Metode Penyambungan Belt Dalam Pemeliharaan Belt Conveyor Dengan Panjang Lintasan 2,5 Km Di PT. INALUM

(1)

ANALISA PENYAMBUNGAN BELT CONVEYOR 102

DENGAN KAPASITAS ANGKUT 700 TON/JAM

DAN KECEPATAN 120 M/MIN

DI PT. INALUM

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ZARKASI NIM. 040401056

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Sarjana yang dipilih, diambil dari mata kuliah Manajemen Pemeliharaan Pabrik, yaitu “METODE PENYAMBUNGAN BELT DALAM PEMELIHARAAN BELT CONVEYOR DENGAN PANJANG LINTASAN 2,5 KM DI PT. INALUM”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Bapak Ir. Jaya Arjuna, MSc sebagai Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang tua saya yang telah memberikan segala sesuatunya dengan penuh ikhlas.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Ir. Jaya Arjuna, MSc selaku dosen pembimbing Tugas Sarjana yang telah meluangkan waktunya, membimbing dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

5. Bapak Jevi Amri dan Ratman Poniman yang telah membantu dalam melaksanakan survey di PT. Inalum

6. Mahasiswa Departemen Teknik Mesin khususnya rekan-rekan sesama stambuk 2004 yang sesalu memberikan dorongan kepada penulis

Dalam penulisan ini, dari awal sampai akhir penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Tugas Skripsi ini. Namun Penulis masih menyadari bahwa masih banyak kekurangan kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian Tugas Skripsi ini. Untuk itu saran-saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Skripsi ini.


(3)

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini, semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, 22 Juni 2010

ZARKASI NIM. 040401056


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR NOTASI vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penulisan 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Sistematika Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran PT. Inalum 4

2.1.1 Sejarah Inalum 4

2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum 4

2.1.3 Pembangkit Listrik PLTU 5

2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum 5

2.1.5 Produksi aluminium batangan 6

2.1.6 Fasilitas lainnya 7

2.2 Belt Conveyor 7

2.2.1 Komponen Utama Belt conveyor 9

2.2.2 Sistem kerja Belt conveyor 13

2.2.3 Belt 13

2.2.4 Kekuatan belt 18

2.2.4.1 Kekuatan tarik belt 18

2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt 19

2.2.4.3 Penentuan jumlah ply 20

2.2.4.4 Nilai mulur 21

2.3 Manajemen pemeliharaan 22

2.3.1 Manajemen 22

2.3.1.1 Defenisi manajemen 23

2.3.1.2 Fungsi manajemen 23

2.3.2 Pemeliharaan 24

2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan 24

2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan 26

2.3.2.3 Fungsi pemelihraan 27

2.3.2.4 Kegitan-kegiatan pemeliharaan 28

2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan 29

2.3.2.6 klassifikasi pemeliharaan 31

2.3.3 Kegiatan inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor 34 2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya 35 2.3.5 Analisa kebijakan dalam pemeliharan 37


(5)

2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan 38

2.5 Metode penyambungan belt 41

2.5.1 Jenis penyambungan belt 42

2.5.2 Beban yang dialami sambungan belt 45

2.5.2.1 Kekuatan tarik sambungan 45

2.5.2.2 Kecepatan belt 46

2.5.2.3 Berat persatuan panjang material conveyor 46 BAB III OBJEK DAN METODOLOGI

3.1 Objek 47

3.2 Metode penelitian 47

3.2.1 Jenis penelitian 47

3.2.2 Lokasi dan waktu penelitian 47

3.2.2.1 Lokasi penelitian 47

3.2.2.2 Waktu penelitian 47

3.2.3 Sumber data 48

3.2.4 Alat dan Bahan penelitian 48

3.2.4.1 Alat penelitian 48

3.2.4.2 Bahan penelitian 52

3.3 Perawata preventive pada belt conveyor 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penanganan perawatan pada belt conveyor 54 4.1.1 Kerusakan dan penanganan pada Belt 54

4.1.2 Perhitungan belt conveyor 58

4.2 Biaya perawatan belt conveyor 64

4.2.1 Biaya belt 64

4.2.2 Evaluasi Biaya belt 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 69

5.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Perbandingan nilai Mulur belt conveyor 22

Tabel 2.2 Panjang langkah Carcass 46

Tabel 3.1 Kegiatan Perawatan Preventive pada Belt conveyor 54 Tabel 4.1 Koefisien tahanan belt terhadap roller 62

Tabel 4.2 Total Biaya Belt 65

Tabel 4.3 Jumlah Kerusakan belt dalam bulan 66 Tabel 4.4 Biaya alternatif Preventive maintenance belt 68


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Lintasan Belt 8

Gambar 2.2 Konstruksi Belt conveyor 9

Gambar 2.3 Komponnen Belt conveyor 9

Gambar 2.4 Head pulley 10

Gambar 2.5 Carrying roller 11

Gambar 2.6 Return roller 11

Gambar 2.7 Skirt rubber 12

Gambar 2.8 Chip cleaner 12

Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor 13

Gambar 2.10 Arah WEFT dan WRAP 14

Gambar 2.11 Struktur fabric belt 15

Gambar 2.12 Struktur Steel cord belt 15

Gambar 2.13 Lapisan Belt 18

Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan ply 21

Gambar 2.15 diagram Alir pemeliharaan 34

Gamvar 2.16 Hubungan preventive dan breakdown dengan biaya 36

Gambar 2.17 Kurva bak mandi 40

Gambar 2.18 Metode step steel cord belt 45

Gambar 3.1 Caliper vernier 48

Gambar 3.2 Grease gun dan Oil gun 49

Gambar 3.3 vibrometer 49

Gambar 3.4 termometer digital 50

Gambar 3.5 Perkakas 50

Gambar 3.6 Hot splicing 51

Gambar 3.7 Hand roller 51

Gambar 3.8 Gerinda 52

Gambar 4.1 Dimensi sambungan 59

Gambar 4.2 Gaya Tarik F pada sambungan 60


(8)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

St = Tegangan keras N

Ssl = tegangan kendor N

e = bilangan logaritma dasar

α = sudut sentuh belt pada pulley rad

Ls = Panjang splicing mm

B = Lebar belt mm

P = jumlah ply

K = lebar band/ pita mm

F = gaya tarik belt N

b = Lebar belt yang direkatkan mm

τizin = Tegangan tarik izin N/ mm2

V = kecepatan sabuk m/s

d = diameter pulley mm

n = jumlah putaran yang ditransmisikan

Q = Berat persatuan panjang material conveyor kg/ m

qt = berat total persatuan panjang kg/ m

TC = total biaya breakdown Rp

Cr = biaya perbaikan Rp

Bn = perkiraan jumlah kerusakan dalam bulan

N = jumlah mesin


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kebanyakan industri dulu meggunakan breakdown maintenance dimana alat-alat atau mesin diganti setelah mengalami kerusakan sehingga dalam perbaikan membutuhkan waktu yang tidak tetap dan biaya yang sangat besar. Dengan menerapkan breakdown maintenance perusahaan sering mengalami kerugian dan kadang mendapat keuntungan hanya sedikit, sampai ditemukannya sistem preventive maintenance yang sampai sekarang banyak digunakan oleh perindustrian.

Proses perawatan mesin produksi tidak mungkin dihindari suatu perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi perusahaan tersebut. Konsep dasar perawatan adalah menjaga atau memperbaiki peralatan maupun mesin hingga jikalau dapat kembali kekeadaan asli dengan waktu yang singkat dan biaya yang murah (Hamsi, 2004).

Semakin berkembangnya dunia perindustrian setiap pabrik akan berusaha untuk meningkatkan produktivitasnya, salah satunya adalah dengan menjaga kondisi peralatan yang dimiliki agar tidak mengalami kerusakan, yang dapat menyebabkan terganggunya proses produksi. Jika peralatan dari sebuah pabrik dapat beroperasi sesuai yang direncanakan tanpa mengalami trouble, akan meningkatkan pendapatan dan meminimalkan biaya produksi. Namun jika peralatan dari pabrik tersebut sering mengalami kerusakan akan banyak mengeluarkan biaya produksi dan menurunkan pendapatan. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem perawatan (maintenance) yang dapat menjaga kestabilan dari produkstifitas pabrik tersebut.

Belt Conveyor 102 di PT. Inalum termasuk mesin kelas A, dimana belt conveyor sangat diutamakan dalam proses pembuatan aluminium. Belt conveyor

digunakan untuk mengangkut bahan dasar berupa serbuk alumina, kokas dan hard

pitch yang dihisap oleh pneumatic unloader dari kapal. Kemudian bahan tersebut


(10)

Akibat belt beroperasi terus-menerus dan adanya beban yang diterima oleh

belt, sering terjadi karusakan pada belt seperti sobek atau putus sehingga proses

pembuatan aluminium batangan terganggu. Atas dasar inilah perlu dilakukan perawatan (maintenance) dan penanganan yang baik terhadap setiap peralatan dan mesin yang terdapat di PT. Inalum, agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. PT. INALUM berupaya untuk tetap menjaga semua peralatannya dari kerusakan. Oleh karena itu PT INALUM telah menerapkan sitem perawatan rutin (preventive maintenance) terhadap belt conveyor yang dimiliki, agar proses pembuatan aluminium batangan dapat berjalan baik.

1.2 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan tugas sarjana ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknik penyambungan belt yang baik dan jenis pemeliharaan yang harus diterapkan pada Belt conveyor di PT. Indonesia Asahan Aluminium ( INALUM) sehingga produksi dapat tercapai dengan biaya perawatan yang murah.

1.3 Batasan masalah

Adapun batasan masalah yang dibahas penulis adalah:

a. Perawatan belt conveyor yang mencakup salah satu komponen utama

belt conveyor yaitu belt dengan menerapkan preventive maintenance.

b. Teknik penyambungan belt dan menganalisa kekuatan sambungan belt c. Menganalisa biaya preventive maintenance belt.

Pembahasan ini dimaksudkan untuk membatasi permasalahan yang akan di bahas sehingga lebih sistematis.

1.4 Sistematika penulisan

Untuk mempermudah mengetahui isi tugas sarjana ini, maka uraian dari bab dapat diringkas secara garis besar sebagai berikut :

BAB I merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.


(11)

BAB II merupakan Tinjauan Pustaka yang berisikan tentang Sejarah singkat Inalum, Belt conveyor, Metode penyambugan belt, manajemen pemeliharaan , preventive maintenance

BAB III merupakan Metodologi yang berisikan tentang uraian atau tahapan yang berkaitan dengan pelaksanaan studi kasus pada belt conveyor di PT. Inalum

BAB IV merupakan Pembahasan tentang pemeliharaan belt conveyor, penyambungan belt dan analisa biaya preventive maintenance


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gambaran PT. Inalum 2.1.1 Sejarah Inalum

Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan – perundingan yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan Aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan penanaman modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co., Ltd) yang 50% sahamnya dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang.

Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI mengeluarkan KEPPRES No.05/1976 tentang Pembinaan Badan Pembina Proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan.

Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama peleburan Aluminium PT INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai “Impian yang menjadi kenyataan”. Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana produksi PT INALUM ke Jepang dan Indonesia menjadi salah satu pengekspor Aluminium batangan di dunia.

2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum

PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan Aluminium di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara beserta seluruh prasarana yang di perlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan, perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, dengan investasi yang keseluruhannya berjumlah ± 411 Milyar yen (US $ 920.476.000).


(13)

2.1.3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

Sungai Asahan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada musim kemarau 60 m3/det dan pada musim hujan lebih dari 100 m3/det. PLTA di Siguragura dan Tangga masing-masing digerakkan dengan potensi air terjun ini, dengan kapasitas total :

Kapasitas terpasang : 603 MW

Output tetap : 426 MW

Output puncak : 513 MW

Tenaga listrik yang dihasilkan disalurkan ke pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung.

2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum

Di PT. Inalim Belt Conveyor (BC) merupakan sistem transportasi material dengan menggunakan ban berjalan. Material yang dibawa belt conveyor adalah serbuk alumina, coke dan hard pitch. Material tersebut dibawa oleh diatas ban berjalan dari satu BC ke BC lainnya.

Belt Conveyor di PT. Inalum terdiri dari 4 bagian :

1. Belt conveyor alumina line (BC 101-BC 102-BC 103-BC 104)

Berfungsi mengangkut Fresh Alumina dari pelabuhan ke Alumina Silo (S-101 A, S-(S-101 B, S-(S-101 C).

2. Belt conveyor hard pitch line (BC 111-BC 112-BC 113-BC 114)

Berfungsi mengangkut hard pitch dari pelabuhan sampai ke gudang penyimpanan (hard pitch storage) dengan menggunakan ban berjalan. 3. Belt conveyor reacted alumina (BC 1-1, BC 1-2, BC 3, BC 4, BC 5 dan

BC 6)

Berfungsi mengangkut reacted alumina dari silo reacted alumina (1-B-1, 2-B-1, 3-B-1) menuju ke silo harian (day-bin) dengan sistem ban berjalan .


(14)

2.1.5 Produksi Aluminium Batangan

Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT INALUM dibangun di atas areal seluas 200 HA berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.

Pabrik peleburan aluminium PT. INALUM terdiri dari : a. Pabrik Anoda Karbon

Gedung karbon memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan digunakan pada tungku-tungku reduksi dan terdiri dari 3 bagian yaitu, bagian karbon mentah (Green plant), bagian pemanggang anoda (Baking plant), dan bagian penangkaian (Rodding plant). Di bagian karbon mentah, bahan baku kokas dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah, kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda dengan 106 tungku panggang tipe

Riedhammer tertutup berada. Balok-balok anoda panggang, kemudian

dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai elektroda pada tungku reduksi. Puntung balok anoda dari tungku reduksi kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok-balok karbon mentah.

b. Pabrik Reduksi

Unit terdiri dari tiga gedung yang masing-masing dipasang 170 tungku type anoda prapanggang (Prebaked Anode Furnace) 170.000 amp, dengan lisensi dari Sumitomo Aluminium Smelting Co., Ltd. Total kapasitas produksi adalah 225.000 ton aluminium per tahun dari 510 tungku terpasang. Pada tungku reduksi bahan baku alumina (Al2O3) dilebur melalui balok-balok anoda karbon dengan

proses elektrolisa menjadi cairan aluminium. c. Pabrik Pencetakan

Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungku-tungku penampung, dibentuk menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (22,7 kg) dan merupakan produksi akhir PT INALUM yang dipasarkan di dalam dan ke luar negeri. Disini terdapat 10 buah tungku penampung yang masing-masing berkapasitas 30 ton dan 7 unit mesin pencetak ingot.


(15)

2.1.6 Fasilitas lainnya

Di area peleburan dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan, perawatan dan peralatan permesinan, kelistrikan dan kendaraan angkut dan fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain :

1. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton)

2. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton)

3. CTP yard (5.400 ton)

Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)

2.2 Belt Conveyor

Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan muatan satuan (unit

load) maupun muatan curah (bulk load) sepanjang garis lurus atau sudut inkliinasi

terbatas. Belt conveyor secara intensif digunakan di setiap cabang industri. Pada industri pengecoran digunakan untuk membawa dan mendistribusikan pasir cetak, membawa bahan bakar di pembangkit daya, memindahkan bijih batubara pada unit pertambangan batubara, di antara langkah processing pada industri makanan dan sebagainya (Zainuri, 2006).

Dipilihnya belt conveyor sistem sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan penggunaan belt conveyor adalah :

1. Menurunkan biaya produksi saat memindahkan material

2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap 3. Membutuhkan sedikit ruang

4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material 5. Menurunkan polusi udara

Belt conveyor mempunyai kapasitas yang besar (500 sampai 5000 m3/ jam atau lebih), kemampuan untuk memindahkan bahan dalam jarak (500 sampai 1000 meter atau lebih). Pemeliharaan dan operasi yang mudah telah menjadikan belt conveyor secara luas digunakan sebagai mesin pemindah bahan.


(16)

1. Stationary conveyor

2. Portable (mobile) conveyor

Berdasarkan lintasan gerak belt conveyor diklassifikasikan sebagai : 1. Horizontal

2. Inklinasi dan

3. Kombinasi horizontal-inklinasi

Gambar 2.1 Lintasan belt

Pada umumnya belt conveyor terdiri dari : kerangka (frame), dua buah pulley yaitu pulley penggerak (driving pulley) pada head end dan pulley pembalik ( take-up pulley) pada tail end, sabuk lingkar (endless belt), Idler roller atas dan

Idler roller bawah, unit penggerak, cawan pengisi (feed hopper) yang dipasang di

atas conveyor, saluran buang (discharge spout), dan pembersih belt (belt cleaner) yang biasanya dipasang dekat head pulley.


(17)

Keterangan :

1. Frame 6. Lower pulley

2. Drive pulley 7. Drive unit 3. Take up pulley 8. Feed hopper 4. Endless belt 9. Discharge 5. Upper pulley 10. Cleaner

Gambar 2.2 Konstruksi belt conveyor

2.2.1 Komponen utama Belt Conveyor

Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat dilihat pada gambar berikut :


(18)

1. Belt

Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat bergerak dengan teratur.

2. Head pulley

Head pulley pada belt conveyor dapat juga dikatakan sebagai pulley penggerak dari sistem BC. Pada head pulley dipasang sistem penggerak untuk menggerakkan belt conveyor. Head pulley juga dapat dikatakan sebagai titik dimana material akan dicurahkan untuk dikirim ke BC selanjutnya.

Gambar 2.4 Head Pulley

3. Tail pulley

Merupakan pulley yang terletak pada daerah belakang dari sistem conveyor. Dimana pulley ini merupakan tempat jatuhnya material untuk dibawa ke bagian depan dari conveyor. Konstruksinya sama dengan head pulley, namun tidak dilengkapi penggerak.


(19)

4. Carrying roller

Merupakan roller pembawa karena terletak dibawah belt yang membawa muatan. Berfungsi sebagai penumpu belt dan sebagai landasan luncur yang dipasang dengan jarak tertentu agar belt tidak meluncur ke bawah.

Gambar 2.5 carrying roller

5. Return roller

Merupakan roller balik atau roller penunjang belt pada daerah yang tidak bermuatan yang dipasang pada bagian bawah fram.

Gambar 2.6 Return roller

6. Drive (penggerak)

Berfungsi untuk menggerakkan pulley pada BC. Sistem penggerak ini biasanya terdiri dari motor listik , transmisi, dan rem.

7. Take-up pulley

Perangkat yang mengencangkan belt yang kendur dan memberikan tegangan pada belt pada start awal.


(20)

8. Snub pulley

Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan belt pada drive pulley.

9. Chute/ hopper

Merupakan corong yang terletak diujung depan dan belakang conveyor belt untuk memuat dan mencurahkan material.

10.Skirt rubber

Berfungsi sebagai penyekat agar material tidak tertumpah keluar dari ban berjalan pada saat muat.

Gambar 2.7 Skirt Rubber

11.Chip cleaner

Berfungsi sebagai pembersih material yang terbawa oleh belt conveyor setelah dicurahkan.


(21)

2.2.2 Sistem Kerja Belt Conveyor

Bahan dihisap oleh unloader dari kapal dan bahan akan jatuh ke belt conveyor, kemudian belt conveyor akan mengirim bahan ke stasiun penampungan. Belt diletakkan di atas pulley yang digerakkan oleh motor penggerak. Pulley bergerak akibat adanya putaran yang ditransmisikan oleh motor penggerak.

Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor

Belt conveyor mentransport material yang ada di atas belt, dimana umpan atau inlet pada sisi tail dengan menggunakan chute dan setelah sampai di head material ditumpahkan akibat belt berbalik arah.

2.2.3 Belt

Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat bergerak dengan teratur.

Belt dapat dibuat dari :

1. Textile terdiri dari : camel hair, cotton (woven atau sewed), duck cotton,

dan rubberized textile belt 2. strip baja, dan atau


(22)

Kekuatan belt conveyor bukan dilihat berdasarkan ketebalannya melainkan pada jumlah lapisan penguat (ply) dan tegangan tarik per ply (tensile strenght).

Ditinjau dari struktur lapisan penguatnya, belt conveyor dibagi dalam dua jenis yaitu :

1. Fabric belt

Belt dengan penguat jenis fabric adalah belt dengan lapisan penguat (ply) yang terbuat dari serat tekstil (serat buatan). Lapisan penguat tersebut biasanya disebut Carcass. Carcass terbagi dalam beberapa jenis, antara lain :

a. Nylon atau polymide (NN)

b. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen c. Cotton

d. Vinylon fabric (VN) e. Polyvinil (KN)

f. Aramide fiber

Fabric merupakan rajutan yang terdiri dari serat memanjang (WRAP) dan serat pengisi dengan arah melintang (WEFT). Jenis rajutan yang sering dipakai pada fabric belt adalah plain weave.


(23)

Gambar 2.11 Struktur fabric belt

2. Steel cord

Steel cord adalah belt yang lapisan penguatnya terbuat dari serat baja yang galvanizing. Tujuan galvanizing adalah untuk mencegah terjadinya karat pada kawat akibat adanya rembesan air atau udara. Steel cord belt biasanya digunakan pada conveyor yang membawa beban berat. Pada belt jenis steel cord ini tidak terdapat lapisan penguat (ply). Yang ada hanya batangan kawat sling yang dirajut sedemikian rupa sehingga membentuk suatu anyaman kawat baja. Berikut dapat dilihat konstruksi dari steel cord belt pada gambar berikut di bawah ini


(24)

Belt conveyor terdiri dari beberapa bagian penting antara lain:

1. Cover rubber

Cover rubber adalah lapisan karet sintetis yang mempunyai elastisitan tinggi dan tahan gesek. Cover rubber berfungsi untuk melindungi lapisan penguat dari curahan, gesekan dan benturan material pada saat loading (pemuatan) agar ply tidak sobek atau rusak. Alasan penggunaan karet adalah untuk melindungi ply karena karet memiliki elastisitas tinggi dan tahan gesek, namun karet tidak memiliki tegangan tarik yang baik. Sedangkan lapisan ply tidak tahan terhadap gesekan dan benturan namun memiliki tegangan tarik yang baik. Penentuan pemakaian jenis Grade Cover Rubber adalah berdasarkan kondisi operasi dan jenis material yang dibawa. Selain itu ada jenis cover rubber sintetis, antara lain :

1. SBR : Styrene Butadiene Rubber, untuk membawa material panas mulai dari temperatur 100 oC

2. ABR : Acrylonitrile Butadiene Rubber, untuk membawa material yang mengandung minyak dan bahan kimia (oil resistant)

3. NEOPRENE : dipakai pada tambang bawah tanah (flame/Fire Resistant conveyor Belting)

Cover rubber terdiri atas dua bagian, yaitu :

a. Top cover

Top cover adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan material. Top cover biasanya disebut Carry cover (lapisan pembawa). Top cover selalu menghadap keatas dan lebih tebal daripada bottom cover. Pada operasi normal, top cover akan lebih cepat rusak daripada bottom cover karena top cover langsung mengalami benturan dan gesekan pada saat material dimuat. Tebal dari top cover adalah 1 mm s/d 8 mm untuk Fabric belt dan 5 mm s/d 18 mm untuk Steel cord belt.

b. Bottom Cover

Bottom cover adalah karet lapisan bawah yang berhadapan langsung dengan pully dan roller pembalik (Return Roller). Bottom cover sering


(25)

juga disebut dengan pully cover. Pada umumnya bottom cover lebih tipis dari pada top cover, karena bottom cover tidak bersentuhan langsung dengan material. Tebal Bottom cover adalah 1 mm s/d 4 mm untuk fabric belt dan 2 mm s/d 8 mm untuk steel cord belt.

2. Tie rubber

Tie Rubber adalah lapisan karet diantara ply. Tie rubber juga sering disebut Tie gum atau Skim rubber. Tie rubber berfungsi untuk melekatkan ply satu dengan yang lainnya pada fabric belt, dan melekatkan sling baja dengan cover rubber pada steel cord belt.

Tebal tie rubber adalah :

Untuk fabric belt 0.5 mm s/d 1 mm dan Untuk steel cord belt 2 mm.

Tie rubber tidak tahan benturan dan gesekan. Spesifikasi tie rubber yang umum digunakan untuk belt conveyor adalah sebagai berikut: Tensile strange : 250 Kg/m2

Elongation : 500% Abrasion : 110 m3

3. Reinforcement – lapisan penguat (ply)

Reinforcement adalah lapisan penguat untuk belt conveyor itu sendiri. Kekuatan atau tegangan pada belt tergantung lapisan penguat yang dipakai. Pada umumnya lapisan penguat terbuat dari serat (carccas) dan sling baja (steel cord).

Lapisan penguat untuk fabric belt terdiri dari beberapa macam jenis, yaitu :

1. Nylon atau polyamide (NN)

2. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen 3. Cotton

4. Vinylon fabric (VN) 5. Polyvinil (KN) 6. Aramide fiber


(26)

Sedangkan untuk steel cord belt lapisan penguatnya hanya terdiri dari satu jenis saja, yaitu kawat sling baja. Disamping jenis lapisan penguat yang telah disebut di atas, terdapat juga konstruksi khusus yang dirancang untuk melindungi lapisan penguat dari sobek yang memanjang. Lapisan ini disebut dengan Rip Guard.

Ada beberapa konstruksi dari Rip Guard, yaitu :

1. Belt fabric dengan carcass di dalam top cover yang disusun melintang

2. Nylon cord yang disusun melintang pada top cover

3. Nylon cord yang disusun melintang pada top dan bottom cover

Gambar 2.13 Lapisan belt

2.2.4 Kekuatan Belt

2.2.4.1Kekuatan Tarik Belt (Tensile strength)

Tensile strength adalah kekuatan tegangan tarik suatu belt conveyor yang dinyatakan dalam Kg/cm/ply. Kekuatan tarik suatu belt tergantung dari jumlah ply yang di gunakan. Contoh pembacaan tegangan tarik pada sebuah belt :

1. NN-50 x 4 P (fabric)

NN-50 = kekuatan per ply jenis Nylon tersebut adalah 50Kg/cm/ply. Total kekuatan tarik pada belt tersebut adalah 50Kg/cm/ply x 4 ply = 200Kg/cm

Top cover

Canvas / ply Bottom Cover


(27)

2. EP-500 / 4 (fabric)

Adalah kekuatan tarik total per ply jenis polyester / polyamide. Sehinga kekuatan tarik per ply adalah : 500Kg/cm : 4 ply = 125 Kg/cm/ply

3. 4-EP 125

Angka 4 menunjukan jumlah ply, sedangkan angka 125 menyatakan tegangan tarik dalam Kg/cm/ply. Jadi total dari tegangan tarik adalah 4 x 125 = 500 Kg/cm.

4. Selain itu untuk steel cord contoh pembacaan tegangan tarik adalah ST-2500. Yang artinya Tensile strength = 2500 Kg/cm. pada steel cord tidak terdapat ply, yang dipakai adalah unit sling baja.

Besarnya tarikan belt pada tiap titik dapat dihitung dengan rumus (Zainuri, 2006):

Titik 1 (S1) = belt meninggalkan pulley pengerak

Titik 2 (S2) = S1 + W1,2 (belt mendekati tail pulley)

Titik 3 (S3) = 1.07 × S2 (belt meninggalkan tail pulley)

Titik 4 (S4) = S3 + W3,4 + Wpl (belt mendekati pulley pengerak)

Dari hukum Euler, belt tidak akan slip pada pulley jika : St≤ Ssleμα

St adalah tegangan keras

Ssl adalah tegangan kendor

e adalah bilangan logaritma dasar, e ≈ 2.718 α adalah sudut sentuh belt pada pulley = 210 o

, radian ( 1rad ≈ 57.3 o)

2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt

Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor harus diusahakan sejelas mungkin. Karena pembacaan yang tidak jelas akan mengakibatkan kesalahan dalam pemakaian jenis belt conveyor dan akan memberikan data yang tidak akurat, baik untuk penggantian belt baru


(28)

maupun penyambungan. Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor yang benar adalah :

1. Pembacaan spesifikasi fabric belt

Spesifikasi Fabric Belt 200 m RMA-2 NN-150 900 x 4P x 6 x 2 mm Pembacaan 200 m : panjang belt

RMA-2 : Grade cover rubber

NN-150 : Tensile Strength 150 Kg/cm/ply 900 : Lebar belt

4P : jumlah ply = 4

6 mm : tebal top cover = 6 2 mm : tebal bottom cover = 2 2. Pembacaan spesifikasi steel cord

Spesifikasi steel cord 1000 m DIN-M ST-3150 1600 x DIA. 7 x 101 x 12 x 6 mm

Pembacaan 1000 m : Penjang belt = 1000 m DIN-M : Grade cover Rubber

ST-3150 : Tensile strength = 3150 Kg/cm 1600 : Lebar belt = 1600 mm

DIA. 7 : Diameter kawat sling = 7 mm/Pcs

101 Pcs : Terdapat 101 buah sling berjejer selebar belt disusun dengan jarak titk sumbu (pitch) yang sama

12 mm : tebal top cover = 12 mm 6 mm : tebal bottom cover = 6 mm

2.2.4.3 Penentuan jumlah ply

Pemikiran awam untuk menghadapi masalah belt yang sering putus adalah dengan menambah jumlah ply, tanpa mempertimbangkan stress yang akan terjadi pada saat belt berjalan melewati pully (pada titik momen) yang akan berakibat fatal. Disamping factor stress, belt akan berjalan mengambang tidak duduk dengan baik diatas roller. Karena dengan


(29)

penambahan jumlah ply, maka akan menambah kekakuan belt secara keseluruhan. Jumlah minimum ply ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Kapasitas

2. Lebar belt conveyor 3. Jenis carccas

4. Diameter pully

Jumlah ply yang banyak mengharuskan pemakaian diameter pully yang besar untuk menjaga fleksibilitas belt conveyor. Hubungan antara jenis carccas dan jumlah ply dengan diameter pulley yang di sarankan dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan jumlah ply

2.2.4.4 Nilai mulur (Elongation)

Belt conveyor akan mengalami mulur sewaktu beroperasi sebagai akibat dari sifat serat dan stress yang dialaminya. Mulur adalah pertambahan panjang belt dari panjang semula. Dalam pemilihan jenis reinforcement, yang harus di perhatikan adalah jumlah kemuluran yang akan terjadi pada waktu belt beroperasi beberapa saat. Nilai mulur dapat di pakai sebagai pedoman dalam menentukan posisi take-up (counter weight), agar posisi counter weight tidak menyentuh tanah dalam waktu singkat. Pemilihan nilai mulur yang tidak tepat dapat menyebabkan penyambungan berulang-ulang karena counter weight menyentuh tanah, sehingga


(30)

menyebabkan jadwal produksi menjadi terganggu. Besar nilai mulur pada belt dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan nilai mulur belt conveyor Belt type Take-Up

(%)

c-c Elongation Distance Elastic Permanent Steel cord (ST)

Nylon fabric (NN) Vynylon fabric (VN) Polyester fabric (EP)

0.1 – 0.2 1.5 – 2.5 0.7 – 1.1 1.0 – 1.5

0.03 – 0.06 0.30 – 0.60 0.20 – 0.30 0.20 – 0.50

0.08 – 0.13 1.30 – 1.80 0.50 – 0.80 0.50 – 1.00

Pada tabel diatas diperlihatkan perbandingan nilai mulur dari berbagai jenis reinforcement yang umumnya dipakai dalam belt conveyor. Nilai mulur dinyatakan dalam % dari jarak center – to – center conveyor (pully depan ke pully belakang). Nilai mulur elastic adalah nilai mulur yang akan terjadi pada saat belt start atau beroperasi. Disamping itu juga belt mengalami mulur permanent. Perhitungan mulur dari sebuah belt conveyor dapat dihitung sebagai berikut:

Nilai mulur belt = L(c-to-c) x M(max)/ 100 ……….(lit. 7)

Dimana : L = panjang belt

M = nilai mulur permanen

2.3 Manajemen Pemeliharaan 2.3.1 Manajemen

Kata manajemen berasal dari bahasa prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur (Wikipedia, 2009). Menurut Robbins, et all, (2007) mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektief dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanbataan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorginisir, dan sesuai dengan jadwal.


(31)

2.3.1.1 Defenisi manajemen

Manajemen berasal dari kata kerja To Manage berarti control. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani atau mengelola. Selanjutnya kata benda manajemen atau management dapat mempunyai berbagai arti. (Herujito, Y.M, 2001).

Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjan melalui orang lain. Dalam Encylopedia of the Social

Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana

pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.

Manajemen menurut Pamela, S. Lewis, et all, (2004) dalam bukunya “management: challenges For tomorrow’s Leaders”, yaitu:

“management is the process of administering and coordinating resources

effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of organitation ”

Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya agar dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.

2.3.1.2 Fungsi manajemen

Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa fungsi. Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga membentuk suatu kesatuan administratif (Herujito, Y.M, 2001).

Untuk mencapai tujuannya organisasi memerlukan dukungan manajemen dengan fungsinya sesuai kebutuhan. Kegiatan fungsi-fungsi manajemen diperjelas secara ringkas, yaitu (Amsyah, Zulkifli, 2005):

1. Perencanaan (planning) adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaanuntuk mencapai tujuan tersebut,


(32)

2. Pengorganisasian (organizing) adalah yang berkaitan dengan pengelompokan personel dan tugasnya untuk menjalankan pekerjaan sesuai tugas dan misinya,

3. Pengaturan personel (staffing) adalah yang berkaitan dengan bimbingan dan pengaturan kerja personel. Unit masing-masing manajemen sampai pada kegiatan, seperti seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi, sebagai bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM),

4. Pengarahan (directing) adalah yang berkaitan dengan kegiatan melakukan pengarahan-pengarahan, tugas-tugas, dan konstruksi,

5. Pengawasan (controlling) kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk menentukan apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan perencanaan, sudah sampai sejauh mana kemjuan yang dicapai, dan perencanaanyang belum mencapai kemajuan, serta melakukan koreksi bagi pelaksanaan yang belum terselasaikan.

2.3.2 Pemeliharaan (maintenance) 2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan

Pemeliharaan Mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara Bagian Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Karena Bagian Pemeliharaan dianggap yang memboroskan biaya, sedang Bagian Produksi merasa yang merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, Ardhi, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder A, 1992). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Kata pemeliharaan diambil dari bahasa yunani terein artinya merawat, menjaga, dan memelihara. Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder A, 1992).


(33)

Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih jelas adalah tindakan merawat mesin atau peralatan pabrik dengan memperbaharui umur masa pakai dan kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan, F.D, 2008).

Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya “operations Management” pemeliharaan adalah:

“all activities involved in keeping a system’s equipment in working

order”

Segala aktivitas yang didalamnya adalah untuk menjaga sebuah sistem peralatan agar pekerjaan dapat sesuai dengan pesanan.

Menurut Sehwarat, M.S dan Narang, J.S, (2001) dalam bukunya “Production Management”, pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan kualitas).

Menurut Assauri, Sofyan. (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Sedangkan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004), Pemeliharaan merupakan semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan efektif dan efisien sesuai dengan pesanan yang telah direncanakan atau ditentukan oleh perusahaan dengan hasil produksi yang berkualitas.


(34)

2.3.2.2 Tujuan pemeliharaan

Dengan adanya kegiatan pemeliharaan ini maka fasilitas atau peralatan perusahaan dapat dipergunakan untuk kegiatan produksi sesuai dengan rencana, dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan perusahaan tersebut dipergunakan selama proses produksi. Oleh karena itu, Suatu kalimat yang perlu diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian lainnya bagi suatu pabrik adalah pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan perbaikan (repair) mahal. (Setiawan, F.D, 2008).

Menurut Daryus, Asyari, (2008) dalam bukunya manajemen pemeliharaan mesin Tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Untuk memperpanjang kegunaan asset,

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin,

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu,

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Menurut Assauri, Sofyan, (2004) tujuan pemeliharaan yaitu:

1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi,

2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu,

3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut,

4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien,

5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja,


(35)

6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah.

Sedangkan menurut Higgins, L.R and Mobley, R.Keith, (2002) dalam bukunya Maintenance Engineering Handbook menjelaskan adapun tujuan dari dilakukannya pemeliharaan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menjamin tersedianya peralatan atau mesin dalam kondisi yang mampu memberikan keuntungan,

2. Menjamin kesiapan peralatan cadangan dalam situasi darurat, misalnya sistem pemadam kebakaran, pembangkit listrik, dan sebagainya,

3. Menjamin keselamatan manusia yang menggunakan peralatan,

4. Memperpanjang masa pakai peralatan atau paling tidak menjaga agar masa pakai peralatan tersebut tidak kurang dari masa pakai yang telah dijamin oleh pembuat peralatan tersebut.

2.3.2.3 Fungsi pemeliharaan

Menurut pendapat Ahyari, Agus, (2002) fungsi pemeliharaan adalah agar dapat memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi.

Keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut (Ahyari, Agus, 2002):

a. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang,

b. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan lancar,

c. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi selama proses produksi berjalan,


(36)

d. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula,

e. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan,

f. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan bahan baku dapat berjalan normal,

g. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi dalam perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik.

2.3.2.4 Kegiatan-kegiatan pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:

1. Inspeksi (inspection)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi, dan berusaha untuk mencegah penyebab timbulnya kerusakan dengan melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi.

2. Kegiatan teknik (Engineering)

Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.


(37)

3. Kegiatan produksi (Production)

Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu memperbaiki dan meresparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan perminyakan (lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan.

4. Kegiatan administrasi (Clerical Work)

Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan . waktu dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi, dalam pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, diminyaki atau di service dan di resparasi.

5. Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)

Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.

2.3.2.5 Jenis-jenis pemeliharaan

Menurut Daryus, Asyari, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan mesin membagi pemeliharaan menjadi:

1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk pencegahan. Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan.


(38)

2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan sehingga mencapai standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik,

3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)

Pemeliharaan ini dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi,

4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)

Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang canggih,

5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)

Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat dan tenaga kerjanya,

6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)

Pemeliharan ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.

7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)

Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama mesin tersebut berhenti beroperasi,

8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance)

Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau terus-menerus,

9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk

menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model kegagalan yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.


(39)

2.3.2.6 Klasifikasi pemeliharaan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan dikategorikan dalam dua cara, yaitu (Corder A, 1992):

1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)

Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terorginir untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. (Corder A, 1992).

Menurut Corder A, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama yaitu:

a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi periodik untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti atau berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan diri kondisi abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian. (Setiawan, F.D, 2008).

Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya “Operations Management”, preventive maintenance adalah:

“A plan that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good

repair to prevent failure”

Sebuah perencanaan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di masa yang akan datang. Pekerjaan dasar pada perawatan preventive adalah: inspeksi, pelumasan, perencanaan dan penjadwalan, pencatatan dan analisis, latihan bagi tenaga pemeliharaan, serta penyimpanan suku cadang. sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan dapat terpenuhi pengunaannya. (Daryus A, 2007).


(40)

Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability,

maintenance, and reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan

pencegahan (preventive maintenance) yaitu:

1) Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik lain untuk standar yang pasti,

2) Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti,

3) Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik,

4) Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel tertentu untuk mencapai kinerja yang optimal,

5) Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan

seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan yang baru,

6) Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang ditentukan,

7) Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen

variabel untuk mencapai kinerja yang optimal. b. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A, 1992). Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek, yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana.

Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, 2001 pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah:

“Remedial maintenance that occurs when equipment fails and must be repaired on


(41)

Pemeliharaan ulang yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas utama.

Menurut Prawirosentono, Suyadi, (2001) pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. .

Oleh karena itu, Dalam pelaksanaan pemeliharaan antara terencana yang harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan, sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang efektif, dan estimasi pekerjaan. (Daryus, Asyari, 2007).

2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)

Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder A, 1992).

Pada umumnya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana, dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya perbaikan atau pemeliharaan.

Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir proses suatu perusahaan untuk sistem pemeliharaan dibawah ini.


(42)

Gambar 2.15 Diagram alir pemeliharaan

(Sumber: Corder, Anthony, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga)

2.3.3 Kegiatan Inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor

Selama interval umur equipment bagian-bagian pada belt conveyor yang telah ditentukan, maka inspeksi-inspeksi pada bagian-bagian tersebut dilakukan secara berkala, yaitu :

1. Inspeksi harian (daily Inspection)

Salah satu pekerjaan yang dilakukan dalam inspeksi harian ini adalah : a. Pengecekan pada sistem transmisi yaitu pelumasannya

b. Pengecekan pada bagian roller yaitu putaran roller dan suara yang abnormal

c. Pengecekan pada conveyor belt yaitu cek kelurusan conveyor belt pada saat operasi

2. Inspeksi bulanan (monthly inspection)

Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi bulanan ini adalah: a. Pengecekan driver unit yaitu pemeriksaan getaran, arus dan

tegangan


(43)

c. Pengecekan conveyor belt yaitu cek fisik conveyor belt (kondisi sambungan)

d. Pengecekan skrit rubber yaitu cek keausan

e. Pengecekan pembersih (cleaner) yaitu periksa jarak antara cleaner dengan head pully

f. Pengecekan umum yaitu periksa semua baut pengikat 3. Inspeksi tahunan (yearly inspection)

Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi tahunan ini adalah: a. Pengecekan conveyor belt yaitu cek kekerasan conveyor belt b. Penggantian skrit rubber

2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya

Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan sumber daya berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan efektif dan efisien. pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.

Menurut Mulyadi, (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari barang yang diproduksi terdiri dari:

a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan),

b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung),

c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).

Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah bagaimana menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya akan mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer produksi harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang ditimbulkan sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan tentang pemeliharaan. Dibawah ini diperlihatkan hubungan biaya pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dan breakdown dengan total biaya.


(44)

(a)

(b)

Gambar 2.16 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance dengan biaya. (a) Traditional View of Maintenance, (b) Full Cost View of

Maintenance

(Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, (2001), Operation Management,

Prentice Hall, sixt Edition)

Gambar diatas menunjukkan hubungan tradisional antara pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dengan pemeliharaan breakdown (breakdown maintenance) yang menjelaskan bahwa manejer operasi harus bisa mempertimbangkan keseimbangan antara kedua biaya. Di satu pihak, dengan menempatkan sumber daya pada kegiatan pemeliharaan pencegahan akan mengurangi jumlah kemacetan. Sama halnya dengan mengurangi pemeliharaan breakdown biaya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pemeliharaan pencegahan. Di waktu yang sama kurva total biaya akan menaik.


(45)

2.3.5 Analisa kebijakan Pemeliharaan

Dengan demikian metode yang digunakan untuk memelihara mesin dalam perusahaan adalah metode probabilitas untuk menganalisa biaya. Menurut Handoko, T.Hani, (1999) Langkah-langkah perhitungan biaya pemeliharaan adalah:

1. Menghitung rata-rata umur mesin sebelum rusak atau rata-rata mesin hidup dengan cara:

Rata-rata mesin hidup = ∑ (bulan sampai terjadinya kerusakan setelah perbaikan X probabilitas terjadinya kerusakan) 2. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan

pemeliharaan breakdown:

TC =

MTBF N

CR.

Keterangan:

TC = biaya bulanan total kebijakan Breakdown (Rp) Cr = biaya perbaikan mesin (Rp)

N = jumlah mesin

MTBF = jumlah bulan yang diperkirakan antara kerusakan.

3. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan pemeliharaan preventive:

Untuk menentukan biaya pemeliharaan preventive meliputi pemeliharaan setiap satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya, harus dihitung perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam suatu periode.

Rumusnya adalah:

Bn = N

+ B

(n-1)

P

1

+ B

(n-2)

P

2

+ B

(n-3)

P

3

+ B

1

P

(n-1) Keterangan:

Bn = perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam n bulan, N = jumlah Mesin,


(46)

2.4 Metode Manajemen Pemeliharaan

Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis untuk perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik digabungkan dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah masalah-masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan; menghasilkan aset hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya operasi yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi.

Menurut Margono, (2006) metode manajemen pemeliharaan di lihat dari beberapa hal sebagai berikut:

1. Permohonan pemeliharaan,

Sebagai persyaratan untuk perencanaan fungsi pemeliharaan, karena perlu utuk mengetahui secara tepat tentang apa yang harus di kerjakan, apa yang sedang di kerjakan dan berapa lama setiap bertugas/pekerjaan tersebut di kerjakan. Permintaan dari pengawas bagian produksi untuk pelayanan yang dilakukan oleh petugas-petugas pemeliharaan harus mendapat prioritas prhatian meskipun dalam pengalaman menunjukkan bahwa hampir seluruh pekerjaan pemeliharaan dapat di rencanakan sebelumnya, dalam jangka pendek dan kenyataan bahwa prioritas utama jauh lebih kecil dari yang di perkirakan.

2. Permintaan pemeliharaan atau perbaikan,

Permintaan pemeliharaan atau perbaikan atas pekerjaan yang salah satu atau kerusakan atau cacat yang memang perlu di perbaiki. Setelah pekerjaan di selesaikan, kita harus mencari keterangan atau alasan tentan sebab-sebab terjadinya kerusakan, terutama penting apabila terjadinya pemeliharaan darurat serta uraian singkat tapi jelas mengenai tindakan yang telah dilaksanakan.

3. Kartu permintaan pemeliharaan atau perbaikan.

Dalam kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dimuat seluruh informasi/keterangan yang dibutuhkan seperti misalnya jenis pekerja yang diperlukan, dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pekerja berorganisasi kepada tugas yang diberikan dan kartu permintaan pemeliharaan tersebut juga berorganisasi kepada tugas tersebut. Hal ini


(47)

merupakan suatu perbedaan yang pokok antara penggunaan kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dengan penggunaan kartu waktu dimana masalahnya hanya pada berorganisasi kepada para petugas pemeliharaan.

Menurut Mobley, R.Keith, (2002) ada beberapa metode manajemen pemeliharaan antara lain Yaitu:

1. Run-to-failure management,

Run-to-failure management adalah manajemen teknik pengaktifan

kembali yang menunggu mesin atau peralatan rusak sebelum diambil tindakan pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah “nomaintenance”. Metode ini merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal. Metode reaktif ini memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk mempertahankan persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh komponen utama peralatan penting pabrik.

2. Preventive Maintenance

ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu. Dengan kata lain tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam operasi. Dalam manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF). Dapat dilihat siklus MTTF dibawah ini.


(48)

Gambar 2.17 kurva bak mandi

3. Predictive Maintenance

Seperti pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif memiliki banyak defenisi. Untuk sebagian pekerja, pemeliharaan prediktif adalah pemantauan getaran mesin dalam upaya untuk mendeteksi masalah baru dan untuk mencegah kerusakan fatal.

Pemeliharaan prediktif adalah menggerakkan kondisi program pemeliharaan preventif. Untuk jadwal kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan prediktif menggunakan pengawasan langsung terhadap kondisi mekanik, efisiensi system, dan indicator lainnya untuk menentukan rata-rata waktu actual sampai rusak atau hilangnya efisiensi untuk setiap mesin dan system di pabrik. Penambahan program pemeliharaan prediktif yang komprehensif dapat dan akan menyediakan data factual pada kondisi mekanik actual dari setiap mesin dan efisiensi operasional setiap sistem proses.

4. Metode peningkatan pemeliharaan lainnya

Selama 10 tahun terakhir, berbagai metode manajemen, seperti pemeliharaan produktif total (TPM) dan kehandalan yang berpusat pada pemeliharaan (RCM), telah dilembangkan dan disebut-sebut sebagai obat mujarab untuk pemeliharaan yang tidak efektif. Banyak pabrik domestik menggunakan


(49)

salah satu dari metode cepat, memperbaiki dalam upaya untuk mengimbangi kekurangan pemeliharaan yang dirasakan.

a. Total Productive Maintenance

Pemeliharaan ini disebut-sebut sebagai pendekatan jepang untuk manajemen perawatan yang efektif, konsep ini di kembangkan oleh Deming di akhir 1950-an. TPM bukan program manajemen pemeliharaan. Sebagian besar kegiatan terkait dengan pendekatan manajemen jepang diarahkan pada fungsi produksi dan menganggap pemeliharaan akan memberikan tugas-tugas dasar yang diperlukan untuk mempertahankan aset produksi kritis. Semua manfaat di ukur dari TPM yang di kemas dalam hal kapasitas, kualitas produk, dan total biaya produksi.

b. Reliability-Centered Maintenance

Dalil dasar RCM adalah bahwa semua mesin harus gagal dan memiliki umur yang terbatas, tetapi asumsi ini tidak berlaku, jika mesin dan sistem pabrik dirancang baik, dipasang, dioperasikan, dan dipelihara.

2.5 Metode Penyambungan belt

Belt conveyor adalah salah satu komponen dari belt conveyor sistem yang berfungsi untuk membawa material dan meneruskan gaya putar. Di pilihnya belt conveyor system sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan dari penggunaan belt conveyor adalah:

1. Menurunkan biaya produksi pada saat memindahkan material

2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap sesuai dengan keinginan

3. Membutuhkan sedikit ruang

4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material 5. Menurunkan polusi udara

Oleh karena belt adalah merupakan salah satu komponen utama, maka sangat diperlukan perawatan khusus pada bagian tersebut. Salah satunya adalah


(50)

bagaimana cara melakukan penyambungan belt jika terjadi kerusakan pada saat operasi/ produksi sedang berlangsung.

2.5.1 Jenis Penyambungan Belt

Penyambungan belt conveyor adalah proses menyatukan dua sisi belt, sehingga belt dapat digunakan sebagai alat tranportasi produk. Pada penyambungan belt conveyor terdapat dua jenis (Metode) penyambungan, yaitu :

a. Penyambungan mekanis (Mechanical Joint)

Penyambungan mekanis adalah penyambungan yang terdiri dari bahan baja berbentuk engsel untuk menghubungkan kedua bagian belt. Penyambungan ini digunakan hanya dalam keadaan darurat saja. Pada saat belt tiba-tiba putus saat beroperasi dan perusahan dalam keadaan kejar produksi(Shipping). Karena penyambungan mekanis ini sifatnya hanya sementara.

Keuntungan dari mechanical joint : 1. Cepat dalam penyambungan

2. Investasi awal sedikit, karena hanya perlu tool portable

3. Pergeseran take up sedikit karena panjang belt berkurang sedikit

Kerugian dari mechanical joint : 1. Kekuatannya berkurang

2. Pada ujung potongan terbuka. Sehingga carccas lembab dan dapat merusak carccas

3. Permukaan sambungan biasanya tidak rata sehingga belt cleaner tidak berfungsi efektif

4. Material halus dapat lolos ke bawah melalui celah sambungan 5. Untuk material yang panas, splice dapat merambatkan panas ke

carccas, sehingga carccas rapuh setempat

Cara penyambungan mechanical joint adalah ; belt ditempatkan berhadapan dengan potongan lurus yang tegak lurus terhadap garis tenah belt, selanjutnya dilakukan pelubangan belt untuk memasang bolt


(51)

splice dan terakhir dilakukan pemasangan aligator / mechanical splice dengan menggunakan bolt.

b. Penyambungan tak berujung (Endles splicing)

Penyambungan tak berujung adalah penyambungan yang dilakukan dengan menyatukan/melekatkan lapisan penguat dengan proses vulkanisasi. Hasil dari penyambungan ini tidak menonjol melebihi permukaan belt conveyor. Apabila proses penyambungan dilakukan dengan sempurna maka hasil penyambungan tidak akan terlihat.

Keuntungan yang didapat dari dari penyambungan tak berujung ini, antara lain :

1. Menghemat belt

2. Tidak terdapat material yang tertumpah, sehingga kapasitas produksi tidak berkurang.

Penyambungan yang sering digunakan adalah penyambungan tak berujung, hal ini dikarenakan penyambungan ini memiliki keunggulan sebagai berikut:

3. Tidak merusak pully dan roller 4. Tidak merusak system screape

Penyambungan tak berujung ini mempunyai dua jenis penyambungan, yaitu:

5. Penyambungan panas (Hot splicing)

Penyambungan panas adalah proses penyambungan belt conveyor dengan proses vulkanisasi pada prosesnya menggunakan alat pemanas yang disebut heating solution.

6. Penyambungan dingin (cold Splicing)

Penyambungan dengan sistim dingin adalah proses penyambungan belt conveyor yang proses vulkanisasinya dengan cara kimiawi. Yaitu dengan menggunakan lem yang menyatu dengan karet.

Penyambungan sistem dingin dan sistem panas adalah penyambungan yang mengalami proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses konversi bentuk karet dari bentuk plastis menjadi elastis karena reaksi kimia.


(52)

Vulkanisasi akan terjadi apabila ada : 1. Kimia, yaitu Sulfur dan Accelelator 2. Temperatur

3. Tekanan

Pada Vulkanisasi panas

1. Kimia : Terdapat didalam karet dan lem 2. Temperature : 140 s/d 170 oC

3. Tekanan: 5 kg/cm2 s/d 12 kg/cm2

Sedangkan pada Vulkanisasi dingin adalah:

1. Kimia, sulfur, accelelator terpisah. Sulfir terdapat di dalam lem dan bonding layer

2. Temperature : Temperatur ruang 3. Tekanan : Tenaga manusia

Penyambungan sistem dingin adalah penyambungan paling ekonomis, efisien dan praktis serta memiliki kekuatan/ketahanan yang sama dengan sistem panas. Apabila penyambungan dilakukan dengan sempurna, maka belt tersebut tidak akan pernah putus pada sambungan. Sambungan akan terputus dan terlepas apabila :

1. Apabila ada lapisan penguat yang terpotong pada saat penyambungan karena pemakaian pisau yang tidak tepat atau tersodok alat pemisah ply. 2. Sambungan lem tertutup pada saat lem masih basah atau pada saat

sebagian lem sudah kering.

3. Kurang rapatnya cover strip, sehingga ada material yang masuk kedalam sambungan.

4. Waktu vulkanisasi terlalu lama.

5. Kurang control pada saat melakukan roll, ada udara yang terjebak 6. Penempatan cover strip yang menonjol.

Pada belt conveyor dengan 1 ply, biasanya penyambungan dilakukan dengan Finger Joint dan cara Tip-Top. Sedangkan untuk penyambungan steel cord belt hanya dapat digunakan dengan system panas (Hot Splicing). Terdapat beberapa metode yang dipakai dalam


(53)

penyambungan steel cord belt yaitu : Metode 1 step, metode 2 step, metode 3 step,metode 4 step danmetode 5 step.

Gambar 2.18 Metode step steel cord belt

2.5.2 Beban yang dialami Sambungan Belt 2.5.2.1Kekuatan Tarik Sambungan

Menurut Niemann, 1986 dalam bukunya Elemen Mesin menerangkan bahwa besarnya gaya tarik yang dialami oleh sambungan perekat tergantung kepada panjangnya belt yang direkatkan. Dalam hal ini besarnya gaya tarik yang dialami oleh sambungan dapat dihitung dengan rumus :

F = b × Ls × τizin

Dimana : F = gaya tarik belt

b = panjang belt yang direkatkan Ls = panjang langkah penyambungan

τizin = tegangan tarik izin

Besarnya panjang langkah penyambungan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :


(54)

Tabel 2.2 Panjang langkah carccas

Konstruksi carcass Panjang langkah (mm) EP 250/5

EP 200/2 100

EP 500/4 EP 300/3 EP 400/3 EP 250/2 PNN 300/3

NH 300/3

150

EP 630/4

NN 630/4 200

EP 630/3 250

EP 1250/4 350

2.5.2.2 Kecepatan Belt

Kecepatan sebuah ban berjalan (belt) tergantung besarnya diameter pulley penggerak dan jumlah putaran yang ditransmisikan oleh motor penggerak (Niemann, 1986). Besarnya kecepatan belt dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

60

dn

V

Diaman : V = kecepatan belt d = diameter pulley

n = putaran yang ditransmisikan

2.5.2.3 Berat persatuan panjang material conveyor (Q)

Beratnya suatu conveyor persatuan panjang materialnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Zainuri, 2006) :

Q = 0.21 m2 x qc

Dimana : Q = berat conveyor persatuan panjang qc = kapasitas curah


(55)

BAB III

OBJEK DAN METODOLOGI

3.1 OBJEK

Dalam penulisan skripsi ini, yang menjadi objek penelitian adalah Belt conveyor. Pemeliharaan belt conveyor dilakukan dalam upaya menjaga dan meningkatkan kelancaran proses produksi PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), yaitu perusahaan yang bergerak di bidang peleburan aluminium.

3.2 METODOLOGI

Metode yang dilakukan penulis tujuannya adalah memberikan uraian dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan penulis untuk mengetahui sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun uraian penelitian yang dibuat penulis adalah sebagai berikut:

3.2.1 Jenis Penelitian

Adapun metode penelitian yang dilakukan penulis adalah metode studi kasus berdasarkan survey di lapangan. Survey dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan pemeliharaan pada belt conveyor yang dilakukan. Dan melakukan studi literatur agar penelitian yang dilakukan memiliki pedoman yang kuat.

3.2.2 Lokasi dan Waktu penelitian 3.2.2.1Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah di PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), tepatnya di bagian PUBC (Pneumatik Unloader dan Belt Conveyor). Lokasi tersebut terletak di Kuala tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.

3.2.2.2Waktu penelitian

Penulis melakukan penelitian di PT. INALUM selama kurang lebih dua minggu, mulai dari tanggal 23 April 2009.

3.2.3 Sumber data


(56)

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dengan peninjauan secara langsung ke perusahaan (PT. INALUM) yang menjadi objek penelitian dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data primer tersebut adalah hal-hal yang berkenaan dengan Belt coveyor.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui perusahaan, dimana data tersebut sudah ada disimpan oleh perusahaan sebelumnya, diantaranya adalah spesifikasi mesin, data shet tentang pemeliharaan belt conveyor pada bulan atau tahun yang sudah lewat, kemudian penulis melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku atau hal-hal yang berhubungan dengan belt conveyor. Meliputi data kegiatan pemeliharaan perusahaan umumnya, serta pada belt conveyor khususnya.

3.2.4 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.4.1 Alat penelitian

Adapun alat yang digunakan untuk meneliti kerusakan pada belt conveyor adalah sebagai berikut:

1. Caliper Vernier

Caliper vernier berfungsi untuk mengukur ketebalan belt, mengukur jarak antara satu komponen dengan komponen yang lain.


(57)

2. Grease gun dan oil gun

Grease gun dan oil gun berfungsi sebagai alat untuk melumasi bagian-baian dari belt conveyor.

Gambar 3.2 Grease Gun dan oil gun

3. Vibrometer

Vibrometer berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau mendeteksi seberapa besar getaran pada mesin belt conveyor.


(58)

4. Termometer

Termometer berfungsi sebagai alat untuk mengukur temperature mesin belt conveyor.

Gambar 3.4 Termometer digital

5. Peralatan Perkakas

Peralatan perkakas merupakan alat untuk membongkar dan memasang komponen-komponen mesin.


(59)

6. Alat pemanas sambungan (hot splicing)

Hot splicing berfungsi sebagai pemanas sambungan belt, yaitu pada saat belt sudah disatukan dengan perekat maka belt dimasukkan ke dalam pemanas untuk mendapatkan hasil sambungan yang kuat.

Gambar 3.6 Hot splicing 7. Hand roller

Hand roller berfungsi sebagai alat untuk menekan sambungan yang sudah direkatkan.


(60)

8. Gerinda

Berfungsi untuk menghaluskan permukaan belt yang tidak rata

Gambar 3.8 Gerinda

3.2.4.2 Bahan Penelitian

Bahan Penelitian yang digunakan adalah belt conveyor, yang terdiri dari drive unit, roller, conveyor belt dan pulley . Adapun ukuran atau data

sheet untuk belt conveyor pada perusahaan PT. INALUM adalah sebagai

berikut:

Data/ spesifikasi belt conveyor dari perusahaan adalah:

Panjang = 2500 m

Lebar belt = 1200 mm

Berat belt = 6.5 kg/m

Type belt = ST 900

Kecepatan belt = 120 m/min

Material handled = Alumina, coke, hard pitch

Kapasitas curah = 0.8-1.2, 0.75-0.8, 0.8-1.0 ton/ m3 Kapasitas = max 700 ton/ jam

Putaran motor = 1500 rpm Putaran yang di transmisikan = 65.3 rpm Diameter lintasan (pulley) = 0.6 m


(61)

Sudut Idler roller = 45 0 Diameter Idler roller = 10.5 cm Jarak idler roller atas = 0.8 m Jarak idler roller bawah = 1.6 m

3.3 Perawatan preventive pada belt conveyor

Kegiatan perawatan pada belt conveyor dilakukan secara berkala, mulai dari pengecekan, pelumasan, penggantian dan overhaul. Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan sekaligus untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan pada saat operasi sedang berlangsung. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :


(62)

Tabel 3.1 Kegiatan perawatan preventive pada Belt Conveyor

NO BAGIAN KEGIATAN INTERVA

L WAKTU PELAKSAN A 1 Unit penggerak (Drive unit)

Motor Periksa getaran

Bulanan

SMM-M2 Periksa arus dan

tegangan SEM

Overhaul 5 tahun SEM-ERS

Transmisi Pelumasan Harian OPERASI

Penggantian minyak pelumas

2000 jam

SMM-M2 Pemusatan poros

motor dan pully

Bulanan

SMM-M2

Overhaul 5 tahun SMR

2 Roller

Carry roller dan Return Roller

Periksa putaran roller dan suara yang abnormal

Harian

Operasi

Penggantian Jika rusak SMM-M2

3 Pulley

Semua bagian, Head, tail, snub, take-up Penggantian Pelumasan 2000 jam SMM-M2 Periksa suara, temperature pada bantalan pully Bulanan

4 Conveyor Belt

Cek fisik Con.Belt (kondisi sambungan) Bulanan SMM-M2 Cek kekerasan Con.belt Tahunan Cek kelurusan

Con.Belt pada saat operasi

Harian Operasi Bulanan


(63)

Lanjutan Tabel 3.1

NO BAGIAN KEGIATAN INTERVA

L WAKTU PELAKSANA

5 Skirt rubber

Cek keausan pada skirt

rubber Bulanan

SMM-M2 Pengaturan jarak skirt

rubber ke belt 3 bulanan Penggantian

Tahunan

6 Pembersih (Cleaner)

Primary dan secondary cleaner

Periksa jarak antara cleaner dengan head

pully Bulanan SMM-M2

7 Umum

Periksa semua baut


(1)

B24 = M (P12+P24) + B12P12 = 13 (0.01+0.02) + 0.13(0.01) = 0.39 + 0.0013

= 0.391

B36 = M (P12+P24+P36) + B24P12 + B12P24

= 13 (0.01+0.02+0.04) + 0.391(0.01) + 0.13(0.02) = 0.91 + 0.00391 + 0.0026

= 0.916

B48 = M (P12+P24+P36+P48) + B36P12 + B24P24 + B12P36

= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08) + 0.916(0.01) + 0.391(0.02) + 0.13(0.04) = 1.95 + 0.00916 + 0.00782 + 0.0052

= 1.972

B60 = M (P12+P24+P36+P48+P60) + B48P12 + B36P24 + B24P36 + B12P48

= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10) + 1.972(0.01) + 0.916(0.02) + 0.391(0.04) + 0.13(0.08)

= 3.25 + 0.01972 + 0.01832 + 0.01564 + 0.0104 = 3.314

B72 = M (P12+P24+P36+P48+P60+P72) + B60P12 + B48P24 + B36P36 + B24P48 + B12P60

= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10+0.15) + 3.314(0.01) +1.972 (0.02) + 0.916 (0.04) + 0.391 (0.08) + 0.13(0.10)

= 5.20 + 0.03314 + 0.03944 + 0.03664 + 0.03128 + 0.013 = 5.353

B84 = M (P12+P24+P36+P48+P60+P72+P84) + B72P12 + B60P24 + B48P36 + B36P48 + B24P60 + B12P72

= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10+0.15+0.25) + 5.353(0.01) + 3.314(0.02) + 1.972(0.04) + 0.916(0.08) + 0.391(0.10) + 0.13(0.15)


(2)

= 13 (0.01+0.02+0.04+0.08+0.10+0.15+0.25+0.35) + 8.780(0.01) + 5.353(0.02) + 3.314(0.04) + 1.972(0.08) + 0.916(0.10) + 0.391(0.15) + 0.13(0.25)

= 13 + 0.0878 + 0.10706 + 0.13256 + 0.15776 + 0.0916 + 0.05865 +0.0325

= 13.667

b. Biaya alternatif preventive maintenance

Tabel 4.4 Biaya alternatif preventive maintenance Belt

Jumlah bulan di antara preventive service (j) Jumlah kerusakan dalam j-bulan

(Bj)

Biaya per bulan untuk memperbaiki

kerusakan (CR.Bj)/ j

Biaya perbulan

untuk

preventive

setiap j- bulan (CP.M)/ j

Biaya total perbulan dari preventive

maintenance &

perbaikan (CRBj/j)+(CpM/j)

(TC) 12 24 36 48 60 72 84 96 0.13 0.391 0.916 1.972 3.314 5.353 8.780 13.667 $ 230.18 $ 346.16 $ 540.64 $ 872.93 $ 1173.59 $ 1579.72 $ 2220.91 $ 3024.95 $ 7672.87 $ 3836.43 $ 2557.62 $ 1918.21 $ 1534.57 $ 1278.81 $ 1096.12 $ 959.10 $ 7903.05 $ 4182.59 $ 3098.26 $ 2791.14 $ 2708.16 $ 2858.53 $ 3317.03 $ 3984.05

Dari table di atas dapat dilihat bahwa jika menggunakan preventive

maintenance setiap 60 bulan perusahaan akan mengeluarkan biaya rata-rata

yang paling murah sebesar $ 2708.16. Harga ini lebih murah dari biaya total tanpa menggunakan preventive maintenance sebesar :

$3574.31 - $2708.16 = $ 866.15

Dengan ini akan mengurangi biaya sebesar 24.2 % di bawah biaya perbaikan mesin jika terjadi kerusakan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan studi dan evaluasi terhadap metode penyambungan belt dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dengan menerapkan teknik penyambungan kering atau penyambungan tak berujung yaitu hot splicing pada belt ketika terjadi sobek atau putus, kekuatan sambungan belt dapat menahan tarikan sebesar 2624.12 KN. Sambungan ini tahan terhadap tarikan di setiap titik, dimana besar tarikan di setiap titik adalah :

Tabel 5.1 Kekuatan tarik belt

No Letak Tarikan belt Kekuatan Tarikan (N)

1 2 3 4

S1 (belt meninggalkan pulley penggerak) S2 (belt mendekati tail pulley)

S3 (belt meninggalkan tail pulley) S4 (belt mendekati pulley penggerak)

10905.44 22113.7 22661.12 32061.68

2. Dengan menggunakan sistem perawatan rutin (preventive maintenance) ternyata biaya perawatan lebih murah dibandingkan dengan sistem

breakdown, yaitu :

Biaya tanpa preventive = $4166.47 Biaya preventive = $3156.82


(4)

= $ 1009.65 = 24.2 %

Kebijakan perusahaan dengan memakai sistem Preventive Maintenance pada bagian belt conveyor akan mengurangi biaya hingga 24.2 % dibawah biaya perbaikan unit bila rusak.

3. Setiap unit dalam sistem Belt conveyor yang memakai preventive

maintenance ternyata mendapatkan biaya termurah pada priode tertentu,

yaitu : Belt mendapatkan biaya termurah pada priode 90 bulan sekali

5.2 SARAN

1. Pada penyambungan belt sebaiknya dipakai metode penyambungan tak berujung dengan jenis Hot splicing dan bentuk sambungan miring, dan setiap man power diharapkan melakukan penyambungan belt sesuai dengan metode yang sebenarnya, sehingga hasil penyambungan diperoleh dengan sempurna

2. Untuk mendapatkan biaya yang lebih murah sebaiknya dalam perawatan pemakaian alat dimaksimalkan

3. Sebaiknya biaya perawatan pada setiap periodenya diupayakan seminimal mungkin, bukan hanya satu priode saja.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adibroto, Soemarno, 2008, Pemeliharaan, [Htmfile],

Ahyari, Agus, 2002, Manajemen Produksi; Pengendalian Produksi, edisi empat, buku dua, BPFE, Yogyakarta.

Assauri, Sofyan, 2004, Manajemen Produksi dan Operasi, edisi revisi, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Corder A.S, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaa,. Alih Bahasa, Kusnul Hadi, Erlangga, Jakarta.

Daryus, Asyari, 2007, Diktat Manajemen Pemeliharaan Mesin, Universitas Darma Persada – Jakarta.

Dhillon, B.S, 2006. Maintainability, Maintenance, and Reliability for Engineers, Taylor & Francis, Boca Raton.

Heizer, Jay and Barry Render, 2001, Operation Management, 6th edition, Prentice-Hall Inc, New Jersey.

Isma putra Boy, Hidayat Alfan, Jaka, 2008, Elemen Mesin Teknik Industri, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Gross John M, 2002, Fundamentals of Preventive Maintenance, Amacom, New York.

Niemann G, 1986, Elemen Mesin, Erlangga, Jakarta.

Kelly Anthony, 2006, Managing Maintenance Resources, Elsevier, Great Britain. Lewis, Pamela S, Stephen H, Goodman and Patricia M. Fondt, 2004,

Management; Challenge For Tomorow’s Leaders, 4th edition, Thompson South Western.


(6)

Mobley, R. Keith, 2002. An introduction to predictive maintenance, 2nd ed, butterworth-heinemann, USA.

Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. Prentice Hall, New York.

Sehrawat, M.S and J.S Narang, 2001, Production Management, Nai sarak, Dhanpahat RAI Co.

Setiawan, F.D, 2008. Perawatan Mekanikal Mesin Produksi, Maximus, Yogyakarta

Suharto., 1991. Manajemen Perawatan Mesin. Rineka Cipta. Jakarta

Sumanto., 1994. Pengetahuan Bahan Untuk Mesin dan Listrik. Andi. Yogyakarta Tampubolon, P. Manahan, 2004, Manajemen Operasional, edisi pertama, Ghalia Indonesia

Universitas Lampung, 2009. mechanical Engineering template.blogspot.com, diakses tanggal 2 februari 2010)

Yayat M, Herujito, 2001. Dasar-dasar Manajemen. Grasindo, Jakarta. Zainuri, Muhib, 2006. Mesin Pemindah Bahan. Andi. Yogyakarta.