Sejarah Salat Tarâwih

13

B. Sejarah Salat Tarâwih

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa salat tarâwih merupakan salat sunnah yang sangat dianjurkan sunnah muakkad karena di dalamnya memiliki banyak keutamaan, namun ada baiknya jika kita mengetahui sejarah disyari‟atkan salat tarâwih tersebut. Pada zaman Nabi dan sahabat-sahabat belum dikenal kata-kata “tarâwih”, pada kedua masa itu masih terkenal kata-kata “Salatullail” untuk salat malam apa pun dan kata- kata “Qiyamu Ramadhan” yang berarti ibadah malam di bulan ramadhan. Kata-kata tarâwih itu mula-mula timbul di abad kedua hijriah yaitu di kala imam-imam mazhab mulai muncul ber samaan dengan lahirnya “ilmu fik ih” ilmu hukum Islam. Kata-kata istilah tarâwih ini timbul guna membedakan salat malam di bulan ramadhan yang dikatakan salat tarâwih dengan salat malam lainnya yang bukan di bulan Ramadhan. 7 Pada masa itu Rasulullah hanya memberikan anjuran secara umum saja tanpa menyebut j umlah raka‟at. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra: 7 Moh Ali Assobuny. Petunjuk Nabi SAW Yang Sahih Tentang Shalat Taraawih, h. 1-3 8 Imam Muslim Al-Nisaburiy, Shahih Muslim, Al Qahirah, Daarul Hadis, 1994. Juz III, h. 295, hadis nomor 173 14 Artinya: “Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: barang siapa melaksanakan salat tarâwih karena iman kepada Allah dan mengharap ridha Allah, maka diampunilah dosa-dosaya ”. Dalam hadis ini Rasulullah SAW hanya mengajak dan menggugah kepada siapa saja dengan memberitahukan tentang fadhilah salat tarâwih pada bulan Ramadhan tanpa menyebut jumlah raka‟atnya, tanpa memberikan contoh dan bahkan tanpa menyuruh dengan sungguh-sungguh. Tahap selanjutnya adalah tahap anjuran, di mana dalam tahap ini Rasulullah SAW memberikan contoh dan tuntunannya dengan mengerjakannya sendiri, kemudian diikuti oleh para sahabat, baik itu dilakukan secara sendiri atau b erjama‟ah. Pada tahap ini pula Rasulullah SAW mengaitkan antara salat tarâwih dengan bulan Ramadhan dengan anjuran yang di pertegas, bahwa salat tarâwih itu hukumnya adalah sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu bagi siapa saja yang mengerjakan salat tarâwih karena iman dan mengharap ridha Allah, ia akan kembali seperti bayi waktu dilahirkan oleh ibunya. Dari sini lah lalu salat tarâwih menjadi berkembang, ada di antara sahabat yang mengerjakannya dengan keluarganya di rumah dan ada pula yang mengerjakannya secara berjama‟ah di masjid, 9 Kemudian sepeninggal Nabi, salat itu dinamakan tarâwih. Menurut ulama jumhur: salat itu dinamakan pula dengan salat witir karena di tutup dengan satu raka‟at salat witir, dan salat witir dinamakan pula dengan salat tarâwih atau qiyamul lail. Pada dasarnya semuanya itu sama 9 Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Shalat Tarawih 20 Roka‟at, cet.II, Surabaya: Dinamika Press Surabaya, 1997, h. 43. 15 tatha wwu‟ yang dikerjakan di waktu malam antara salat isya sampai waktu fajar di bulan Ramadhan, sedangkan perbedaan namanya itu hanya menurut waktunya saja. Qiyamu Ramadhan yang dikerjakan pada awal malam dinamakan dengan salat tarâwih, sedangkan salat malam yang dikerjakan di akhir malam dinamakan salat tahajjud dan ini lebih utama dan lebih besar pahalanya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Isra ayat 79: Artinya: “Dan pada sebagian malam bertahajjudlah sebagai tambahan bagimu, mudah-mudahan tuhamnu akan menempatkan engkau pada tempat yang terpuji ”. Asal mula salat malam bulan Ramadhan itu dinamakan salat tarâwih ialah karena hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dari Aisyah: Artinya: “Rasulullah SAW salat empat raka‟at pada malam hari. Kemudian itu beliau istirahat, lama istirahatnya itu sehingga kasihan aku melihatnya. ” Kemudian terus rupanya salat tarâwih ramai dilakukan tiap malam di masjid sampai Nabi wafat, dan sampai zaman Abu Bakar. Dari Abdurrahman bin Abdul Qari, dia berkata: “aku keluar bersama Umar bin Khathab dalam bulan Ramadhan ke dalam masjid, kami dapati orang banyak berkelompok, ada yang salat sendiri saja untuk dirinya dan ada pula yang berjama‟ah. Maka berkatalah 10 Amad Ibnu Husain Al-Baihaqiy, Sunan Al-kabiir al- Baihaqiy, Beirut: Daar al Fikr jilid II, h. 497, hadis nomor 391 16 Umar: agar semua salat di belakang imam dan akhirnya beliau menentukan siapa yang berhak menjadi imam yaitu Ubay bin Ka‟ab. Kemudian di malam-malam berikutnya, Abdurrahman dan Umar kembali masuk ke dalam masjid dan mendapati orang telah salat tarâwih dengan satu Qari‟ pembaca, yaitu satu imam. Maka berkatala h Umar bin Khathab: “ni‟matu al bid‟ah hadzihi” yang sebaik-baik bid‟ah adalah ini. Orang tidur terlebih dahulu lebih afdhal dengan orang yang salat lebih dahulu, yaitu dia salat di ujung malam, sedangkan orang-orang di waktu itu salat di awal malam. Dari uraian di atas telah jelas sekali bahwa Umar bin Khaththab lah yang dengan tegas mengadakan salat tarâwih dengan berjama‟ah. Setelah beberapa hari salat tarâwih berjama‟ah itu dilaksanakan dengan baik, kemudian Umar bin Khaththab berkata bahwa jika ada yang hendak mengatakan bahwa hal yang demik ian adalah bid‟ah maka ini adalah bid‟ah yang paling baik. Akhirnya salat tarâwih ini dinisbatkan kepada Umar bin Khaththab, karena beliaulah yang memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan salat tarâwih secara be rjama‟ah bersama imam Ubay bin Ka‟ab. 11

C. Tata Cara Pelaksanaan Salat Tarâwih