Ekawaty Suryani Mastari : Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Dalam Membaca Grafik Pertumbuhan Kms Dengan Status Gizi Balita Di Kelurahan Glugur Darat 1, 2009.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah gizi ganda merupakan masalah gizi yang dihadapi para ahli gizi di dunia. Berdasarkan data survei kesehatan nasional Susenas sampai tahun 2005,
prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita telah berhasil diturunkan dari 35,57 tahun 1992 menjadi 24,66 pada tahun 2000. Namun, terdapat
kecenderungan peningkatan kembali prevalensi pada tahun-tahun berikutnya Susenas 2005. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia masing-
masing 27 dan 8,7. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, prevalensi gizi
buruk di Sumatera Utara tahun 2007 adalah sekitar 4,4 dan prevalensi gizi kurang 18,8. Jumlah kasus gizi buruk yang terdeteksi tahun 2007 di Medan
berjumlah 479 orang bayi dan Balita sedang gizi kurang berjumlah 3.286 orang. Kasus gizi buruk tertinggi di Medan terdapat di Medan Belawan yakni mencapai
55 orang dan kasus gizi kurang 174 orang bayi dan balita. Sementara kasus gizi buruk terendah terdapat di Medan Timur sebanyak 7 orang dan kasus gizi kurang
berjumlah 16 bayi dan Balita. Pada tabel 1.1 di bawah dapat dilihat persebaran jumlah balita di Medan.
Kasus gizi buruk dapat dicegah dan diminimalkan apabila ibu membawa anaknya ke Posyandu setiap bulan sekali untuk memantau pertumbuhan dan
perkembangan balita sebagai awal deteksi dini. Hal yang penting adalah mekanisme laporan hasil kegiatan tersebut secara berjenjang mulai dari tingkat
Ekawaty Suryani Mastari : Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Dalam Membaca Grafik Pertumbuhan Kms Dengan Status Gizi Balita Di Kelurahan Glugur Darat 1, 2009.
Posyandu, Puskesmas, Dinas KabupatenKota dan Dinas Kesehatan Provinsi. Pelaporan tetap dibutuhkansebagai dasar penyusunan perencanaan dan kebijakan.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Sebab lain yang penting dari gangguan
gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Harper, Deaton, dan
Driskel, 1986: 31
Tabel 1.1 Jumlah Balita berdasarkan Wilayah kerja Puskesmas di Kota Medan Hasil Pendataan dan Proyeksi pada PIN tahun 2006
No Nama Puskesmas
Jumlah Balita 1
Teladan 3.394
2 Pasar Merah
2.931 3
Simpang Limun 3.256
4 Kota Maksum
5.850 5
Sukarame 5.299
6 Medan Area Selatan
3.430 7
Glugur Darat 10.316
8 Glugur Kota
1.075 9
Pulo Brayan 3.488
10 Sei Agul
4.932 11
Petisah 2.335
12 Darusalam
2.209 13
Rantang tidak terdapat data
14 Padang Bulan
3.833 15
Polonia 5.308
16 Kampung Baru
4.293 17
Medan Denai 3.858
18 Tegal Sari
4.493 19
Desa Binjai 4.046
20 Bromo
4.200 21
Mandala 8.908
22 Sering
5.977 23
Medan Labuhan 3.408
24 Pekan Labuhan
3.807 Sumber : Badan Informasi dan Komunikasi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
pada 13 September 2006
Ekawaty Suryani Mastari : Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Dalam Membaca Grafik Pertumbuhan Kms Dengan Status Gizi Balita Di Kelurahan Glugur Darat 1, 2009.
Sehubungan dengan hal tersebut, penilaian status gizi merupakan salah satu hal yang perlu dilaksanakan. Penilaian tersebut dapat dipakai sebagai landasan
untuk pengembangan program masyarakat dan nasional dalam membantu mengatasi kurang gizi, menyediakan jumlah dan jenis pangan yang diperlukan
dan umumnya mendukung kesehatan masyarakat. Menurut Ali Khomsan, standar acuan status gizi balita adalah berat badan
menurut umur BBU, berat badan menurut tinggi badan BBTB, dan tinggi badan menurut umur TBU. Pedoman yang digunakan adalah standar berdasar
tabel WHO-NCHS World Health Organization – National Center for Health Statistic.
Di Posyandu Pos Pelayanan Terpadu, telah disediakan Kartu Menuju Sehat KMS yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi anak berdasarkan
kurva KMS. Pada kurva tersebut diperoleh plot yang menghubungkan umur dan berat badan.
Akan tetapi, tidak semua petugas gizi memahami dengan baik grafik pertumbuhan, pesan diare, imunisasi, pedoman makanan balita dan tindakan
pelayanan gizi di Posyandu. Bahkan berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT Susenas 2001, hanya 46,6 kader Posyandu yang pernah
mendapat pelatihan mengenai KMS. Menurut 58,6 kader yang disurvei, penggunaan KMS adalah untuk memantau pertumbuhan balita. Akibatnya,
pemanfaatan KMS sebagai sarana penyuluhan gizi dinilai masih rendah. Hal demikian berdampak pula pada pengetahuan ibu balita mengenai KMS
dan status gizi balita. Ibu balita yang tahu tentang arti grafik dalam KMS sebanyak 18, yang tahu tentang pesan imunisasi sebanyak 29 dan tahu tentang
pesan diare sebanyak 58, sedangkan yang tahu tentang jenis makanan yang harus diberikan sesuai umur anak sebanyak 61,3. KMS sebagai sumber
informasi pemberian makanan balita, imunisasi dan diare hanya dilakukan oleh 16 ibu balita. Pusat Penelitian dan Pengembangan Depkes RI, 2001
1.2. Rumusan Masalah