Prinsip-Prinsip yang Melandasi Politik Hukum Kewarganegaraan

C. Prinsip-Prinsip yang Melandasi Politik Hukum Kewarganegaraan

  Dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia senantiasa melakukan pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Bangsa Indonesia asli juga diyakini berasal dari wilayah lain. Demikian pula bangsa yang mendiami belahan lain dunia, misalnya, Amerika, Australia dan negara-negara lain, merupakan bangsa-bangsa yang semula berdiam di tempat lain.

  Pergerakan manusia di masa modern menunjukkan tren kenaikan. Hal ini antara lain disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan manusia melakukan perjalanan dengan lebih mudah dan cepat. Sebelum teknologi berkembang, manusia membutuhkan waktu yang lama untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Apalagi jika perjalanan yang dilalui harus melewati lautan. Namun dengan ditemukannya sarana transportasi, pergerakan manusia

  155 Ibid. 156 Ibid.

  Meskipun manusia senantiasa melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, namun terdapat beberapa perbedaan pergerakan tersebut,

  yaitu: 157 Pertama, di zaman dulu, motivasi melakukan perpindahan adalah dalam rangka perpindahan karena alasan ekonomi, bencana alam,

  peperangan, dan lain-lain. Di zaman modern, pergerakan manusia tidak semata-mata ditujukan untuk perpindahan tempat tinggal, melainkan lebih dikarenakan alasan melakukan perdagangan dan lain-lain, tanpa maksud untuk pindah dan menetap secara permanen. Pergerakan tanpa bermaksud menetap secara tetap ini justru merupakan gejala yang lebih

  dominan pada masa sekarang. 158

  Kedua, pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain pada zaman dahulu hampir tidak mengenal batas negara. Oleh sebab itu belum terdapat kepentingan ekonomi, hukum ataupun kepentingan pertahanan dan keamanan yang memerlukan pengaturan secara khusus. Pergerakan manusia mulai dirasakan penting untuk diatur ketika muncul negara bangsa (nation state) karena pergerakan tersebut mulai melintasi batas- batas negara. Lebih-lebih lagi karena negara-negara mengatur pula status hukum kependudukan yang membedakan antara warga negara (citizens)

  157 Bagir Manan, Pembaharuan Hukum ... , op. cit, hlm 13-14. 158 Ibid, hlm 13.

  kewarganegaraan). 159

  Mengingat berbagai faktor akan menentukan pembentukan politik hukum kewarganegaraan, maka penentuan politik hukum kewarganegaraan perlu memperhatikan berbagai kenyataan yang ada, yang antara lain

  meliputi: 160 Pertama, penduduk Indonesia, meskipun belum tersebar secara merata,

  terbilang besar. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam mengatur pertambahannya, termasuk pertambahan melalui naturalisasi. 161 Kehati-

  hatian juga diperlukan untuk penambahan jumlah warga negara melalui cara-cara lain diluar naturalisasi. Kedua, sebagai negara yang sedang membangun, Indonesia membutuhkan berbagai sumber daya, termasuk

  sumber daya manusia maupun sumber daya modal dan jasa. 162 Ketiga, sebagai negara yang terletak pada posisi silang dunia, Indonesia adalah

  tempat yang sangat terbuka yang dapat menimbulkan dorongan-dorongan ekonomi atau kepentingan lain untuk masuk kedalam wilayah

  159 Ibid, hlm 13-14. 160 Ibid, hlm 14-15. 161 Ibid, hlm 14. 162 Ibid.

  Indonesia. 163 Keempat, pergerakan orang-orang Indonesia semakin sering dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya: studi, pekerjaan,

  perkawinan, dan lain-lain. Sebagian dari orang-orang tersebut mungkin kehilangan kewarganegaraan atas kemauan sendiri atau karena

  ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 164

  Lebih lanjut Bagir Manan menjelaskan bahwa dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, prinsip-prinsip yang melandasi

  politik hukum kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut: 165 Pertama, prinsip bahwa semua orang bangsa Indonesia asli adalah warga

  negara Indonesia. 166 Tanpa bermaksud menghidupkan kembali struktur masyarakat yang bersifat feodal, prinsip ini dimaksudkan untuk

  mempermudah penentuan kewarganegaraan Indonesia, terutama bagi mereka yang dikatakan sebagai orang bangsa Indonesia asli yang berasal

  dari Timor Timur yang kemudian berintegrasi dengan Indonesia. 167 Namun prinsip ini tidak bermaksud menutup hak orang-orang untuk menyatakan

  menolak atau memilih kewarganegaraan lain atau „mereka kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena sebab-sebab hukum tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,

  atau suatu perjanjian khusus tertentu‟. 168

  163 Ibid. 164 Ibid, hlm 15. 165 Ibid, hlm 15-20. 166 Ibid, hlm 15-16. 167 Ibid, hlm 16. 168 Ibid.

  Kedua, prinsip sebagai negara non imigran (non-immigrant state). 169 Prinsip ini sama sekali tidak bermaksud membatasi orang keluar masuk

  wilayah Indonesia, melainkan bermaks ud menyatakan bahwa „Indonesia tidak terbuka sebagai tujuan perpindahan seseorang atau kelompok dari

  suatu negara lain‟. 170 Prinsip ini dapat dilaksanakan melalui pembatasan pewarganegaraan

  pewarganegaraan, misalnya: persyaratan waktu tinggal lebih lama di Indonesia, „derajat asimilasi terhadap lingkungan kehidupan nasional‟, dan lain-lain. 171

  Ketiga, prinsip kebijaksanaan selektif (selective policy). 172 Prinsip ini mengandung

  asing termasuk

  pewarganegaraannya hendaknya didasarkan pada daya guna dan hasil

  guna 173 bagi kepentingan nasional. Oleh karena itu, suatu

  pewarganegaraan harus betul-betul memperhatikan dengan sungguh- sungguh kualitas sumber daya yang bersangkutan, baik kualitas pribadi maupun „nilai tambah‟ yang akan didapat oleh negara sebagai akibat pewarganegaraan. 174

  169 Ibid, hlm 16-17. 170 Ibid, hlm 16. 171 Ibid, hlm 17. 172 Ibid, hlm 17-18. 173 Ibid, hlm 17. 174 Ibid.

  Keempat, prinsip sekali warganegara Indonesia adalah warga negara Indonesia. 175 Prinsip ini mengandung arti bahwa negara tidak akan

  membuat suatu aturan yang akan menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraan Indonesia dengan cara yang sangat mudah di luar

  kehendaknya. 176

  Kelima, prinsip anti apatride dan bipatride. 177 Meskipun pada prinsipnya segala ketentuan atau keadaan yang menyebabkan timbulnya apatride

  dan bipatride harus dicegah, namun hukum kewarganegaraan Indonesia juga harus menyediakan „solusi‟ apabila seseorang menjadi apatride akibat perbedaan ketentuan yang berlaku di Indonesia dengan negara lain atau karena keadaan tertentu. Apabila hal semacam ini terjadi maka harus

  diupayakan agar orang tersebut menjadi warga negara Indonesia. 178

  Keenam, prinsip ius sanguinis. 179 Asas isu soli hanya digunakan untuk mencegah seseorang menjadi apatride. Dan, ketujuh, prinsip bahwa

  perkawinan tidak menghilangkan kewarganegaraan. 180 Berdasarkan prinsip ini seorang WNI, baik laki dan perempuan, tidak dengan serta

  merta kehilangan kewarganegaraan Indonesia, kecuali jika secara tegas menyatakan kehendak menanggalkan kewarganegaraan Indonesia atau

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157