Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbankan Indonesia terus mengalami perubahan bentuk dan karakter secara signifikan pada beberapa dekade terakhir. Perubahan kebijakan-kebijakan dan regulasi
perbankan, tekanan kompetisi dalam pasar perbankan dan keuangan, serta tuntutan kinerja menyebabkan bank harus dikelola secara proaktif terhadap kondisi dan potensi
bisnis. Perbankan sebagai lembaga perantara keuangan saat ini semakin dilihat sebagai salah satu media translasi dan transformasi risiko dari pemilik dana yang pada
umumnya bersifat risk averse. Kemampuan perbankan dalam mengelolah risiko semakin menjadi perhatian sejalan dengan peningkatan volume dan kompleksitas
operasional bisnis yaitu salah satu risiko yang terjadi adalah risiko operasional.
Risiko operasional bukan merupakan kelompok risiko baru, bahkan sebenarnya merupakan kelompok risiko yang sudah ada sejak dulu. Kegagalan risiko
operasional adalah sesuatu hal yang umum dan terjadi sejak bank pertama didirikan. Baik pengawas maupun bank memberi perhatian pada perubahan-perubahan dalam
industri perbankan yang menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik risiko operasional. Secara umum, risiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang
berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Risiko operasional merupakan risiko yang mempengaruhi semua kegiatan usaha karena merupakan suatu hal yang
‘inherent’ dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional. Berbagai bentuk risiko operasional, seperti fraud dan kesalahaan pemrosesan relatif sering terjadi.
Kejadian-kajadian tersebut menimbulkan kerugian, dimana masing-masing kejadian mungkin akan menimbulkan kerugian yang minimun disebut dengan kerugian yang
bersifat High frequencyLow severity dan dapat diatasi oleh bank dengan menerapkan kebijakan dan prosedur rutin sehari-hari yaitu keamanan dan pengendalian
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
teknologi. Sebaliknya, kejadian besar seperti serangan teroris dan kebakaran jarang terjadi namun dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar pada setiap kejadiannya
disebut dengan kerugian yang bersifat Low frequencyHigh severity.
Berdasarkan ketentuan Basel Commitee Basel II Accord, maka bank berupaya menerapkan internal model dalam perhitungan rasio modalnya terutama
untuk mengetahui seberapa besar potensi kerugian yang akan ditanggung oleh bank dimasa yang akan datang. Untuk menentukan optimasi Frequency of Loss dan severity
of Loss yang tepat maka digunakan metode Aggregating Value at Risk dalam manajemen risiko operasional. Data historis risiko operasioal yang digunakan Loss
Event Data BaseLEDB bersumber dari hasil audit internal. Selanjutnya dengan metode Aggregating Value at Risk akan dibentuk Aggregated Loss Distribution
dengan meng-aggregasi dua distribusi yaitu fitted frequency dan fitted severity distribusi, kemudian dilakukan perhitungan potensi kerugian maksimal operasional
dengan pendekatan Value at Risk OpVar.
Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis tertarik untuk membahas metode pengukuran pembebanan modal risiko operasional yang dikembangkan sesuai dengan
karakteristik bank itu sendiri sehingga besarnya modal yang harus disediakan lebih risk sensitif. Oleh karena itu untuk mendapatkan titik terang dari permasalahan
tersebut diadakan pembelajaran lebih lanjut dengan judul : “Pengukuran Risiko Operasional dengan Metode Aggregating Value at Risk”
1.2 Perumusan Masalah