreditperjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah
menandatangani akad kredit.
8. Realisasi kredit
Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.
9. Penyaluranpenarikan
adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit
yaitu: sekaligus atau secara bertahap.
B. Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli antara pelaku dan konsumen diatur tidak hanya dalam BW
tetapi juga dalam Undang‐Undang Perlindungan Konsumen UUPK. Pengaturan jual beli
antara pelaku usaha dan konsumen yang diatur dalam UUPK yang merupakan hukum
khusus tersebut dapat mengesampingkan ketentuan yang terdapat dalam BW apabila
Universitas Sumatera Utara
ketentuan dalam BW bertentangan dengan ketentuan dalam UUPK. Akan tetapi, jika
ketentuan dalam BW tersebut tidak bertentangan dengan UUPK, ketentuan dalam BW
tersebut masih tetap berlaku, untuk melengkapi kekurangan‐kekurangan ketentuan
yang terdapat dalam UUPK.
67
Walaupun sama‐sama merupakan jual beli, namun jual beli antara pelaku usaha
dan konsumen lebih memberikan kemudahan kepada konsumen pembeli dibanding
perlindungan pembeli dalam jual beli pada umumnya karena dalam jual beli antara
pelaku usaha dan konsumen banyak membatasi kebebasan pelaku usaha, terutama
mengenai adanya larangan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan klausul baku
tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUPK, sebagai berikut :
68
1. Pelaku
usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat danatau mencantumkan klausul baku pada setiap
dokumen danatau perjanjian apabila : a.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakanbahwa
pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen; c.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak
yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
67
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 140
68
Ibid, hal 141
Universitas Sumatera Utara
e. Mengatur
perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan hilangnya barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
g. Menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak
oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan
bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan
hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran. 2.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak dan bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya
sulit dimengerti.
3. Setiap
klausul baku yangtelah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat
2 dinyatakan batal demi hukum. 4.
Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausul baku yang bertentangan dengan
undang ‐undang ini.
Di samping itu, dalam hal terjadi sengketa antara pelaku usaha dan konsumen,
yang harus membuktikan ketidakbersalahannya yang menyebabkan kerugian konsumen
adalah pelaku usaha. Demikian pula sengketa antara pelaku usaha dan konsumen akan
Universitas Sumatera Utara
diadakan di pengadilan negeri atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK
dalam wilayah hukum tempat kediaman penggugat konsumen.
69
Di samping kemudahan tersebut di atas juga terdapat keuntungan bagi
konsumen dalam hal bertindak sebagai pembeli barang dari pelaku usaha karena
terdapat kewajiban tambahan bagi pelaku usaha yangtidak dikenal dalam BW.
Kewajiban mana telah diterangkan pada bagian pembahasan tentang kewajiban
penjual.
70
Ruang lingkup pengaturan tentang perjanjian kredit sebagai berikut :
1. Kitab
Undang‐Undang Hukum Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian pinjam‐ meminjam
uang; 2.
Undang ‐Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang‐Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, meliputi:
1 Pasal 1 angka 11 tentang Pengertian Kredit;
2 Perjanjian anjak‐piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk pembelian
dan atau pengalihanserta pengurusan piutang atau tagihan‐tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri;
3 Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan mempergunakan kartu
kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui
penerbit kartu kredit;
69
Ibid
70
Ibid
Universitas Sumatera Utara
4 Perjanjian sewa guna usaha, yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang
berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu kepada atau melakukan
jual beli;
5 Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara
angsuran dan hak atas milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah
angsurannya lunas dibayar.
Berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang‐Undang Perbankan
mengenai Perjanjian Kredit, maka dapat disimpulkan bahwa dasar dalam perjanjian
kredit adalah perjanjian pinjam‐meminjam uang, sebagaimana tertuang dalam Pasal
1754 Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : “Perjanjian
pinjam ‐meminjam ialah perjanjian dengn mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang‐barang yang menghabis karena pemakaian
dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula” Subekti dan Tjitrosudibio, 2006:451.
Perjanjian pinjam‐meminjam uang ini mengandung makna yang luas, bahwa
objeknya adalah benda yang habis pakai dan jika dipergunakan istilah verbruiklening
maka termasuk di dalamnya adalah uang. Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian
bernama, artinya undang‐undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan
pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat
diatur dalam KUH. Perdata maupun KUH. Dagang.
Jual beli diatur dalam Buku III Bab V Pasal 1457‐1540 KUH. Perdata. Dalam Pasal
1457 KUH. Perdata menyebutkan bahwa jual beli adalah perjanjian dengan mana pihak
Universitas Sumatera Utara
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan demikian, maka dalam jual beli itu
akan melibatkan dua pihak, dimana satu pihak menyerahkan uang sebagai pembeli, dan
pihaklain menyerahkan barang sebagai ganti atas uang yang diterimanya penjual.
Yang menjadi dasar hukum tentang disyariatkannya jual beli baik di dalam al‐
Quran maupun hadits Rasulullah Saw, diantara dasar hukum jual beli adalah : Dari ayat
tersebut di atas, jelas bahwa Allah telah menghalalkan jual beli kepada hamba‐Nya
dengan jalan yang baik. Dan melarang keras jual beli yang mengandung riba dan
mengarah pada bentuk yang merugikan orang lain hukum asal jual beli adalah mubah
boleh. Akan tetapi menurut As‐Syatibi hukum jual beli, dapat berubah menjadi wajib
pada keadaan tertentu.
71
Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa Allah membolehkan jual
beli dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan hukum Islam, yaitu jual beli yang
jauh dan tipu daya, unsur riba, paksaan, kebatilan serta didasarkan atas suka sama suka
dan saling merelakan ikhlas.
C. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli