Tahapan Proses Konstruksi Sosial Media Massa

17 kedua, bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Kesimpulannya teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Tiga proses ini terjadi diantara individu satu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Ketika masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman ini memiliki kemandulan dan ketajaman atau dengan kata lain tak mampu menjawab perubahan zaman, karena msyarakat transisi-modern di Amerika telah habis dan berubah menjadi masyarakat modern dan postmodern, dengan demikian hubungan-hubungan sosial antara individu dengan kelompuknya, orang tua dengan anggota keluarganya menjadi sekunder-rasional. Hubungan-hubungan primer dan semisekunder hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan postmodern. Dengan demikian, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman menjadi tidak bermakna lagi. Posisi “konstruksi media massa” adalah mengoreksi kelemahan dan melengkapi “konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media keunggulan “konstruksi sosial media massa” atas “konstruksi sosial atas realitas”. Dari konten konstruksi media massa, dan proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: a tahap menyiapkan 18 materi konstruksi; b tahap sebaran konstruksi; c tahap pembentukan konstruksi realitas; dan d tahap konfirmasi. 16 Dalam penelitian disertasi Armawati Arbi, mengemukakan bahwa konstruksi radio atas realitas berlangsung dalam tiga tahap proses dialektika: pertama, tahap eksternalisasi pendengar dan tim radio membentuk realitas subjektif. Kedua, tahap objektivasi tim produksi dan pendengar mengemas realitas simbolik. Ketiga, tahap internalisasi tim radio dan pendengar menetapkan realitas objektif. Intitusionalisasi, legitimasi dan sosialisasi dilakukan melalui enam tahap proses konstruksi tersebut: a tahap penerapan unsur-unsur komunikasi, b tahap pembingkaian prologmonolog skrip kasus, c tahap pengungkapan diri, d tahap pembentukan realitas subjektif, e tahap pengemasan realitas simbolik, dan f tahap penetapan realitas objektif. Penelitian ini mengkritik pandangan Burhan Bungin tentang proses konstruksi media massa atas realitas sosial secara simultan. Namun perbedaannya, Burhan Bungin berfokus pada iklan televisi sebagai tapping rekaman, bukan produksi siaran langsung live. Sedangkan penelitian Armawati Arbi memproduksi program dakwah dan program konsultasi keluarga siaran langsung. 1. Tahap Penerapan Unsur-Unsur Komunikasi Penelitian ini, tim produksi siaran radio menyiapkan unsur-unsur komunikasi, yaitu penyiar, pesan prolog, format dan pengungkapan diri self- disclosure. Tim manajemen radio mengadakan MOUkontrak kepada tim produksi seperti, kepala produksi, operator dan penyiar. Tim produksi 16 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. 1. H. 195. 19 menyiapkan jingle acara, lagu, dan promosi acara. Hasil tahap pertama penelitian ini adalah roda jam siar permenit selama satu jam. Sedangkan Burhan Bungin pada tahap pertama hanya menyiapkan materi iklan saja. Hasilnya adalah tahap penyiapan materi kontruksi iklan adalah gambar naskah iklan karikatur. 2. Tahap Pembingkaian Prolog atau Monolog Skrip Acara. Tim produksi yaitu, Kepala produksi, operator dan juga penyiar berperan ganda dalam menyiapkan prolog atau skrip acara untuk prudent Hits 10. Sedangkan tahap kedua Burhan Bungin adalah sebaran konstruksi, menyiapkan segmen iklan, minat pemirsa melalui strategi iklannya dari ilmu semiotika. Dari tokoh, isi pesan, bahasanya disesuaikan dengan segmennya. Sedangkan Burhan Bungin menyiapkan materi dan khalayaknya pada tahap pertama dan kedua. 3. Tahap Pengungkapan Diri. Penyiar membingkai fakta pendengar. hasil pengungkapan diri adalah bingkai pendengar atas realitas problem pendengar dan bingkai tim radio. pada penelitian Burhan Bungin, realitas sosial iklan televisi tidak diambil dari data dan pengalaman pemirsanya. 4. Tahap Pembentukan Realitas Subjektif. Tim produksi melakukan penyeleksian, pengabaian, penonjolan dan pendalam atas realitas problem pendengar. Hasilnya adalah skrip kasus intisari pernyataan dari fakta pendengar dan pertanyaan pendengar. 20 5. Tahap Pengemasan Realitas Simbolik. Menciptakan dan meningkatkan pengetahuan pendengar, kesadaran pendengar, pemberdayaan pendengar, dan pencitraan problem pendengar. Burhan Bungin menyebutnya sebagai tahap pembentukan konstruksi citra. 6. Tahap Penetapan Realitas Objektif. Tahap ini mengevaluasi unsur-unsur komunikasi dakwah, unsur tersebut dipertahankan atau direvisi. Semua pelaku konstruksi yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses ini merefleksi diri dan menginternalisasi objektif melalui pengalaman realitas subjektif dan realitas simboliknya. Jika penyiar, pesan, format dipertahankan, apa alasannya. Penelitian Burhan Bungin menonjolkan kekuatan televisi. Sedangkan penelitian Armawati Arbi, menonjolkan pada kekuatan radio. Carole Fleming dalam The Radio Handbook 2010, 59 menggambarkan bahwa kekuatan radio komersil masih relevan jika radio mengikuti perubahan teknologi, minat komunitas radio penggunaan podcast untuk menjaring pendengar. Carole Fleming juga mengungkapkan hasil survey dari The Radio Advertising Bureau Cosmissioned, bahwa ada hubungan antara radio dan penggunaan MP3 sebagai teknologi pendatang baru, sekarang mereka bekerja sama. MP3 digunakan ketika traveling dan shoping sedangkan radio disimak untuk mencari informasi cuaca, berita dan kondisi perjalanan serta tempat kuliner. 12 12 Armawati Arbi, Konstruksi Radio Dangdut Jakarta Atas Realitas Problem Keluarga, Disertasi. 21

B. Strategi Komunikasi

Ibnu Hamad dalam bukunya “Komunikasi Sebagai Wacana” menjelaskan pelaku konstruksi memakai tiga alat untuk mengkonstruksikan suatu realitas, yaitu: pertama, strategi signing yaitu strategi memakai kata, idiom, kalimat an paragraf. kedua, strategi framing yaitu memilih fakta yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari wacana. dan ketiga, strategi priming yaitu teknik menampilkan wacana didepan publik berdasarkan waktu, tempat, dan jenis khalayak. 17 1. Strategi Signing Yang dimaksud dengan strategi signing disini adalah strategi penggunaan tanda-tanda bahasa, baik verbal dalam bentuk kata-kata maupun nonverbal dalam bentuk gambar, grafik, gerakan, dan sebagainya: Dalam pembuatan wacana sistem tanda merupakan alat utama dalam proses konstruksi realitas. Mengacu pada pemikiran Berger, Peter L dan Thomas Luckman dalam buku mereka, The Social Construction of Reality, A treatise in the Sociology of Knowledge, New York : Anchor Books, 1967 : 34-46, sistem tanda merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas dimulai ketika seorang konstruktor melakukan obyektivikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepso terhadap suatu obyek. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan melalui proses persepsi itu diinternalisasikan kedalam diri seorang konstruktur. Dalam tahap inilah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu obyek yang dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan eksternalisasi atau hasil dari proses permenungan secara internal tadi melalui pernyataan-pernyataan. Alat membuat pernyataan tersebut 17 Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, Jakarta: LaTofi Enterprise, 2010, Edisi pertama, h. 45. 22 tiada kata lain adalah kata-kata atau konsep bahasa. Tampak dalam proses ini bahasa menempati peranan yang sangat sentral. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya penggunaan bahasa simbol tertentu menentukan format narasi dan makna tertentu Tuchman, 1980 : 104-132; Faules dan Alexander, 1978. Sedangkan jika dicermati secara teliti, seluruh proses komunikasi baik melalui media ataupun tatap muka menggunakan bahasa, baik verbal kata-kata tertulis atau lisan maupun bahasa nonverbal gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel. Lebih jauh dari itu, terutama dalam media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk mengkonstruksikan realitas, melainkan bersama-sama fungsi kekuatan kultivasi dan fungsi agenda setting, bahasa bisa menentukan gambaran citra mengenai suatu realitas yang akan muncul di benak khalayak. Terdapat berbagai cara komunikator media massa memanfaatkan bahasa untuk mempengaruhi realitas: mengembangkan kata-kata baru beserta makna asosiatifnya; memperluas makna dari istilah-istilah yang ada; mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna baru; memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa DeFleur dan Ball-Rokeach, 1989: 265-269. Justru terdapat persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa sangat berpengaruh terhadap proses konstruksi realitas berikut wacana yang dihasilkannya beserta makna adan sitranya. Padahal, manakala kita mengkonstruksikan atau menceritakan suatu realitas kepada orang lain, 23 sesungguhnya esensi yang ingin kita sampaikan adalah makna. Padahal setiap kata, angka, dan simbol lain dalam bahasa yang kita pakai untuk menyampaikan pesan pada orang lain tentulah mengandung makna. Begitu juga, rakitan antara satu angka dan kata angka lain neghasilkan suatu makna. Penampilan secara keseluruhan sebuah wacana bahkan bisa menimbulkan tertentu Fiske, 1990; Carey, 1988. Sebagai konsekuensinya, penggunaan bahasa tertentu berimplikasikan pada munculnya makna dan citra tertentu. Pilihan kata, susunan kata, dan cara menyusun kalimat yang tertentu dalam melakukan konstruksi realitas dapat menentukan makna dan citra tertentu tentang realitas. Bahkan, dalam banyak kasus bahasa bukan cuma sebagai alat mengkonstruksikan realitas, tapi sekaligus dapat menciptakan realitas itu sendiri. Fungsi lainnya dari tanda adalah mencapai tujuan. Untuk kepentingan si pembicara komunikator, fungsi tanda berfungsi 1 untuk menyadarkan sense pendengarnya akan sesuatu yang dinyatakannya untuk selanjutnya supaya memikirkannya, 2 untuk menyatakan perasaan feeling atau sikap dirinya terhadap suatu obyek, 3 untuk memberitahukan convey sikap sang pembicara terhadap khalayaknya, dan 4 untuk menunjukan tujuan atau hasil yang diinginkan oleh sipembicara atau penulis, baik disadari atau tidak disadari Berger, 1982 : 19-34. Bagi kepentingan pendengar receiver, tanda berfungsi 1 menunjukan indicating pusat perhatian, 2 memberi ciri characterizing, 3 membuat dirinya sadar akan permasalahan realizing, 4 memberi nilai valuing positif