Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salat fardhu maupun salat sunnah merupakan ibadah badaniyah yang paling utama. Begitu pentingnya sehingga menjadi pilar agama yang di atasnya bisa berdiri kokoh instrumen-instrumen agama lain. Beragam jenis salat yang kita temui yaitu salat fardhu, salat sunnah rawâtib, salat dhuha, salat tahajjud, salat tarâwih dan lain-lain, semuanya telah dipilah dengan sistematis oleh para ulama sesuai pesan- pesan syari‟at yang dijelaskan lengkap dengan tata caranya demi untuk tercapainya pribadi-pribadi muslim yang benar-benar menapaki sifat kehambaan. Pembahasan tentang lika-liku salat selalu menarik untuk dikaji terlebih bagi para pemula yang lebih dekat dengan fikih ibadah, namun seyogyanya diskusi-diskusi tentang furû ‟iyah tidak menyebabkan kita terjerumus dalam perpecahan apalagi zaman sekarang, saat faktor-faktor eksternal semakin gencar menyudutkan, melemahkan dan memecah belah kaum muslimin. 1 Bulan Ramadhan adalah merupakan bulan yang suci, bulan yang dimuliakan Allah „Azza wa Jalla, bulan yang penuh maghfirah ampunan dan berkah-Nya. Allah telah menjadikan bulan ramadhan sebagai hari raya bagi 1 Salat Tarawih, “Keutamaan Shalat” artikel di akses pada 07 September 2007 dari http:rulan.mywapblog.com di akses pada 07 September 2007 2 semua umat dan kemakmuran bagi orang-orang yang beriman, di bulan itu jiwa segar, hati senang, kegiatan-kegiatan untuk kesegaran rohani dan ibadah pun diperbanyak. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW dalam bulan ramadhan mengajak umatnya agar meningkatkan ibadah, termasuk di dalamnya beliau menggalakkan tuntutannya dalam melaksanakan salat malam yang kemudian disebut dengan salat tarâwih. Masalah tarâwih dari dahulu hingga sekarang masih merupakan topik yang menarik untuk dikaji, dibahas, dan diteliti lebih mendalam lagi, karena ada beberapa hal yang masih dipersoalkan oleh umat Islam. Di antaranya ialah tentang bilangan raka‟atnya, dalam masalah ini para ulama berbeda-berda pendapatnya sehingga umat Islam pun berbeda-beda pula dalam melaksanakannya, yaitu mengikuti pendapat imamnya masing-masing. Ironisnya, perbedaan dalam masalah ini sudah terjadi sejak generasi muslim pertama, yaitu sejak zaman para sahabat. Padahal mereka melihat secara langsung perihal tarâwih Rasulullah SAW, yang setidak-tidaknya mereka telah mendapatkan penjelasan langsung dari beliau. Hal demikian yang menjadikan umat Islam kalangan awam menjadi bingung untuk memilih dan menentukan mana yang sesungguhnya benar. Sementara cendikiawan muslim semakin kuat melontarkan kritikan dengan mengemukakan berbagai alasannya, maka dalam suatu masyarakat muslim sering terjadi ketidakaruan antara kelompok muslim yang satu dengan kelompok muslim yang lainnya hanya karena berbeda-beda dalam hal jumlah raka‟at tarâwih. Hal 3 demikian ini bukanlah berarti kelalaian atau kemalasan, tetapi semata-mata hasil ijtihad mereka. 2 Dalam kitab Fiqh karya Syekh Wahbah Zuhaily dijelaskan ada beberapa tipe salat tarâwih, yaitu: 1. 8+3 delapan raka‟at shalat tarâwih ditambah tiga raka‟at shalat witir 2. 20+3 dua puluh raka‟at shalat tarâwih ditambah tiga raka‟at shalat witir 3. 30+3 tiga puluh raka‟at shalat tarâwih ditambah tiga raka‟at shalat witir 3 Telah diketahui sebelumnya bahwa hukum melaksanakan salat tarâwih itu adalah sunnah muakkad sunnah yang sangat dianjurkan dan untuk jumlah raka‟atnya pun tergantung atas keyakinan mazhab masing-masing. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin pesatnya kebutuhan manusia saat ini telah menimbulkan beberapa pergeseran dalam hal ibadah khususnya dalam tata cara pelaksanaan salat tarâwih. Berdasarkan fenomena yang penulis temui di masyarakat mengenai tata cara pelaksanaan shalat tarâwih, khususnya yang terjadi di beberapa masjid besar yang ada di DKI Jakarta seperti misalnya, di Masjid Raya Pondok Indah Jakarta Selatan, Masjid Istiqlal Jakarta Pusat, telah mengalami perbedaan dalam pelaksanaa salat tarâwih dan witir sebagai mana yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Pelaksanaan salat tarâwih dan witir di beberapa masjid tersebut adalah kebijakan pengurus yang mengakomodir 2 Agus Salam Rahmat, Tarawih Seribu Tahun Lebih di Masjid Nabi SAW, Bandung: Sinar Baru, 1992, h. 10 3 Jurizal Z, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri, 2008, h. 111. 4 dua aliran, yakni mereka yang melaksanakan salat tarâwih delapan rakaat sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan mereka yang mengerjakan dengan dua puluh raka‟at menganut aliran para imam mazhab mereka Imam Syafi‟i, Imam Hambali, dan Imam Malik. Hal yang demikian memang bukanlah suatu hal yang baru, namun di sini penulis ingin mencoba untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai pelaksanaan salat tarawih yang dilakukan di Masjid Raya Pondok Indah dan apa yang melatar belakangi masjid tersebut melakukan salat tarawih dengan dua gelombang raka‟at yang berbeda. Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk mengkaji fenomena yang terjadi di masyarakat khususnya masyarakat dalam penulisan sebuah skripsi dengan judul “PERBEDAAN PELAKSANAAN SHALAT TARÂWIH DI MASJID RAYA PONDOK INDAH JAKARTA SELATAN.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah