Proses Pemurnian Minyak Perbandingan NaOH Dan Ca(OH)2 Pada Proses Penurunan Kadar Minyak, Nilai BOD Dan COD Dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

viscositasnya tinggi. Dari pengepresan tersebut akan diperoleh minyak kasar dan ampas serta biji. Minyak kasar crude oil yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan Vibrating screen penyaringan. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan beberapa bahan asing seperti pasir, serabut dan bahan-bahan lain yang masih mengandung minyak dan dapat dikembalikan ke digester. Minyak yang telah disaring kemudian ditampung kedalam Crude Oil Tank COT. Di dalam COT suhu dipertahankan 90- 95 C agar kualitas minyak yang terbentuk tetap baik. Proses ini merupakan tahap pemurnian minyak dengan memisahkan minyak dari kotoran air. Alat yang digunakan adalah decanter alat untuk memisahkan zat yang berbentuk solid dan liquid. Pada proses ini banyak memerlukan air panas sebagai media pemisah antara CPO dengan sludge air limbah, dari proses ini limbah cair yang potensial sebagai sumber pencemar adalah air limbah.

4. Proses Pemurnian Minyak

Minyak dimasukkan kedalam Tanki Klarifikasi Clarifier Tank. Prinsip dari proses pemurnian minyak di dalam tangki pemisah adalah melakukan pemisahan berdasarkan berat jenis bahan, sehingga campuran minyak kasar dapat terpisah dari air. Pada tahapan ini dihasilkan dua jenis bahan yaitu Crude oil dan Sludge . Minyak kasar yang dihasilkan kemudian ditampung sementara kedalam Oil Tank. Di dalam oil tank juga terjadi pemanasan 75-80 C dengan tujuan untuk mengurangi kadar air. Minyak kemudian dimurnikan dalam purifier, untuk mengurangi kadar kotoran dan kadar air yang terdapat pada minyak berdasarkan atas perbedaan densitas dengan menggunakan gaya sentrifugal, dengan kecepatan perputarannya 7500 rpm. Kotoran dan air yang memiliki densitas yang besar akan berada pada bagian yang luar dinding bowl, sedangkan minyak yang mempunyai densitas lebih kecil bergerak ke arah poros dan keluar melalui sudu-sudu untuk dialirkan ke vacum drier untuk memisahkan air sampai batas standard Mangunsong, 2003 dan Wardhanu, 2009. Universitas Sumatera Utara Dalam proses pengolahan Tandan Buah Segar TBS, terdapat bahan yang tidak termanfaatkan seperti tandan kosong dan air buangan pabrik. Adanya kapasitas pabrik yang cukup besar antara 10 sd 60 ton TBS perjam, maka bahan buangan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan biotik dan abiotik Naibaho, 1996.

2.3. Teknik Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

Teknik Pengolahan air limbah adalah pengolahan limbah pabrik yang belum memenuhi persyaratan baku mutu limbah sehingga air yang keluar dari pabrik diharapkan memenuhi persyaratan sebagai air bersih Berikut Skema teknik pengolahan limbah cair secara umum dilaksanakan oleh Pabrik Kelapa Sawit: Skema: 2. 1.Alur Proses Pengolahan Limbah Cair PKS Sistem Kolam Pabrik PKS Stasiun Klarifikasi Fat Pit Sludge Recovery Pond Cooling Pond Mixing Pond Primary Anaerobic Pond Aerasi Pond Aerobic Pond Primary Stabilisasi Pond Secondary Stabilisasi Pond Sendimentasi Pond Facultative Pond Tangki Timbun Oil Recovery Pond Badan Air Sumber: Nainggolan dan Susilawati, 2011 Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Kolam Pengumpul Fatfit

Kolam yang berguna untuk menampung cairan-cairan tangki ini digunakan untuk menaikkan pH dari 4,2 menjadi 7,0. Dimana dilakukan pada pada pengolahan limbah pertama sekali, dan menampung cairan-cairan yang masih mengandung minyak yang berasal dari air kondesat dan stasiun klarifikasi. Pada kolam ini minyak yang masih ada terikut dengan limbah cair hasil proses klarifikasi dan dapat dikutip kembali.

2.3.2. Kolam Pengendapan Lumpur Sludge Recovery Pond

Lumpur yang berasal dari limbah industri PKS yaitu serat-serat halus dari TBS ikut serta dalam limbah cair, untuk itu perlu dilakukan pengendapan .

2.3.3. Menara Pendingin Cooling Tower

Menara ini diperlukan untuk mendinginkan limbah PKS agar proses selanjutnya lebih mudah, dimana bila ada sisa minyak masih dapat diambil pada kolam pendingin dan juga untuk proses pada kolam anaerob dimana limbah cair yang masih panas. Menara pendingin dipakai untuk menurunkan suhu limbah pabrik sebelum dimasukkan ke dalam kolam-kolam dari 70 C – 80 C menjadi 40 C – 50 C. Hal ini dilakukan karena pada suhu kira-kira 70 C bakteri-bakteri pengurai pembuat gas metana mati, sedangkan pada suhu kira-kira 40 C dapat mengendapkan sebagian solid yang terikut dalam limbah sehingga kadar suspended solid dapat ditekan serendah mungkin dan mengutip minyak yang masih terikut dalam limbah, sehingga dengan kadar minyak yang relatif rendah hingga kadar minyak 0,4, maka proses perkembang biakan bakteri dikolam anaerob berjalan baik.

2.3.4. Kolam Pendingin Cooling Pond

Berfungsi sebagai tempat pendinginan drab lumpur akhir, juga dapat dikombinasikan dengan pengutipan minyak, namun untuk pengutipan- pengutipan Universitas Sumatera Utara minyak tidak diperlukan, juga sistem klarifikasi sudah efektif. Drab akhir yang keluar dari pabrik temperaturnya +70 C, untuk itu harus diturunkan menjadi maksimum 40 C. Pada temperatur inilah 30 -45 C bakteri mesophilic hidup dan berkembang dengan baik. Kolam ini merupakan lanjutan proses pendingin dari menara pendingin, agar didapat suhu yang sesuai untuk proses anaerobik yang memanfaatkan bakteri.

2.3.5. Kolam Pencampur Mixing Pond

Air limbah pada kolam ini mengalami asidifikasi, sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasa anaerobik. Setelah proses hidrolisis sempurna air limbah dinetralkan pH antara 7,0 – 7,5 untuk kemudian menuju ke proses berikutnya proses anaerobik.

2.3.6. Kolam Pembiakan Pengasaman Seeding Pond

Dipakai untuk membiakkan bakteri yang akan bekerja di kolam anaerobik. Isi kolam ini kira-kira 350 m 3 yang berisi bakteri dengan kadar tinggi. Makanan bakteri tersebut adalah limbah pabrik kelapa sawit. Sebagian bakteri akan dimasukkan kedalam kolam anaerobik pada waktu-waktu tertentu. Pada teknik ini memanfaatkan mikroba untuk menetralisasi keasaman cairan limbah. Pengasaman bertujuan agar limbah cair yang mengandung bahan organik yang lebih mudah mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Limbah cair dalam kolam mengalami asidifikasi dimana terjadinya kenaikan konsentrasi asam-asam yang mudah menguap, waktu penahanan hidrolisis limbah cair dalam kolam pengasaman selama 5 hari kemudian sebelum diolah diunit pengolahan limbah kolam anaerobik, limbah dinetralkan lebih dahulu dengan menambahkan kapur tohor hingga mencapai pH 7,0- 7,5. Limbah yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan menghasilkan senyawa asam. Agar senyawa ini tidak mengganggu proses pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman acidification. Dalam kolam ini Universitas Sumatera Utara pH limbah umumnya berkisar 3–4, kemudian pHnya naik setelah asam–asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut. 2.3.7. Kolam Anaerobik Anaerobik Pond Pengolahan utama limbah pabrik kelapa sawit terjadi dikolam ini, dimana lemak diubah menjadi gas metana. Kolam anaerobik ini dapat menampung air limbah hasil pengolahan pabrik kelapa sawit selama 60 hari, lemak dirombak menjadi asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam formiat dan lain-lain dan selanjutnya asam organik tersebut diubah menjadi gas metana, karbon dioksida dan gas-gas lain serta air oleh bakteri anaeorbik pembuat gas metana. Untuk lebih mengaktifkan reaksi terjadinya metana, maka cairan dalam dari kolam anaerobik belakang harus dipompa secara terus menerus setiap 24 jam perhari ke kolam anaerobik dimuka. Apabila bakteri dalam kolam itu kurang aktif, maka dapat diambil bakteri dari kolam pembiakan bakteri. Proses perombakan degradasi tersebut diatas dapat berlangsung secara aerobik dan anaerobik, dimana proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar Sugiharto, 1987. a. Primery Anerobic Pond Kolam Anaerobik Pertama Pada kolam ini limbah cair industri PKS yang mengandung senyawa organik kompleks seperti lemak, karbohidrat dan protein akan dirombak oleh bakteri anaerobik menjadi asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana, karbondioksida, dan air. b. Secondary Anaerobic Pond Kolam Anaerobik Kedua Pada kolam ini proses anaerobik yang belum sempurna dari kolam anaerobik primer disempurnakan.

2.3.8. Kolam Fakultatif Kolam Peralihan

Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Pada kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik ke kolam aerobik. Pada Universitas Sumatera Utara kolam ini proses perombakan dan aerobik masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses yang belum terselesaikan pada kolam anaerobik. Volume kolam ini dipersiapkan untuk menahan limbah selama 25 hari. Karakteristik limbah di dalam kolam fakultatif yaitu pH 7,6 – 7,8; BOD 600 – 800 ppm; COD 1250 – 1750 ppm. Di dalam kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan, yaitu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang belum diselesaikan pada kolam anaerobik. Pada bagian hulu kolam masih menunjukkan adanya gelembung -gelembung udara yang keluar dari dalam air limbah sedangkan pada bagian hilir kolam hampir tidak ada Naibaho, 1999.

2.3.9. Kolam Aerasi Aerasi Pond

Pada kolam ini terjadi proses pendegredasi limbah oleh bakteri aerob. Untuk memasukkan oksigen yang diperlukan dalam proses ini, maka ditempatkan aerator pada kedalaman 3 meter, alat ini berfungsi memperbesar persinggungan air limbah dengan udara, sehingga dapat meningkatkan oksigen terlarut dalam air. Kolam aerasi ini digunakan untuk memperkaya cairan limbah dengan oksigen dan membunuh bakteri anaerobik dengan cara menyebarkan cairan limbah ke udara dengan menggunakan aerator. Pada kolam aerasi pemberian oksigen dapat dilakukan dengan cara diffusi, persentuhan air dengan udara yakni dengan cara semprot ke udara, tetesan dari menara dan cara tarik kipas. Oksigen yang diberikan ada batas daya larut dalam air limbah yaitu 7 ppm, oleh sebab itu pemberian oksigen dianggap berhenti jika oksigen terlarut 7 ppm, dan jika menurun kembali diulangi, oleh sebab itu pelaksanaan aerasi tidak cukup hanya sekali saja. Maka setiap kolam aerasi ditempatkan unit alat aerator. Kolam ini merupakan modifikasi dari kolam oksidasi. Kedalaman kolam aerasi adalah 1,5-5 meter dan kedalaman optimum adalah 3 meter, pada kedalaman tersebut didasar kolam dapat terjadi proses anaerob, sehingga dibutuhkan aerator untuk pemberian oksigen. Pengolahan dengan kolam aerasi akan menghasilkan endapan lumpur bisolid. Pada kolam ini aktifitas mikroorganisme Universitas Sumatera Utara terbaik pada pH 7-8. Hal ini karena kolam aerasi lebih banyak menghasilkan pembentukan metana yang merupakan hasil fermentasi asam dan alkohol.

2.3.10. Kolam Aerobik Aerobik Pond

Kolam ini merupakan kolam terakhir dalam proses pengolahan limbah cair dan dipakai untuk memberikan kesempatan cairan dari kolam pengendapan untuk menyerap lebih banyak oksigen dari udara. Kolam ini dapat menampung cairan limbah untuk 15 hari olah. Pada kolam ini cairan limbah diperkaya kandungan oksigennya dengan aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses oksidasi proses aerobik yang dilakukan oleh bakteri aerobik. Limbah yang masuk kedalam kolam mengandung oksigen terlaru, yang merupakan bekal untuk reaksi oksidasi. Kedalaman kolam ini dibuat 2,5 m, sehingga peluang sinar matahari sampai kedasar kolam akan membantu reaksi oksidasi dan membantu pekerjaan bakteri atau mikroba. Karena volume limbah yang keluar harus ditampung di kolam ini sedangkan kedalamannya dikurangi maka terjadi pertambahan luas permukaan dengan kontak udara yang memungkinkan terjadinya diffusi udara kedalam air. Lamanya limbah ditahan dalam kolam ini selama 14 hari dan dapat menurunkan limbah dari BOD 600- 800ppm menjadi BOD 75-125 ppm.

2.3.11. Kolam Stabilitas Stabilisation Pond

Pada kolam ini limbah sudah dibuang ke badan air, tetapi sebelumnya distabilitasi baik sifat fisik maupun kimianya. 2.3.12. Kolam Pengendapan Sendimentasi Pond Kolam pengendapan dipakai untuk mengendapkan zat-zat padat yang dikandung oleh cairan yang berasal dari kolam aerobik. Kolam pengendapan dapat menampung cairan limbah selama 15 hari olah. Biasanya ini merupakan pengolahan terakhir sebelum limbah dialirkan kebadan air dan diharapkan pada kolam ini limbah sudah Universitas Sumatera Utara memenuhi standard baku mutu air. Ponten, 1996; Anonim, 2006; Nainggolan dan Susilawati, 2011. Dari uraian langkah-langkah pengolahan Limbah Pabrik Kelapa Sawit, dapatlah dinyatakan bahwa kolam aerobik primer berada pada posisi di bawah Kolam Aerasi. Hal ini berarti pada kolam aerobik primer memiliki beban pencemaran lebih sedikit dibandingkan kolam aerasi, karena perlakuan pada setiap kolam limbah memiliki tujuan masing-masing dan diharapkan semakin ke bawah alur pengkolaman limbah diharapkan limbah tersebut semakin minimal tingkat pencemarannya, sampai limbah itu layak dibuang kebadan sungai outlet.

2.4. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Karakteristik dari limbah cair dapat dilihat dari asal tempat atau sumber tempat limbah cair tersebut dapat dihasilkan. Air limbah yang telah tercemar dapat diidentifikasi secara visual dapat diketahui dari kekeruhan, warna air, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya, sedangkan identifikasi secara laboratorium, ditandai dengan perubahan sifat kimia air di mana air telah mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya dalam konsentrasi yang melebihi batas dianjurkan. Limbah cair pabrik kelapa sawit mempunyai kadar bahan organik yang tinggi yang mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar pula, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar Sa’id, 1996, dan Masli.2007. Berikut tabel karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit: Tabel 2.2. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit No Parameter Konsentrasi mgL 1 2 3 4 5 6 7 8 pH Total padatan Total padatan tersuspensi COD BOD Minyaklemak N-NH 3 Nitrogen Total 4,1 46186 21170 37200 21280 3100 13 41 Sumber : Satria, 1999 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 enam parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi: 1. Tingkat keasaman pH, ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima. pH suatu larutan menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai molaritas ion hidrogen pada suhu tertentu, nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air Saeni ,1989. Goncangan pH perairan dapat terjadi karena terbentuknya asam dan basa kuat, gas-gas dalam perombakan bahan organik, reduksi karbon organik, dan proses metabolisme air. Tingkat keasaman pH yang baik bagi air minum dan air limbah adalah 7. Ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima Sugiharto, 1987. 2 BOD Biochemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen Biologi adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme biasanya bakteri untuk memecah, merombak atau mengoksidasi bahan-bahan buangan berupa bahan organik mudah terurai biodegradable organik yang ada di perairan dalam kondisi aerobik Pescod, 1973; Metcalf Eddy, 2003 atau merupakan suatu nilai empiris yang mendekati secara global terjadinya proses penguraian bahan-bahan yang terdapat dalam air dan sebagai hasil dari proses oksidasi tersebut akan terbentuk CO 2 , air, dan NH 3 Alaert, 1987. BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik karena adanya bakteri aerobik, semakin banyak oksigen yang dikomsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik didalamnya. Semakin tinggi nilai BOD air Universitas Sumatera Utara C dan dilakukan selama 5 hari Alaerts,1987. Pada limbah yang mengandung logam- logam pemeriksaan terhadap BOD tidak memberi manfaat karena tidak ada bahan organik dioksida. Hal ini bisa jadi karena logam merupakan racun bagi bakteri uji BOD ini juga untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan industri. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut DO, biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. Derajat keasaman pH air pengencer biasanya berkisar antara 6,5– 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya konstan bisa digunakan larutan penyangga buffer fosfat. Dalam analisis BOD merupakan oksidasi biokimia yang lambat, Universitas Sumatera Utara C adalah temperatur standard. Tempertur 20 C adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat didaerah beriklim sedang Metcalf Eddy,1991. Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling banyak digunakan dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi. Uji ini mencoba menentukan kekuatan polusi dari suatu limbah dalam pengertian kebutuhan mikroba akan oksigen dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organik dalam air limbah Anonim, 2009. 3 COD Chemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen Secara Kimiawi COD adalah jumlah oksigen mg O 2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi biodegradable maupun yang sukar didegradasi non biodegradable menjadi CO 2 dan H O 2 dalam satu liter sampel air, atau oksigen yang diperlukan untuk merombak atau mengoksidasi bahan organik dan anorganik dan merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Pengukuran ini menekankan kebutuhan oksigen akan kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dipecah secara biokimia Ginting, 2007, atau jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air bahan organik yang ada diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat Metcalf Eddy, 1991, sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Biasanya nilai COD lebih besar dibandingkan nilai BOD karena bahan-bahan yang tidak dapat teroksidasi dalam uji BOD atau tidak terurai secara biologik dapat ikut teroksidasi dalam uji COD misalnya sellulosa, asam asetat, asam sitrat Universitas Sumatera Utara dan lignin zat kayu dan sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi kimia tetapi melalui uji COD dapat terukur Fardiaz, 1992. Dimana pengoksidanya adalah K 2 Cr 2 O 7 , hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air dengan bantuan oksidator K 2 Cr 2 O7 dalam suasana asam diperkirakan 95-100 bahan organik tersebut dapat dioksidasi Effendi.2003. Nilai COD menggambarkan total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui uji COD ini dioksidasi oleh K 2 Cr 2 O 7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum. 4. Total Suspended Solid TSS Merupakan padatan melayang dalam cairan limbah. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi. Menurut Siregar, 2005, TSS yaitu jumlah berat zat yang tersuspensi dalam volume tertentu di dalam air ukurannya mgL. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota. Menurut Boyd, 1990 amoniak di perairan dihasilkan oleh proses dekomposisi. Reduksi nitrit oleh bakteri, kegiatan pemupukan dan eksekresi organisme-organisme yang ada di dalamnya. Dalam keadaan aerobik, nitrogen dari udara diikat oleh mikroorganisme dan diubah menjadi bentuk nitrat. Sebaliknya dalam keadaan anaerob, nitrit dan nitrat diubah menjadi bentuk amonia yang kemudian bersenyawa. 5. Kandungan minyak dan lemak, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik. Lemak dan minyak merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput. Parameter merupakan gambaran Universitas Sumatera Utara karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, COD sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah Wibisono, 1995. 6. Pengadukan Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan campuran dan berfungsi mencampurkan secara merata antara methanogen dengan substrat.

2.5. Pengolahan dan Penanganan Limbah Cair PKS

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya guna mengendalikan pencemaran telah dicoba dan dikembangkan pengelolaan LCPKS selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1. Pengolahan Secara Fisika