Dari pemaparan diatas penulis tertarik untuk membahas tentang kehilangan min yak dan kadar NOS Non-Oil solid pada air kondensat, sehingga mengambil judul untuk
karya ilmiah ini adalah : “ Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan
Kadar NOS Non- Oil Solid pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola Perebusan Sistem Tiga Puncak Tripple Peak di PTPN III PKS Rambutan Tebing
Tinggi”.
1.2 Permasalahan
Yang menjadi permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah: Bagaimana pengaruh tekanan uap dan waktu perebusan terhadap kehilangan minyak
dan kadar NOS pada air kondensat air perebusan dengan pola perebusan sistem tiga puncak Triple Peak .
1.3 Tujuan
Adapun tujuuuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk mengetahui kadar minyak dan kadar NOS pada air kondensat air
rebusan di stasiun perebusan dengan pola perebusan sistem tiga puncak. 2.
Untuk mengetahui pengaruh tekanan uap dan waktu perebusan terhadap kehilangan minyak dan kadar NOS pada air kondensat air rebusan
dengan pola perebusan sistem tiga puncak.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah : -
Untuk mendapatkan langkah yang tepat dan efisien dalam pengolahan kelapa sawit dengan kadar kehilangan minyak rendah pada air kondensat.
- Untuk menghasilkan kualitas yag memenuhi standart mutu.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit Elaeis quinensis Jacq merupakan tumbuhan tropis golongan plama yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit mempunyai beberapa
jenis atau varietas yang dikenal sebagai Dura D , Tenera T, dan pisifera P. Ketiga jenis ini dapat dibedakan dengan cara memotong buahnya secara
memanjangmelintang. Dura memiliki inti besar dan bijinya tidak dikelilingi sabut dengan ekstraksi minyak sekitar 17-18. Deli dura memiliki inti besar dan cangkang
tebal serta dipakai oleh pusat-pusat penelitian untuk memproduksi jenis Tenera. Tenera merupakan hasil persilangan antara Dura dan Pesifera, memiliki cangakang
tipis dengan cincin serat di sekeliling biji, ekstraksi minyak memiliki sekitar 22-25. Psifera tidak mempunyai cangkang dengan inti kecil sehingga tidak dikembangkan
sebagai tanaman komersial.
Tandan kelapa sawit baru dapat memproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar TBS
atau fresh fruit bunch FFB. Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai 3- 14 tahun dan akan menurun kembali setelah umur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit
dapat menghasilkan 10-15 TBS pertahun dengan berat 3-40 kg per tandan, tergantung
Universitas Sumatera Utara
umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1.000-3.000 brondolan dengan berat brondolan berkisar 10-20 g.
TBS diolah di pabrikkelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi. Minyak mentah
atau crude palm oil CPO, MKS dan inti Kernel,IKS harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya. Iyung Pahan, 2006
2. 1. 1 Pembentukan minyak dalam buah
Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daing buah mesokarp dan minyak inti sawit yang terdapat pada
kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari
setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang
terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pembentukan minyak berakhir jika dari tandan yang bersangkutan telah terdapat buah
memberondol normal.
Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi
pembentukan trigliserida yang menmgandunlg asam lemak tidak jenuh.
Universitas Sumatera Utara
Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantomg – kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah,
maka buah dilapisi dengan malam yang tebal dan berkilat.
Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia yang disebut karotin. Setelah
penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan dan setelah terjadi pembentukan minyak terjadi perubahan warna buah menjadi ungu kehijau-hijauan.
2. 1. 2 Pematangan buah
Dalam proses pematanggan buah terjadi pembentukan komponen buah dan setelah terjadi kejenuhan setiap unsur komponen maka mulailah terjadi fase
pematangan. Pada fase pematangan buah terjadi beberapa hal: a.
Perubahan karbohidrat menjadi gula, yang ditandai dengan rasa manis pada inti sawit dan daging buah.
b. Perombakan hemiselulosa menjadi sakarida sederhana, ini dapat diliihat bahwa
ikatan antar serat kurang dengan tekstur lunak. c.
Perobahan warna buah dari hitam kehijau-hijauan berubah menjadi hijau kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi Orange merah jingga.
d. Fisik buah brubah yaitu malam yang berkilat berubah menjadi suram.
Setelah terjadi proses perombakan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, maka buah mulai lepas dari bulinya. Proses ini lebih cepat terjadi jika panas
terik matahari yang diikuti dengan hujan. P. M. Naibaho, 1996
Universitas Sumatera Utara
2. 1. 3 Panen
Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya.
Buah yang jatuh tersebut disebut membrodol.
Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondoloan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat
pengumpulan hasil akhir TPH serta ke pabrik . Perlu memperhatikan beberapa criteria tertentu sebab tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan
rendemen minyak yang paling tinggi dengan kualitas minyak yang baik.
2. 1. 4 Fraksi TBS dan mutu panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat diperlukan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah
dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu
minyak yang akan diperoleh sangat di tentukan oleh faktor ini.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas ALB minyak sawit yang dihasilkan. Apabilah pemanenan buah dilakukan dalam
keadaan matang maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persntase tinggi lebih dari 5. Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah
Universitas Sumatera Utara
belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen,
termaksuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal lima fraksi TBS. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-
tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,2, dan 3.
Tabel 2.1. Beberapa tingkat fraksi TBS Fraksi
Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan
00
1 2
3 4
5 Tidak ada, buah berwarna hitam
1-1,25 buah luar membrondol 12,5-25 buah luar membrondol
25-50 buah luar membrondol 50-75 buah luar membrondol
75-100 buah luar membrondol Buah dalam juga membrondol, ada
buah yang busuk Sangat mentah
Mentah Kurang matang
Matang I Matang II
Lewat matang I Lewat matang II
Yan Fauzi dkk, 2007
2. 2 Minyak Sawit
Minyak sawit adalah trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan
Universitas Sumatera Utara
minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida terutama ß-karotena, berkonsentrsi sangat padat pada suhu kamar
konsentrasi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya, dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak.
2. 2. 1 Komposisi minyak kelapa sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit tipis ; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak
kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap.
Rata-rata komposis minyak kelapa sawit dapat dilihat pada table 2.2. Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.
Tabel 2.2. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit Asam lemaak
Minyak kelapa sawit persen
Minyak inti sawit persen
Asam kaprilat Asam kaproat
Asan Laurat Asam miristat
Asam palmitat Asam stearat
Asam oleat Asam linoleat
- -
- 1,1 – 2,5
40 – 46 3,6 – 4,7
39 – 45 7 – 11
3 – 5 3 – 7
46 – 52 14 – 17
6,5 – 9 1 – 2,5
13 – 19 0,5 – 2
S. Ketaren, 1986
Universitas Sumatera Utara
Kandungan karoten dapat mencapai 100 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan
dipengaruhi oleh penanganan selama produksi.
2. 2. 2 Sifat Fisiko-Kimia
Sifat fisiko kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor, klarutan , titik cair dan polimorphism, titik didih boiling point , titik pelunakan,
slipping point, shot melting poin; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan turbidity point , titik asap, titik nyala dan titik api.
Beberapa sifat fisio-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada table 2.3.
Tabel 2.3. Nilai sifat Fisio-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Sifat
Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
Bobot jenis pada suhu kamar Indeks bias
Bilangan iod Bilangan penyabunan
0,900 1,4565-1,4585
48-56 196-205
0,900-0,913 1,495-1,415
14-20 244-254
S. Ketaren , 1986
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisah setelah proses pemucatan, karena asam-asam lamek dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang terlarut dalam minyak.
Universitas Sumatera Utara
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga taejadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas
minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan betaionone.
Titik cair minyak sawit barada dalam kisaran suhu, karena minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-
beda.Perbandingan sifat antara minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan dapat dilihat pada table 2.4.
Tabel 2.4. Sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan Sifat
Minyak sawit kasar Minyak sawit murni
Titik cair: awal Akhir
Bobot jenis 15
o
C Indeks bias D 40
o
C Bilangan penyabunan
Bilangan iod Bilangan Riechert Meissl
Bilangan polenske Bilangan Krichner
Bilangan Bartya 21 - 24
26 – 29 0,859 - 0,870
36,0 - 37,5 224 - 249
14,5 - 19,0 5,2 - 6,5
9,7 - 10,7 0,8 -1,2
33 29,4
40,0 -
46 – 49 196 – 206
46 – 52 -
- -
- S. Ketaren, 1986
Universitas Sumatera Utara
2. 2. 3 Standar Mutu Minyak Sawit
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang merupakan hal yang penting untuk
menentukan standar mutu yaitu: Kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam
berat, dan bilangan penyabunan.
Mutu minyak kelapa sawit yang mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas
serendah mungkin kurang lebih 2 persen atau kurang , bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning harus berwarna pucat tidak berwarna hijau,
jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkinatau bebas dari ion logam.
Standar mutu special prime bleach SPB , dibandingkan dengan mutu ordinary dapat dilihat dalam table 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Standar Mutu SPB dan Ordinary Kandungan
SPB Ordinary
Asam lemak bebas Kadar air
Kotoran Besi ppm
Tembaga ppm Bilangan Iod
Karotene ppm Tokoferol ppm
1 – 2 0,1
0,002 10
0,5 53 ± 1,5
500 800
3 – 5 0,1
0,01 10
0,5 45 - 56
500 - 700 400 - 600
S. Ketaren, 1986
2. 3 Perebusan TBS
Lori - lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan dengan bantuan seperti loko, kapstander, dan lier. TBS dipanaskan dengan uap air yang bertekanan
2,8-3 kg cm
2
. Setiap TBS yang diolah memerlukan ± 0,5 ton uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.
Tekanan harus berada antara 2,8 – 3 kg cm2 dan lamanya perebusan berkisar 90 menit. Selanjutnya digunakan sistem perebusan triple peak tiga puncak . Suyatno
Risza, 1994
2. 3. 1 Tujuan perebusan
Setiap PKS tentu menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang baik, tingkat keasaman yang renah, dan minyak yang mudah dipucatkan bleaching. Proses
Universitas Sumatera Utara
perebusan sangat menentukan menentukan kualitas hasil pengolahan pabrik kelapa sawit. Tujuan dari proses perebusan tandan buah segar yaitu menghentikan
perkembangan asam lemak bebas ALB atau free fatty acid FFA , memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses
pengolahan inti sawit. 1.
Menghentikan perkembangan asam lemak bebas ALB atau free fatty acid FFA
Perkembangan assam lemak bebas terjadi akibat kegiatan enzim yang menghidrolisis minyak. Menghentikan kegiatan enzim tersebut sebenarnya
cukup dengan perebusan hingga temperatur 50
o
C selama beberapa menit. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus
dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi. 2.
Mempermudahkan pemipilan Untuk meleoaskan brondolan secara manual, sebenarnya cukup dengan
merebus dalam air mendidih. Namun, Cara ini tidak memadai. Oleh karenanya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperature yang
semestinya di bagian dalam tandan buah. 3.
Penyempurnaan dalam pengolahan Selama proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena proses
penguapan. Dengan berkurangnya kadar air, susunan daging buahan pericarp berubah. Perubahan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah
pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan minyak dari zat nonlemak non-oil Solid. Pada saat yang sama ,
sel-sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas pada saat pengeluaran uap perebusan puncak ketiga . Dalam hal ini , senyawa protein
Universitas Sumatera Utara
merupakan cairan emulsi yang berbeda sehingga lapisan minyak lebih mudah dipisahkan saat proses pemurnian. Secara keseluruhan, akibat penguapan
sebagian air dari daging buah kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut maupun dalam lumpur buangan sludge pada proses pemurnian dapat ditekan.
4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit
Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat dari inti sawit terhadap cangkangnya. Dengan proses perebusan, kadar air
dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya menjadi kurang. Iyung Pahan, 2006
2. 3. 2 Perlakuan-perlakuan pada saat perebusan
Merebus tidak cukup hanya dengan memasukkan uap panas ke dalam ketel rebusan dengan tekanan tinggi saja, tetapi juga dengan membuat tekanan berubah-
ubah agar terjadi kejutan-kejutan pada jaringan sel buah. Maksud dari membuat kejutan-kejutan tekanan ini agar penetrasi panas kedalam jaringan buah serta celah-
celah diantara spiklet berjalan dengan baik. seperti sebuah kendaraan roda empat yang rodanya terpelosok di dalam lumpur, agar terlepas dari jebakan lumpur
dilakukan gerakan mundur dan maju sehingga akhirnya lepas dari lumpur. Pada perebusan kelapa sawit ada 3 sistem perebusan yang digunakan :
1. Sistem Perebusan Satu Puncak SPSP
Uap panas pada temperatur 135
o
C-140
o
C dialirkan ke dalam ketel perebusan sambil menaikkan tekanan. Apabilah tekanan telah mencapai norma tertentu
misalnya 3 Kgcm
2
, maka tekanan dipertahankan selama waktu tertentu, kemudian tekanan diturunkan dan perebusan dianggap selesai.
Universitas Sumatera Utara
Sistem perebusan ini banyak dipakai pada pabrik-pabrik kelapa sawit tua sebelum tahun 1970.
Gambar 2.1. Grafik sistem perebusan satu puncak
2. Sistem Perebusan Dua Puncak SPDP
Uap panas dengan temperatur diinginkan dialirkan ke dalam ketel rebusan sambil menaikkan pada tekanan tertentu. Setelah tekanan tercapai seperti
diinginkan tekanan diturunkan bertahap-tahap, kemudian tekanan dinaikkan kembali.
Gambar 2.2. Grafik sistem perebusan dua puncak Pada puncak terakhir biasanya dibuat lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan
dengan puncak pertama. Beda tekanan puncak pertama dengan puncak kedua serta waktu yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dari pabrik yang
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan. Sistem perebusan sistem dua puncak jarang dipakai pada saat ini, tetapi masih dapat ditemukan pada pabrik-pabrik tertentu.
3. Sistem Perebusan Tiga Puncak SPTP
Sistem ini yang paling banyak digunakan pada saat sekarang , karena dianggap lebih efisien dilihat dari segi kehilangan minyak dalam pengolahan.Ada
beberapa variasi sistem perebusan dalam upaya pabrik untuk mandapatkan hasil olahan yang optimal, antara lain :
i. Perebusan Tiga puncak Datar
Gambar 2.3. Grafik sistem perebusan Tiga Puncak Datar ii.
Perebusan Tiga Puncak Bertahap
Gambar 2.4. Grafik sistem pererebusan Tiga Puncak Bertahap Abdul Karim, 2005
Universitas Sumatera Utara
2. 3. 3 Siklus Perebusan
Perebusan dilakukan dengan daur siklus sebagai berikut: Pembuangan angin
: 5 menit Menaikkan tekanan sampai tekenan penuh
: 20 menit Merebus pada tekanan penuh
: 50 menit Buangan uap
: 5 menit Mengeluarkan dan memasukkan lori
: 10 menit Panjang siklus
: 90 menit Siklus minimum 90 menit tersebut dapat diperpanjang bergantung pada kapa
sitas perebusan yang dikehendaki. Tetapi yang diperpanjanjang adalah waktu pengeluaran atau pemasukan lori saja. Interval antara masing-masing perebusan
tergantung pada jumlah rebusan yang dipakai. Interval adalah siklus dibagi jumlah rebusan. Kapasitas perebusan per jam dihitung sebagai berikut:
60 x muatan rebusan Siklus
Bagan diatas untuk sistem dengan teknan kerja 2,5 kg cm
2
. Untuk sistem perebusan 3 puncak triple Peak dengan tekanan kerja 3 kg cm
2
, siklus adalah sebagai berikut:
Pembuangan angin : 5 menit
Menaikkan tekanan sampai puncak ketiga : 30 menit
Merebus pada tekanan penuh puncak ketiga : 20 menit
Buangan uap : 5 menit
Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit
Panjang siklus : 70 menit.
Universitas Sumatera Utara
Puncak pertama adalah 2 kgcm
2
, kemudian buangan uap lalu mencapai puncak kedua pada 2,5 kgcm
2
, buangan uap lagi lalu puncak ketiga pada 3 kgcm
2
. Penaikkan atau pelepasan tekanan ini sampai mencapai puncak ketiga harus dapat
terlaksana dalam waktu 30 menit.
Penentuan waktu dan suhu atau tekanan perebusan adalah hasil kompromi. Untuk mempertahankan daya pemucatan yang baik bagi minyak sawit, pembuangan
uadara mengandung oksigen oleh desakan uap pada waktu pemasukkan uap dalam rebusan harus dilakukan dengan sempurna, waktu perebusan harus sesingkat
mungkin, dan suhu perebusan harus serendah mungkin. Tetapi koagulasi albumin menghendaki suhu di atas 100
o
C, demikian pula hidrolisis zat lendir, sedangkan hidrolisis polisakarida untuk memudahkan pelepasan buah menghendaki suhu diatas
120
o
C.
Suhu maksimum selama 90 menit yang ditentukan adalah 130
o
C agar jumlah inti yang berubah warnanya karena suhu tnggi tersebut masih dapat diterima, yaitu
tidak mengahasilkan minyak inti sawit yang sukar dipucatkan. Selain itu waktu minimum pada suhu yang dipilih ditentukan oleh ukuran dan kematangan tandan.
Makin besar dan makin mentah tandannya, mangkin panjang waktu perebusannya, agar kehilangan buah dalam TBK sekecil-kecilnya.
Pembuangan udara oksigen yang tidak sempurna akan berpengaruh buruk terhadap daya pemucatan minyak sawit karena terjadi oksidasi, tetapi menyebabkan
suhu perebusan menjadi lebih rendah dari pada suhu yang seharusnya menurut tekanan yang ditunjukkan, kerena adanya tekanan parsial udara di dalamnya.
Pemasukan uap untuk pembuangan udara harus sedemikian pelan, sehingga tekanan
Universitas Sumatera Utara
dalam perebusan tetap nol, agar supaya turbulensi dan difusi pencampuran uap dengan uadara hanya terjadi sedikit mungkin dan udara terdesak ke luar sebanyak-banyaknya.
Pembuangan udara dapat dianggap selesai jika sudah ada uap yang turut keluar dari pipa pembuangan udara.
Bagan perebusan harus diikuti dengan tertib, yaitu tiap rebusan pada gilirannya harus mengikuti daur dan interval yang telah ditetapkan, agar penarikan uap dari ketel
teratur. Interval yang selalu sama antara setiap perebusan juga akan menghasilkan pengeluaran buah rebus yang teratur dan selalu sama jumlahnya atau kapasitasnya,
sehingga kapasitas pengempaan pun dapat dibuat tetap, maka pengumpanan bahan bakar serabut ke boiler juga teratur dan tetap sama. Pemasukan uap pada peningkatan
tekanan juga tidak boleh terlalu cepat, jauh melebihi kecepatan penyediaan uap tekan lawan dari mesin atau turbin uap, agar penambahan uap langsung, adalah uap panas
lanjut, tidak terlalu banyak, karena akan menimbulkan suhu sementara terlalu tinggi pada bagian-bagian tertentu dalam rebusan, juga agar ketel tidak mengalami kejutan.
Kehiangan minyak karena perebusan dapat terjadi dalam air rebusan dan dalam TBK. Kehilangan ini bertambah jika banyak tandan busuk dan banyak luka.
Kehilangan minnyak dalam buak dalam TBK bartambah jika perebusan kurang, misalnya banyak buah mentah, sehingga penebahan tidak sempurna. Soepadiyo
Mangoensoekarjo, 2003
Universitas Sumatera Utara
2. 3. 4 Faktor-faktor Peningkat Efisiensi Pelepasan Buah dalam proses perebusan
Faktor-faktor yang diperhatikan untuk meningkatkan efisiensi pelepasan buah dalam proses perebusan antara lain:
1. Pembuangan udara
Udara merupakan penghantar panas yang lambat dan berpengaruh negatif terhadap proses perebusan. Udara yang terdapat dalam rebusan akan
menurunkan tekanan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa udara yang terdapat dalam bejana rebusan hendaknya dikeluarkan terlebih dahulu, cara ini
disebut “daerasi”. Upaya memperkecil jumlah udara dalam bejana rebusan ialah dengan:
a. Mengatur isian lori agar buah di susun penuh sesuai dengan kapasitas
disain. Keadaan ini sering tidak disertai oleh sioperator, yang perlu diketahui bahwa pengisian lori yang penuh selain mengurangi jumlah
udara dalam bejana juga mempertahankan kapasitas olah. b.
Melakukan deaerasi, yaitu pembuangan udara dari bejana Dengan cara pengusiran oleh uap. Deaerasi dilakukan dengan
memasukkan uap dari bagian atas bejana rebusan dan mengeluarkannya dari bagian dasar bejana. Uap dimasukkan dari atas bejana karena berat
jenis udara lebih tinggi dibandingkan dengan uap air, yakni berat jenis uap pada suhu 100
o
C adalah 0,598 kgm
3
, sedangkan uadara bercampur uap air pada suhu 50
o
C berat jenisnya adalah 1,043 kgm
3
. Prinsip
Universitas Sumatera Utara
perbedaan berat jenis tersebut merupakan alasan pemilihan tempat titik masuk uap.
Pembuangan uadara yang terlalu cepat dapat menyebabkan terjadinya turbulensi uap yaitu percampuran antara uadara dengan uap
yang menyebabkan kebutuhan waktu deaerasi yang lebih lama. Di dalam pelaksanan deaerasi perlu diperhatikan beberapa hal:
Lama deaerasi, semangkin lama proses deaerasi maka semakin
sempurna proses pembuangan udara akan tetapi sebaliknya terjadi penurunan kapasitas olahan sterilizer.
Proses deaerasi dapat dilakukan bertahap dan terpadu denagan
pembuangan air kondensat terus-menerus melalui pipa kecil diameter 0,5 inchi di dasar rebusan.
2. Pembuangan air kondensat
Uap air yang terkondensasi berada di dasar bejana rebusan yang merupakan penghambat dalam proses perebusan. Air yang terdapat dalam
rebusan akan mengadsorbsi panas yang diberikan sehingga jumlah air semakin bertambah. Pertambahan ini yang tidak diimbangi dengan pengeluaran air
kondensat dan akan memperlambat usaha pencapaian tekanan puncak. Diperkirakan jumlah air kondensat 13 persen dari TBS yang diolah,
sehingga oleh beberapa pabrik dilakukan blow down terus menerus melalui pipa diameter inchi. Cara ini menunjukkan buah rebus yang kering dan lebih
mudah diolah dalam screw press.
Universitas Sumatera Utara
3. Lamanya perebusan
Perebusan membutuhkan waktu penetrasi uap hingga kebagian tandan yang paling dalam. Hubungan waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi
minyak adalah sebagai berikut: i.
Semakin lama perebusan buah maka jumlah buah yang terpilih semakin tinggi, atau persentase tandan yang tidak terpipil semangkin rendah.
ii. Semangkin lama perebusan buah maka biji semakin masak dan
menghasilkan biji yang lebih mudah pecah dan sifat lekang. iii.
Semakin lama perebusan buah maka kehilangan minyak dalam air kondensat semangkin tinggi.
iv. Semakin lama perebusan buah maka kandungan minyak dalam tandan
kosong semangkin tinggi yaitu terjadinya penyerapan minyak oleh tandan kosong akibat terdapatnya rongga-rongga kosong.
v. Semangkin lama perebusan buah maka mutu minyak sawit akan
semangkin menurun, yang dapat diketahui dengan penurunan nilai Deterioration of Bleachability Index DOBI.
Lama Perebusan yang menjadi penentu dan yang berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi dan mutu minyak adalah masa penahanan pada puncak
terpanjang untuk triple peak adalah puncak ke 3.
4. Pembuangan Uap
Pembuangan uap dilakukan dengan sistem perebusan yang dilakukan. Uap dibuang melalui cerobong atas yang pipanya berukuran besar diameter 8
inchi. Umumnya ukuran pipa pembuangan lebih besar dari pipa uap masuk sehingga pembuangan uap dapat terlaksana dengan cepat sehingga buah lebih
Universitas Sumatera Utara
mudah lepas dari tangkainya. Pembuangan uap pada peak-peak sebelum akhir perebusan pada SPDP dan SPTP dilakukan bersamaan dengan pembuangan air
kondensat, dengan maksud agar penurunan tekanan dapat berlangsung uap blow up air kondensat dibuang terlebih dahulu sehingga buah yang direbus
kering. Untuk mempermudah pengaturan uap dapat dilakukan dengan automatic control valve yang belakangan ini telah banyak digunakan oleh PKS
yang baru didirikan.
5. Penyaluran uap masuk dan keluar selama perebusan
a. Manual, yang kesemuanya kejadian pemasukan uap, pengeluaran uap dan
kondensat menggunakan tenaga manusia. Seperti diutarakan diatas bahwa pengaturan uap didasarkan pada kondisi sumber uap dan pemakaian uap.
Karena pelaksanaannya membutuhkan kekuatan fisik di operator maka diperlukan 2-3 orang tiap sift untuk kapasitas 30 ton TBSjam. Dalam
pelaksanaan pola perebusan tiga puncak maka keadaan pembukaan dan penutupan kran uap sangat sibuk sehingga sering terlupakan kegiatan-
kegiatan yang seharusnya dikerjakan pada pola tiga puncak. b.
Automatisasi, yang menggunakan bantuan alat yang diprogram. Pada perebusan manual yang digunakan adalah kran” globe valve” yang
merupakan pemutaran beberapa kali dan membutuhkan waktu yang lama untuk bukatutup 100 dan 0. Karena kelemahan tersebut maka
dikembangkanlah automatisasi yang didasarkan pada waktu dan tekanan rebusan. Untuk mempertinggi efisiensi pengoperasian pembukaan dan
penutupan uap maka kran yang digunakan ialah “ butterfly valve” yang
Universitas Sumatera Utara
pembukaan dan penutupannya dibantu oleh alat “compressor” dan dikontrol dengan program.
i. Automatisasi dasar waktu, yaitu pembukaan dan penutupan kran
uap masuk, keluar dan air kondensat didasarkan pada waktu yang telah ditetapkan. Waktu yang menjadi dasar adalah tahapan waktu
selama perebusan. Tahapan yang diprogramkan didasarkan pada tekanan rebusan yang normal, dan apabila terjadi perubahan
tekanan uap dari “back pressure vessel” tidak menunda atau memperpanjang masa rebus. Dengan kata lain buah yang direbus
masak atau tidak masak kran buangan uap atas dan air kondensat secara otomatis akan terbuka.
ii. Aoutomatisasi dasar tekanan, yaitu masa rebusan dihitung bila
tekanan tercapai, hal ini berbeda dengan dasar waktu. Apabila penjumlahan waktu yang didasarkan pada tekanan uap dalam
sterilizer yang dirancang telah tercapai maka program logic computer PLC mengatur compressor untuk membuka dan
menutup kran. Pada program ini dapat dikembangkan untuk mengatur pemasukkan uap dalam pada sterilizer berarti bukan
hanya 0 dan 100, akan tetapi dapat diatasi 85 dan sebagainya.
6. Pengangkutan buah rebus
Buah rebus yang keluar dari rebusan segera akan dipipil. Lori tersebut ditarik dengan tali atau didorong dengan “forklift” atau “lako”. Buah tersebut
diangkut kealat bantingan dengan dua cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Tipler, yaitu buah yang berada dalam lori dituang ke dalam bak
yang berbentuk cone dengan cara berputar pada sumbu. Cara ini dahulu dikembangkan pada pabrik yang memiliki sterilisasi tegak.
Alat ini mempunyai kelemahan yaitu kerusakan pada “ Bunch elevator” akibat beban yang berat dan panas, yang menjadi
penyebab stagnasi. Kemudian ini dikembangkan pada pabrik yang membuat letak tippler lebih tinggi atau sama dengan alat bantingan
sehingga tidak menggunakan bunch elevator. b.
Hoisting crane Buah rebusan yang telah dikeluarkan dari sterilizer diangkut keatas
dengan menggunakan “hoisting crane”, yang kemudian dituang dengan cara memutar lori pada titik sumbu. Buak akan jatuh ke
mulut hopper yang dilengkapi dengan pipa penyanggah sehingga saat buah jatuh sudah dimulai dengan proses pemipilan. Interval
pengangkutan buah ke “Tresher” dilakukan secara kontiniu, yang didasarkan pada kapasitas olah dan kapasitas alat. P. M. Naibaho,
1996
2. 3. 5 Operasionasi dan perawatan rebusan
Rebusan merupakan sebuah bejana tekanan yang bekerja dengan tingkat resiko yang tinggi. Oleh karena itu, rebusan dan unit pendukungnya harus diperiksa sebelum
dioperasikan. Hal-hal yang perlu diperiksa antara lain packing pintu, alat penunjuk tekanan manometer, pelat penyaring kondensat, katup pengaman, cantilever, dan
pompa kondensat.
Universitas Sumatera Utara
i. Packing pintu
Kerusakan packing pintu biasanya terjadi pada baggian bawah pintu rebusan karena adanya genangan air kondensat. Kebocoran packing harus benar-benar
diperiksa. Jika ada yang bocor, harus segera dilakukan penggantian.
ii. Alat penunjuk tekanan manometer
Manometer terdapat di bagian atas pintu depan dan belakang rebusan. Fungsinya untuk menunjukkan apakah tekanan dalam perebusan masih ada
atau tidak. Operator harus memperhatikan apakah masih ada tekanan atau tidak pada saat hendak membuka pintu rebusan. Pastikan bahwa tekanan uap
di dalam rebusan banar-banar sudah nol sebab uap akan menyembur jika masih ada tekanannya.
iii. Pelat penyaring kondensat
Penyaring kondensat terdapat pada lantai dalam rebusan. Saringan ini harus sering diperiksa, jangan sampai tersumbat, air kondensat ini akan tergenang di
lantai rebusan dan mempercepat rusaknya packing pintu rebusan.
iv. Katup pengaman
Periksalah mekanisme katup pengaman, apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. Katup pengaman berfungsi sebagai pencegah terjadinya tekanan
berlebihan di dalam rebusan.
Universitas Sumatera Utara
v. Cantilever
Cantilever berfungsi sebagai rel untuk jalan keluar-masuk lori ke dalam reebusan. Cantilever harus dalam keadaan baik dan tidak baling twisted agar
lori yang keluar-masuk rebusan tidak terguling atau jatuh.
vi. Pompa kondensat
Lantai sekitar rebusan tidak boleh dugenangi oleh air kondensat karena temperatur air kondensat tinggi dan masih mengandung minyak yang
menyebabkan lantai menjadi licin.
Bagian dalam setiap bagian rebusan harus dibersihkan minimal dua minggu serta dilakukan pemeriksaan, perawatan, dan perbaikan yang dilakukan. Semua
peralatan rebusan memerlukan perhatian.
Katup pengaman harus diperiksa setiap bulan. Penyetelan-penyetelan terhadap pegas dari katup pengaman tidak boleh dilakukan sembarang orang, tetapi
oleh mekanik yang telah berpengalaman dibawah pengawasan seorang staf. Setelah melakukan perbaikan, katup pengaman harus dipasang segel. Untuk membuka segel
tersebut, harus seizin manager pabrik. Iyung Pahan, 2006
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Alat – alat
− Cawan Petridish
− Neraca Analitik
− Timbel
− Soklet
− Kondensor Pyrex
− Hot Plate
− Oven
− Desikator
− Kertas Saring
− Kapas
− Tang Jepit
− Labu Alas Pyrex 250 ml
3.2 Bahan
− Sampel Air Kondensat air rebusan
− N- Heksan
Universitas Sumatera Utara
3.3 Prosedur Percobaan
− Diambil sampel air kondensat pada tekanan 1,5 kgcm
2
, 2 kgcm
2
, dan 2,8 kgcm
2
. −
Didinginkan. −
Dimasukkan sampel air kondensat lalu ditimbang. −
Ditimbang cawan petridish yang telah dilapisi dengan kertas saring memakai neraca analitik.
− Dimasukkan cawan petridish yang telah berisi masing- masing sampel ke
dalam oven pada suhu 105
o
C selama 3 jam. −
Dikeluarkan sampel dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit.
− Ditimbang cawan yang telah diovenkan.
− Dimasukkan sampel ke dalam timbel lalu ditutup dengan kapas.
− Ditimbang labu alas kosong, kemudian diisi dengan n-heksan sebanyak 250
ml. −
Dimasukkan timbel ke dalam alat soklet. −
Diekstraksi dengan memakai kondensor sebagai pendingin dan hot plate sebagai pemanas selama 4 jam.
− Dikeluarkan timbel dari alat soklet dan n-heksan yang telah bercampur dengan
minyak hasil ekstraksi didestilasi. −
Labu alas yang berisi minyak dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105
o
C selama 2 jam.
Universitas Sumatera Utara
− Dikeluarkan labu alas dari oven kemudian dimasukkan ke dalam desikator
selama 15 menit. −
Dikeluarkan labu alas dari desikator lalu ditimbang kembali.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
DATA DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil 4. 1. 1 Data
Tabel 4.1 : hasil analisa Kehilangan minyak dan Kadar Nos Pada air Kondensat
NO. Air
Kondensat P
KgCm
2
T menit
A gr
B gr
Minyak NOS
1. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
1,5 2,0
2,8 90
19,5744 17,5770
18,1264 0,2620
0,2496 0,4479
1,34 1,42
2,47 6,72
3,69 8,36
2. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
1,5 2,0
2,8 90
172300 16,9966
17,8805 0,2326
0,2430 0,3915
1,35 1,43
2,19 5,43
3,48 9,92
3. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
1,5 2,0
2,8 100
17,1825 18,0494
17,0426 0,2354
0,2654 0,4158
1,37 1,47
2,44 6,61
4,40 9,44
4. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
1,5 2,0
2,8 100
12,7384 22,0463
10,0179 0,1949
0,3527 0,2806
1,53 1,60
2,80 2,74
3,18 4,04
5. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
1,5 2,0
2,8 110
19,9934 14,1670
17,8119 0,3359
0,2508 0,5147
1,68 1,77
2,89 6,09
4,30 7,68
6. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
1,5 2,0
2,8 110
17,8119 17,8119
21,5035 0,2832
0,3168 0,8967
1,59 1,79
4,17 6,68
4,68 13,05
Universitas Sumatera Utara
Keterangan P : Tekanan Steam
T : Waktu A: Massa air rebusan
B: massa minyak dalam air rebusan
4. 1. 2 Perhitungan
Dari data yang dikumpulkan di laboratorium, maka dapat dihitung kadar kehilangan minyak dan kadar NOS pada air kondensat hhang dinyatakan dalam
berat. −
Persentase kadar minyak pada air kondensat Kadar Minyak = berat minyak x 100
berat sampel −
Persentase Kadar NOS Non-Oil Solid pada air Kondensat
Kadar NOS = 100 - Minyak + Air
Sebagai contoh perhitungan diambil dari sampel No. 1 dari puncak I tekanan 1,5 Kgcm
2
.
Berat cawan kosong + contoh = 33,1623
Berat cawan kosong = 13,5879
Berat contoh = 19,5744
Universitas Sumatera Utara
Setelah penguapan dalam oven selama ± 3 jam Berat cawan kosong + Contoh setelah diovenkan
= 15,1655 Berat cawan kosong
= 13,5879
Berat Contoh setelah diovenkan = 1,5776
Berat minyak dalam air kondensat setelah diekstraksi Berat Labu + Contoh
= 110,4312 Berat Labu kosong
= 110,1692
Berat contoh = 0,2620
- Kadar Minyak = 0,2620 x 100
19,5744 = 1,34
- Kadar Air = Berat Sampel – Berat sampel setelah diovenkan x 100
Berat sampel
= 19,5744 – 1,5776 x 100 19,5744
= 17,9978 x 100 19,5744
= 91,94
Universitas Sumatera Utara
- Kadar NOS = 100 - 1,34 + 91,94
= 100 - 93,28 = 6,72
Sehingga didapat persentase rata- rata kadar minyak dan kadar NOS Non- Oil Solid di dalam air kondensat air rebusan yang telah dianalisa di laboratorium
PKS Rambutan: Tabel 4.2. : Pengaruh Tekanan Uap dan Lama Perebusan terhadap persentase Kadar
Minyak dan Kadar NOS Non-Oil Solid di dalam Air Kondensat Air Rebusan yang Dianalisa di Laboratorium PKS Rambutan
No. Sampel air
rebusan Tekanan
KgCm
2
Kehilangan Minyak Kadar NOS
90 menit
100 menit
110 menit
90 menit
100 menit
110 Menit
1. 2.
3. Puncak 1
Puncak 2 Puncak 3
Rata-rata 1,5
2,0 2,8
2,1 1,34
1,44 2,33
1,70 1,45
1,54 2,68
1,89 1,64
1,78 3,53
2,32 4,58
3,58 9,14
5,77 4,68
3,79 6,92
5,13 6,38
4,49 10,36
7,08
4.2 Pembahasan
Dari data analisa terlihat bahwa kehilangan minyak akan bertambah jika tekanan dan waktu perebusan bertambah. Adanya tekanan mengakibatkan
guncangan-guncangan dimana buah seolah-olah dikempa sehingga minyak keluar dari buah. Waktu perebusan yang semangkin lama maka kehilangan minyak dalam
Universitas Sumatera Utara
air kondensat akan semangkin tinggi. Dengan demikian penggunaan tekanan dan waktu perebusan yang optimal memperkecil kadar kehilangan minyak tanpa harus
mengurangi kualitas dari minyak yang akan dihasilkan. Pada perebusan 90 menit merupakan perebusan yang optimal. Pada perebusan ini diperoleh kadar lossis yang
rendah dengan mutu minyak yang dihasilkan baik. Jikalau waktu perebusan yang diberikan lebih dari 90 menit dapat mempengruhi tingginya lossis minyak pada air
kondensat, tandan kosong, ampas press, dan merusak mutu minyak yang dihasilkan. Selain itu waktu perebusan lebih dari 90 menit ini akan memperekecil kapasitas
olahan pabrik.
Kadar NOS Non-Oil Solid pada puncak kedua mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada pembuangan puncak pertama sebagian besar kotoran telah
terbuang. Pada puncak kedua ini buah mulai mengalami pemasakan. Dengan penambahan tekanan yang semangkin tinggi maka sisa-sisa pembuangan pada puncak
pertama dan puncak kedua serta kotoran yang masih tertinggal pada buah akan dibuang pada puncak ketiga. Tingginya kadar NOS tidak dipengaruhi oleh lamanya
waktu perebusan, akan tetapi dipengaruhi oleh banyaknya kotoran pada buah tersebut. Semangkin banyak kotoran pada buah maka kadar NOS pada air kondensat akan
semangkin tinggi.
Dari hasil analisa diperoleh kadar minyak pada air kondensat telah melewati ketentuan yang ditetapkan oleh pabrik, dimana kehilangan minyak pada air kondensat
yang telah ditentukan sebesar 0,7. Tingginya kadar kehilangan minyak dalam air kondensat pada PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi disebabkan:
Universitas Sumatera Utara
i. Penimbunan buah
Buah yang diolah sebaiknya langsung diolah dalam keadaan segar. Di lapangan dijumpai sering sekali buah menumpuk berhai-hari yang dapat meningkatkan
kadar ALB dan Kehilangan minyak pada air kondensat. ii.
Buah yang luka Buah yang luka mengakibatkan semankin tingginya tingkat kehilangan minyak
saat proses perebusan yang terbuang bersama air kondensat. Kerusakan buah ini terjadi pada pemanennan, pengangkutan, bahkan pada saat perlakuan di pabrik
terutama saat pemindahan buah ke Loading Ramp. iii.
Fraksi buah lewat matang Adanya fraksi buah lewat matang mempenggaruhi tingginya kadar minyak yang
hilang lossis pada air kondensat. iv.
Tekanan Uap Perebusan Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, perlu diperhatikan tekanan uap
perebusan yang digunakan. Tekanan uap perebusan yang optimal adalah 2,8 kgcm
2
. Apabila tekanan uap terlalu rendah akan menyebabkan sebagai berikut:
1. Buah kurang masak, mengakibatkan buah tidak terlepas dari tandan kosong
pada proses pemipilan, dan mengakibatkan tingginya tingkat kehilangan minyak yang tidak dapat terpipil pada janjang kosong.
2. Dalam perebusan tekanan yang tinggi dengan sendirinya mengakibatkan
temperature yang tinggi. Dengan penambahan uap yang terlalu rendah mengakibatkan masih tingginya kadar air pada biji yang mengakibatkan
kesulitan dalam pemisahan cangkang dengan inti sawit.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelumatan dalam digester tidak sempurna yang mengakibatkan sebagian
daging buah tidak terlepas dari biji. 4.
Ampas fiber masih basah yang mengakibatkan pembakaran dalam ketel uap tidak sempurna.
Aapabila tekanan uap perebusan tinggi akan menyebabkan: 1.
Buah menjadi memar, kerugian minyak dalam air kondensat dan tandan kosong bertambah.
2. Mutu minyak akan turun.
3. Buah akan menjadi gosong, disebabkan karena kenaikkan tekanan yang sejalan
dengan meningkatkan temperature. v.
Waktu perebusan. Waktu perebusan yang terlalu lama akan meningkatkan kehilangan minyak pada
air kondensat , tandan kosong, dan ampas press. Waktu perebusan yang optimal adalah 90 menit.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan