Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
termasuk juga penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu risiko tertentu.
3. Pengukuran
Tahap ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk kuantifikasi risiko operasional dari semua unit kerja.
4. Manajemen
Tahap ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil dari tahap 3 untuk mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup risiko operasional
dan analisis kinerja berbasis risiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan profil risiko perusahaan yang diinginkan.
2.1.1 Karakteristik Risiko Operasional
Risiko operasional sangat terkait banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses didalam pengawasan bank, namun risiko operasional tidak hanya terdapat pada
bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha lainnya.
Berbagai bentuk risiko operasional, telah dikelola secara aktif dengan semakim meningkatnya teknologi, pengendalian dan sistem keamanan yang telah dilakukan
oleh pihak bank. Pada pilar 1 Basel II Capital Accord bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi dan mengakolasikan kebutuhan modal sesuai ketentuan untuk
mengantisipasi potensi kerugian risiko operasional.
Manajemen risiko operasional memberikan pendekatan pada dua jenis kejadian, yaitu Low frequencyHigh severity LFHS, kejadian sulit untuk diantisipasi
dan diprediksi serta memiliki potensi untuk menyebabkan kerugian yang besar, dan High frequencyLow severity HFLS, dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan
usaha.
Lembaga pengawasan perbankan telah mendorong bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian yang memiliki frekuensi
rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi Low frequencyHigh severity, selain
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
risiko kredit dan risiko pasar. Dalam Basel II mengenai manajemen risiko operasional, dimana suatu bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi, mengukur dan
mengalokasi modal untuk meng-cover risiko operasional sebagaimana halnya terjadi pada risiko kredit dan risiko pasar.
2.1.2 Kejadian Risiko Operasional
Peristiwa risiko operasional dikelompokkan kedalam dua faktor, yaitu : 1
Frekuensi frequency, yaitu seberapa sering suatu peristiwa operasional terjadi.
2 Dampak severity, yaitu jumlah kerugian yang timbul dari peristiwa
tersebut.
Ada empat jenis kejadian operasional event, yaitu : 1
Low frequencyHigh severity 2
High frequencyHigh severity 3
Low frequencyLow severity 4
High frequencyLow severity
Secara umum manajemen risiko operasional memfokuskan kepada dua jenis kejadian, yaitu :
1 Low frequencyHigh severity
2 High frequencyLow severity
Bank mengabaikan suatu kejadian yang memiliki Low frequencyLow severity karena membutuhkan biaya yang lebih besar dalam mengelola dan memantau
dibandingkan dengan tingkat kerugian yang diperoleh bila hal itu terjadi. High frequencyHigh severity event tidak relevan karena bila kejadian ini
terjadi, bank secara cepat akan menderita kerugian yang besar dan harus menghentikan usahanya. Kerugian ini juga tidak berkelanjutan dan pengawasan bank
akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan praktek-praktek bisnis yang buruk.
Sri Jayanti Napitupulu : Pengukuran Risiko Operasional Dengan Metode Aggregating Value At Risk, 2009.
Beberapa produk keuangan, khususnya dalam retail banking, akan memasukkan High frequencyLow severity kedalam struktur harga produk. Low
frequencyHigh severity event sangat sulit untuk dipahami dan sulit diprediksi sehingga mempengaruhi operasional bank, selain itu jenis kejadian itu berpotensi
untuk menghancurkan bank.
2.1.3 Expected Loss dan Unexpected Loss