Definisi Salat Tarâwih

10

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG SALAT TARÂWIH

A. Definisi dan Dasar Hukum Salat Tarâwih

1. Definisi Salat Tarâwih

Dari segi gramatika, kata-kata tarâwih ini adalah kata jama‟plural dan kata tunggalnya adalah tarwîhah ٌةَحْيِوْرَت , dan kata tarwîhah itu sendiri berasal dari kata râhah ٌةَحاَر . Rahah artinya senang atau gembira, bukan senang atau gembira karena mendapat rezeki atau harta benda akan tetapi dalam arti senang dan gembira di dalam bekerja, yang diiringi dengan kata- kata istirahat yang berarti berhenti dari bekerja atau istirahat dari mengerjakan pekerjaan yang disenangi. Dari sudut bahasa, Tarwîhah ini asalnya adalah nama atau sebutan untuk duduk mutlak. Artinya duduk yang bagaimana pun. Kemudian dengan istilah tarwîhah ini dimaksudkan untuk duduk yang tertentu, yaitu duduk setelah mengerjakan salat isya empat raka‟at di malam bulan Ramadhan, karena memang mereka yang salat itu duduk dan beristirahat setelah melakukan salat malam yang empat raka‟at itu. 1 Kemudian Ibnu Manzuh r menyatakan: “ٌةَحاَر ” itu lawan dari pada ٌبَعَت letih. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, bahwasanya beliau berkata kepada Bilal ra: 1 Soelaiman Mahmoed, Shalat Tarawih, Jakarta: CV Usrah, 1983, h. 1-2 11 Artinya: “Dari „Ali bin „Abdul „Aziz, saya mendengar Rasulullah SAW: kita beristirahat dengan salat ini, ya bilal”. Maka adanya istirahat dalam melaksanakan salat tarâwih ini sebagai saat untuk bermunajat kepada Allah SWT, dan karena itulah Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Dari Jabir bin „Abdillah berkata: dan dijadikan kesyahduan mataku dalam melaksanakan salat ”. Rahah artinya senang atau gembira, bukan senang atau gembira karena mendapat rezeqi atau harta benda, akan tetapi dalam arti senang dan gembira di dalam bekerja yang diiringi dengan kata-kata istirahat yang berarti berhenti dari bekerja atau istirahat dari mengerjakan pekerjaan yang disenangi tadi. Maka, tarâwih ini berarti beristirahat atau bersenang-senang setelah mengerjakan sesuatu yang sesuatu itu tadinya dikerjakan dengan segala kegembiraan dan dengan segala senang hati. 4 2 Sulaiman Ibnu Ahmad At-Tabrânî, Mu‟jam al-kabiir Lithabraanii, Al-Qaahirah: Daar al-hadis, 1995, jilid 6, h. 95, hadis nomor 609 3 Jalaaluddin Al-Suyûthî, Sunan Al-Nasaaii, Beirut: Daar Al-fikr, jilid 2, h. 32, hadis nomor 728 4 Moh Ali al Sobuny, Petunjuk Nabi SAW Yang Sahih Tentang Salat Tarawih. Penerjemah Suhri Utsman, Semarang: Pustaka Al Alawiyah, 1983. h. 29 12

2. Dasar Hukum Salat Tarâwih