Pengertian Tindak Pidana Tinjauan kepustakaan 1. UU NO.23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN

kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

3. Pengertian Tindak Pidana

Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatianya. Masalah pokok dalam hukum pidana tersebut meliputi masalah tindak pidana perbuatan jahat, kesalahan dan pidana serta korban. 5 Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dan demikian juga dalam Wvs Hindia Belanda KUHP, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. 6 Strafbaar feit, terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan 5 Fuat Usfa Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, , Malang ,2004 ,hal 31 6 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hal 67 Universitas Sumatera Utara dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan 7 Tindak pidana merupakan suatu peristiwa dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah ”perbuatan jahat” atau “kejahatan” crime yang bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis. Isi dari pengertian tindak pidana tersebut dalam kenyataanya tidak ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. . 8 Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo 9 Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo , pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi : a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum ; b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadiaan feit yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. 10 7 Adawi Chazawi. Op. Cit, hal 69 8 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang ,1990, hal. 40 9 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 91 10 Ibid , yaitu : a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian feit yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang. Universitas Sumatera Utara b. Definis panjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alfa oleh orang yang dapt dipertanggungjawabkan. Menurut definisi pendek pada hakekatnya menyatakan bahwa pastilah untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan Undang-Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang, dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain daripada apa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang. Definisi yang panjang lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggung jawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada. 11 Pendapat Moeljanto sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Y Kanter dan S.R Sianturi 12 Pengertian perbuatan hukum pidana tidaklah diikuti oleh hukum pidana kita. Menurut sistem hukum adat tidaklah diadakan pemisahan antara pelanggaran , memilih “perbuatan pidana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”. Beliau memberikan perumusan atau pembatas sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh menghambat akan tercapainya tata pergaulan masyarakat yangdicita-citakan. Makna perbuatan pidana, secara mutlak harus termasuk dalam unsur formil, yaitu mencocoki rumusan Undang-Undang, dan Unsur materil, yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau sifat melawan hukum rechtswiradigkeit. 11 Ibid. 12 EY. Kanter Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapanya, Storia Grafika, Jakarta 2002, hal 208 Universitas Sumatera Utara hukum yang memungkinkan reaksi dalam lapangan hukum pidana dan pelanggaran hukum yang hanya dapat digugat di lapangan hukum perdata. Berdasarkan hal tersebut, apabila terjadi suatu pelanggaran hukum maka petugas hukum mengambil tindakan konkrit inilah reaksi adat guna membetulkan hukum yang dilanggar. 13 Satochid Kartanegara 14 Secara literlijk kata “straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Kaitannya dengan istilah strafbaar feit secara utuh ternyata diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht seolah-olah arti straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya. menganjurkan pemakaian istilah “tindak pidana” hal ini karena istilah tindak tindakan , mencakup pengertian melakukan atau perbuatan danatau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat passive handeling. Istilah perbuatan berarti melakukan, berbuat tidak mencakup pengertian mengakibatkan. Istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia, sedangkan terjemahan pidana untuk straffbaar adalah sudah tepat. 15 Kata “baar” mempunyai 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Secara literlijk bisa kita terima. Kata feit biasa digunakan 4 istilah yakni tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Secara literlijk feit memang lebih pas untuk diterjemahkan sebagai perbuatan. Kata perbuatan lebih lazim digunakan dalam perbendaharaan hukum kita untuk mengartikan dari istilah overtreding 13 Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara baru, Jakarta, hal. 15 14 Satochid Kartenegara, Hukum Pidana Bag I, Balai lektur Mahasiswa, hal. 74 15 Adawi Chazawi. Op. Cit. Hal.69 Universitas Sumatera Utara sebagai lawan dari istilah misdrijven kejahatan terhadap kelompok tindak pidana masing-masing dalam buku III dan buku II KUHP. 16 Kata “peristiwa”, menggambarkan pengertian yang lebih luas dari pengertian perbuatan. Hal ini karena peristiwa tidak saja menunjuk kepada perbuatan manusia melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata tetapi juga oleh alam seperti matinya orang karena disambar petir atau tertimbun tanah longsoryang tidak masuk dalam hukum pidana. Peristiwa baru menjadi penting dalam hukum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan oleh perbuatan manusia pasif maupun aktif. 17 Istilah “tindak” memang telah lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan walaupun masih dapat diperdebatkan juga ketepatanya. Tidak menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif handelen semata, dan tidak termasuk kelakuan manusia yang pasif atau negatif nalaten. Pengertian sebenarnya dalam istilah feit itu adalah termasuk baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif tersebut. Perbuatan aktif artinya suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkanya diperlukan disyaratkan adanya suatu gerakan dari tubuh atau bagian tubuh manusia, misalnya mengambil pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil suatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian” atau merusak pasal 406 KUHP “Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hakmembinasakan, merusak, membuat sehinga tidak bisa dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang sama sekali 16 Ibid. 17 Ibid Universitas Sumatera Utara atau sebagianya kepunyaan orang lain, dihukum penjara delapan bulan atau denda”. Perbuatan pasif adalah suatu perbuatan tanpa melakukan suatu perbuatan fisik apapun oleh karenanya, dengan demikian seorang tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya perbuatan tidak menolong pasal 351 KUHP “Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang didalam keadaan maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannyaatau diadakanyadengan tidak atau menguatirkanya, bahwa iya sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan” atau perbuatan membiarkan pasal 304 KUHP “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang dia wajib memberikan kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena perjanjian, dihukum penjara”. 18 18 Ibid

4. PENGERTIAN SEDIAN FARMASI

Dokumen yang terkait

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Pemalsuan Dokumen Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 (Studi Putusan No. 2960/PID.B/2008/PN.Medan)

0 34 116

Tinjauan Yuridis Atas Tindak Pidana Paten Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

4 76 135

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Kajian Yuridis Hak Pemeliharaan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan No. 101/Pdt.G/2009/Pn/Mdn)

0 38 141

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

8 97 79

Tinjaun Yuridis Tentang Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

0 46 110

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

3 119 119

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/201

0 0 38

Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Abortus Kriminalis Dalam Kaitannya Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

0 0 124