Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
−
≈ t
VarX t
EX x
x F
φ
dimana φ = x menyatakan distribusi normal
d. Studi kasus
Pada bagian ini dikemukakan contoh kasus penggunaan model Aggregating Value at Risk, dan menentukan insentif yang diterima bank sehubungan
penggunaan model ini dibandingkan dengan model pengukuran pembebanan risiko operasional yang standar.
1.6 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini ditulis dalam beberapa bab yang dalam tiap bab berisikan sub-sub bab yang telah disusun guna memudahkan pembaca untuk mengerti dan memahami isi
tulisan ini. Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Yang berisikan tentang suatu tinjauan yang merupakan uraian teori untuk diterapkan dalam pengolahan dan penganalisaan data yang relevan.
BAB III : PEMBAHASAN DAN STUDI KASUS
Bab ini berisikan tentang formulasi model matematis untuk mengukur jumlah kerugian risiko operasional dengan menggunakan metode
Aggregating Value at Risk dan pengambilan data serta pengolahan data yang nantinya akan menghasilkan suatu kesimpulan.
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Bab ini merupakan bab penutup yang menyatakan suatu kesimpulan dari seluruh perubahan dan saran-saran penulis berdasarkan kesimpulan yang
diperoleh.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Risiko Operasional
Manajemen risiko operasional merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko
pasar yang timbul dari kegiatan usaha bank.
Bagi perbankan, penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan peran share holder dalam memberikan gambaran kepada pengelola bank adanya kemungkinan
kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan pada ketersediaan informasi yang
digunakan untuk menilai suatu risiko.
Bagi otoritas pengawasan bank, penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkian kerugian yang dihadapi bank yang
akan mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menerapkan strategi dan fokus pengawasan bank.
Adapun tahap evolusi manajemen risiko operasional dibagi menjadi 4 tahap, yakni : 1.
Identifikasi dan pengumpulan data Perusahaan pada tahap ini perlu melakukan maping berbagai risiko
operasional yang ada dalam perusahaan dan menciptakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan menjumlahkan kerugian
2. Penyusunan metric dan tracking.
Tahap ini perlu penyusunan metric dan key risk indicator untuk tiap risiko operasional yang telah diidentifikasikan dalam tahap sebelumnya,
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
termasuk juga penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu risiko tertentu.
3. Pengukuran
Tahap ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk kuantifikasi risiko operasional dari semua unit kerja.
4. Manajemen
Tahap ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil dari tahap 3 untuk mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup risiko operasional
dan analisis kinerja berbasis risiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan profil risiko perusahaan yang diinginkan.
2.1.1 Karakteristik Risiko Operasional
Risiko operasional sangat terkait banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses didalam pengawasan bank, namun risiko operasional tidak hanya terdapat pada
bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha lainnya.
Berbagai bentuk risiko operasional, telah dikelola secara aktif dengan semakim meningkatnya teknologi, pengendalian dan sistem keamanan yang telah dilakukan
oleh pihak bank. Pada pilar 1 Basel II Capital Accord bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi dan mengakolasikan kebutuhan modal sesuai ketentuan untuk
mengantisipasi potensi kerugian risiko operasional.
Manajemen risiko operasional memberikan pendekatan pada dua jenis kejadian, yaitu Low frequencyHigh severity LFHS, kejadian sulit untuk diantisipasi
dan diprediksi serta memiliki potensi untuk menyebabkan kerugian yang besar, dan High frequencyLow severity HFLS, dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan
usaha.
Lembaga pengawasan perbankan telah mendorong bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian yang memiliki frekuensi
rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi Low frequencyHigh severity, selain
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
risiko kredit dan risiko pasar. Dalam Basel II mengenai manajemen risiko operasional, dimana suatu bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi, mengukur dan
mengalokasi modal untuk meng-cover risiko operasional sebagaimana halnya terjadi pada risiko kredit dan risiko pasar.
2.1.2 Kejadian Risiko Operasional
Peristiwa risiko operasional dikelompokkan kedalam dua faktor, yaitu : 1
Frekuensi frequency, yaitu seberapa sering suatu peristiwa operasional terjadi.
2 Dampak severity, yaitu jumlah kerugian yang timbul dari peristiwa
tersebut.
Ada empat jenis kejadian operasional event, yaitu : 1
Low frequencyHigh severity 2
High frequencyHigh severity 3
Low frequencyLow severity 4
High frequencyLow severity
Secara umum manajemen risiko operasional memfokuskan kepada dua jenis kejadian, yaitu :
1 Low frequencyHigh severity
2 High frequencyLow severity
Bank mengabaikan suatu kejadian yang memiliki Low frequencyLow severity karena membutuhkan biaya yang lebih besar dalam mengelola dan memantau
dibandingkan dengan tingkat kerugian yang diperoleh bila hal itu terjadi. High frequencyHigh severity event tidak relevan karena bila kejadian ini
terjadi, bank secara cepat akan menderita kerugian yang besar dan harus menghentikan usahanya. Kerugian ini juga tidak berkelanjutan dan pengawasan bank
akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan praktek-praktek bisnis yang buruk.
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Beberapa produk keuangan, khususnya dalam retail banking, akan memasukkan High frequencyLow severity kedalam struktur harga produk. Low
frequencyHigh severity event sangat sulit untuk dipahami dan sulit diprediksi sehingga mempengaruhi operasional bank, selain itu jenis kejadian itu berpotensi
untuk menghancurkan bank.
2.1.3 Expected Loss dan Unexpected Loss
Pada perhitungan kebutuhan modal risiko operasional, bank diwajibkan menghitung kebutuhan modal risiko operasional berdasarkan Expected Loss dan Unexpected Loss,
dimana Expected Loss adalah kerugian yang terjadi dalam operasional bank secara normal.
Karena bank berasumsi bahwa kerugian ini merupakan bagian dari operasional bank, bank juga memasukkan Expected Losses dalam struktur harga produk. Bila
suatu bank dapat membuktikan kepada lembaga pengawas bahwa bank telah menghitung Expected Losses, maka Expected Losses itu tidak perlu dihitung lagi
dalam perhitungan modal regulasi, dalam kondisi ini modal regulasi bank sama dengan Unexpected Losses.
Bank menggunakan metode statistik dalam memprediksi Expected Losses dimasa yang akan datang. Metode sederhana untuk menghitung Expected Loss adalah
dengan menggunakan nilai rata-rata mean dari kerugian aktual dalam suatu periode tertentu. Unexpected Loss adalah kerugian yang berasal dari suatu event yang tidak
diharapkan terjadi atau peristiwa ekstrim dan memiliki probabilitas terjadinya sangat rendah. Unexpected Losses secara tipikal berasal dari event yang memiliki Low
frequencyHigh severity.
Bank berusaha untuk memprediksi Unexpected Losses dengan menggunakan statistik Expected Losses. Unexpected Losses dihitung dengan menggunakan data dan
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
pengalaman internal bank. Untuk menghitung Unexpected Losses bank dapat menggunakan :
a. Data internal yang tersedia
b. Data eksternal dari bank lain
c. Data dari skenario risiko operasional
2.1.4 Kategori Kejadian Risiko Operasional
Cara yang paling mudah untuk memahami risiko operasional di bank adalah dengan mengkategorikan risiko operasional sebagai risiko, oleh karena itu, pemahaman
mengenai kejadian operasional yang manyebabkan kerugian dilakukan dengan mengelompokkan risiko operasional kedalam sejumlah kategori kejadian risiko dan
didasarkan kepada penyebab utama kejadian risiko.
Risiko operasional selanjutnya dapat dibagi dalam beberapa sub-kategori, seperti risiko yang melekat pada :
1 Risiko proses internal
2 Risiko manusia
3 Risiko sistem
4 Risiko kejadian dari luar external event
5 Risiko hukum dan ketentuan regulator yang berlaku legal risk
2.1.4.1 Risiko Proses Internal
Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan kegagalan proses atau prosedur yang terdapat pada suatu bank.
Kejadian risiko operasional internal meliputi : a.
Dokumentasi yang tidak memenuhi atau tidak lengkap b.
Pengendalian yang lemah c.
Kelalaian pemasaran
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
d. Kesalahan penjualan produk
e. Pencucian uang
f. Laporan yang tidak benar atau tidak lengkap
g. Kesalahan transaksi
2.1.4.2 Risiko manusia
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan karyawan bank. Bank menyatakan bahwa asetnya yang paling berharga adalah pada karyawannya. Namum
demikian karyawanlah yang sering menjadi penyebab kejadian risiko operasional. Kejadian risiko manusia dapat terjadi pada fungsi manajemen risiko, dimana
kualifikasi dan keahlian karyawan pada fungsi tersebut merupakan hal yang paling diutamakan.
Bagian-bagian yang umumnya terkait dengan risiko manusia adalah : a.
Permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja health and safety issue b.
Perputaran karyawan yang tinggi c.
Penipuan internal d.
Sengketa pekerja e.
Praktek manajemen yang buruk f.
Pelatihan karyawan yang tidak memadai g.
Tergantung pada karyawan tertentu h.
Aktivasi yang dilakukan
2.1.4.3 Risiko Sistem
Risiko sistem adalah risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi dan sistem. Saat ini semua bank sangat bergantung pada sistem dan teknologi yang mendukung
kegiatan bank, penggunaan teknologi seperti ini banyak menimbulkan risiko operasional.
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Kejadian risiko sistem disebabkan oleh : a.
Data yang tidak lengkap b.
Kesalahan input data c.
Pengendalian perubahan data yang tidak memadai d.
Kesalahan pemograman e.
Gangguan pelayanan baik gangguan sebagian atau seluruhnya f.
Masalah yang terkait dengan keamanan sistem misalnya virus dan hacking g.
Kecocokan sistem dan h.
Penggunaan teknologi yang belum di uji coba
Secara teoritis, kegagalan menyeluruh pada teknologi yang digunakan bank adalah kejadian yang mungkin menyebabkan kejatuhan bank tersebut, saat ini ketergantungan
pada teknologi sudah tinggi sehingga tidak bekerjanya komputer dapat menyebabkan bank tidak beroperasi dalam periode waktu tertentu.
2.1.4.4 Risiko Eksternal
Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan kejadian yang berada diluar kendali bank secara langsung. Kejadian risiko eksternal umumnya adalah kejadian Low
frequencyHigh severity dan sebagai konsekuensinya menyebabkan kerugian yang tidak dapat diperkirakan, misalnya : perampokan dan serangan teroris dalam skala
besar.
Beberapa kejadian eksternal memiliki dampak yang cukup besar sehingga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Kejadian risiko eksternal dapat disebabkan : a.
Kejadian pada bank lain yang memiliki dampak pada bank lain b.
Pencurian dan penipuan dari luar c.
Kebakaran d.
Bancana alam e.
Kegagalan perjanjian outsoursing f.
Penerapan ketentuan lain
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
g. Kerusuhan dan unjuk rasa
h. Terorisme
i. Tidak beroperasinya sistem transfortasi yang menyebabkan karyawan tidak
dapat hadir ditempat kerjanya dan j.
Kegagalan utility service, seperti listrik padam
Secara historis, bank sebenarnya telah secara aktif memberikan perhatian pada risiko eksternal dalam rangka melindungi usaha dari kerugian.
2.1.4.5 Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari adanya ketidakpastian karena dilakukannya suatu tindakan hukum atau ketidakpastian dalam penerapan atau
interpretasi suatu perjanjian, peraturan atau ketentuan. Risiko hukum berbeda antara suatu negara dengan negara lain dan semakin meningkat sebagai akibat dari :
a. Penerapan ketentuan Know-Your-Costumer KYC yang terutama disebabkan
oleh tindakan terorisme b.
Penerapan ketentuan perlindungan data yang terutama disebabkan oleh reaksi terhadap semakin meningkatnya penggunaan informasi nasabah untuk tujuan
pemasaran produk.
2.2 Pengukuran Risiko Operasional
Menurut, Stulz, Rene 2003
2
memaparkan bahwa untuk pengukuran risiko operasional yang dihadapi oleh bank, BIS Bank for International Settlement
berdasarkan BASEL CAPITAL ACCORD 2001, memberikan beberapa pilihan metode yang dapat digunakan oleh suatu bank, yaitu :
a. Basic Indicator Approach BIA
b. Standardized Approach SA
c. Advanced Measurement Approach AMA
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
2.2.1 Basic Indicator Approach BIA
Basic Indicator Approach merupakan pendekatan yang paling sederhana dan dapat digunakan oleh semua bank untuk menghitung kebutuhan modal risiko operasional
berdasarkan Basel Committee on Banking Supervision, yang tertuang dalam dokumen New Basel Capital Accord 2001 NBCA 2001.
Basic Indicator Approach menggunakan total gross income suatu bank sebagai indikator besaran eksposur, dalam hal ini gross income mewakili skala kegiatan usaha
dan digunakan untuk menunjukan risiko operasional yang melekat pada bank. Persentase yang digunakan dalam formula Basic Indicator Approach ditetapkan
sebesar 15 dengan penetapan persentase tersebut jumlah modal risiko operasional yang dipersyaratkan pada tahun tertentu.
Formula untuk menghitung modal risiko operasional bank dapat dirumuskan sebagai berikut :
n GI
K
I i
BIA 3
1
=
∑
= ∗
α
Dimana; K
BIA
= besarnya potensi risiko operasional α
= parameter alpha yang besarnya ditentukan sebesar 15 GI
i
= indikator eksposur risiko operasional gross income rata-rata selama tiga tahun
N
3
= jumlah n-datan
3
= 3
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
2.2.2 Standardized Approach
Standardized Approach merupakan metode yang akan mengatasi kurangnya sensitivitas risiko dari Basic Indicator Approach yaitu dengan cara :
a. Membagi aktivitas dalam 8 jenis bisnis, yaitu :
Tabel 2.1 Nilai Multiplier
i
β untuk tiap Bisnis Usaha
Bisnis Usaha Multiplier
i
β
Corporate Finance 18
Trading and Sales 18
Retail banking 12
Commercial Banking 15
Payment and settlement 18
Agency Service 15
Asset management 12
Retail Brokerage 12
b. Menggunakan pendapatan kotor gross income dari tiap jenis bisnis
digunakan sebagai indikator risiko operasional atas masing-masing jenis bisnis.
Dengan membagi bank menjadi bisnis yang berbeda-beda dan memberikan persentase yang berbeda kepada tiap jenis bisnis, Standardized Approach
menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional, pada Standardized Approach jumlah modal agregat diambil rata-ratanya
untuk menghasilkan jumlah modal regulasi risiko operasional yang dibutuhkan.
Modal regulasi agregat untuk tahun tunggal dihitung dengan menambahkan hasil pendapatan kotor gross income, dikalikan dengan faktor beta untuk setiap jenis
bisnis, dengan mengabaikan apakah pendapatan kotor gross income untuk tiap jenis bisnis bernilai negatif dan jumlah keseluruhan untuk tahun tertentu adalah negatif
maka angka tersebut akan diganti dengan nol untuk perhitungan rata-rata.
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Berdasarkan Committee Basel Basel Capital Accord I perhitungan nilai rata- rata Standardized Approach SA selalu dihitung selama tiga tahun terakhir, dan dapat
dirumuskan sebagai berikut ;
3 ,
1
∗ =
∑
= n
i i
i SA
GI Max
K
β
Dimana; K
SA
= pembebanan modal risiko operasional menurut metode SA GI
i
= nilai laba kotor untuk masing-masing lini bisnis dalam satu tahun untuk jangka tiga tahun
i
β = nilai beta suatu konstanta yang telah ditetapkan oleh Basel untuk tiap line sbisnis
2.2.3 Advance Measurement Approach AMA
Pendekatan menggunakan metode Advance Measurement Approach AMA lebih menekankan pada analisis kerugian operasional, karena itu penerapan model ini harus
memiliki sistem database data historis kerugian operasional sekurang-kurangnya dua hingga lima tahun kebelakang, dimana model tersebut mempunyai teknologi yang
dapat menangkap, menyeleksi, dan melaporkan risiko operasional perusahaan tersebut. Secara teori terdapat insentif yang jelas bagi bank-bank untuk menggunakan
metodologi perhitungan rasio permodalan yang lebih canggih, diantaranya hasil perhitungan lebih akurat dan jumlah risiko yang diasumsikan dalam modal lebih
mencerminkan profil risiko bank.
Menurut standar kuantitatif Komite Basel kategori risiko operasional dapat dikelompokkan dalam tujuh tipe sebagai berikut :
a. Penyelewengan internal internal fraud
b. Penyelewengan eksternal eksternal fraud
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
c. Praktek kepegawaian dan keselamatan kerja employment practices and
workplace safety d.
Klien, produk, dan praktek bisnis client, products, and bussines practices e.
Kerusakan terhadap asset fisik perusahaan physical asset damages f.
Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem business disruption and sistem failure
g. Manajemen proses, pelaksanaan, penyerahan produk dan jasa execution,
delivery, and process management
Masing-masing dari tipe risiko operasional tersebut diukur besar pembebanan modalnya sehingga total pembebanan modal capital charge untuk bank adalah total
pembebanan modal semua business lines dari semua jenis tipe risiko operasional.
Pendekatan menggunakan Advance Measurement Approach AMA ini ada beberapa pendekatan yang sering digunakan yaitu sebagai berikut :
a. Internal Measurement Approach IMA
b. Loss Distribution Approach LDA
c. Scoreboard Approach SA
2.2.3.1 Internal Measurement Approach IMA
Model Internal Measurement Approach merupakan model yang paling sederhana digunakan dalam mengukur pembebanan risiko operasional dalam kelompok
pendekatan Advance Measurement Approach AMA yang paling sederhana, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
K
ij
= γ
ij
EL
ij
K
ij
= γ
ij
EL
ij
.PE
ij
.LGE
ij
Dimana : EL
ij
= expected loss dalam bisnis usaha ke I karena faktor operasional EI
ij
= eksposur indikator berdasarkan ij
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
PE
ij
= probabilitas kejadian event dari kejadian risiko operasional j LGE
ij
= rata-rata kerugian dari suatu kejadian risiko operasioanal γ
ij
= multiplier untuk masing-masing bisnis usaha i dan tipe kejadian risiko operasional j
Komite Basel Basel Capital Accord I menyarankan besarnya γ
ij
untuk tiap bisnis usaha dan tipe kejadian risiko operasional ditentukan bank atau melalui
konsorsium, metode ini mempunyai fleksibilitas dalam penentuan besarnya γ
ij
sesuai dengan karakteristik tipe risiko dan bisnis usaha bank sehingga metode ini
menggambarkan nilai multiplier tiap jenis bisnis usaha daripada multiplier beta, namun untuk mendapatkan nilai multiplier
γ
ij
diperlukan perhitungan untuk pengukuran risiko operasional yang Expected loss dan Unexpected loss yang cukup
rumit, dan oeh karena itu bank lebih sering menggunakan pendekatan Loss Distribution Approach LDA atau Scoreboard Approach.
2.2.3.2 Loss Distribution Approach LDA
Pendekatan Loss Distribution Approach LDA didasarkan pada informasi data kerugian operasional internal, dimana data kerugian operasional dikelompokkan
dalam distribusi frekuensi kejadian atau event dan distribusi severitas kerugian operasional.
Data distribusi frekuensi kejadian operasional merupakan distribusi yang bersifat discrete dan proses stochastic data umumnya mengikuti distribusi Poisson,
mixed Poisson atau proses Cox, sedangkan data distribusi severitas kerugian operasional merupakan distribusi yang bersifat kontinu. Distribusi severitas kerugian
operasional kerugian umumnya mengikuti karateristik distribusi eksponensial, distribusi Normal atau distribusi Log Normal.
Pada Loss Distribution Approach LDA ini total kerugian operasional merupakan jumlah atau sum S dari variabel random N atas kerugian operasional
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
individu X
1
, X
2
, ... X
N
sehingga jumlah kerugian operasional dapat dinyatakan sebagai :
S = X
1
+ X
2
+ ... X
N
Model Loss Distribution Approach ini mengasumsikan bahwa variabel random kerugian operasional X
i
bersifat independent, identically, disterbuted iid, dengan asumsi distribusi frekuensi kerugian operasional N frekuensi adalah independent
terhadap nilai kerugian atau distribusi severitasnya X
i
.
Ada dua pendekatan yang ada pada pengukuran potensi kerugian operasional dengan metode Loss Distribution Approach LDA yaitu :
2.2.3.2.1 Loss Distribution Approach-Actuarial Model
Dalam pendekatan Actuarial Model, data kerugian operasional dapat didistribusikan dalam distribusi frekuensi dan severitas, dengan kedua jenis distribusi frekuensi dan
severitas tersebut, distribusi total kerugian operasional tinggal menggabungkannya menjadi satu distribusi total kerugian. Distribusi total kerugian ini kemudian
digunakan untuk memproyeksikan potensi kerugian risiko operasional.
2.2.3.2.2 Aggregation Model
Dalam pendekatan Aggregation Model, sama halnya dengan pendekatan Actuarial Model, data kerugian operasional disusun dalam distribusi frekuensi dan distribusi
severitasnya. Data aggregation kerugian operasional pada waktu t diberikan dengan variabel random Xt
yang nilainya adalah Xt = i
U
N i
∑
=1
yang dimana setiap U mewakili individu kerugian operasional.
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Dengan demikian probabilitas kumulatif dari distribusi kerugian aggregation dapat dinyatakan sebagai berikut :
F
x
x = Pr
≤
∑
= N
i
x Ui
1
Dengan kata lain, probabilitas kumulatif dari distribusi aggregation merupakan jumlah dari probabilitas masing-masing individu kerugian operasionalnya.
Jika distribusi kerugian operasionalnya sangat besar maka hukum central limit theorem dapat diterapkan sehingga distribusi aggragation kerugian operasional
mendekati distribusi normal, dengan pendekatan distribusi normal tersebut probabilitas kumulatif distribusi aggregation kerugian operasional dapat dinyatakan
sebagai berikut :
F
x
t
− ≈
t VarX
t EX
x φ
dimana x
= φ
menyatakan distribusi normal
2.3 Sifat-sifat Deskriptif Statistik
Pengukuran potensi kerugian risiko operasional dan untuk melakukan pemodelan pada suatu bank perlu terlebih dahulu mengetahui karakteristik dari distribusi kerugian
operasional, adapun distribusi kerugian risiko operasional dapat dikelompokkan distribusi frekuensi dan distribusi severitas data kerugian.
2.3.1 Distribusi Frekuensi Operasional
Distribusi frekuensi menunjukkan jumlah atau frekuensi terjadinya suatu jenis kerugian operasional dalam suatu periode tertentu, tanpa melihat nilai atau rupiah
kerugian. Distribusi frekuensi kerugian operasional merupakan distribusi discrete, yaitu distribusi atas data yang nilai data harus bilangan integer atau tidak pecahan.
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Frekuensi kejadian atau kejadian bersifat integer karena jumlah bilangan merupakan bilangan bulat positif.
Distribusi frekuensi kerugian operasional dapat dikelompokkan dalam distribusi Poisson, binomial, dan geometric selain itu distribusi kerugian operasional
dapat juga berupa gabungan kombinasi dari beberapa tipe distribusi frekuensi seperti Poisson-geometric.
2.3.1.1 Distribusi Poisson
Distribusi frekuensi Poisson merupakan distribusi frekuensi kerugian operasional yang paling banyak terjadi karena karakteristiknya yang sederhana dan paling sesuai
dengan frekuensi terjadinya kerugian operasional, dimana distribusi ini mencerminkan probabilitas jumlah atau frekuensi kejadiannya.
Rata-rata jumlah atau frekuensi terjadinya kesalahan bayar kasir atau rata-rata frekuensi terjadinya kecelakaan kerja dapat dinyatakan sebagai lambda dalam
suatu periode waktu tertentu, dengan demikian secara umum frekuensi terjadinya kerugian operasional atas suatu kejadian tertentu dapat ditentukan dengan
menggunakan distribusi Poisson.
Distribusi Poisson dari suatu kejadian kerugian tertentu dapat ditentukan probabilitasnya dengan rumus :
fX = x
e
x
λ
λ −
dengan e = 2.718281...
sedangkan fungsi kumulatif dari distribusi Poisson dapat dirumuskan sebagai berikut :
Fx =
∑
= −
x i
i t
i t
e λ
λ
Parame ter dapat diestimasi dengan :
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
=
∑ ∑
∞ =
∞ =
k k
k k
n kn
Distribusi Poisson memiliki mean dan variance sebagai berikut :
Mean = Ex =
Variance = Vx =
2.3.1.2 Distribusi Binomial
Distribusi Binomial merupakan salah satu distribusi discrete yang berguna untuk memodelkan masalah probabilitas dari frekuensi atau jumlah sukses atas suatu
aktivitas yang bersifat independent, distribusi binomial dinyatakan dengan dua parameter, yaitu m yang menunjukkan kerugian operasional tertentu yang bersifat
independent dan identik, dan q yang menunjukkan probabilitasnya, dan dinyatakan dalam rumus berikut :
P
k
=
k m
k
q q
r m
−
−
1
dimana k = 0,1,...m
Parameter distribusi Binomial adalah n dan p yang merupakan bilangan bulat positif dan 0 p 1
Distribusi Binomial mempunyai nilai mean dan variance sebagai berikut :
Mean = Ex = np
Variance = Vx = np 1-p
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Sebagai contoh Kesalahan dalam penggunaan nomor rekening dalam pembukuan transaksi tabungan.
dari data yang diperoleh oleh divisi audit diketahui bahwa operator mesin komputer akan melakukan satu kali kesalahan dari 50 kali pembukuan. Jika dalam satu hari
terdapat 200 kali pembukuan transaksi tabungan, berapakah probabilitas operator tidak melakukan kesalahan pembukuan, satu kali kesalahan, dua kali kesalahan, dan
berapakah besarnya kesalahan mean dan variance ?
Penyelesaian Jumlah kesalahan pembukuan transaksi tabungan yang dilakukan operator mempunyai
karakteristik sebagai distribusi binomial karena kejadian pembukuan akan menimbulkan dua kali kemungkinan, yaitu kejadian pembukuan sukses dilakukan
dengan benar dan pembukuan salah dilakukan. Dengan jumlah satu kali kesalahan tiap 50 kali transaksi pembukuan, maka besarnya probabilitas q = 150 atau q = 0.02.
dengan demikian, besarnya probabilitas operator melakukan kesalahan adalah sebagai berikut.
02 .
98 .
02 .
200
200
=
=
P
07 .
98 .
02 .
1 200
199 1
1
=
=
P
15 .
98 .
02 .
2 200
198 2
2
=
=
P
Mean = 2000.02
Variance = 2000.020.98 = 3.92
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
2.3.1.3 Distribusi Geometric
Distribusi Geometric digunakan untuk mengetahui beberapa banyak kegagalan akan terjadi sebelum terjadinya kejadian sukses dari suatu seri aktivitas yang bersifat
independent. Karakteristik dari distribusi geometric adalah suatu kejadian yang gagal dan sukses pertama. Distribusi Geometric tidak berkaitan dengan kepentingan sukses
pertama, sukses kedua dan seterusnya. Distribusi frekuensi mempunyai probabilitas fungsi ;
P
k
=
1
1
+
+
k k
β β
Parameter β dapat diestimasi dengan β =
∑
∞ =1
1
k k
kn n
Distribusi geometric mempunyai mean dan variance sebagai berikut : Mean
p x
E β
= =
Variance
2
p x
V β
= =
Sebagai contoh Misalkan x adalah jumlah kegagalan membongkar password mesin ATM sebelum
terjadinya sukses membongkar password yang pertama. x diasumsikan mengikuti distribusi geometric dengan nilai
95 ,
= β
dan p = 0,05 maka besarnya probabilitas x adalah :
1
95 .
1 95
.
+ =
+ =
k k
k x
P untuk k =0,1,2,3
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Besarnya mean dan variancenya adalah
19 05
. 95
. =
= =
= p
x E
mean β
380 05
. 95
. var
2 2
= =
= =
p x
V iance
β
2.3.2 Distribusi Frekuensi Kerugian Severitas
Distribusi severitas kerugian operasional sangat perlu diketahui agar dalam pemodelan kerugian risiko operasional dapat mempergunakan parameter data yang tepat, pada
penentuan jenis distribusi severitas kerugian, pendekatan yang dilakukan adalah memilih kelompok umum dari distribusi probabilitas dan kemudian menetapkan nilai
parameter yang paling cocok dengan data severitas kerugian yang diobservasi.
Distribusi severitas kerugian operasional dapat dikelompokkan dalam distribusi normal, distribusi eksponensial, dan distribusi lognormal.
2.3.2.1 Distribusi Normal
Distribusi normal kerugian banyak terjadi pada risiko pasar dan risiko kredit, distribusi normal atas suatu kerugian memiliki karakteristik mean
µ dan standart deviasi
σ . Probabilitas fungsi densitas distribusi normal dinyatakan dengan ;
fx =
− −
σ µ
π σ
x 2
1 exp
2 1
untuk - ∞
≤
x
≤
∞
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
jika µ = 0 dan
σ
2
= 1 maka distribusinya disebut distribusi normal standar. Distribusi normal standar mempunyai bentuk umum sebagai genta yang simetris disekitar nilai
meannya, hal ini berarti bahwa distribusi normal mempunyai karakteristik nilai skewness sama dengan nol dan nilai median serta modusnya sama dengan nilai
meannya.
2.3.2.2 Distribusi Lognormal
Distribusi normal sangat bermanfaat untuk menganalisis kerugian risiko pasar karena karakteristik kerugian pasar dapat terdistribusi normal, namun distribusi kerugian
operasional tidak cocok dengan distribusi normal yang bersifat simetris. Distribusi lognormal mempunyai bentuk yang tidak simetris dan merupakan salah satu bentuk
distribusi severitas yang cocok untuk kerugian operasional. Suatu data kerugian operasional dikatakan terdistribusikan secara lognormal,
jika logaritma natural dari data kerugian tersebut terdistribusi secara normal. Probabilitas fungsi densitas dari variabel x, dapat dirumuskan dengan ;
fx =
−
− σ
σ π
σ 2
log exp
2 1
2
x x
Distribusi lognormal mempunyai nilai mean dan variance yaitu ; Mean
2
2
σ µ
+
= =
e Y
E
Variance
1
2 2
2
− =
=
+ σ
σ µ
e e
Y V
2.3.2.3 Distribusi Eksponensial
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Distribusi eksponensial menjelaskan probabilitas waktu menunggu diantara kejadian dalam distribusi Poisson, sebagai contoh adalah jika rata-rata jumlah pemalsuan kartu
kredit adalah dua perbulan atau λ = 2, maka waktu terjadinya pemalsuan kartu kredit
dijelaskan dengan distribusi eksponensial. Dimana distribusi eksponensial dapat dirumuskan sebagai berikut ;
fx = 1-
λ x
e
−
untuk x ≥ 0
Distribusi eksponensial mempunyai mean dan variance yaitu ;
Mean λ
1 =
= x E
Variance
2
1
λ
= = x
V
2.4 Model Value at Risk
Salah satu tantangan yang dihadapi pada risiko operasional adalah mengukur risiko pasar market risk secara konsisten terhadap seluruh posisi risiko yang sensitif
terhadap perubahan harga pasar. Hal ini telah dapat dijawab dengan perkembangan model Value at Risk VaR, pada sebelumnya model VaR ini limit risiko ditentukan
berdasarkan jumlah dari instrument tertentu yang dapat dimiliki hold oleh bank, dengan cara ini evaluasi terhadap level risiko masing-masing limit sulit dilakukan.
2.4.1 Variabel Value at Risk
Variabel-variabel utama dalam perhitungan VaR adalah jumlah data historis yang digunakan untuk menghitung volatilitas dan jumlah hari untuk proyeksi harga pasar
diwaktu mendatang, dan Basel mensyaratkan data historis yang digunakan adalah minimal satu tahun, walaupun mungkin bank menggunakan periode yang lebih lama
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
dan perlu diingat bahwa bank harus konsisten terhadap periode historis yang ditentukan untuk menjaga stabilitas perhitungan VaR.
2.4.2 Model Perhitungan Value at Risk
Perhitungan VaR untuk trading book dalam jumlah besar merupakan perhitungan yang kompleks harus dapat mencakup interaksi berbagai faktor risiko dalam
mensimulasikan perubahan harga pasar. Model VaR menghitung risiko dengan membuat distribusi kerugian yang mungkin terjadi selama periode waktu tertentu
untuk masing-masing posisi risiko yang dimiliki hold.
Distribusi tersebut dapat dilakukan dengan proses dua langkah, yaitu langkah pertama, distribusi harga pasar diwaktu mendatang dihitung berdasarkan data historis,
adapun faktor utama dalam perhitungan distribusi tersebut adalah volatilitas historis. Hal ini dapat dilakukan untuk menghitung seberapa besar deviasi perubahan harga
pasar terhadap nilai mean dan pada umumnya hasilnya dapat dinyatakan sebagai annual percentage.
Langkah kedua, menilai kembali masing-masing posisi risiko menggunakan distribusi harga pasar untuk membuat distribusi perubahan nilai dalam posisi risiko
secara keseluruhan. Adapun tingkat kerugian yang mendekati confidence level yang digunakan oleh bank berdasarkan Basel adalah mensyaratkan sebesar 99, dengan
menggunakan asumsi bahwa distribusi kerugian adalah distribusi operasional.
Analisis ini dilakukan berulang-ulang untuk seluruh posisi risiko dan kemudian nilainya dijumlahkan untuk memperoleh nilai total VaR, dan nilai VaR ini
dapat dijumlahkan karena masing-masing telah dihitung dengan dasar yang konsisten, oleh karenanya perbandingan risiko antar area bisnis yang berbeda-beda.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Testing Karakteristik Distribusi Frekuensi Frequency of Loss
Distribution
Persoalan pokok dalam pemodelan Value at Risk kerugian operasional adalah menentukan jenis distribusi frekuensi dan distribusi severitas kerugian operasional.
Jika pemodelan karakteristik distribusi kerugian operasional hanya diasumsikan mengikuti suatu jenis atau tipe distribusi tertentu maka bank telah mengambil risiko
yang cukup serius. Jika distribusi yang diasumsikan ternyata tidak terpenuhi maka testing hipotesis yang dilakukan sepenuhnya tidak benar. Dampak dari identifikasi
distribusi kerugian operasional yang salah akan sangat merugikan dalam pemodelan dan perhitungan kebutuhan modal.
Untuk melakukan testing karakteristik distribusi frekuensi kerugian operasional dengan tes statistik akan digunakan test Goodness of Fit dengan
mempergunakan pengujian Chi-square. Jika nilai tes statistik Chi-square dari distribusi yang diasumsikan lebih kecil dari nilai chi-square maka distribusi yang
diasumsikan adalah benar sehingga hasil pengujiannya dapat lebih dipercaya.
3.2 Testing Karekteristik Distribusi Severitas Severity of Loss Distribution