yang secara efektif mampu memobilisasi kepentingan maupun sentimen pro Israel.
90
Kebijakan politik AS di kawasan Timur Tengah yang mayoritas penduduknya beragama Islam yang menyebabkan kawasan tersebut disebut
dengan Dunia Islam, mengalami banyak ketegangan dan bahkan permusuhan, terutama pasca Tragedi 911. Tragedi 911 ini membawa dampak sangat besar
bagi hubungan AS dengan dunia Islam. AS cenderung melihat Islam sebagai musuh atau ancaman, begitu pula sebaliknya, kebanyakan masyarakat di Dunia
Islam memandang AS sebagai lawan yang berniat menghancurkan Islam. Ketegangan AS-Dunia Islam lebih banyak disebakan karena kebijakan AS
di bawah Presiden George W. Bush yang selalu mengidentikkan Islam dengan terorisme. Di satu sisi, dengan alasan memerangi terorisme internasional, Presiden
Bush melancarkan invasi dan kemudian menduduki serta menghancurkan negara- negara muslim yang lemah, seperti Afganistan dan Irak. Sementara di sisi lain,
Presiden Bush justru terus memberikan dukungan terhadap terhadap Israel yang terus menindas bangsa Palestina.
C. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap Irak
Pasang surut hubungan antar negara memang kerap terjadi. Begitu pun dengan Amerika Serikat dan Irak. Konflik yang timbul antara AS dan Irak secara
faktual bermula dari kebijakan Saddam Hussein untuk melakukan invasi militer ke wilayah negara Kuwait. Perang itu pun kemudian lebih dikenal sebagai Perang
Kuwait atau Perang Irak melawan pasukan multinasional aliansi anti-Irak di
90
Ibid.
bawah pimpinan AS, yang seringkali disebut juga sebagai Perang Teluk II untuk membedakan dengan Perang Teluk I.
91
Perang ini bermula dari: 1 terjadinya perselisihan antara Irak dan Kuwait; 2 disusul dengan terjadinya invasi pasukan
Irak ke Kuwait 2 Agustus 1990; 3 aneksasi Irak atas Kuwait 8 Agustus 1990, di mana Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Irak; 4 terjadinya pengeboman besar-
besaran pasukan sekutu terhadap Irak dan Kuwait 17 Januari 1991.
92
Kemudian, invasi dan aneksasi Irak atas Kuwait berkembang menjadi konflik terbuka antara
Irak dan AS.
93
Perang Teluk II yang dilancarkan oleh pasukan multinasional menamakan misinya sebagai Operation Desert Shield atau Operasi Perisai Gurun, yang sejak
17 januari 1991 diubah menjadi Operation Desert Storm atau Operasi Badai Gurun.
94
Perang Teluk II secara langsung mengancam kepentingan AS. Ladang minyak Kuwait yang setiap hari mengalirkan Dolar Amerika ke AS direbut oleh
pihak lain. Sejak itu, AS merasa serangan Irak terhadap Kuwait itu membahayakan kepentingannya. Oleh karena itu, AS lantas merancang resolusi
dan dengan segala kekuatan berupaya meminta pengesahan Dewan Keamanan PBB untuk mengusir dan melumpuhkan militer Irak. Alasan yang dikemukakan
91
Perang ini merupakan perang yang terjadi antara Iran dan Irak pada tahun 1980 sampai 1988.
92
Dhurorudin Mashad, Saddam Melawan Amerika Jakarta: Pensil-324, 2003, h. 103.
93
Perang Teluk II ini disebabkan oleh tuduhan Saddam Hussein yang menyatakan, bahwa sementara negara Arab telah menjalankan kebijakan perminyakan yang menikam Irak dari
belakang. Bahkan, Kuwait dan Uni Emirat Arab UEA dinilai telah mengadakan persekongkolan dengan AS untuk menurunkan harga minyak di pasaran internasional karena setiap penurunan
harga minyak sebesar 1 dolar Amerika per barel akan mengurangi penerimaan Irak sebesar 1 miliar Dolar Amerika. Irak diperkirakan mengalami kerugian sebesar 14 miliar dolar Amerika
akibat jatuhnya harga minyak. Lihat Ibid., h. 108.
94
Sihbudi, Eksistensi palestina, h. 29.
AS, Irak telah melanggar hukum internasional dan hak rakyat Kuwait untuk bernegara harus dipulihkan.
95
Dengan hancurnya reaktor nuklir Irak di Osirak, sesungguhnya tinggal selangkah lagi bagi AS untuk menjatuhkan Saddam Hussein. Namun, AS tidak
lantas melakukannya. Bukan AS tidak mampu menjatuhkan Saddam Hussein, AS sengaja menjadikan Saddam Hussein sebagai monster bagi negara-negara Arab
lain agar tetap berlindung kepada AS. Artinya, jika Saddam Hussein digulingkan, tidak ada lagi yang ditakuti, dengan begitu fungsi AS sebagai pelindung tidak
diperlukan lagi. Padahal AS masih ingin memainkan peranan sebagai pelindung negara-negara Arab yang sangat dibutuhkan minyaknya.
96
Berbagai upaya AS untuk mengkoersi Irak memperlihatkan bahwa Saddam Hussein sangat rentan. Oleh karena itu, kemungkinan besar akan kalah
apabila basis kekuatannya secara efektif diancam. Berkenaan dengan mempertahankan dukungan dan loyalitas suku-suku utama agaknya kurang
menjadi perhatian para pejabat Partai Baath, pejabat militer, dan elit lainnya.
97
Setelah terjadinya Operasi Badai Gurun, posisi domestik Saddam Hussein sangat lemah dan ia takut bahwa pukulan lain dari koalisi anti-Irak akan
menghancurkannya. Responnya atas ancaman berikutnya dan serangan udara serta rudal yang lemah pada tahun-tahun selanjutnya memperlihatkan rasa takutnya
bahwa serangan koalisi dapat menjatuhkan rezimnya. Serangan militer AS dan bentuk tekanan lainnya yang dapat menjatuhkan Saddam Hussein memperlihatkan
95
Muhammad Soelhi, Demi Harga Diri Mereka Melawan AS Jakarta: Pustaka Zaman, 2003, h. 102.
96
Ibid., h. 108.
97
Partai Baath merupakan Partai yang dipimpin oleh Saddam Hussein.
ketidakmampuannya untuk merespon atas tekanan AS dan mengancam kontrolnya atas basis kekuasaannya.
Pada akhir Perang Teluk II, posisi AS sangatlah kuat di kawasan tersebut. Militer Irak hancur dan rezim Saddam Hussein sedang tertatih-tatih. Sebaliknya,
AS mempunyai tekanan yang kuat baik di tingkat regional maupun dunia. Untuk meningkatkan posisi militernya, Washington menandatangani serangkaian
persetujuan akses penjualan persenjataan dalam jumlah besar-besaran ke negara- negara sekutunya di Teluk Persia dan merencanakan kehadiran kekuatan AS
secara substansial di kawasan ini. AS mengejar beberapa tujuan yang sangat bertentangan atas Irak. Pertama,
AS berupaya mencegah tindakan agresi Irak dengan mempertahankan Irak tetap lemah dan kehadiran negeri ini di tingkat regional secara kuat. Ke dua, negara
adidaya ini berupaya membalikkan program NBC Nuclear Biological Chemical Irak. Ke tiga, negara adidaya ini berupaya menggulingkan rezim Irak. Ke empat,
mencegah instabilitas di antara para sekutunya yang dapat diakibatkan oleh tindakan AS.
98
Empat tujuan inilah yang mendasari upaya AS untuk melakukan tindakan koersi atas Irak sejak Perang Teluk II.
Tindakan koersi yang dilakukan AS atas Irak selama Perang Teluk II justru berlawanan dengan tindakan yang diambil AS pada saat Perang Teluk I.
Jika pada Perang Teluk II atau Perang antara Irak dengan Kuwait, AS berada pada pihak Kuwait dalam menghadapi Irak, hal yang sebaliknya justru terjadi ketika
Perang Teluk I atau Perang antara Iran dan Irak berlangsung, saat AS lebih berpihak kepada Irak.
98
Zain, “Realitas Dibalik Konflik Amerika Serikat-Irak,” h. 49.
Perang Teluk I atau Perang antara Iran dan Irak yang dimulai dengan tindakan Saddam Hussein yang mengirim ribuan tentara menyerang Iran pada
tanggal 22 September 1980 ini disebabkan oleh Saddam Hussein yang membatalkan secara sepihak perjanjian damai Irak-Iran yang disepakati lewat
Perjanjian Aljier 1975.
99
Saddam Hussein mengemukakan bahwa Perjanjian Aljier dianggap tidak adil karena ditandatangani dalam situasi Irak sedang lemah.
Iran ketika itu berada di puncak kekuatan, bahkan memiliki angkatan bersenjata terkuat di Teluk Parsi atau Teluk Arab. Iran yang kala itu berhubungan baik
dengan AS, ibaratnya sedang menjadi polisi kawasan. Oleh karena itu, Perjanjian Aljier yang ditandatangani pada 6 Maret 1975 oleh Saddam Hussein dilihat tidak
layak dipertahankan. Namun, di balik itu ada alasan lain yang sebenarnya lebih mendasar. Sebab, jika faktor ketidakadilan Perjanjian Aljier yang menjadi titik
picu, sebenarnya Saddam Hussein tidak perlu membatalkan secara sepihak, apalagi dengan menyerang Iran.
100
Terdapat alasan tersembunyi Saddam Hussein dibalik invasinya terhadap Iran. Pertama, invasi Irak lebih merupakan artikulasi
dari ambisi Saddam Hussein yang ingin tampil sebagai tokoh yang diperhitungkan di Dunia Arab dan kawasan Timur Tengah.
101
Ke dua, keberhasilan Revolusi Islam Iran membuat resah Saddam Hussein atau bahkan seluruh pemimpin negara
kawasan Teluk. Revolusi itu dicemaskan dapat mempengaruhi tumbuhnya
99
Isi perjanjian Aljier antara lain: 1 Shat al Arab sebagai jalur pelayaran internasional. Batas perairan antara Irak-Iran didasarkan pada Protokol Konstantinopel 1913, peninggalan
persetujuan Persia dengan Ottoman Irak sekarang, 2 Irak-Iran bekerjasama melakukan pengawasan atas perbatasan. Irak menghentikan bantuan pada pemberontak Kurdi di Iran,
sebaliknya Iran juga tidak lagi membantu pemberontak Kurdi di Irak. Berdasarkan perjanjian itu pula, Irak memenuhi permintaan Syah Iran mengusir Khomeini dari Irak, pada Oktober 1978,
sejak ia diusir dari Iran sendiri pada Oktober 1964. Mashad, Saddam Melawan Amerika, h. 82.
100
Sebab, dalam perjanjian terdapat klausul bahwa, perbedaan penafsiran dan pelanggaran perjanjian dapat diselesaikan melalui arbitrase atau penengahan melalui Mahkamah Internasional.
Ibid., h. 83.
101
Ibid.
kekuatan fundamentalis, termasuk khususnya di Irak yang 52 penduduknya bermazhab Syiah, sama seperti penduduk Iran.
102
Perang Teluk I, selain melibatkan dua negara, yaitu Irak dan Iran, juga telah membawa dua negara adikuasa AS dan Uni Soviet untuk terlibat dalam
perang tersebut. Sebelum terjadinya revolusi, Iran memiliki hubungan yang sangat kuat dengan AS. Bahkan Syah Iran yang menjadi penguasa secara turun temurun
dianggap sebagai “boneka” AS. Berbagai peralatan perang AS pun dikirim ke Iran untuk memperkuat negara tersebut. Akan tetapi, pascarevolusi, Iran justru sangat
jauh dari AS, karena Ayatullah Khomeini, penguasa Iran pengganti Syah sangat membenci AS. Khomeini berusaha melepaskan pengaruh AS di Iran. Sementara
itu, pada sisi lain, sebelum berperang dengan Iran, Irak lebih dekat dengan Uni Soviet, terutama sebelum Perang Arab-Israel tahun 1973. Saddam Hussein,
sebagai pemimpin Irak, menjalin hubungan yang erat dengan Uni Soviet agar negara komunis itu dapat mengalirkan berbagai persenjataan yang mereka miliki
ke Irak. Suasana perang Dingin telah mengantarkan Uni Soviet membantu Irak guna menyeimbangkan kekuatan di wilayah Teluk.
Ketika terjadi Perang Teluk I pada tahun 1980-1989, kondisi di atas mengalami perubahan. Iran tidak lagi dekat dengan AS. Sedangkan Irak tetap
berhubungan baik dengan Uni Soviet dan bahkan AS juga ikut merangkulnya. Dengan demikian, Irak tidak hanya mendapat bantuan persenjataan dari Uni
Sovet, tetapi dari AS. Bantuan AS pada Irak itu adalah dalam rangka melawan Iran. Meskipun secara resmi AS tidak memihak siapapun dalam Perang Teluk I,
102
Ibid.
tetapi di belakang, AS justru membantu Irak, hal ini dilakukan untuk menyelamatkan kepentingan minyaknya di Timur Tengah.
103
Keberpihakan AS terhadap Irak dalam Perang Teluk I tersebut memang berlawanan dengan sikap AS terhadap Irak ketika berlangsungnya Perang Teluk
II, di mana AS berpihak kepada Kuwait dalam menghadapi Irak seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya. Pasang surut hubungan antara dua negara memang
lazim terjadi. Begitu pula dengan hubungan antara AS dan Irak. Bahkan hubungan AS dan Irak ini mengalami titik terendahnya yakni ketika AS melancarkan invasi
militernya terhadap Irak pada 20 Maret 2003 tanpa dikutuk apalagi dicegah oleh PBB. Invasi ini memperoleh kesempatannya setelah terjadinya Tragedi 911.
Dengan terjadinya tragedi tersebut maka AS mempunyai kesempatan untuk menyerang Irak setelah dikeluarkannya tuduhan AS mengenai keterlibatan
pemerintahan Saddam Hussein dengan jaringan Al-Qaeda.
104
Menurut AS, Irak terlibat dalam jaringan teroris Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden, yang
dituduh sebagai tokoh utama di balik Tragedi 911.
105
Bahkan selain tuduhan tersebut, AS juga menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal. AS
memberikan label terorisme pada setiap negara yang tidak mau bekerjasama dengan AS dalam menumpas terorisme. Dalam kesempatan ini pula AS
memberikan label kepada Irak, Iran, dan Korea Utara sebagai negara-negara
103
Ibid., h. 93.
104
Ibid., h. 152.
105
Para pejabat Irak diketahui berulang kali telah melakukan pertemuan dengan anggota Al-Qaeda, khususnya dengan para anggota sel yang dipimpin Al Zarkawi yang tinggal di suatu
tempat di Irak bagian Timur Laut. Irak aktif berhubungan dengan Al-Qaeda terutama setelah peristiwa peledakan bom di Kedutaan Besar AS di Kenya tahun 1998. Ibid.
pendukung terorisme atau negara-negara axis of evil. Akibatnya ketiga negara itu selalu diawasi oleh AS setiap saat.
106
Peristiwa tersebut mengangkat kata terorisme menjadi kata yang paling sering digunakan oleh AS dan melahirkan sebuah doktrin yang disebut doktrin
Bush “either you are with us or with our enemy,”
yaitu tindakan untuk mencari dan mendapatkan dukungan ke negara-negara lain dalam hal mendukung
pemberantasan terorisme di dunia.
107
Doktrin Bush ini mampu mempengaruhi hubungan AS dengan negara-negara lain, karena doktrin tersebut menjadi tolak
ukur dalam membina hubungan dengan negara-negara lain. Aksi AS untuk memberantas terorisme ini diawali dengan aksi militer ke
Afganistan yang didukung oleh Inggris sebagai sekutu terdekat AS merupakan salah satu usahanya untuk menumpas terorisme karena Washington berkeyakinan
bahwa Tragedi 911 dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Walaupun pada akhirnya tuduhan yang dilemparkan kepada Osama bin
Laden tidak terbukti seluruhnya. Untuk menjaga keutuhan kredibilitas AS sebagai super power
dan perannya sebagai “polisi dunia”, maka AS membuka kembali kasusnya dengan Irak di masa lalu. Hal ini merupakan sebuah pengalihan
atas tidak berhasilnya AS menemukan Osama bin Laden. Bush, yang didukung sepenuhnya oleh Inggris, Australia, dan Spanyol,
tetap bersikeras menyerang Irak dan menggulingkan Saddam Hussein dengan dalih kepemilikan senjata pemusnah massal WMD Irak, keterkaitan Baghdad
dengan jaringan teroris Al-Qaeda, serta pembebasan rakyat Irak dari belenggu
106
Kuncahyono, Irak Korban Ambisi Kaum “Hawkish”, h. 73.
107
Sihbudi, Pasca Agresi Amerika ke Irak, h. 36.
rezim tirani Saddam.
108
Namun, satu demi satu kebohongan Bush mulai terungkap. Setelah lebih dari setahun menduduki Irak, para petinggi AS tak
mampu membuktikan kebenaran tuduhannya perihal keberadaan WMD Irak.
109
Terjadinya Tragedi 911 akan mempermudah bagi Presiden George W. Bush untuk menjalankan ambisinya menggulingkan Saddam Hussein serta
mengganti sistem pemerintahannya menjadi sistem yang lebih demokratis, sehingga mempermudah AS untuk menguasai Irak. Paling tidak, ada enam faktor
yang memotivasi Presiden Bush di balik ambisi perangnya.
110
Pertama, Presiden Bush
menggunakan isu
perang Irak
untuk menutupi
berbagai ketidakberhasilannya dalam mengatasi persoalan sosial-ekonomi di dalam
negerinya sendiri. Ke dua, keinginan Presiden Bush untuk melampiaskan dendam keluarganya terhadap Saddam. Ke tiga, Presiden Bush ingin menutupi
kegagalannya dalam memburu Osama bin Laden dan Mullah Umar di Afganistan. Ke empat, terinspirasi oleh keberhasilannya dalam menghancurkan rezim Taliban
dan menciptakan rezim boneka di Afganistan, Presiden Bush berusaha melakukan hal yang sama di Irak yakni mendirikan rezim boneka di Irak yang dapat didikte
oleh Washington dengan tujuan, tidak lain, untuk menguasai minyak Irak. Ke lima, seperti dalam kasus kampanye anti-terorisme yang dikembangkan AS pasca-
Tragedi 11 September 2001, dalam kasus Irak pun tampak jelas kuatnya pengaruh faksi garis keras di lingkaran elite politik Gedung Putih yang selalu
mengedepankan pendekatan pragmatis dan sangat militeristis. Ke enam, selain
108
Riza Sihbudi, Menyandera Timur Tengah Jakarta: PT Mizan Publika, 2007, h. 388.
109
Bahkan di antara para petinggi AS dan Inggris sendiri justru terjadi saling tuding, yang salah satunya berujung pada mundurnya Direktur CIA Central Intellegence Agency atau dinas
intelijen AS George Tenet, awal Juni 2004. Kendati di depan publik Tenet menyebut “alasan
keluarga” di balik pengunduran dirinya, banyak kalangan yakin ia dipaksa mundur akibat kekacauan kinerja CIA baik dalam kasus 911 maupun invasi ke Irak. Ibid.
110
Sihbudi, Pasca Agresi Amerika ke Irak, h. 34-36.
berwatak militeristis, mereka juga dikenal sangat pro Israel. Oleh karena itu, ambisi Presiden Bush untuk melucuti senjata Irak juga dimaksudkan untuk
mengeliminir ancaman militer Arab terhadap Israel. Tuduhan-tuduhan AS terhadap Irak mengenai senjata pemusnah massal
menimbulkan pro dan kontra dari berbagai negara karena tuduhan yang dilemparkan oleh AS terhadap Irak belum seluruhnya terbukti. Walaupun begitu,
seluruh pro dan kontra dari berbagai negara tersebut tidak menyurutkan keinginan AS untuk menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein.
BAB IV PENGARUH KEPENTINGAN EKONOMI