Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan Perebusan Sistem Tiga Puncak Di Pabrik Kelapa Sawit PTPN III Kebun Rambutan Tebing Tinggi

(1)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN

TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT

DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK

KELAPA SAWIT PTPN III KEBUN RAMBUTAN

TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

HENNI HARISANDI

052409035

PROGRAM STUDI D-III KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN

TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT

DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK

KELAPA SAWIT PTPN III KEBUN RAMBUTAN

TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

HENNI HARISANDI

052409035

PROGRAM STUDI D-III KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI

Kategori : PROPOSAL TUGAS AKHIR

Nama : HENNI HARISANDI

Nomor Induk Mahasiswa : 052409035

Program Studi : DIPLOMA III KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2008

Diketahui/disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS Dr. HarryAgusnar, M.Sc.,M.Phil

NIP. 131 459 466 NIP. 131 273 466


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT DENGAN PEREBUSAN

SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2008

HENNI HARISANDI 052409035


(5)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi-rabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua serta salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar ahli madya pada program Diploma III Kimia Industri di FMIPA USU.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini kurang sempurna, karena keterbatasan penulis baik dari segi isi maupun penyusunan kata, namun penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis dan semua pihak yang membaca karya ilmiah ini khususnya serta bagi lingkungan Universitas Sumatera Utara pada umumnya. Karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan segala kritik dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.

Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan dorongan, bantuan dan petunjuk dari semua pihak, maka kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Suharto serta ibunda Poniyem yang selama ini telah berjuang dan atas doa serta nasehat dan kasih saying dari mereka sehingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Kakanda Koko Haryanto dan Eli Fitriani beserta adinda Suri Hariningsih yang memberikan dukungan baik fisik maupun moril dan menjadi penyemangat bagi penulis.

2. Bapak Dr. Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phill selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan petunjuk selama menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., sebagai Dekan FMIPA USU.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

5. Bapak Seno Adhi P., ST dan bapak Zulkifli selaku pembimbing lapangan di PTPN III PKS Kebun Rambutan.

6. Teman spesial yang memberikan dukungan kepada penulis sehingga menjadi penyemangat selama menyelesaikan karya ilmiah ini.

7. Para sahabat PKL yaitu Bayu Pranata P, Khairuni Ulfa S, dan Yudi Kurniawan. 8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa khususnya jurusan Kimia Industri Angkatan 2005

FMIPA USU.

9. Anak-anak Anyelir 4 No 1B yang memberikan bantuan baik moril maupun fisik. 10.Seluruh sahabat penulis dimanapun berada.

Penulis memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, semoga amal kebaikan mereka diberikan balasan yang setimpal, Amiin yaa rabbal’alamiin.

Medan, Juni 2008


(6)

ABSTRAK

Perebusan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan dalam proses produksi minyak kelapa sawit. Proses perebusan dimulai dengan mengisi lori-lori dengan tandan buah segar yang dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuku ketel rebusan yang dapat menampung 8 lori per unit.

Dalam proses perebusan, selalu terjadi kehilangan minyak atau sering disebut dengan losses. Kehilangan minyak tersebut dihitung dengan mengambil sampel dari kondensat air rebusan pada setiap puncaknya dengan cara mengekstraksi sampel selama 4 jam. Untuk meminimalisasi kehilangan minyak tersebut, maka tandan buah segar dipanaskan dengan uap pada temperatur 110 – 130 oC dan tekanan 2,8 – 3 kg/cm2 selama 90 – 110 menit. Proses perebusan dilakukan dengan sistem perebusan tiga puncak agar diperoleh hasil yang optimal


(7)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan INFLUENCE OF TIME, TEMPERATURE, AND PRESSURE TO OIL

LOSS IN THE CONDENSATE WATER WITH STERILLIZATION THREE PEAKS SYSTEM AT FACTORY OF CRUDE PALM

PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI

ABSTRACT

Sterilization is one of the main factors to decide the success in the oil palm preocess. Sterilization is started by containing the fresh fruit bunch that is sent to the sterilizer, pulling by using capstand with is moved by electromotor to enter the sterilizer that accommondated 8 fresh cages per units.

In course of sterilizing, always happens the oil loss or often refers as losses. The loss oil can be counted by taking the sample from cndensate boiled water at mentioned, fresh fruit bunch heated with the vapour at temperature about 110 -130oC and pressure 2,8 – 3 kg/cm2 during 90 – 110 minute. The process of sterilizing is done by system sterilization three peaks to be obtained an optimal result.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 4

1.4 Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kelapa Sawit 5

2.2.1 Jenis-jenis Kelapa Sawit 6

2.2 Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.1.1 Trigliserida 8

2.2.1.2 Non Trigliserida 10

2.2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit 11

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan

Minyak Kelapa Sawit 13

2.2.3.1 Reaksi Penurunan kualitas Minyak 13 2.2.3.2 Upaya Untuk Mempertahankan Nilai

DOBI Minyak Kelapa Sawit 16

2.3 Persyaratan Mutu Panen TBS Kelapa Sawit 18

2.4 Perebusan (Sterilisasi) 19

2.5 Tujuan Perebusan 20

2.6 Efesiensi Perebusan 24

2.6.1 Deaerasi 24

2.6.2 Pembuangan Air Kondensat Pembuangan

Uap Bekas 24

2.6.3 Pemasakan Buah 25

2.6.4 Pembuangan Uap Akhir 25


(9)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

2.7 Metode Perebusan 26

2.8 Sistem Perebusan 28

2.8.1 Sistem perebusan Satu Puncak 28

2.8.2 Sistem Perebusan Dua Puncak 29

2.8.3 Sistem Perebusan Tiga Puncak 30

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Alat 32

3.2 Bahan 32

3.3 Prosedur Menentukan Kehilangan Minyak (lossis)

Pada Air Rebusan 33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data 34

4.2 Pengolahan Data 35

4.3 Pembahasan 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Sistem Perebusan Satu Puncak 28

Gambar 2. Sistem Perebusan Dua Puncak 29


(11)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak sawit 9

Tabel 2.2 Komponen dalam minyak kelapa sawit 11

Tabel 2.3 Standar mutu SPM dan Ordinary 12

Tabel 2.4 Bahan yang dapat merusak kualitas minyak 16

Tabel 2.5 Nilai DOBI dari minyak selama pengolahan 17

Tabel 2.6 Tingkat fraksi TBS 18

Tabel 2.7 Siklus tekanan, waktu, dan temperatur perebusan

Sistem tiga puncak 27

Tabel 4.1 Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses produksi di Kelapa Sawit (PKS) dimulai dengan mengelolah bahan baku sampai menjadi produk, yang bahan bakunya adalah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Proses pengolahan TBS kelapa sawit di setiap pabrik umumnya bertujuan untuk memperoleh minyak dengan kualitas yang baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan. Proses tersebut cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari tempat pengangkutan hasil sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil-hasil samping lainnya seperti inti sawit (kernel).

Perlakuan selama proses pengolahan tandan buah segar (TBS) yang dilakukan dalam sebuah pabrik merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pabrik tersebut untuk memperoleh dan rendemen yang tinggi dengan kadar asam lemak bebas yang rendah. Untuk tujuan tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :


(13)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan − Mutu buah sawit (bahan baku) yang dipanen dari kebun

− Kondisi alat proses

− Mutu dan jumlah bahan pengolahan

Pabrik pengolahan minyak kelapa sawit terdiri dari unit-unit pengolahan yang saling erat hubungannya satu dengan yang lain dan pengolahan dilakukan secara bertahap. Apabila salah satu dari unit-unit pengolahan mengalami gangguan , maka unit pengolahan lainnya juga terganggu. Peristiwa ini disebut dengan stagnasi, yang mengakibatkan kapasitas pabrik tidak tercapai. Salah satu faktor utama yang menimbulkan stagnasi pabrik pengolahan kelapa sawit adalah uap (steam).

Stasiun perebusan merupakan stasiun pertama dari proses pengolahan kelapa sawit setelah TBS ditimbang dan dibongkar di loading ramp. Tujuan dari perebusan tandan buah segar, yaitu untuk melunakkan brondolan TBS sehingga mudah lepas dari janjangannya, untuk menghentikan perekembangan asam lemak bebas (ALB), meminimalkan biji pecah (ke keplokan) sebagai suplai bagi ketersediaan buah rebus (CFC), penyempurnaan dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit. TBS mengandung sejumlah zat yang harus dimusnahkan terlebih dahulu untuk mencapai pengolahan yang efesien. Suasana yang lembab dengan suhu yang tinggi dalam rebusan akan menginaktifkan enzim-enzim lipase dan lipoksidase yang terdapat dalam buah, sehingga proses hidolisis minyak menjadi asam lemak bebas dan proses oksidasi dapat dihentikan. Oleh karena itu, tandan yang dipanen harus diusahakan direbus secepatnya.


(14)

Perebusan melunakkan buah sehingga daging buah mudah melepas dari biji sewaktu diaduk dalam bejana peremas. Pada perebusan terjadi pengeringan pendahuluan dari biji dan inti mulai lekang dari biji. Di dalam proses perebusan juga terjadi kehilangan minyak atau sering disebut dengan “ losses” dan tidak dapat dihindari dari setiap stasiun pengolahan.

Namun setiap pabrik kelapa sawit selalu berusaha untuk menekan angka kehilangan minyak ini, khususnya di stasiun perebusan yang akan dibahas dipenulis karya ilmiah ini, yang batas normalnya adalah sebesar maksimal 0,7 %. Karena angka kehilangan minyak pada pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan ukuran efesiensi ekstraksi pabrik maka setiap sisa buangan dari proses pengolahan harus dianalisa dengan seksama dan teliti.

Ada tiga sistem perebusan yaitu satu puncak (single peak), dua puncak (double peak), dan tiga puncak (triple peak). Jumlah puncak dalam perebusan dapat dilihat dari

jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk atau uap keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau otomatik.

Berdasarkan hal diatas maka penulis mengambil judul pada karya ilmiah ini adalah PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR, DAN TEKANAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK PADA AIR KONDENSAT DENGAN PEREBUSAN SISTEM TIGA PUNCAK DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN III KEBUN RAMBUTAN TEBING TINGGI.


(15)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan 1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan karya ilmiah ini adalah bagaimana pengaruh waktu, temperatur dan tekanan terhadap kehilangan minyak pada air kondensat dengan perebusan sistem tiga puncak di pabrik kelapa sawit PTPN III kebun Rambutan Tebing Tinggi.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Karya Ilmiah ini adalah :

− Untuk mengetahui cara penekanan kehilangan minyak dalam proses pengolahan kelapa sawit di stasiun perebusan dengan mengoptimalkan tekanan uap air (steam), waktu dan temperatur yang digunakan selama proses perebusan kelapa sawit berlangsung.

− Untuk mengetahui prosedur proses pengolahan TBS kelapa sawit di stasiun perebusan dengan sistem tiga puncak (tripple peak).

− Untuk mengetahui kadar minyak air rebusan (kondensat) yang


(16)

1.4. Manfaat

− Menerapkan teori yang telah dipelajari selama kuliah terhadap proses produksi pabrik dalam skala besar.

− Meningkatkan pencapaian sasaran mutu produk yang terbaik.

− Sebagai masukan bagi pabrik kelapa sawit untuk meminimalisasi kehilangan minyak yang terjadi di stasiun perusahaan.


(17)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH KELAPA SAWIT

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Beberapa bijinya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di saat yang bersamaan meningkatlah permintaan pertengaha sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seoran yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan


(18)

pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di

Baru semenjak er dipadukan dengan berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua di

Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0 – 500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80 – 90 %. Sawit membutuhkan iklim dengan yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.


(19)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi

− Dura,

− Pisifera, dan

− Tenera.

1. Varietas Dura

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, daging buah tipis, peresentase daging buah terhadap buah 30 – 50%, inti buah besar, namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%.

2. Varietas Psifera

Pisifera memiliki tempurung yang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Daging buah tebal, inti buahnya sangat kecil. Kandungan minyak pada daging buah cukup tinggi karena sabutnya (daging) tebal, tetapi kandungan minyak inti rendah karena ukuran kernelnya sangat kecil. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.

3. Varietas Tenera

Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah


(20)

tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase daging per buahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.

4. Varietas Macro Carya

Daging buahnya sangat tipis, tempurung sangat tebal (4 – 5 mm). 5. Varietas Dwikka Wakka

Daging buahnya serabut berlapis dua, oleh karena itu disebut Dwikka.

Dalam perkembangan selanjutnya, oleh berbagai pusat penelitian kelapa sawit, varietas tenera telah dimodifikasikan sehingga menghasilkan keturunan yang mempunyai sifat jauh lebih baik dari pada varietas semula, baik melalui persilangan, kultur jaringan, maupun kloning. Berdasarkan warna kulit buahnya, terdapat tiga varietas buah kelapa sawit, Nigrescens, Virescens, dan Albescens. (Risza, 1994)

2.2 MINYAK KELAPA SAWIT

2.2.1 Komposisi dan Sifat Minyak Kelapa Sawit

Diantara sumber minyak pangan yang tersedia di Indonesia (juga tingkat dunia), minyak sawit merupakan sumber yang utama dengan tingkat konsumsi lebih dari 80 %. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat karena mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari delapan. Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. (S. Ketaren, 1986)


(21)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan 2.2.1.1 TRIGLISERIDA

Minyak dan lemak terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak dalam bentuk umum tidak berbeda trigliseridanya, hanya dalam berbentuk (wujud). Disebut minyak jika berbentuk cair dan lemak jika berbentuk padatan. Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak. (Mangoensoekardjo, 2003)

CH2 – OH + R1 – COOH CH2 – COOR1

CH – OH + R2 – COOH CH – COOR2 + 3 H2O

CH2 – OH + R3 – COOH CH2 – COOR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Sifat trigliserida akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya.

Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam

lemak minyak sawit sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit

No Nama Asam Jenis Rumus Molekul Kadar (%)

1 2

Asam Miristat Asam Palmitat

Asam lemak jenuh Asam lemak jenuh

C13H27COOH C15H31COOH

1,8 40


(22)

3 4 5 6 7 8 Asam Stearat Asam Laurat Asam Arakhidat Asam Oleat Asam Linoleat Asam Linoleat

Asam lemak jenuh Asam lemak jenuh Asam lemak jenuh Asam lemak tidak jenuh Asam lemak tidak jenuh Asam lemak tidak jenuh

C17H35COOH C11H23COOH C19H35COOH C17H33COOH C17H31COOH C17H27COOH 3,0 2,0 1,0 42 7,9 1,1 Sumber : J. Sartono, 1997

Minyak tersebut jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis secara kimia sebagai berikut :

CH2 – COOR1 CH2 – OH

CH – COOR2 + H2O CH – COOR2 + R1COOH

CH2 – COOR3 CH2 – COOR3

Trigliserida Air Digliserida FFA

Gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda.

2.2.1.2 NON TRIGLISERIDA

Minyak juga mengandung komponen non trigliserida dalam jumlah kecil, tetapi komponen ini juga harus dipisahkan karena menyebabkan rasa, bau dan warna minyak yang kurang menyenangkan. Komponen non trigliserida dan kotoran yang dikandung oleh minyak dapat dibedakan atas :


(23)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

a. komponen terlarut dalam minyak.

Misalnya : asam lemak bebas, karoten, lendir (gum), tocopherol, sterol dan alkohol.

b. komponen yang tersuspensi dan tidak larut. Misalnya : Karbohidrat

Minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit masih dalam bentuk minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang belum dapat digunakan sebagai bahan makanan karena masih mengandung logam-logam, mineral maupun lendir yang tinggi , sehingga sulit dicerna apabila digunakan sebagai bahan makanan manusia. CPO merupakan hasil pengepresan atau ekstraksi buah kelapa sawit sehingga diperoleh minyak mentah yang mempunyai warna merah kekuningan karena kandungan karotein yang tinggi yaitu dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama dalam proses produksi. Sehingga, bila minyak ini nanti diproses lagi maka standar produksi minyak mentah akan ditentukan. (Elisabeth J, 2000)

Tabel 2.2 Komponen Dalam Minyak Kelapa Sawit

No Komponen Kuantitas

1 Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0

2 Karoten (ppm) 500 – 700

3 Fosfolipid (ppm) 500 – 1.000

4 Dipalmito stearin (%) 1,2


(24)

6 Dipalmitolein (%) 37,2

7 Palmito stearin olein (%) 10,7

8 Palmito olein (%) 42,8

9 Triolein linole (%) 3,1

Sumber : Iyung Pahan (2008)

2.2.2 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Standar mutu adalah hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu minyak sawit, yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu minyak sawit adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadibility, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Mutu minyak sawit yang baik mempunyai kandungan air yang kurang dari 0,1 % dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 %, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang dari 2 %), bilangan peroksida dibawah 2 %, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat), tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. (S. Ketaren, 1986)


(25)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Untuk memperkuat daya saing minyak sawit di pasaran internasional, produsen melakukan peningkatan produktivitas dan kualitas serta meningkatkan efesiensi pengolahan. Selain itu dapat juga dipengaruhi oleh derajat kematangan buah yang dapat diketahui dengan melalui sortir buah sebelum diolah, sehingga mendapatkan mutu minyak kelapa sawit menurut standart mutu Special Prime Bleach (SPB). (Iyung P, 2008)

Standart mutu Special Prime Bleach (SPB) dibandingkan dengan mutu Ordinary dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2.3 : Standar Mutu SPB dan Ordinary

No Kandungan SPB Ordinary

1 2 3 4 5 6 7 8

Asam lemak bebas (%) Kadar air (%) Kadar Kotoran (%)

Besi (ppm) Tembaga (ppm)

Bilangan iod Karotene (ppm) Tocopherol (ppm)

1 – 2 0,1 0,002

10 0,5 53 ± 1,5

500 800

3 – 5 0,1 0,01

10 0,5 45 – 56 500 – 700

400 - 600


(26)

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit yang disimpan dapat mengalami penurunan mutu jika tidak ditangani dengan tepat, terutama karena terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis.

2.2.3.1 Reaksi Penurunan Kualitas Minyak

Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti absorbsi baud an kontaminasi, aksi enzim, aksi mikroba, dan reaksi kimia.

1) Absorbsi bau dan kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan kontaminasi dari alat penampungan. Hal ini karena minyak (lemak) dapat mengabsorbsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan pada minyak, di mana akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas minyak.

Proses absorbsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy. Bahan yang berasal dari seng tidak dianjurkan untuk tempat penyimpanan minyak

sawit.


(27)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam keadaan tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka koordianasi antar sel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak. Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikkan bilangan asam.

Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak. Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50oC.

3) Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi jika masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan pun masih mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap gramnya. Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun, bau tengik, dan perubahan warna miyak.


(28)

Faktor penyebab kerusakan minyak kelapa sawit yang perlu mendapatkan perhatian dan besar pengaruhnya yaitu kerusakan karena reaksi kimia, yaitu hidrolisis, oksidasi, polimerisasi dan lain-lain.

Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan seminimal mungkin. Proses hidrolisa yang sengaja biasanya dilakukan dengan penambahan sejumlah basa. Proses ini dikenal sebagai proses penyabunan. Proses penyabunan ini digunakan dalam industri. Biasanya ditambahkan dengan alkali (NaOH) sehingga terjadi reaksi penyabunan.

Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton. Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan. Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan pigmen warna, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan pemanasan (50 – 55oC) yang mematikan aktivitas mikroorganisme.

Reaksi polimerisasi merupakan penggabungan satu molekul dengan molekul yang lain sehingga membentuk molekul yang lebih besar. Polimerisasi pada minyak merupakan kelanjutan dari reaksi oksidasi dan pemanasan. Polimer yang terbentuk mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari trigliserida. Jika disimpan dalam temperatur kamar, polimer akan membentuk kristal–kristal halus yang sukar larut dalam minyak.


(29)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Jika polimerisasi berlanjut terus, akan terbentuk bahan gum yang mengendap. (Iyung P, 2008)

Menurut Arnott (1963) ada beberapa bahan yang dapat merusak kualitas minyak. Ia mengkategorikan kandungan bahan-bahan yang dapat merusak kualitas minyak kelapa sawit, sebagai berikut :

Tabel 2.4 Bahan Yang Dapat Merusak Kualitas Minyak

Bahan Sangat rendah (%)

Rendah (%)

Sedang (%)

Tinggi (%)

Sangat tinggi

(%)

Asam lemak bebas <20 2,0 - 2,7 2,8 - 3,7 3,8 - 5,0 >5,0

Kadar air <0,1 0,1-0,19 0,2-0,39 0,4 - 0,6 >0,6

Kadar kotoran <0,005 0,005-0,01 0,01 -0,025 0,026 -0,05 >0,05

Sumber :

2.2.3.2 Upaya Untuk Mempertahankan Nilai DOBI Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan turunannya yang memberikan warna merah–kuning pada minyak. Warna tersebut kurang disukai konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur tinggi dapat mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-cokelatan dan larut dalam minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan (kemampuan untuk dipucatkan


(30)

semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Detterioration of Bleachability Index).

Adanya warna dan bilangan DOBI yang rendah tidak disukai dalam industri karena minyak sawit semakin sulit untuk dipucatkan. Berdasarkan evaluasi terhadap nilai DOBI minyak sawit, nilai DOBI minyak sawit dapat dikelompokkan 4 macam, yaitu sebagai berikut :

− DOBI < 1,7 – berarti jelek

− 1,8 < DOBI < 2,3 – berarti kurang baik

− 2,4 < DOBI < 2,9 – berarti cukup

− DOBI > 2,9 – berarti baik

Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang terjadi sejak panen, lalu ditunjukkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses pengolahan yang lebih lanjut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian setiap kegiatan yang mempengaruhi kerusakan minyak, seperti : mengawasi sistem panen dan pada transportasi, menghindari pemakaian uap kering, menghindari pemakaian uap secara langsung pada stasiun pemurnian, menghindarkan pemanasan yang berlebihan di dalam unit pengolahan, dan mengendalikan penimbunan dalam proses pengolahan.

Hasil penelitian terhadap kualitas minyak sawit untuk setiap proses ditunjukkan oleh tabel berikut :


(31)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan Tabel 2.5 : Nilai DOBI dari Minyak Sawit Selama Pengolahan

No Stasiun Pengolahan Nilai DOBI

1 2 3 4 5 6 7 Oil gutter Settling tank Oil tank Vacuum dryer Sludge seperator Fat pit Minyak produksi

3,47 – 3,65 3,02 – 3,36 2,88 – 2,98 2,54 – 2,78 2,34 – 2,48 1,58 – 1,97 2,92 – 2,98 Sumber : Iyung P, 2008

2.3 PERSYARATAN MUTU PANEN TBS KELAPA SAWIT

Panen yang diterima di pabrik adalah berupa tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). TBS yang telah siap dipanen lalu dibawa ke pabrik untuk diolah

tetapi sebelumnya disortasi lebih dahulu di loading ramp. Penilaian terhadap mutu TBS didasarkan pada standar fraksi tandan. Dikenal ada lama fraksi TBS yang dapat kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 2.6 : Tingkat Fraksi TBS

No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan


(32)

2 3 Matang Lewat matang 0 1 2 3 4 5 berwarna hitam 1 – 12,5 % Buah luar membrondol

12,5 – 25 % Buah luar membrondol

25 – 50 % Buah luar membrondol

50 – 75 % Buah luar membrondol

75 – 100 % Buah luar membrondol Buah dalam juga membrondol

Ada buah yang busuk

Mentah

Kurang matang

Matang I

Matang II

Lewat Matang I

Lewat matang II

Sumber : Pusat Penelitian Marihat (1982)

Derajat kematangan yang baik jika TBS dipanen pada fraksi 1, 2, 3, dan 4. Secara ideal, dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan terkumpulnya brondolan, serta pengangkutan yang lancar, maka dalam suatu pemanenan akan diperoleh komposisi fraksi tandan sebagai berikut :

− Jumlah brondolan di pabrik sekitar 25 % dari berat tandan seluruhnya

− Tandan yang terdiri dari fraksi 1 maksimal 20 % dari jumlah tandan

− Tandan yang terdiri dari fraksi 2 dan 3 minimal 65 % dari jumlah tandan

− Tandan yang terdiri dari fraksi 4 maksimal 15 % dari jumlah tandan. (M. Hadi, 2004)


(33)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan 2.4 PEREBUSAN (STERILISASI)

Pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh ialah minyak sawit, inti sawit, serabut, dan cangkang.

Sebagai tahapan awal dari rangkaian unit proses yang berlangsung di pabrik kelapa sawit adalah proses perebusan buah (sterilization) yang berfungsi untuk merebus tandan buah segar (TBS) di dalam suatu bejana uap bertekanan (sterilizer).

Perebusan atau sterilisasi buah dilakukan dalam sterilizer yang berupa bejana uap bertekanan. Biasanya steriliser dirancang untuk dapat memuat 6 sampai 10 lori dengan tekanan uap 3 kg/cm2. Lori adalah tempat buah direbus, yang dapat menampung buah 2,5-3,5 dan 5,0 ton. Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Lori tempat buah di buat berlubang dengan diameter 0,5 inch, yang berfungsi untuk mempertinggi penetrasi uap pada buah dan penetesan air kondensat yang terdapat diantara buah. Dalam proses perebusan TBS dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 135oC selama 80 – 90 menit. Steriliser harus dilengkapi dengan katup pengaman (safety valve) untuk menjaga tekanan di dalam steriliser tidak melebihi tekanan kerja maksimum yang diperkenankan.


(34)

2.5 TUJUAN PEREBUSAN

Tujuan dari perebusan antara lain :

− Mematikan enzim untuk mencegah kenaikan asam lemak bebas (ALB) minyak yang akan dihasilkan

Dalam buah yang dipanen terdapat enzim lipase dan oksidasi yang tetap bekerja dalam buah sebelum enzim itu dihentikan dengan pelaksanaan tertentu. Enzim dapat dihentikan dengan cara fisika dan kimia. Enzim oksidase berperan dalam pembentukan peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah menjadai gugus aldehid dan keton. Senyawa yang terakhir ini bila dioksidasi lagi akan menjadi asam. Jadi ALB yang terdapat dalam minyak sawit merupakan hasil kerja enzim lipase dan oksidase. Aktivitas enzim semakin tinggi bila buah mengalami kekemaran (luka). Untuk mengurangi aktivitas enzim, sampai dipabrik diusahakan agar kemerahan buah dalam persentase yang relatif kecil. Enzim pada umumnya tidak aktif lagi pada suhu 50oC. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya perebusan dilakukan dengan temperatur tinggi lebih dari 50oC.

− Memudahkan pelepasan brondolan buah dari tandan.

Minyak dan inti sawit terdapat dalam buah, maka untuk mempermudah proses ekstraksi pengutipan minyak dan inti sawit, buah perlu dilepas dari janjangannya buah dapat terlepas dari janjangannya dengan cara hidrolisa hemisellulosa dan pektin yang terdapat pada pangkal buah. Hidrolisis dapat terjadi dengan proses kimia, kimia


(35)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

fisika dan biokimia. Hidrolisis dengan reaksi biokimia telah sebagian terjadi di lapangan yaitu pada proses pemasakan buah yang ditandai dengan buah yang membrondol. Reaksi hidrolisis hemiselllulosa dan pektin dapat terjadi dalam ketel rebusan yang dipercepat oleh pemanasan. Panas uap tersebut dapat meresap kedalam buah karena adanya tekanan. Hidrolisis pektin pada tangkai tidak seluruhnya menyebabkan pelepasan buah, oleh karena itu masih perlu dilanjutkan dengan proses pemipilan pada stasiun thresser.

Melunakkan buah untuk memudahkan dalam proses pelumatan di digester.

Selama proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan. Dengan kurangnya air, susunan daging buah (pericarp) berubah. Perebusan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan zat non lemak (non-oil solid). Dalam proses ini mempermudah degister dalam proses melunakkan buah dan pelumatan. Secara keseluruhan, akibat penguapan sebagian air dari daging buah – kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut dalam proses pengepresan.

− Prakondisi untuk biji agar tidak mudah pecah selama proses pengepresan dan pemecahan biji.

Perebusan buah yang tidak sempurna dapat menimbulkan kesulitan pelepasan serat dari biji dalam polishing drum, yang menyebabkan pemecahan biji lebih sulit dalam alat pemecah biji. Penetrasi uap yang cukup baik akan membantu proses pemisahan


(36)

serat perikarp dan biji yang dipercepat oleh proses hidrolisis. Apabila serat tidak lepas, maka lignin yang berada diantara serat akan menahan minyak. Jika biji dipukul dalam alat pemecah maka terjadi sifat kenyal yang membuat biji tidak pecah yang terjadi adalah pecahan besar yang melekat pada inti.

− Menurunkan kadar air

Sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti, yaitu dengan cara penguapan baik saat perebusan maupun saat sebelum pemipilan. Penurunan kandungan air buah menyebabkan penyusutan pada buah sehingga terbentuk rongga-rongga kosong pada perikarp yang mempermudah proses pengempaan. Interaksi penurunan kadar air dan panas dalam buah akan menyebabkan minyak sawit antar sel akan bersatu dan mempunyai viskositas yang rendah sehingga mudah keluar dari dalam sel sewaktu proses pengempaan berlangsung. Perikarp yang mendapat perlakuan panas dan tekanan akan menunjukkan sifat serat mudah lepas. Hal ini meningkatkan efesiensi digester dan polishing drum. Air yang terkandung dalam inti akan menguap melalui mata biji sehingga kernel susut dan proses pemecahan biji akan lebih mudah.

− Pemecahan emulsi

Minyak di dalam perikarp berbentuk emulsi dapat lebih mudah keluar dari sel jika berubah fase emulsi menjadi minyak. Perubahan ini terjadi dengan bantuan pemanasan, yang mengakibatkan penggabungan fraksi yang memiliki polaritas yang


(37)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

sama dan berdekatan, sehingga minyak dan air masing-masing terpisah. Peristiwa ini akan mempermudah minyak keluar dari perikarp. Penetrasi uap yang sempurna pada perikarp, terutama buah yang paling dalam, akan mempertinggi efesiensi ekstraksi minyak. Pemecahan emulsi yang telah dimulai dari perebusan akan membantu proses pemisahan minyak dari air dan padatan lainnya pada stasiun klarifikasi.

− Membantu proses pelepasan inti dari cangkang

Perebusan yang sempurna akan menurunkan kadar air biji hingga 15%. Kadar air yang turun hingga 15% akan menyebabkan inti susut sedangkan tempurung biji tetap, maka terjadi inti yang lekang dari cangkang. Hal ini akan membantu proses fermentasi di dalam nut silo, sehingga pemecahan biji dapat berlangsung dengan baik, demikian juga pemisahan inti dari cangkang dalam proses pemisahan kering atau basah dapat menghasilkan inti yang mengandung kotoran lebih kecil.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tekanan uap 2,8-3 kg/cm2 dengan lama perebusan sekitar 90 menit. (P.M. Naibaho, 1990)

2.6 EFESIENSI PEREBUSAN


(38)

Deaerasi adalah pembuangan dari udara dari dalam ketel rebusan yang dilakukan dengan memasukkan uap dengan cara pipa uap dibuka, katup deaerasi dan katup kondensat dibuka yang berlangsung selama 2 – 5 menit. Deaerasi atau pembuangan udara dari steriliser dilakukan dengan cara membuka pipa inlet, deaeration valve dan atau condensate valve. Udara dibuang dengan cara memasukkan uap secara cepat sehingga terjadi pencampuran antara uap dan udara. Karena udara lebih berat maka udara akan turun kebawah dan dibuang melalui deaeration valve atau melalui pipa kondensat. Deaeration akan berlangsung pada saat pembuangan air kondensat selama sistem perebusan berlangsung. Jadi, langkah pertama dari proses perebusan adalah proses deaerasi.

2.6.2 Pembuangan Air Kondensat Dan Pembuangan Uap Bekas

Frekuensi pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas selama proses perebusan tergantung pada siklus perebusan. Puncak pertama dicapai dengan membuka pipa uap (inlet pipe) selama 7 menit (umumnya tekanan 1,5 kg/cm2) kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat, exhause pipe dibuka dengan tiba-tiba sehingga tekanan turun sampai 0,5 kg/cm2 (+3 menit), kemudian pipa kondensat ditutup. Puncak kedua dicapai, pipa uap masuk dibuka selama 10 menit (tekanan 2 – 2,5 kg/cm2), kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat dan exhause pipe dibuka hingga tekanan 1 kg/cm2(3 menit). (D. Darnoko, 2003)


(39)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

1. Jika air kondensat tidak dikuras, maka dapat mengisi ketel rebusan dan merendam roda lori dan merusak.

2. Jika air kondensat sampai merendam tandan buah, maka sebagian besar miyak akan ikut terbuang dan merupakan kerugian bagi pabrik

3. Air kondensat yang mengikat minyak pada buah luka mempunyai kadar asam lemak bebas yang tinggi dan bersifat korosi, dan dapat merusak badan ketel rebusan terutama sekali pintu ketel rebusan.

4. Pada akhir siklus perebusan, air kondensat dapat mendenyar (flash off) dalam ketel rebusan dan memperlama waktu pengurasan air pengembunan.

2.6.3 Pemasakan Buah

Setelah melalui satu puncak atau dua puncak awal maka pemasakan dapat dilanjutkan dengan membuka pipa uap masuk dan pipa kondensat untuk membuang air kondensat. Masa pemasakan atau sebagai masa penahan dihitung setelah mencapai puncak tertinggi hungga pembuangan uap terakhir.

2.6.4 Pembuangan Uap Akhir

Setelah pemasakan uap selesai maka uap berada dalam sterilizer dibuang dengan cara mula-mula dibuka kran pipa kondensat kemudian setelah tekanan menjadi 2,5


(40)

kg/cm2 maka pipa pembuangan uap yang berada diatas sterilizer dibuka dengan tiba-tiba untuk mempermudah pemipilan buah. Setelah tekanan sama dengan tekanan atmosfir maka pintu rebusan dibuka.

2.6.5 Pengeluaran Lori Dari Rebusan

Buah yang telah masak dikeluarkan dari dalam sterilizer dengan membuka pintu rebusan secara perlahan-lahan untuk mengurangi kerusakan “packing doo” lori kemudian ditarik dengan tali bersamaan dengan pemasukan buah yang akan direbus. (Tim Penulis P.S, 1997)

2.7 METODE PEREBUSAN

Dari pengalaman, telah diketahui bahwa untuk merebus dengan tekanan uap 3 bar (3,06 kg/cm2) selama 25 menit akan memberikan hasil yang sama seperti merebus dengan tekanan uap 1,5 bar selama 55 menit. Dari pengalaman ini, bisa dilihat bahwa semakin tinggi tekanan perebusan akan semakin cepat pula waktu perebusan. Tekanan yang tinggi dengan sendirinya memberikan temperatur yang tinggi. Temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak kualitas minyak dan inti sawit.

Perebusan yang dilakukan dengan tekanan uap 2,8 kg/cm2 dan waktu antara 80 – 90 menit merupakan yang paling optimal karena menghasilkan minyak dan inti yang memuaskan. Selain itu, pada perebusan juga perlu dilakukan pengurasan udara agar udara bisa keluar dan digantikan oleh uap air sebagai media perebusan. Pengurasan udara dilakukan pada saat awal proses perebusan, dimana uap dimasukkan melalui kran


(41)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

pemasukan (inlet valve), sedangkan kran pengeluaran dibiarkan terbuka. Pengurusan lainnya dilakukan pada saat tekanan mencapai puncak pertama pada tekanan sekitar 2,3 bar dan pada puncak kedua dengan tekanan sekitar 2,5 bar. Setelah pengurusan pada puncak kedua selesai. Uap dimasukkan hingga mencapai tekanan sekitar 2,8 bar dan dipertahankan terus selama beberapa lama sesuai kebutuhan.

Tata cara yang harus dilakukan untuk memperoleh perebusan yang normal sebagai berikut :

− 13 menit pemasukan uap pertama dari 0 – 2,3 kg/cm2, termasuk menguras udara 2 menit.

− 2 menit pembuangan uap pertama sampai tekanan menjadi 0.

− 12 menit pemasukan uap kedua kali sampai tekanan 2,5 kg/cm2.

− 2 menit pembuangan uap kedua kali sampai tekanan menjadi 0.

− 13 menit pemasukan uap ketiga kali sampai tekanan 2,8 kg/cm2.

− 43 menit tekanan uap ditahan pada 2,8 kg/cm2.

− 5 menit pembuangan akhir uap sampai tekanan menjadi 0.

Tabel 2.7 : Siklus Tekanan, Waktu dan Temperatur Perebusan Sistem Tiga Pucak


(42)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Charging in / deaeration Building up Blow down Building up Blow dwon Building up Holding time Blow dwon De – charging

0 1 – 1,5

0 2,5

0 2,8 – 3 2,8 – 3

0

1 – 5 10 – 15 6 – 8 10 – 15

6 – 8 10 – 15

30 5 0 100 0 120 0 130 130 0

Sumber : D. Siahaan (2002)

2.8 SISTEM PEREBUSAN

Sistem perebusan yang dipilih selalu disesuaikan dengan kemampuan boiler memproduksi uap, dengan sasaran bahwa tujuan perebusan dapat tercapai. Dalam melaksanakan proses perebusan buah di pabrik kelapa sawit, pada umumnya dikenal tiga sistem perebusan yang lazim digunakan, antara lain sistem perebusan satu puncak (single peak), dua pucak (double peak) dan tiga puncak (tripple peak). Jumlah puncak dalam perebusan dilihat dari jumlah pembukaan atau penutupan dari uap masuk atau uap keluar selama perebusan berlangsung yang diatur secara manual atau otomatik.


(43)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Adalah suatu sistem perebusan dimana jumlah puncak yang terbentuk selama proses ada satu puncak akibat dari tindakan pembuangan dan pemasukan uap yang tidak merubah bentuk pola perebusan selama proses perebusan satu siklus. Pada umumnya proses berlangsung pada tekanan uap 2,5 kg/cm2 dengan suhu 125 – 130 oC, selama ± 90 menit.

Tekanan uap 2,5 kg/cm2

Waktu

Gambar 1. Sistem Perebusan Satu Puncak

2.8.2 Sistem Perebusan Dua Puncak

Adalah suatu sistem perebusan dimana jumlah puncak yang terbentuk selama proses ada dua puncak akibat dari tindakan pembuangan dan pemasukan uap, kemudian dilanjutkan dengan pemasukan, penahanan dan pembuangan uap selama perebusan satu siklus. Pada umumnya proses berlangsung pada tekanan 2,5 – 2,7 kg/cm2 dengan suhu 125 – 130 oC selama ± 90 menit.


(44)

Tekanan uap Kg/cm2

Waktu

Gambar 2. Sistem Perebusan Dua Puncak

Adapun perincian sistem dua puncak :

1. Dearasi : 2,5 menit

2. Pemasukan uap dan pembukaan puncak I dan II : 20 menit 3. Masa penahanan dan tekanan 2,5 – 2,7 kg/cm2 : 60 menit

4. Pembuangan uap terakhir : 7,5 menit

Total waktu perebusan : 90 menit

2.8.3 Sistem Perebusan Tiga Puncak

Adalah suatu sistem perebusan dimana jumlah puncak yang terbentuk selama proses tiga puncak akibat dari tindakan pemasukan uap dan pembuangan uap, dilanjutkan dengan pemasukan uap, penahanan dan pembuangan uap selama proses perebusan satu siklus. Pada umumnya proses berlangsung pada tekanan uap 2,5 – 3,0 kg/cm2 dengan suhu perebusan 130 – 140 oC selama 75 – 90 menit.


(45)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

1. Dearasi : 2,5 menit

2. Pemasukan uap dan pembukaan puncak I,II & III : 25 menit 3. Masa penahanan dan tekanan 2,8 – 3,0 kg/cm2 : 50 menit

4. Pembuangan uap terakhir : 7,5 menit

Total waktu perebusan : 85 menit

Tekanan uap Kg/cm2

Waktu Gambar 3. Sistem Perebusan Tiga Puncak

Mekanisme penetrasi uap pada perebusan tandan buah segar adalah sebagai berikut :

Uap yang masuk ke dalam ketel perebusan pada mulanya adalah memanaskan buah luar dan masuk lagi pada buah yang lebih dalam. Panas yang diterima oleh setiap lapisan buah yang tidak sama. Penurunan suhu uap pada lapisan yang lebih bawah


(46)

menyebabkan penurunan tekanan uap. Waktu perebusan berlangsung lebih lama apabila lapisan buah yang dilalui uap semakin banyak.

Sistem perebusan tiga puncak (tripple peak) banyak digunakan, selain berfungsi sebagai tindakan fisika juga dapat terjadi proses mekanik yaitu adanya guncangan yang disebabkan oleh adanya perubahan yang cepat. (Boyke Loebis, 1989)


(47)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 ALAT

1. Cawan petridish 2. Timble

3. Soklet 4. Kondensor 5. Hot plate 6. Oven 7. Desikator 8. Kertas saring 9. Kapas

10.Timbangan analitik 11.Labu gelas

3.2. BAHAN

1. n-heksan


(48)

3.3. Prosedur Menentukan Kehilangan Minyak (lossis) Pada Air Rebusan

1. Ditimbang cawan petridish dengan menggunakan timbangan analitik. 2. Dimasukkan sampel (air kondensat rebusan) 20 g lalu ditimbang.

3. Dimasukkan cawan petridish-petridish yang telah diisi sampel ke dalam oven dengan suhu 105o C selama 3 jam.

4. Dikeluarkan sampel dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 20 menit.

5. Dimasukkan sampel ke dalam timble lalu tutup dengan kapas.

6. Ditimbang labu gelas kosong lalu diisi dengan n-heksan sebanyak 250ml. 7. Dimasukkan timble dan n-heksan ke dalam soklet lalu diekstraksi dengan

memakai kondensor sebagai pendingin dan hot plate sebagai pemanas selama ± 4 jam.

8. Ditimbang labu kosong.

9. Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu gelas dan dipanaskan dalam oven selama 2 jam pada suhu 105o C.

10.Dimasukkan ke desikator dan ditimbang 11.Dihitung kadar minyak yang hilang


(49)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DATA

Tabel 4.1 : Hasil analisa kehilangan minyak yang terikut dalam air rebusan pada lab PKS – Kebun Rambutan

NO P

(kg/cm2)

t (menit)

T (oC)

Kadar minyak yang terikut dalam air rebusan (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1,5 2 2,5 3 3,5 1,5 2 2,5 3 3,5 1,5 2 2,5 3 70 70 70 70 70 90 90 90 90 90 110 110 110 110 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 130 0,28 0,50 0,71 0,80 0,98 0,41 0,69 0,78 0,89 1,1 0,60 0,78 0,84 0,96


(50)

15 3,5 110 130 1,9

4.2 PENGOLAHAN DATA

Persentase minyak yang terikut dalam air rebusan (lossis) dapat dihitung dengan rumus : Berat minyak (g)

% minyak = x 100 % Berat sampel (g)

Contoh perhitungan :

Untuk tekanan 2,8 kg/cm2, waktu 90 menit dan suhu 130oC, maka diperoleh peresentase minyak sebesar :

Berat cawan kosong + contoh = 33,4936 g

Berat cawan kosong = 15,6820 g ( - )

Berat contoh = 17, 8116 g

Setelah penguapan dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105oC : Berat cawan kosong + contoh = 16,4486 g


(51)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Berat contoh = 0,7666 g

Berat yang hilang

Sisa uapan = x 100 %

Berat contoh 0,7666

= x 100 % 7,8116

= 4,30 %

Kadar air = 100 % - sisa uapan = 100 % - 4,30 % = 95,7 %

Berat minyak dalam air setelah diekstrsksi : Berat labu + contoh = 107,4022 g Berat labu kosong = 107,2425 g (-) Berat minyak = 0,1597 g

Maka, persentase minyak yang terikut pada air rebusan adalah : Berat minyak (g)

% minyak = x 100 %

Berat sampel (g) 0,1597

= x 100 % 17,8116

= 0,89 %


(52)

Berdasarkan sistem jaminan mutu ISO 9000 pada pabrik kelapa sawit, toleransi kehilangan minyak dalam air rebusan adalah maksimum 0,7 % dari kapasitas oleh tandan buah segar per harinya. Dengan kondisi kerja atau proses :

Tekanan = 2,8 – 3 kg/cm2

Masa rebus tiga puncak = 90 – 110 menit

Temperatur = 110 oC – 130 oC

Dari data yang diperoleh, kehilangan minyak yang paling rendah adalah pada kondisi 1,5 kg/cm2 waktu 70 menit pada suhu 130 oC. Namun pada kondisi kerja seperti ini perebusan tandan buah segar belum mencapai hasil yang optimal, karena semua brondolan buah belum matang terutama bagian dalamnya sehingga akan mengganggu proses pengolahan selanjutnya. Seperti, buah tidak dapat terpipil di stasiun stripper dan proses pengempaan di screw press tidaklah sempurna. Selain itu, pemisahan cangkang dan kernel sangat susah, sehingga mengakibatkan kerugian pada inti sawit karena masih banyak inti yang melekat pada cangkang.

Hal demikian juga terjadi pada kondisi kerja dengan tekanan sebesar 2 dan 2,5 kg/cm2 .

Kehilangan minyak yang terbesar terjadi pada kondisi kerja dengan tekanan 3,5 kg/cm2 , waktu 110 menit dan suhu 130 oC. pada kondisi kerja yang seperti ini, minyak banyak terserap dalam janjangan kosong dan umlah minyak yang terikut ke fat pit sangatlah besar. Selain itu, minyak menjadi gosong dan sulit untuk dipucatkan (bleached) pada proses berikutnya sehingga akan menurunkan mutu minyak yang dapat dilihat dengan adanya penurunan indeks DOBI (Deterioration Of Bleachability Index).


(53)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Pada kondisi kerja dengan tekanan 3 kg/cm2 , suhu 130 oC dan waktu 90 menit, untuk proses perebusan dengan system tiga puncak, kehilangan minyak telah melewati batas yang normal yaitu sebesar 0,7 %, namun perebusan telah mencapai hasil yang optimum dan sempurna yaitu berondolan sudah dilepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat pada proses selanjutnya dimana buah akan mudah terpipil, pengmpaan pada screw press sempurna sehingga kehilangan minyak pada stasiun ini semakin kecil. Selain itu minyak dapat mudah dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan ALB rendah sehingga dapat menghasilkan meningkatnya rendemen minyak. Pada proses pemisahan cangkang dan kernel pada conveyor juga semakin mudah. Dengan demikian keuntungan pada perusahaan semakin besar. Inilah sebabnya pabrik pengolahan kelapa sawit menggunakan tekanan 2,8 – 3 kg/cm2 , waktu 90 – 110 menit pada suhu antara 110 – 130

o

C untuk merebus tandan buah segar.

Penyimpangan dalam pencapaian kondisi kerja yang terjadi pada proses perebusan buah akan menyebabkan kehilangan minyak yang besar pada air rebusan. Penyimpangan ini dapat diakibatkan oleh faktor pemasukan buah mentah ke dalam rebusan dan kurang waspadanya operator terhadap bahaya yang mungkin terjadi dalam bekerja, seperti jumlah lori dan isian rebusan kurang diperhatikan sehingga rebusan sering dioperasikan tidak efektif, pemasukan uap kedalam rebusan terlambat sehingga mengakibatkan kapasitas oleh pabrik menurun, kebersihan rebusan kurang diperhatikan sehingga stasiun perebusan cepat mengalami proses pengkaratan logam atau korosi, kurangnya kerja sama antar karyawan sehingga organisasi kerja tidak terkordinir dan tidak terarah yang mengakibatkan negatif terhadap mutu dan kapasitas olah pabrik.


(54)

Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan seperti rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat memperpanjang masa perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam lori dan minyak yang terikut di dalam air kondensat semakin banyak. Selain itu, kerusakan roda lori yang disebabkan oleh tersisanya air kondensat di dalam rebusan membuat buah terisolasi oleh air kondensat,sedangkan faktor teknis yang menyebabkan penyimpangan ini terjadi adalah konsumsi uap dari BPV (Back Preassure Level) tidak memenuhi standar yang diinginkan yang diakibatkan oleh dropnya uap di stasiun loading, kerja sama yang kurang terkoordinir antara stasiun loading ramp dan sterilizer serta perbaikan dan penggantian peralatan yang rusak kurang mendapatkan perhatian dari bengkel.

Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus diperhitungkan dengan cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan karyawan pabrik berupa pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam penanggulangan kecelakaan kerja dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap yaitu 19 – 20 kg/cm2

Selain itu, peralatan harus sering dibersihkan minimal sekali dalam seminggu, bagian dalam rebusan telah dibersihkan sebaiknya dilumuri dengan minyak untuk mencegah terjadinya keropos, pintu rebusan harus dalam keadaaan yang baik dan tidak bocor, kran air kondensat harus bagus agar proses pembuangan air kondensat berlangsung sempurna dan kerenggangan antara sistem rel dalam rebusan harus sering diperiksa agar tidak menjadi penyebab lori jatuh dan menyebabkan kesulitan yang lain.


(55)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan

Maka dengan perencanaan yang baik, adanya keterpaduan transpor buah ke pabrik dan penerimaan buah di pabrik, sumber daya manusia yang berkualitas dan peralatan-peralatn dalam kondisi baik akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi pabrik yaitu meningkatkan rendemen minyak yang diperoleh.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

− Perebusan tandan buah sawit di stasiun perebusan diawali dengan sistem

pembuangan udara / deaerasi lalu masuk pada tahap pemasukan uap dan penahanan tekanan. Ketiga faktor ini merupakan tahap-tahp yang paling menentukan dalam perebusan tandan buah sawit, karena jika salah satu faktor ini diabaikan maka sistem dalam perebusan akan terganggu dan dapat mengakibatkan kerugian bagi pabrik kelap sawit.


(56)

− Perebusan buah tandan sawit dengan sistem tiga puncak dilakukan dengan pengoptimalan :

a. tekanan uap = 2,8 – 3 kg/cm2

b. waktu = 90 – 110 menit

c. temperatur = 110 – 130 oC

− Kadar minyak yang terikut pada air rebusan selama proses perebusan berlangsung di PKS – Kebun Rambutan, terhitung mulai 4 – 9 februari 2008 yang dianalisa di laboratorium adalah rata-rata 0,89 – 0,96 %. Angka ini memang telah melebihi batas normal, tetapi mutu produksi sawit yang baik telah dapat dicapai.

5.2 Saran

− Penimbunan buah yang terlalu lama di loading ramp sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan kememaran buah sehingga dapat meningkatkan naiknya ALB dan juga angka lossis (kehilangan minyak) yang tinggi.

− Opertaor setiap stasiun pengolahan dan karyawan harus bekerja seefektif dan seefesien mungkin agar hasil produksi yang dicapai maksimal.

− Tetap memperhatikan dan mengawasi penggunaan seluruh peralatan pabrik agar proses pengolahan berjalan dengan baik dan lancar.

− Seluruh karyawan yang bekerja di pabrik sebaiknya menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja seperti helm untuk mengantisipasi kecelakaan akibat bekerja.


(57)

Henni Harisandi : Pengaruh Waktu, Temperatur Dan Tekanan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan DAFTAR PUSTAKA

Darnoko,D. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Medan. LPPKS

Elisabeth,J., Hayati, dan Siahaan,D. 2000. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi Pangan. Volume 8 No.1. Medan. LPPKS

Fauzi,Yan. 2006. Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya

Hadi,M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa. Edisi Pertama. Cetakan I. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa

Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. Jakarta. UI-Press


(58)

Mangunsoekardjo,S. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta. UGM-Press

Naibaho,P.M. 1990. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan. LPPKS

Pahan,Iyung. 2008. Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis Dari Hulu hingga Hilir. Cetakan III. Jakarta. Penebar Swadaya

Risza,S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Sartono,J. 1997. Teknologi Minyak Sawit. Yogyakarta. LPPKS

Siahaan,D., dan kawan kawan. 2002. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunannya. Medan. LPPKS

Tim Penulis PS. 1993. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan dan Aspek Pemasaran. Jakarta. Penebar Swadaya


(1)

Pada kondisi kerja dengan tekanan 3 kg/cm2 , suhu 130 oC dan waktu 90 menit, untuk proses perebusan dengan system tiga puncak, kehilangan minyak telah melewati batas yang normal yaitu sebesar 0,7 %, namun perebusan telah mencapai hasil yang optimum dan sempurna yaitu berondolan sudah dilepas dari tandannya. Hal ini dapat dilihat pada proses selanjutnya dimana buah akan mudah terpipil, pengmpaan pada screw press sempurna sehingga kehilangan minyak pada stasiun ini semakin kecil. Selain itu minyak dapat mudah dipucatkan dan menghasilkan minyak yang kandungan ALB rendah sehingga dapat menghasilkan meningkatnya rendemen minyak. Pada proses pemisahan cangkang dan kernel pada conveyor juga semakin mudah. Dengan demikian keuntungan pada perusahaan semakin besar. Inilah sebabnya pabrik pengolahan kelapa sawit menggunakan tekanan 2,8 – 3 kg/cm2 , waktu 90 – 110 menit pada suhu antara 110 – 130

o

C untuk merebus tandan buah segar.

Penyimpangan dalam pencapaian kondisi kerja yang terjadi pada proses perebusan buah akan menyebabkan kehilangan minyak yang besar pada air rebusan. Penyimpangan ini dapat diakibatkan oleh faktor pemasukan buah mentah ke dalam rebusan dan kurang waspadanya operator terhadap bahaya yang mungkin terjadi dalam bekerja, seperti jumlah lori dan isian rebusan kurang diperhatikan sehingga rebusan sering dioperasikan tidak efektif, pemasukan uap kedalam rebusan terlambat sehingga mengakibatkan kapasitas oleh pabrik menurun, kebersihan rebusan kurang diperhatikan sehingga stasiun perebusan cepat mengalami proses pengkaratan logam atau korosi, kurangnya kerja sama antar karyawan sehingga organisasi kerja tidak terkordinir dan tidak terarah yang mengakibatkan negatif terhadap mutu dan kapasitas olah pabrik.


(2)

Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan seperti rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat memperpanjang masa perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam lori dan minyak yang terikut di dalam air kondensat semakin banyak. Selain itu, kerusakan roda lori yang disebabkan oleh tersisanya air kondensat di dalam rebusan membuat buah terisolasi oleh air kondensat,sedangkan faktor teknis yang menyebabkan penyimpangan ini terjadi adalah konsumsi uap dari BPV (Back Preassure Level) tidak memenuhi standar yang diinginkan yang diakibatkan oleh dropnya uap di stasiun loading, kerja sama yang kurang terkoordinir antara stasiun loading ramp dan sterilizer serta perbaikan dan penggantian peralatan yang rusak kurang mendapatkan perhatian dari bengkel.

Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus diperhitungkan dengan cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan karyawan pabrik berupa pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam penanggulangan kecelakaan kerja dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap yaitu 19 – 20 kg/cm2

Selain itu, peralatan harus sering dibersihkan minimal sekali dalam seminggu, bagian dalam rebusan telah dibersihkan sebaiknya dilumuri dengan minyak untuk mencegah terjadinya keropos, pintu rebusan harus dalam keadaaan yang baik dan tidak bocor, kran air kondensat harus bagus agar proses pembuangan air kondensat berlangsung sempurna dan kerenggangan antara sistem rel dalam rebusan harus sering diperiksa agar tidak menjadi penyebab lori jatuh dan menyebabkan kesulitan yang lain.


(3)

Maka dengan perencanaan yang baik, adanya keterpaduan transpor buah ke pabrik dan penerimaan buah di pabrik, sumber daya manusia yang berkualitas dan peralatan-peralatn dalam kondisi baik akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi pabrik yaitu meningkatkan rendemen minyak yang diperoleh.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

− Perebusan tandan buah sawit di stasiun perebusan diawali dengan sistem

pembuangan udara / deaerasi lalu masuk pada tahap pemasukan uap dan penahanan tekanan. Ketiga faktor ini merupakan tahap-tahp yang paling menentukan dalam perebusan tandan buah sawit, karena jika salah satu faktor ini diabaikan maka sistem dalam perebusan akan terganggu dan dapat mengakibatkan kerugian bagi pabrik kelap sawit.


(4)

− Perebusan buah tandan sawit dengan sistem tiga puncak dilakukan dengan pengoptimalan :

a. tekanan uap = 2,8 – 3 kg/cm2

b. waktu = 90 – 110 menit

c. temperatur = 110 – 130 oC

− Kadar minyak yang terikut pada air rebusan selama proses perebusan berlangsung di PKS – Kebun Rambutan, terhitung mulai 4 – 9 februari 2008 yang dianalisa di laboratorium adalah rata-rata 0,89 – 0,96 %. Angka ini memang telah melebihi batas normal, tetapi mutu produksi sawit yang baik telah dapat dicapai.

5.2 Saran

− Penimbunan buah yang terlalu lama di loading ramp sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan kememaran buah sehingga dapat meningkatkan naiknya ALB dan juga angka lossis (kehilangan minyak) yang tinggi.

− Opertaor setiap stasiun pengolahan dan karyawan harus bekerja seefektif dan seefesien mungkin agar hasil produksi yang dicapai maksimal.

− Tetap memperhatikan dan mengawasi penggunaan seluruh peralatan pabrik agar proses pengolahan berjalan dengan baik dan lancar.

− Seluruh karyawan yang bekerja di pabrik sebaiknya menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja seperti helm untuk mengantisipasi kecelakaan akibat bekerja.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Darnoko,D. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Medan. LPPKS

Elisabeth,J., Hayati, dan Siahaan,D. 2000. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi

Pangan. Volume 8 No.1. Medan. LPPKS

Fauzi,Yan. 2006. Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa

Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya

Hadi,M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa. Edisi Pertama. Cetakan I. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa

Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. Jakarta. UI-Press


(6)

Mangunsoekardjo,S. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta. UGM-Press

Naibaho,P.M. 1990. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan. LPPKS

Pahan,Iyung. 2008. Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis Dari Hulu hingga Hilir. Cetakan III. Jakarta. Penebar Swadaya

Risza,S. 1994. Kelapa Sawit. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Sartono,J. 1997. Teknologi Minyak Sawit. Yogyakarta. LPPKS

Siahaan,D., dan kawan kawan. 2002. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan

Turunannya. Medan. LPPKS

Tim Penulis PS. 1993. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan dan Aspek

Pemasaran. Jakarta. Penebar Swadaya


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja

58 311 56

Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

5 144 47

Pengaruh Waktu Dan Temperatur Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat Dengan Perebusan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak)

11 103 65

Analisis Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Pada Air Kondensat Unit Perebusan Di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi

34 157 51

Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak dan Kadar NOS ( Non- Oil Solid ) pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan dengan Pola Perebusan Sistem Tiga Puncak ( Tripple Peak ) di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi

3 59 61

Penentuan Kehilangan Minyak Kelapa Sawit Pada Air Kondensat Unit Perebusan Di PTPN III PKS Rambutan Tebing Tinggi Dengan Metode Ekstraksi Sokletasi

4 70 38

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja

0 1 24

PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU PEREBUSAN TERHADAP KEHILANGAN MINYAK (LOSSES) PADA AIR KONDENSAT DI STASIUN STERILIZER DENGAN SISTEM TIGA PUNCAK (TRIPLE PEAK) DI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN IV (Persero) PULU RAJA TUGAS AKHIR - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak Pada Air Kondensat di Stasiun Perebusan Dengan Menggunakan Sistem Tiga Puncak ( Triple Peak ) di PTPN IV Pabatu-Tebing Tinggi

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan Uap dan Waktu Perebusan Terhadap Kehilangan Minyak pada Air Kondensat dengan Sistem Perebusan Tiga Puncak (Triple Peak) di PTPN IV Dolok Sinumbah

0 0 22