Kebijakan Non Penal. Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

B. Kebijakan Non Penal.

Kebijakan penanggulangan lewat jalur “non penal” lebih bersifat tindakan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalahatau kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulakan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulanagan kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini mempunyai kedudukan yang strategisdan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. 49 a. Harus dilakukan dengan cara-cara yang sedikit agak lebih bemoral seperti penyebarluasan ajaran-ajaran agama. Cara ini bisa dilakukan oleh tokoh-tokoh agama dalam suatu acara ibadah. Kebijakan non penal ini juga diperlukan untuk menanggulangi kejahatan, kebijakan ini dilakukan dengan tidak menggunakan sarana hukum pidana sebagai hukumannya melainkan lebih memperhatikan aspek-aspek lainnya seperti aspek psikologi, ekonomi, sosiologi tindakan konkret yang paling nyata dilakukan adalah tindakan administrasi berupa pencabutan izin. Adapun kebijakan non penal yang dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar adalah sebagai berikut : b. Melalui tindakan administrasi dengan melakukan pencabutan izin apotik atau toko obat. 49 Barda Nawawi Arief buku III, Op. Chit.,hal. 33. Universitas Sumatera Utara c. Dalam membasmi kejahatan mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin ini harus dilakukan dengan sifat memberantas, misalnya untuk mencegah penyakit demam berdarah maka nyamuknya harus diberantas juga. d. Dengan cara mencabut izin pabrik besar farmasi yang mengedarkan sediaan farmasi yang belum di registrasi kepada apotik atau toko-toko obat berizin. e. Memberikan peringatan keras kepada produsen yang bersangkutan dan memerintahkan segera menarik peredaran produk yang belum mendapat izin edar serta memusnahkannya f. Pemerintah harus berperan dalam membina industri maupun importirdistributor secara komprehensif, mulai dari pembuatan, peredaran serta distribusi, agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat tanpa izin edar yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan . g. Dengan memberi penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat yang menjadi korban tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi. Disamping itu ada beberapa hal yang penting dilakukan dalam upaya penanggulangan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi : 1. Adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga kesehatan. Pemerintah dalam menjalankan sistem birokrasinya tentunya mengharapkan agar setiapsegenap aparaturnya mulai tingkat pusat sampai daerah menjalankan tugasnya dengan sebaik-baikya. Bahwa tugas pelayanan publik yang dilakukan harus sesuai dengan peraturan. Harapan pemerintah itu sangat beralasan untuk menunjukkan citra pemerintah sebagai abdi masyarakat dan juga abdi Universitas Sumatera Utara negara. Namun karena adanya faktor lain ketika sedang melayani masyarakat seperti kedekatan hubungan pribadi, maka sering kali harapan itu tidak terwujud. Apabila ternyata tergiur menjalanan penyelewengan-penyelewengan karena mungkin masyarakat akan memberi sejumlah uang agar bisa menjalankan usaha. Untuk itu maka pemerintah melakukan pengawasan terhadap kinerja aparaturnya sebagai bentuk penertiban terhadap aparaturnya. Adapun pengawasan itu dilakukan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. 2. Adanya pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Negara pada hakekatnya merupakan kekuatan dalam masyarakat yang terorganisir dilengkapi dengan alat negara dan dengan demikian bertentangan sekali dengan gelombang opini masyarakat yang teratur. Peran dan fungsi masyarakat dalam hal ini adalah sebagai pengawas terhadap pelaku tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin, dan sebagai gerbang awal dalam penanganan tindak pidana ini. Langkah-langkah tersebutlah yang harus dijalankan pemerintah dalam rangka penanggulanagan tidak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dengan kebijakan non penal dalam kasus Putusan No. 1902 PID B 2004 PN Medan. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Pemalsuan Dokumen Dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 (Studi Putusan No. 2960/PID.B/2008/PN.Medan)

0 34 116

Tinjauan Yuridis Atas Tindak Pidana Paten Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten

4 76 135

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Kajian Yuridis Hak Pemeliharaan Anak Setelah Terjadinya Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan No. 101/Pdt.G/2009/Pn/Mdn)

0 38 141

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

8 97 79

Tinjaun Yuridis Tentang Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

0 46 110

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

3 119 119

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/201

0 0 38

Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Abortus Kriminalis Dalam Kaitannya Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan

0 0 124