Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

(1)

i

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

Kategori : Tugas Akhir

Nama : Elfrida Sami Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 112401090

Program Studi : D3 Kimia Industri

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2014

Diketahui

Program Studi Diploma 3 Kimia

Ketua, Dosen Pembimbing

Dra.Emma Zaidar,M.Si Drs.Albert Pasaribu, M.Sc NIP: 195512181987012001 NIP: 196408101991031002

Diketahui/Disetujui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP : 195408301985032001


(2)

ii

PERNYATAAN

PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT

DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK(TRIPLE PEAK)

DI PTPN IV PABATU TEBING TINGGI

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2014

ELFRIDA SAMI SIREGAR 112401090


(3)

iii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah nya serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini berjudul ”Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di PABATU Tebing Tinggi ”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk melengkapi gelar Ahli Madya pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Kimia Industri D3 Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini,penulis banyak sekali menemukan masalah,namun berkat bantuan dari semua pihak,sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilakasanakan,kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta H.Gulam Syami Siregar dan Ibunda tercinta Hj.Ummi Harahap SPd,I yang sangat penulis sayangi yang telah memberikan dukungan moril dan materil,serta dukungan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Adinda penulis, Raja Syarif Siregar,Iyas Alwi Siregar, dan Siti Rahmalia Siregar yang sangat penulis sayangi yang telah memberikan semangat,dukungan,dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Bapak Dr.Albert Pasaribu selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu,tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

4. Ibu Dra,Saur Lumbanraja.M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik. 5. Bapak Dr. Sutarman,M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

6. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

7. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, MS selaku Ketua Prog.Studi D3 Kimia.

8. Bapak / Ibu Staff pengajar khususnya Program Studi Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

9. Sahabat penulis Icha , Af, Fitri, Emi, Perdinal, Ilham, Siti, Ila, Novita, Wira, dan terutama buat Alex Leo Pasaribu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

10. Teman-teman penulis selama Praktek Kerja Lapangan (PKL), Widya Mustika Sari, Ahmad Ridhoan Siregar dan Anrul Yusuf Nasution.


(4)

iv

11. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Kimia Industri ‘011 dan para staff di

PTPN IV kebun Pabatu.

12. Kak Dina, Abang Eko, Abang Putra dan Awi yang telah berbaik hati dan bersedia memperbolehkan penulis berada dirumahnya selama PKL.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih banyak sekali kekurangan dalam materi dan cara penyajian maupun penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat baik dan membangun kesempurnaan Karya Ilmiah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Ilmiah ini. Penulis berharap Karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.


(5)

v

ABSTRAK

Perebusan merupakan tahap awal dalam proses pengolahan kelapa sawit yang pengaruhnya sangat besar terhadap proses pengolahan selanjutnya. Proses perebusan ini merupakan penenttu baik buruknya mutu dan jumlah hasil olahan suatu pabrik. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan steam dengan tekanan dan waktu yang berbeda-beda. Semakin tinggi tekanan maka semakin banyak uap panas (steam) yang digunakan. Perebusan rata-rata dari kadar minyak didalam air kondensat di laboratorium PKS Pabatu-Tebing Tinggi adalah : 0,50%. Tekanan optimal yang digunakan adalah 2,73 kg/cm2dan waktu perebusan yang digunakan adalah 80 menit. Dan sistem perebusan yang terbaik adalah yang digunakan adalah perebusan system tiga puncak(Triple Peak).


(6)

vi

THE INFLUENCE PRESSURE AND STERILIZATION TIME OWARD LOSE OIL IN CONDENSAT WATER AT STERILIZATION

STATION WITH USETRIPLE PEAKSISTEM STERILIZATION IN PTPN IV

PABATU - TEBING TINGGI

Abstract

Sterilization is the first process in palm oil, which the big influential toward furthermore process. This process is decision for good or not quality one quantity result in a factory. Sterilizing is done by flowing the steam with different pressure and time the higher pressure the more steam will be used. The percentage average of oil content in condensate water in laboratory PKS Pabatu-Tebing Tinggi are : 0,50%. The pressure used in 2.73 kg/cm2and time used is 80 minute. And the triple peak system is a good sterilizer system used.


(7)

vii DARTAR ISI Halaman PERSETUJUAN i PERNYATAAN ii PENGHARGAAN v ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

Bab 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan 3

1.5 Manfaat 3

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit 4

2.1.1. Varietas Kelapa Sawit 5

2.2. Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit 9 2.2.2Faktor-Faktor yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa

Sawit 12

2.3. Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit 15

2.4. Perebusan (Sterilisasi) 16

2.4.1Tujuan Perebusan 18

2.4.2 Mesin dan Peralatan 24

2.5. Prosedur Pengoperasian 25

2.5.1 SebelumMulai 25

2.5.2 Mulai 27

2.5.3 Waktu Lama Perebusan 28

2.5.4 Penghentian 29

2.5.5 Pencatatan Ketel Rebusan Secara Berkala 30

BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1. Alat 32

3.2. Bahan 32


(8)

viii

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 34

4.1.1 Pengolahan data 34

4.2. Pembahasan 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran 37


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul

Halaman

2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 15

2.3 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit dan

Minyak Inti 17

4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air


(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses produksi di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimulai dengan mengolah bahan baku sampai menjadi produk, yang bahan bakunya adalan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Pengolahan (TBS) kelapa sawit di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari tempat pengangkutan hasil sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil-hasil samping lainnya seperti inti sawit (kernel).

Tandan buah Segar (TBS) mengandung sejumlah zat yang harus dimusnahkan terlebih dahulu untuk mencapai pengolahan yang efisien. Suasan lembab dengan suhu yang tinggi dalam perbusan akan mengaktifkan enzim-enzim lipase dan lipoksidase yang terdapat dalam buah sehingga hidrolisis minyak menjadi asam lemak bebas dan proses oksidasi minyak dapat dihentikan. Oleh karena itu tandan yang dipanen harus dapat direbus atau distrilisasi secepatnya.

Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang baik,tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan (bleaching). Proses perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2dan waktu antara 80-90 menit merupakan yang paling optimal karena menghasilkan


(11)

minyak dan inti yang memuaskan. Selain itu, pada proses perebusan juga perlu dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar. Dan sistem perebusan yang terbaik digunakan adalah pola perebusan dengan sistem tiga puncak (triple peak). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan steam dengan tekanan yang berbeda-beda yang sesuai dengan sistem tiga puncak yang digunakan, dimana semakin tinggi tekanan,maka akan semakin banyak uap panas (steam) yang digunakan. Perebusan yang terlalu lama juga akan menyebabkan kehilangan minyak yang cukup tinggi.

Dari proses perebusan kelapa sawit akan diperoleh air kondensat yang masih mengandung minyak pada stasiun perebusan. Untuk stasiun perebusan batas normanya 0,50%. Karena angka pengutipan pengoptimalan pada pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan efisiensi kepemilikan pabrik. Oleh karena itu, setiap buangan air kondensat atau sisa buangan lainnya dari proses pengolahan harus dianalisa dengan teliti. Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun hasil besarnya : PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU

PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR

KONDENSAT DI STASIUN PEREBUSAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM TIGA PUNCAK (TRIPLE PEAK) DI PTPN IV PABATU-TEBING TINGGI.

1.2 Permasalahan

Apakah kadar minyak yang hilang dalam perebusan di stasiun perebusan tidak melebihi batas norma yang telah ditetapkan oleh pabrik ataupun perusahaan.


(12)

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah tersebut adalah Bagaimana Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Angka Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan.

1.4 Tujuan

Untuk mengetahui besarnya angka kehilangan minyak pada tekanan dan waktu perebusan yang berbeda dengan menggunakan sistem 3 puncak (triple peak).

1.5 Manfaat

Dari hasil analisa yang diperoleh dalam percobaan yang dilakukan dilaboratorium PKS Pabatu-Tebing Tinggi pada angka kehilangan minyak di stasiun perebusan apakah angka tersebut sudah memenuhi batas norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan.


(13)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeais Guinensis Jacq) berasal dari Nigeria,Afrika Barat. Meskipun demikian,ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Tanaman kelapa sawit ini dimasukkan pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma nuftah pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. (Yan Fauzi, 2008).

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit( palm kernel meal atau pellet).

Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan bungkil inti kelapa sawit adalah pabrik Ekstraksi Minyak Kelapa Sawit di Belawan-Deli. Minyak inti kelapa sawit tersebut hampir seluruhnya diekspor. Pada tahun 1973 jumlah minyak kelapa sawit yang diekspor adalah 8.009.188 kg dengan nilai ekspor US $ 3.434.986,05, sedangkan bungkil yang diekspor


(14)

6.200,068 kg dengan nilai US $ 540.005,05. Pada tahun 1974 bungkil inti kelapa sawit yang diekspor adalah 17.657.583 kg dengan nilai ekspor US $ 1.115.884,64.

Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standard an pengawasan mutu bungkil inti kelapa sawit untuk memberikan jaminan mutu pada konsumen. (S. Ketaren,1986).

2.1.1 . Varietas Kelapa Sawit

Secara botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (atau kulit), mesocarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut pericarp, dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/kernel (umumnya hanya satu). Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat, dan sebuah embrio. Salah satu sifat ekonomis yang penting dari kelapa sawit yaitu ketebalan cangkang.Sifat ini diidentifikasikan oleh Beirnaert dan Venderweyen pada tahun 1941 sebagai sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal. Adapun tipe kelapa sawit berdasarkan penampangan irisan buah ataupun ketebalan cangkang dan daging buah, yaitu:

1. Pisifera

Tanaman pisifera mempunyai alela homosigot resesif (sh-sh-) sehingga tidak membentuk cangkang. Umumnya, tanaman pisifera gagal membentuk buah sehingga umumnya tidak ditanam secara komersil di perkebunan. Walaupun demikian, beberapa jenis pisifera tetap fertile dan mampu berkembang biak. Menurut hasil penelitian, pisifera yang steril dapat juga menghasilkan buah normal jika infloresennya secara teratur disemprot dengan auksin setelah terjadi anthesis.


(15)

2. Dura

Tanaman tipe dura (tebal cangkang 2-8 mm) mempunyai alela homosigot dominan (sh+sh+) yang menghasilkan cangkang tebal. Hibrida dari dura x pisifera yaitu tanaman tenera. Daging buah relative tipis, yaitu 35-50% terhadap buah. Daging biji (kernel) besar dan memiliki kandungan minyak yang rendah. Sedangkan dalam persilangan, dapat dipakai sebagai pohon induk betina.

3. Tenera

Tanaman tipe tenera yang mempunyai alela heterosigot dominan (sh+sh-). Tenera mempunyai cangkang yang tipis (0,5-4mm) dan dikelilingi oleh cincin-cincin serat pada mesocarp nya. Varietas tenera lebih disukai untuk penanaman komersial karena kandungan minyak nya didalam mesocarp nya lebih tinggi daripada dura. Selain itu, dikenal juga istilah macrocarya, yaitu varietas dura yang mempunyai cangkang (6-8 mm). Terminologi macrocarya akhir-akhir ini sudah tidak dipakai lagi karena tidak merupakan sifat genetik signifikan.

Berdasarkan tipe buah yang abnormal, dikenal juga jenis kelapa sawit poissoni dan diwakkawakka yang mempunyai dua lapisan daging buah yang menyelimuti buah utama. .Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan dari androecium bunga betina dan didalamnya kadang-kadang dijumpai struktur yang sifatnya mirip dengan cangkang dan kernel.

Pembagian tipe buah berdasarkan warna kulit buah dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe, yaitu nigrescens, virescen, dan albescen.


(16)

1. Nigrescens

Buah nigrescens berwarna ungu sampai hitan pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu matang. Tipe buah nigrescens hamper dominan ditemukan pada varietas tenera yang ditanam secara komersil di Indonesia.

2. Virescens

Pada waktu muda, buah virescens berwarna hijau dan ketika matang warnanya berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijau-hijauan.

3. Albescens

Pada waktu muda, buah albescens berwarna keputih-putihan sedangkan setelah matang berwarna kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna kehitam-hitaman.

Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setlah berumur sekitar 24-30 bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan menurun setelah umur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS pertahun dengan berat 3-40 kg pertandan. Tergantung dari umur tanaman. Dalam satu tandan terdapat 1.000-3.000 brondolan dengan berat sekitar 10-20 g. ( Iyung Pahan,2007).


(17)

2.2 Minyak Kelapa Sawit

Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H dan O. minyak sawit inti terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa. Secara lebih terinci, komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam ketiga jenis minyak nabati tersebut.

Minyak sawit yang digunakan sebagai bahan produk pangan biasanya dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Dewasa ini, produksi CPO Indonesia sebagian besar di fraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goring domestic sebagai pelengkap minyak goring dari minyak sawit. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng yang lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui memiliki fungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. keunggulan lainnya antara lain adalah karena kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goring yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goring bersifat lebih awet dan makanan yang di goring


(18)

dengan minyak ini tidak cepat tengik. Untuk keperluan pangan, prospek minyak sawit banyak ditentukan oleh situasi minyak kedelai.( Tim Penulis,1997)

TBS yang telah ditimbang beserta lorinya selanjutnya direbus didalam sterilizer atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekana uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 1250C. perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak sawit dan pemucatan kernel. Sebaliknhya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang rontok dari tandannya. Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry panagn dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian,kesegaran,maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. (Fauzi Yan,2002).

2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda terigliserdanya, hanya berbeda dalam bentuk (wijud).Disebut minyak jika bentuknya cair dan lemak jika bentuknya padatan.Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikantan gliserol dengan 3 molekul asam lemak.


(19)

CH2–OH + R1–COOH CH2–COOR1

CH –OH + R2–COOH CH–COOR2 + 3H2O

CH2–OH + R3–COOH CH2–COOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Asam– asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama. Sifat trigliserida akan tergandung pada perbedaan asam –asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam – asam lemak ini tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya.

Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam – asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan.Asam–asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan memiliki panjang rantai serupa.

Dua jenis asam lemak yang paling dominan dan asam yaitu asam palmitat C16 : 0 (jenuh) dan asam oleat C18 :1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit sebagai berikut.

C12:0 Larutan - 0,2% C18:2 Linoleat - 10,1%

C14:2 Myristat - 1,1% Lainnya - 0,9%

C16:0 Palmitat - 44,4% C18:0 Stearat - 4,5% C18:1 Oleat - 39,2%


(20)

Minyak tesebut jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut.

CH2–COOR1 + CH2–OH

CH–COOR2 + H2O CH–COOR2 + R1COOH

CH2–COOR3 + CH2–COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi mrupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak bebas.Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebahagian besar tirikat dalam ester.Trigliserida dapat berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara ilmiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1 –C8 berbentuk cair, sedangkan kika lebih dari C8akan berbentuk padat.

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat.Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8.Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung.Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin.


(21)

2.2.2 Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit yang di simpan akan mengalami penurunan mutu jika tidak ditangani tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis.

a. Reaksi perubahan kualitas minyak

Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan olrh beberapa faktor, aksi enzim, aksi mikroba, serta dan reaksi kimia.

1. Absorbsi bau dan kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak (lemak) dapat mngabsorpsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorpsi dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, dimana akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.

Proses absorbsidan kontaminasi dari tempat menyimpanan dapat dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy.Bahan yang berasal dari seng tidak di anjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.

2. Aksi enzim


(22)

tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordinasi antarasel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam.

Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan waran gelap dan proes pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa diusahakan dengan prnyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50oC

3. Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi jika jika masih terdapat dalam jaringan.Namun, minyak yang telah dimurnikan pun masih mengandung mikroba yang berjumlah maksismum 10 organisme setiap gramnya.Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas,bau sabun, bau tengik, dan perubahan warna minyak.

4. Reaksi kimia

Kerusakan minyak kelapa sawit terutama disebabkan karena faktor absorpsi dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba selama ini kurang diperhatikan dan dapat diabaikan.Hal ini disebabkan karena faktor penyebab tersebut pengaruhnya memamng kecil terhadap produk minyak kelapa sawit. Faktor penyebab kerusakan minyak kelapa sawit yang perlu mendapat perhatian


(23)

dan besar pengaruhnya yaitu kerusakan karena aksi kimia, yaitu hidrolisis, oksidasi, polimerisasi, dan lain–lain.

Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya hidrolisis, kandungaan air dalam minyak harus diushakan smiminimal mungkin.

Reaksi oksidasi minyak kelapa sawit akan mengasilkan senyawa aldehidadan

keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan, pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakn pigmen warna, penurunan kendungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50–55oC) yang mematikan aktivits mikroorganisme.

Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul lain sehingga membentuk molekul lain yang lebih besar dengan berat molekul yang lebih besar. Polimerisasi pada minyak merupakan kelanjutan dari reaksi oksidasi dan pemanasan.Polimer yang terbentuk mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari trigliserida. Jika disimpanan dalam temperatur kamar, polimer akan membentuk Kristal – kristal halus yang sukar larut dalam minyak. Jika polimerisasi berlanjut terus, akan terbentuk bahangumyang mengendap.( Iyung Pahan,2007)


(24)

Tabel 2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Subtansi Kandungan

Asam Lemak Bebas (FFA) 3–5 %

Gums (phospholipid dan phosphotida) 300 ppm

Kotoran 0,01 %

Cangkang Trace

Kadar air 0,15 %

Trece metal 0,50 %

Produk–produk oksidasi Trace

Total karotenoid 500–1.000 mg/ke

2.3 Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,

kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point),titik perlunakan,

slipping point, shot melting point;bobot jenis, indeks bias, titik keruhan (turbidity poin),titik asap, titik nyala dan titik api.

Beberapa sifat fisiko-kimia darikelapa sawit nilainya dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Nilai Sifat Fisiko - Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti

Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

0.900 0,900–0,913

Indeks bias D 40oC 1,4565–1,4585 1,495–1,415

Bilangan Iod 48–56 14–20

Bilangan penyabunan 196–205 244–254

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna.


(25)

WarnaOrange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam –asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sadangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaanbetaionone.

Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawitmengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.(Ketaren,2008)

2.4 Perebusan (Sterilisasi)

Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan pada umumnya yaitu bejana tekan horizontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25-27 ton TBS). dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar 1350 C dan tekanan 2,0-2,8 kg/cm2 selama 80-90 menit. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal.

Dalam pengalaman, diketahui bahwa untuk merebus dengan tekanan uap 3 bar (3,06 kg/cm2) selama 25 menit akan memberikan hasil yang sama seperti merebus dengan tekanan uap 1,5 bar selama 55 menit. Dari pengalaman ini, bisa dilihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan maka akan semakin cepat pula waktu perebusan. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan


(26)

minyak dan inti sawit. Pada minyak sawit juga harus diperhatikan tongkat pemucatannya. Oleh karenan itu, inti sawit yang diperoleh harus berwarna putih.

Perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2 dan waktu antara 80-90 menit merupakan yang paling optimal karena menghasilkan minyak dan inti sawit yang memuaskan. Selain itu, pada proses perebusan juga perlu dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar dan digantikan oleh uap air sebagai media perebusan. Pengurasan udara dilakukan pada saat awal proses perebusan, dimana uap dimasukkan melalui kran pemasukan (inlet valve), sedangkan kran pengeluaran dibiarkan terbuka. Pengurasan lainnya dilakukan pada saat tekanan mencapai puncak pertama pada tekanan 2,3 bar dan pada puncak kedua dengan tekanan sekitar 2,5 bar. Setelah pengurasan pada puncak kedua selesai,uap dimasukkan hingga mencapai tekanan sekitar 2,8 bar dan dipertahankan terus selama beberapa lama sesuai kebutuhan.

Tata cara yang harus dilakukan untuk memperoleh perebusan normal sebagai berikut:

1. 13 menit pemasukan uap pertama dari 0-23 kg/cm2, termasuk menguras udara 2 menit

2. 2 menit pembuangan uap pertama sampai tekanan menjadi 0. 3. 12 menit pemasukan uap kedua kali sampai tekanan 2,5 kg/cm2. 4. 2 menit pembuangan uap kedua kali sampai tekanan menjadi 0. 5. 13 menit pemasukan uap ketiga kali sampai tekanan 2,8 kg/cm2. 6. 43 menit tekanan uap ditahan pada 2,8 kg/cm2.


(27)

2.4.1 Tujuan Perebusan

Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah di pucatkan (bleaching). Proses perebusan sangat menetukan kualitas hasil pengolahan pabrik kelapa sawit. (Iyung Pahan,2007)

Tujuan dari perebusan yaitu sebagai berikut:

a. Menghentikan proses peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) karena pemanasan saat perebusan dapat mematikan aktivitas anzym – enzyme yang dapat menigkatkan kadar ALB. Menurut penelitian, enzim sudah tidak beraktivitas pada temperature 50oC.

b. Memudahkan brondolan terlepas dari tandan pada waktu peroses penebahan. c. Mengurangi kadar air brondolan, memudahkan proses pada digerster/kempa

dan proses pengutipan minyak di sitasiun klarifikasi adanya perubahan komposisi kimiamesocorp(daging buah)

d. Mencegah timbulnya biji berekor di Digesteryang dapat meningkatkan losis minyak

e. Mengurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan inti lekang dari cangkang serta minigkatkan efisiensi pada saat proses pemecahan biji di

creackeratauripple mill.

a) Tekanan Uap dan Lama Perbusan

Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan dan efisiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik. Semakin kecil tekanan uap semakin lama perbusan. Sebaliknya, semakin tinggi tekanan uap


(28)

makan semakin pendek waktu perbusan.Perebusan menggunakan steam

bertekanan 2,8 s/d 3,0 kg/cm2dan temperatur 135 s/d 140oC serta siklus merebus 90 s/d 100 menit.

Untuk menjaga tekanan uap tetap tinggi (> 2,8 kg/cm2), maka diperlukan koordinasi antara operator rebusan, operator boiler dan operator kamar mesin. Terutaman terhadap operator rebusan, bila tekanan uap turun, maka secepatnya harus segera menginformasikan ke operator boileruntuk dicari penyebab dan solisinya. Sebenarnya sebelum sampai di rebusan, operator kamar mesin sudah harus tahu terlebih dahulu bila tekanan uap turun dan harus menginformasikan kepada operator boiler. Tanpa kerjasama yang baik antar operator tersebut diatas, maka mustahil tekanan uap dapat dipertahankan pada 2,8–3,0 kg.cm2.

Selain tekanan uap, lama perebusan buah sangat tergantung pada faktor kematangan buah dan kondisi buah (segar/restan/buah kecil/buah besar). Waktu rebus yang optimal pada umumnya ditentukan oleh lamanya menahansteam pada puncak – III (holding time). Terhadap buah segar dengan klon dan kriteria kematangan yang berlaku saat pada tekanan uap 2,8 – 3,0 kg/cm2, holding time

dilakuan selama 45 – 55 menit. Lamanya holding timeyang paling tepat disetiap kebun harus disesuaikan dengan indikator kandungan minyak dalam air kondensat (≤ 0,50%) terhadap contoh dan kattekopen(≤ 0,50%).


(29)

 Kandungan minyak dalam air kondensat berasal dari minyak yang meleleh disebabkan brondolan terluka/memar karena terbanting dan perebusan yang terlalu lama (normal 0,50% terhadao contoh)

 Kandungan minyak dalam tandan kosong karena waktu perebusan yang terlalu lama (norma 0,39% terhadap TBS)

 Brondolan tidak lepas dalam tandan kosong akibat perbusan yang terlalu singkat atau temeratur yang rendah atau air kondensat tidak terbuang habis (norma 0,16% terhadap TBS)

Tekanan uap yang rendah (< 2,8 kg/cm2) dan waktu rebus yang tidak cukup akan mengakibatkan :

 Buah kurang masak, sebahagian brondolan tidak lepas dari tanda (katteopen/unstriped bunch) yang mengakibatkan losis dalam tandan kosong bertambah.

 Pelumatan dalamDigestertidak sempurna, sebahagian daging tidak lepas biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian minyak pada ampas dan biji bertambah,

 Ampas (fibre) basah mengkibatkan pemakain bahan bakar lebih boros peroses pembakaran di ketel uap (Boiler).

Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu masak sehingga kantong minyak di mesocorp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat losis minyak dalam air rebusan (kondenst) dan janjangan kosong menjadi naik dan merusak mutu minyak/inti.


(30)

b) Temperatur, Pembuangan Udara dan Air Kondensat

Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara/air kondensat di dalam rebusan, maka semakin rendah temperature yang dicapai.

Keterangan :

Udara

Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam suatu ruang kosong dalam ketel rebusan, maka udar bisa menjadi isolator panas. Bila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarin secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap (tirbulensi) yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke dalam buah tidak sempurna (proses perebusan tidak sempurna). Akibatnya adalah banyak brondolan masih terikut tandan kosong (brondolan tidak mudah lepas pada saat dibanting di Thresher).

Cara mengeluarkan udara pada saat merebus adalah sebagai berikut :

 Udara yang ada di dalam ruang kosong ketel rebusan.

Udara ini berpengaruh terhadap penurunan temperatur karana menimbulakan turbulensi di dalam rebusan. Pembuangan udara ini dilakukan sebelum puncak pertama dengan cara menutup kran steam outlet dan tetap membuka kran air kondensat pada saat steam dimasukkan ke rebusan. Kran air kondensat baru ditutup bila steamtelah nampak keluar dari silencer. Karena berat jenis udara lebih besar dibandingkan dengansteamdan kran air kondensat terletak di bagian bawah ketel rebusan, maka pada waktu steam masuk (dari bagian atas ketel rebusan) mendorong udara keluar melalui kran air kondensat. Steam yang


(31)

telah Nampak keluar dari silencer menunjukkan bahwa seluruh udara di dalam ketel rebusan telah terdorong keluar olehsteam.

- Udara yang ada di antara brondolan dalam tandan

Udara ini dapat mengisolasi steam dan panas masuk ke bagian dalam tandan sehingga brondolan bagian dalam tidak masak dan sulit terlepas.

Pembuangan udara ini terjadi pada perebusan puncak-I dan ke-II dengan cara melakukan kejutan (pembuangan steam) secepat mingkin. Kejutan atau pembuangansteam yang dianggap baik dari 2,0–20,5 cm2/kg ke 0 cm2/kg adalah 2 menit. Pembuangan steam yang lebih lama dari 2 menit berarti kurang memberikan kejutan dan udar di antara brondolan dalam belum keluar. Diharapkan dengan adanya puncak-I dan ke-II, udara didalam tandan sudah tidak ada dan proses perebusan yang sebenarnya pada puncak –III, dapat dilakukan dengan sempurna karena steam/panas dapat menembus ke bagian dalam dari tandan.

Pada pipa inletsteam di bagian atas dalam ketel rebusan dipasng plat pembagi

steam (steam distributor plate) agar steam yang masuk kedalam ketel rebusan cepat merata keseluruh ruang ketel rebusan.

Pembuangan udara bersamaan dengan pembuangan steam dapat dilakukan sebganyak 3x, yaitu pada saat pembuangan steam puncak I, II, III. Berhubungan pipa pembuangan udara (blow up)dan air kondensat terpisah di atas dan dibawah, maka karan outletair kondensat harus dibuka lebih dahulu dan 1 menit kemudian menyusul pipa steam outlet. Hal ini dimaksudkan agar udara dan air kondensat


(32)

yang berada di bagian bawah terdorong keluar terlebih dahulu, baru kemudian dipercepat penurunan tekanannya dengan pembuangan steam. Dengan demikian diharapkan udara benar–benar bersih dan penurunan tekanan dapat dengan cepat (2menit).

Air Kondensat

 Air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil proses kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat dan udara di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur perebusan menjadi turun. Temperatur noramal di dalam ketel rebusan yang bertekanan 2,8–3,0 kg/cm2adalah 130–135oC.

 Buah yang terendam air kondensat, dipastikan tidak masak. Kalupun buah tidak terendam, tetapi air kondensat masih ada yang tertinggal dalam rebusan dapat menyebabkan perebusan kurang masak karena temperatur tidak tercapai.

 Pembuangan air kondensat dilakukan 6x yaitu pada saat pembuangan steam

puncak I, II, II, dan 3x pada saatholding time.Diharapkan dengan banyaknya frequensi pembuangan tersebut maka air kondensat sudah habis pada saat akhir perebusan. Sebagai indikator air kondensat telah habis dalam ketel rebusan adalah pada saat pintu rebusan dibuka tidak ada lagi air kondensat yang keluar.

 Bila proses pembuangan kondesat sudah dilakukan seperti tersebut diatas dan air kondensat ternyata masih tersisa, maka perlu dilihat insatalasi yang kemungkinan dapat menjadi bottle neck, yaitu jumlah dan diameter pipa pembangunan air kondensat, kebersihan dan jumlah luas penampungan lobang


(33)

stainer serta ketinggian pipa pembuangan air kondensat dibandingkan

blowdown silencer.

2.4.2 Mesin Dan Peralatan

1. Rebusan

2. PLC (Programable Logic Control) 3. Presure and Temperatur Recorder 4. Silencer

5. Alat Ukur

a. Rebusan

Bejana uap berbentuk slinder yang berfungsi sebagai tempat perebusan TBS dengan memasukkan uap kedalm bejan tersebut pada tekanan, temperatur dan waktu tertentu.

b. PLC (Programable Logic Control)

Suatu alat yang digunakan mengatur sistim penekanan secara otomatir melalui variable waktu dan tekanan.

c. Presure and Temperatur Recorder

Suatu alat yang berfungsi merekam tekanan, temperatur dan waktu dalam proses perebusan yang terbaca pada kertas grafik.


(34)

d. Silencer

Suatu alat yang berbentuk silinder tegak yang berfungsi untuk meredam tekanan uap buang dan air kondensat dari proses perebusan

e. Alat Ukur

Monometer adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur tekanan uap dalam ketel rebusan. Thermometer adalah alat ukur yang berfungsi untuk mengukur temperature uap dalam ketel rebusan.

2.5 Prosedur Pengoperasian 2.5.1 Sebelum mulai

a) Periksa semua paking pintu rebusan apakah ada kerusakan dan pastikan bahwa wearing plate & rail track dalam keadaan bersih.

b) Periksa mekanisme sistem keamanan pintu rebusan dan pastikan bahwa alat tersebut berfungsi dengan baik.

c) Periksa alat pengukur tekanan (manometer) dilengkapi dengan syphon dan pengukuran temperatur (thermometer), pastikan bahwa alat ini tidak rusak. d) Bersihkan daerah sekitar rebusan dan parit dibawah jembatan penopang rel di

depan rebusan dari brondolan/sampah yang tercecer.

e) Periksa plat saringan kondensat (strainner) dan bersihkan bila tersumbat brondolan atau sampah.

f) Pastikan bahwa lintasan rel dan mobile cantilever dapat dipakai dengan baik dan bersih.


(35)

g) Pastikan kertas grafik dan pena grafik sudah terpasang sebelum proses perebusan

h) Jumlah rebusan yang dioperasikan sangat menentukan dalam kesempurnaan proses perebusan. Pada pabrik berkapasitas olah 30 ton TBS/jam, akan lebih efesien dan sempurna bila dioperasikan 2 unit ketel rebusan kapasitas 10 lori dan siklus merebus maksimum 100 menit. Hal ini didasarkan atas pertimbangan :

 Pemanfaatan steam yang lebih hemat dibandingkan dengan pengoperasian 3 ketel rebusan, sekaligus menghemat bahan bakar cangkang

 Perawatan rebusan dapat dilakukan lebih maksimal karena selama pabrik beroperasi, terhadap rebusan yang tidak dioperasikan, masih dapat dilakukan perawatan

 Buah yang sudah direbus, tidak terlalau lama menunggu dituang ke Auto Feeder karena kapasits 2 rebusan @ 10 lori dengan isian rata – rata 2,5 ton dan siklus merebus 100 menit adalah 30 ton TBS/jam (seimbang dengan kapasitas instalasi berikutnya)

Perhitungan jumlah rebusan yang dioperasikan adalah sebagai berikut :

Rata–rata isian lori : 2.500 kg

Siklus merebus : 100 menit

Jumlah lori dalam satu Rebusan : 10 buah

Kapasitas olah : 30 ton TBS/jam

Kapasitas olah dengan mengoperasikan 2 rebusan : 2 x 10 lori x 2.5 ton/lori x 60/100 = 30 ton TBS/jam


(36)

2.5.2 Mulai

Posisi/kondisi rebusan sebelum pengoperasian perebusan adalah sebagai berikut :

a) Tekanan rebusan dalam keadaan nol.

b) Posisi kran pemasukan uap ( steam inlet ) dalam keadaan tertutup, kran pengeluaran uap (blow up), kran kondensat, dank ran control tekanan uap di samping pintu rebusan dalam keadaan terbuka.

c) Perebusan :

Perebusan pertama yang dilakukan adalah terhadap restan buah dari pengolahan hari sebelumnya yang sudah berada di dalam rebusan. Restan buah yang ada di dalam ketel rebusan terdiri terdiri dari buah yang sudah masak dan ½ masak. Terhadap buah yang masak dilakukan pemanasan sampai tekanan 2 kg/cm2 dan steam langsung dibuang. Sedangkan terhadap buah ½ masak dilakukan perebusan lanjutan hari sebelumnya sampai selesai. Bila TBS restan sudah selesai dipanaskan/dimasak maka baru dilakukan perebusan buah segar.

 Masukkn lori TBS segar ke dalam rebusan bersamaan dengan penarikan yang sudah masak (khusus untuk rebusan 2 pintu)

 Lori TBS berada di dalam rebusan, tutup pintu rebusan dan kunci dengan kuat. Tutup kran control tekanan uap, tutup kran pembuangan steam(blow up) dan buka kran kondensat.

 Buka perlahan – lahan kran pemasukan uap. Setelah 2 menit, tutup kran kondensat.


(37)

2.5.3 Waktu/lama perebusan

Yang dimaksud dengan waktu/lama prebusan adalah waktu yang diperlukan untuk proses merebus mulai dari memesukkan uap pada puncak satu s/d mengeuarkan uap (blow - OFF) pada puncak tiga. Waktu/lama perebusan berbeda dengan siklus merebus.

Siklus merebus adalah waktu perebusan ditambah dengan waktu/lamanya membuka /menutup pintu rbusan dan mengeluarkan/mamasukkan lori ke dalam rebusan.

Waktu yang diperlukan untuk satu siklus perebusan adalah 90 – 100 menit dan dibagi dalam tiga puncak yaitu :

a) Puncak satu (15 menit)

 Kran pemasukan uap (steam inlet) dibuka13 menit untuk mencapai tekanan 2,3 kg/cm2termasuk pembuangn udara dalam ketel rebusan selama 2 menit.

 Kemudian kran steam intel ditutup. Kran pembuangan kondensat dibuka telebih dahulu dan 1 menit kemudian kran steam outler (blow up) dibuka dengan cepat untuk menurunkan tekanan menjadi 0 kg/cm2.

 Kran kondensat dank ran steam outlet(blow up) ditutup kembali, kemudian kransteam inletdibuka untuk puncak kedua.

b) Puncak kedua (63 menit)

 Kran Steam inletdibuka penuh untuk mencapai tekanan 3.0 kg/cm2 selam 14 menit.


(38)

- Selamaholding timedilakukan pembuangan kondensat dengan cara membuka kran kondensat sebanyak 3 x sehingga tekanan menurun sampai 2,7 kg/cm2 dan kran kondensat ditutup kembali.

- Selesai tekanan dalam rebusan turu hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat terkukus habis, kran kontrol steam outlet (blow up) sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm2. Waktu yang diperlukan untuk penurunanSteam±4 menit. - Setelah tekanan dalam rebusan turun hingga 0 kg/cm2 dan air kondensat

terkuras habis, kran kontrol steam di samping pintu rebussan dibuka untuk memastikan tekanan dalam rebusan benar–benar sudah 0 kg/cm2.

Bila tekanan sudah benar– benar 0 kg/cm2, maka pintu rebusan dapat dibuka dan dengan bantuan capstand,lori – lori dikeluarkan untuk diproses lebih lanjut. Waktu yang dipergunakan untuk membuka pintu, mengeluarkan lori dan menutup pintu rebusan adalah 5 menit.

d) Selama melakukan perebusan, dipersiapkan lori yang telah diisi TBS di bleakang rebusan, sehingga begitu perebusan selesai dan lori ditarik keluar, maka lori yang telah terisi dapat langsung dimasukkan (digandeng) de dalam rebusan.

2.5.4 Penghentian

a) Lanjutan proses perebusan sampai tingkat kematangan tang diinginkan (matan dan setengah matang) untuk restan buah dalam rebusan.


(39)

b) Pastikan bahwa unit rebusan yang berisi buah restan harus diblow – down sesuai prosedur normal dan pintu–pintu harus tertutup sampai pengoperasian selanjutnya. Dilarang meninggalkan rebusan dalam kondisi masih bertekanan. c) Sebelum petugas meniggalkan stasiun ini, pastikan bahwa keadaan sekeliling

sudah dalam keadaan bersih dan siap dijalankan kembali.

d) Rebusan harus dicuci bersih minimal 1 x seminggu (khusus untuk stainer

dilakukan pembersihan setiap hari secar bergantian)

2.5.5 Pencatatan Ketel rebusan Secara Berkala

Ketel rebusan harus dilakukan pemeriksaan berkala (periode inspeksi) 1x dalam 4 tahun oleh Depnaker (IPNKK) berdasarkan peraturan uap tahun 1930 pasal 40 ayat 3.

Sample dan Analisa

Yang perlu untuk dimonitor :

a) Kadar minyak dalam air kondensat.

b) Petugas laboratorium mengambil contoh air kondensat setiap 2 jam, dimulai satu jam setelah pabrik beroperasi serta diambil dari masing–masing rebusan disilencer.

c) Contoh air kondensat diambil sebanyak 200 ml dengan menggunakan botol yang bersih untuk setiap rebusan.

d) Setiap contoh dianalisa kadar minyak dan dilaporkan segera kepada asisten pengolahan/KDP untuk dapat ditindak lanjuti bila ada penyimpangan


(40)

e) Pada akhir shift, contoh dikumpulkan menjadi satu contoh untuk setiap rebusan. Kemudian dianalisa di laboratorium dan hasilnya dipergunakan untuk evaluasi dan ditindak lanjuti.

Kandungan minyak dalam air kondensat yang lebih tinggi dari norma (> 0,5% tehadap contoh) kemungkinan disebabkan karena buah restan dicampur buah segar, Holding time terlalu lama dan buah banyak terluka.(SPO PKS PTPN IV,2010)


(41)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

1. Neraca Analitik 4 Desimal Sortarius

2. Oven Fisher Scientific

3. Labu Ekstraksi Eyla

4. Sokletasi

5. Kondensor Eyla

6. Timbel

7. Tabung Reaksi Pyrex

8. Hot Plate 9. Cawan pedtrish 10. Termometer

3.2 Bahan

1. Air kondensat 2. N-heksan


(42)

3.3 Prosedur Percobaan

1. Di ambil air kondensat dari stasiun perebusan secukupnya.

2. Di timbang air kondensat sesuai dengan berat sampel yang telah ditentukan.

3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi.

4. Dirotarievaporator tabung reaksi yang berisi air kondensat tersebut selama 2 6 menit.

5. Di masukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 3 jam pada suhu 1300 C, lalu didinginkan.

6. Di keluarkan air kondensat tersebut dari oven dan didinginkan selama 15 menit kemudian air kondensat dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas.

7. Kemudian ditimbang kembali untuk menetukan kadar airnya,

8. Ditimbang labu alas kosong dan dimasukkan pelarut N-heksan secukupnya.

9. Sampel yang telah dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas dimasukkan kedalam alat soklet.

10. Air pendingin dari pet dialirkan kedalam kondensor soklet.

11. Diekstraksi selama selama 5 jam sampai warna berubah dari warna kuning menjadi jernih.

12. Di dinginkan labu yang berisi minyak tersebut selama 30 menit. 13. Di timbang untuk mengetahui kadar minyaknya.


(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Data dan hasil perhitungan kadar Kehilangan Minyak pada air kondensat di stasiun perebusan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air kondensat pada PKS–Pabatu Tebing Tinggi.

No P

(kg/cm2)

T (menit)

T (0C)

Kadar minyak yang terikut dalam air kondensat

1 2,72 70 130 0,39

2 2,72 80 130 0,42

3 2,72 90 130 0,44

4 2,73 70 130 0,45

5 2,73 80 130 0,50

6 2,73 90 130 0,50

7 2,74 90 130 0,51

4.1.1 Pengolahan Data

Persentase minyak yang terikut dalam air kondensat (lossis) dapat dihitung dengan rumus :

% minyak = ( )

( ) x 100 %

Contoh perhitungan :

Untuk tekanan 2,73 kg/cm2,waktu 80 menit dan suhu 130o C, maka diperoleh presentase minyak sebesar :


(44)

Berat cawan kosong + contoh = 104,3839 g Berat cawan kosong = 81,0463 g

Berat contoh = 23,3376 g

Berat minyak dalam air setelah diekstraksi adalah sebagai berikut: Berat labu + contoh = 109,0155 g

Berat labu kosong = 108,8988 g

Berat minyak = 0,1167 g

Maka persentase minyak yang terikut dalam air kondensat yaitu:

% minyak = ( )

( ) x 100 %

= ,

, x 100 %

= 0,50%

4.2 Pembahasan

Dari data hasil analisa diatas terlihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan, maka kadar minyak yang terikut dalam air kondensat semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena uap panas pada tekanan perebusan tidak seluruhnya terbuang dan masih tertinggal didalam perebusanndan akan terbuang pada saat pembuangan selanjutnya. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan temperature yang tinggi. Dan semakin tinggi tekanan yang digunakan, maka semakin besar uap panas yang digunakan.


(45)

Kehilangan minyak yang paling rendah adalah kondisi tekanan 2,72 kg/cm2 dan waktu 70 menit. Angka tersebut sudah mencapai hasil yang optimal. Namun, pada tekanan 2,74 kg/cm2dan waktu 90 menit minyak yang terikut dalam air kondesat sebesar 0,51%. Sehingga akan mengganggu proses selanjutnya,dimana semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi pula angka kehilangan minyak yang terikut pada air kondensat.

Dengan kondisi tekanan 2,8 kg/cm2 diharapakan kadar minyak dalam air kondensat dapat ditekan sekecil mungkin agar kehilangan minyak pada air kondensat tidak melebihi batas normal yang telah ditentukan. Kadar minyak yang diperoleh PKS Pabatu yaitu sebesar 0,39% - 0,51% dan angka tersebut telah mencapai batas normal yang telah ditetapkan oleh pabrik yaitu batas normal angka kehilangan minyak pada air kondensat sebesar 0,50%. Dan pada kondisi tersebut, perebusan telah ,mencapai hasil optimum dan semppurna yaitu brondolan sudah dapat lepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat didalam proses yang selanjutnya, dimana buah akan mudah terpipil dan pengenmpaan pada screww press sempurna. Sehingga kehilangan minyak pada stasiun semkin kecil. Selain itu dapat mudah dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan Asam Lemak Bebas rendah sehinggan dapat meningkatkan pengoptimalam terhadap rendemen minyak.


(46)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

2.6 Kesimpulan

Jumlah kadar minyak yang terdapat pada air kondensat ( rebusan ) pada waktu dan tekanan yang berbeda untuk perebusan sistem 3 puncak (triple peak) yang dianlisa yaitu sebesar 0,50%.

2.7 Saran

Sebaiknya pada saat perebusan selalu dilakukan pengawasan pada puncak agar angka kehilangan minyak yang terdapat pada pabrik tidak melebihi batas norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta : Penebar swadaya.

Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit : Usaha Budi Daya dan Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya.

Standar Prosedur Operasi (SPO), 2010. PT. Perekebunan Nusantara IV (PERSERO). Medan–Sumatera Utara–Indonesia.

Yan, F. dkk. 2004. Kelapa sawit : Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.


(1)

3.3 Prosedur Percobaan

1. Di ambil air kondensat dari stasiun perebusan secukupnya.

2. Di timbang air kondensat sesuai dengan berat sampel yang telah ditentukan.

3. Dimasukkan kedalam tabung reaksi.

4. Dirotarievaporator tabung reaksi yang berisi air kondensat tersebut selama 2 6 menit.

5. Di masukkan kedalam oven dan dikeringkan selama 3 jam pada suhu 1300 C, lalu didinginkan.

6. Di keluarkan air kondensat tersebut dari oven dan didinginkan selama 15 menit kemudian air kondensat dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas.

7. Kemudian ditimbang kembali untuk menetukan kadar airnya,

8. Ditimbang labu alas kosong dan dimasukkan pelarut N-heksan secukupnya.

9. Sampel yang telah dimasukkan kedalam timbel dan ditutup dengan kapas dimasukkan kedalam alat soklet.

10. Air pendingin dari pet dialirkan kedalam kondensor soklet.

11. Diekstraksi selama selama 5 jam sampai warna berubah dari warna kuning menjadi jernih.

12. Di dinginkan labu yang berisi minyak tersebut selama 30 menit. 13. Di timbang untuk mengetahui kadar minyaknya.


(2)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Data dan hasil perhitungan kadar Kehilangan Minyak pada air kondensat di stasiun perebusan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air kondensat pada PKS–Pabatu Tebing Tinggi.

No P

(kg/cm2)

T (menit)

T (0C)

Kadar minyak yang terikut dalam air kondensat

1 2,72 70 130 0,39

2 2,72 80 130 0,42

3 2,72 90 130 0,44

4 2,73 70 130 0,45

5 2,73 80 130 0,50

6 2,73 90 130 0,50

7 2,74 90 130 0,51

4.1.1 Pengolahan Data

Persentase minyak yang terikut dalam air kondensat (lossis) dapat dihitung dengan rumus :

% minyak = ( )

( ) x 100 %

Contoh perhitungan :


(3)

Berat cawan kosong + contoh = 104,3839 g Berat cawan kosong = 81,0463 g Berat contoh = 23,3376 g

Berat minyak dalam air setelah diekstraksi adalah sebagai berikut: Berat labu + contoh = 109,0155 g

Berat labu kosong = 108,8988 g Berat minyak = 0,1167 g

Maka persentase minyak yang terikut dalam air kondensat yaitu:

% minyak = ( )

( ) x 100 % = ,

, x 100 % = 0,50%

4.2 Pembahasan

Dari data hasil analisa diatas terlihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan, maka kadar minyak yang terikut dalam air kondensat semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena uap panas pada tekanan perebusan tidak seluruhnya terbuang dan masih tertinggal didalam perebusanndan akan terbuang pada saat pembuangan selanjutnya. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan temperature yang tinggi. Dan semakin tinggi tekanan yang digunakan, maka semakin besar uap panas yang digunakan.


(4)

Kehilangan minyak yang paling rendah adalah kondisi tekanan 2,72 kg/cm2 dan waktu 70 menit. Angka tersebut sudah mencapai hasil yang optimal. Namun, pada tekanan 2,74 kg/cm2dan waktu 90 menit minyak yang terikut dalam air kondesat sebesar 0,51%. Sehingga akan mengganggu proses selanjutnya,dimana semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi pula angka kehilangan minyak yang terikut pada air kondensat.

Dengan kondisi tekanan 2,8 kg/cm2 diharapakan kadar minyak dalam air kondensat dapat ditekan sekecil mungkin agar kehilangan minyak pada air kondensat tidak melebihi batas normal yang telah ditentukan. Kadar minyak yang diperoleh PKS Pabatu yaitu sebesar 0,39% - 0,51% dan angka tersebut telah mencapai batas normal yang telah ditetapkan oleh pabrik yaitu batas normal angka kehilangan minyak pada air kondensat sebesar 0,50%. Dan pada kondisi tersebut, perebusan telah ,mencapai hasil optimum dan semppurna yaitu brondolan sudah dapat lepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat didalam proses yang selanjutnya, dimana buah akan mudah terpipil dan pengenmpaan pada screww press sempurna. Sehingga kehilangan minyak pada stasiun semkin kecil. Selain itu dapat mudah dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan Asam Lemak Bebas rendah sehinggan dapat meningkatkan pengoptimalam terhadap rendemen minyak.


(5)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

2.6 Kesimpulan

Jumlah kadar minyak yang terdapat pada air kondensat ( rebusan ) pada waktu dan tekanan yang berbeda untuk perebusan sistem 3 puncak (triple peak) yang dianlisa yaitu sebesar 0,50%.

2.7 Saran

Sebaiknya pada saat perebusan selalu dilakukan pengawasan pada puncak agar angka kehilangan minyak yang terdapat pada pabrik tidak melebihi batas norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta : Penebar swadaya.

Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit : Usaha Budi Daya dan Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya.

Standar Prosedur Operasi (SPO), 2010. PT. Perekebunan Nusantara IV (PERSERO). Medan–Sumatera Utara–Indonesia.

Yan, F. dkk. 2004. Kelapa sawit : Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja

58 311 56

Pengaruh Tekanan Uap Dan Waktu Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondesat Dengan Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) Di PT.Socfin Indonesia Kebun Aek Loba

4 104 45

Pengaruh Waktu Dan Temperatur Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan Perebusan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak)

11 103 65

Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan Kadar NOS ( Non- Oil Solid ) pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi

3 59 61

Pengaruh Tekanan Dan Waktu Perebusan Terhadap Kadar Air Dan Kadar Minyak Pada Air Kondensat Di Stasiun Perebusan Dengan Perebusan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) Di PTPN III PKS Sei Mangkei – Perdagangan

17 154 61

Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan Perebusan Sistem Tiga Puncak Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN III Kebun Rambutan Tebing Tinggi

1 100 58

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja

0 1 24

PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK (LOSSES) PADA AIR KONDENSAT DI STASIUN STERILIZER DENGAN SISTEM TIGA PUNCAK (TRIPLE PEAK) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN IV (Persero) PULU RAJA TUGAS AKHIR - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak pada Air Kondensat dengan Sistem Perebusan Tiga Puncak (Triple Peak) di PTPN IV Dolok Sinumbah

0 0 22