Sistematika Penulisan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

4. Metode Dan Analisis Data Data yang diperoleh melalui pustaka dikumpulkan dan diurutkan lalu di organisasikan dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 28

G. Sistematika Penulisan

Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu mengorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dari responden dan data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga memperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Sisitematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab, dimana masing-masing bab diuraikan permasalahanya secara tersendiri, namun dalam konteks yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematika penulis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhanya dalam beberapa bab berikut ini: Bab I Pendahuluan: Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Pengaturan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Dalam Hukum Positif Indonesia Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan hukum terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar. 28 Lexy Moelong, Metode penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Cetakan ke-10, Bandung, 1999, halaman 103 Universitas Sumatera Utara

Bab III Studi Kasus Putusan No. 1902 Pid B 2004 PN Medan

Dalam hal ini akan dibahas mengenai penerapan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. STUDI PUTUSAN NO. 1902 PID B 2004 PN MEDAN, apa saja yg menjadi unsur-unsur tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dan pertanggung jawaban pidananya.

Bab IV Upaya Penaggulangan Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Dan Upaya

Dalam bab ini dibahas mengenai upaya penangulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar melalui kenijakan penal dan non penal.

Bab V Penutup

Dalam bab ini akan diambil kesimpulan yang disertai dengan saran dari penulis melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis. Universitas Sumatera Utara BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA Dalam uraian-uraian yang telah di jelaskan sebelumnya maka dalam hal ini penulis berpendapat bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Dengan demikian maka mengedarkan sediaan farmasi sebelum diberi izin edar merupakan suatau tindak pidana. Adapun pengaturan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dalam hukum positif Indonesia adalah : A. Berdasarkan Undang-Undang NO.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 Pengertian sediaan farmasi dalam Undang-Undang ini diatur dalam pasal 1 ayat 9 yaitu sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Mengenai pengamanan sediaan farmasi diatur dalam pasal 39 sampai pasal 43. Adapaun bunyi dari pasal-pasal tersebut adalah : Pasal 39 Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselengarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi sediaan mutu dan atau keamanan dan atau kemamfaatan. Pasal 40 31 Universitas Sumatera Utara ayat 1 Sediaan farmasi berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakof Indonesia atau buku standar lainya. ayat 2 Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetik serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan. Pasal 41 ayat 1 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. ayat 2 Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektif dan kelengkapan serta tidak menyesatkan. ayat 3 Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah mendapat izin edar, yang kemudiaaan terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemamfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 42 Pekerjan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan farmasi yang beredar. Pasal 43 Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi diatur dalam Pasal 81 ayat 2, rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 dipidana dengan pidana Universitas Sumatera Utara penjara paling lama 7 tujuh tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000.00 seratus empat puluh juta rupiah. 29 29 Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan B. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 144,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063 Pengertian sediaan farmasi dalam Undang-Undang ini diatur dalam pasal 1 ayat 4 yaitu, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Mengenai pengaturan pengamanan dan pengunaan sediaan farmasi diatur dalam pasal 98 sampai pasal 108. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut adalah : Pasal 98 ayat 1 Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiatbermanfaat, bermutu, dan terjangkau. ayat 2 Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat. ayat 3 Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. ayat 4 Pemerintah berkewajiban membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan pengedaran sebagaimana dimaksud pada ayat 3. Universitas Sumatera Utara Pasal 99 ayat 1 Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, danatau perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus dijaga kelestariannya. ayat 2 Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. ayat 3 Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan sediaan farmasi. Pasal 100 ayat 1 Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, danatau pemeliharaan kesehatan tetap dijaga kelestariannya. ayat 2 Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan bahan baku obat tradisional. Pasal 101 ayat 1 Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. ayat 2 Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 102 Universitas Sumatera Utara ayat 1 Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan. ayat 2 Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 ayat 1 Setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan psikotropika wajib memenuhi standar danatau persyaratan tertentu. ayat 2 Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran, serta penggunaan narkotika dan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 104 ayat 1 Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu danatau keamanan danatau khasiatkemanfaatan. ayat 2 Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional. Pasal 105 ayat 1 Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. ayat 2 Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar danatau persyaratan yang ditentukan. Pasal 106 Universitas Sumatera Utara ayat 1 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. ayat 2 Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan. ayat 3 Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu danatau keamanan danatau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 107 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 108 ayat 1 Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ayat 2 Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dalam Undang-Undang ini diatur dalam pasal 197, rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan Universitas Sumatera Utara sediaan farmasi dan ataualat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 1 dipidanana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 satu miliar limaratus juta rupiah C. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671 Dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062 Sebenarnya dalam kedua Undang-Undang diatas tidak ada pasal-pasal yang secara langsung mengatur tentang mengedarkan sedian farmasi tanpa izin edar, namun terdapat beberapa pasal yang sangat berkaitan erat dengan mengedarkan sediaan farmasi. 1. Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psiotropika Pengaturan mengenai peredaran psiotropika dalam Undang-Undang ini diatur dalam pasal 8 sampai pasal 13. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut yaitu: Pasal 8 Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan Pasal 9 ayat 1 Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan Universitas Sumatera Utara ayat 2 Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang berupa obat Pasal 10 Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan dokumen pengangkutan psikotropika Pasal 11 Tata cara peredaran psikotropika diatur lebih lanjut oleh Menteri Pasal 12 ayat 1 Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah ayat 2 penyaluran psiotropika sebagaimana diatur dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh : a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan. b. Pedagang basar farmasi kepada pedang besar farmasi lainnya, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah. ayat 3 Psiotropika gokongan satu hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau pendidikan guna psiotropika. Universitas Sumatera Utara Pasal 13 Psiotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dalam Undang-Undang ini diatura dalam pasal 60 ayat 1 huruf c, rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah Barang siapa memproduksi atau mengedarkan psikotropoka berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan sebagaiman dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 di pidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 dua ratus juta rupiah 30 30 Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang Psiotropika 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengaturan mengenai peredaran narkotika dalam Undang-Undang ini diatur dalam pasal 35 sampai pasal 38. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut Pasal 35 Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindah tanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 36 ayat 1 Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri. Universitas Sumatera Utara ayat 2 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri. ayat 3 Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan. ayat 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pasal 37 Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 38 Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah. Pasal 39 1 Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. 2 Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri. Pasal 40 ayat 1 Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Universitas Sumatera Utara Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan d. rumah sakit. ayat 2 Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; d. rumah sakit; dan e. lembaga ilmu pengetahuan; ayat 3 Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. rumah sakit pemerintah; b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu. Pasal 41 Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 42 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri. Universitas Sumatera Utara Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dalam Undang-Undang ini diatur menurut golongannya. Ketentuan mengenai tindak pidanan mengedarkan narkotika golongan I diataur dalam pasal 113 ayat 1, rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. Mengenai tindak pidana mengedarkan narkotika golongan II diatur dalam pasal 118 ayat 1, rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah Mengenai tindak pidana mengedarkan narkotika golongan III diatur dalam pasal 123 ayat 1, rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 31 31 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara D. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781 Peraturan pemerintah tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan ini dibuat atas perintah UU kesehatan untuk mengatur hal teknis dan oprasional dari UU tersebut. Pengaturan mengenai peredaran sediaan farmasi dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dalam pasal 6 sampai pasal 8. Adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut Pasal 6 Peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan terdiri dari penyaluran dan penyerahan Pasal 7 peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Pasal 8 ayat 1 Setiap pengankutan sedian farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran harus disertai dengan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan ayat 2 Setiap pengankutan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka peredaran bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen pengangkutan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Universitas Sumatera Utara Pasal 9 sampai pasal 10 Peraturan pemerintah ini mengatura mengenai tata cara mendapatkan izin edar, adapun bunyi dari pasal-pasal tersebut adalah Pasal 9 ayat 1 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari menteri kesehatan ayat 2 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dagi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional yang diperoduksi oleh perorangan Pasal 10 ayat 1 Izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan diberikan atas dasar permohonan secara tertulis kepada menteri kesehatan ayat 2 Permohonan secara tertulis sebagaiman dalam ayat 1 disertai dengan keterangan dan atau data mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar serta contoh sediaan farmasi dan alat kesehatan ayat 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan izin edar sebagaiman dimaksud dalam ayat 1 dan 2 ditetapkan oleh menteri kesehatan Pasal 11 Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dimohonkan untuk memperoleh izin edar dari segi mutu, keamanan dan kemanfaatan Ketentuan mengenai tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi dalam Peraturan Pemerintah ini diatura dalam pasal Pasal 75 huruf b rumusan yang terdapat dalam pasal ini adalah Barang siapa memproduksi atau mengedarkan Barang siapa dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanp izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 dipidana Universitas Sumatera Utara denganpidan penjara paling lama 7 tujuh tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000.00 seratus empat puluh juta rupiah 32 32 Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Universitas Sumatera Utara BAB III ANALISA KASUS PUTUSAN NO.1920 PID B 2004 PN MEDAN

A. Kasus Posisi

Dokumen yang terkait

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Pemalsuan Dokumen Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 (Studi Putusan No. 2960/PID.B/2008/PN.Medan)

0 34 116

Tinjauan Yuridis Atas Tindak Pidana Paten Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

4 76 135

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Kajian Yuridis Hak Pemeliharaan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan No. 101/Pdt.G/2009/Pn/Mdn)

0 38 141

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

8 97 79

Tinjaun Yuridis Tentang Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

0 46 110

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

3 119 119

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/201

0 0 38

Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Abortus Kriminalis Dalam Kaitannya Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

0 0 124