Dosis terapi kinin sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salisismus yaitu
tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual.
18
Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan susunan
saraf pusat seperti bingung, gelisah dan delirium.
18
2.9.5. Klindamisin
Klindamisin 7-chloro-lincomycin merupakan derivat semisintetik dari lincomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik.
13
Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit fase eritrosit . Dengan demikian tidak
terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik.
18
Rumus bangun klindamisin mirip dengan linkomisin. Perbedaanya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti dengan atom
klorida. Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini.
Setelah pemberian dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3 mcgml dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya kira-kira 2,7 jam. Klindamisin
didistribusi dengan baik keberbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Hanya sekitar 10 klindamisin diekskresi dalam
bentuk asal melalui urin, sejumlah kecil melalui feses. Diare dilaporkan terjadi pada 2-20 penderita yang mendapat obat ini.
32
Sebagai obat dengan onset
Purnama Fitri: Perbandingan efikasi Kombinasi Artesunat-Amodiakuin Dengan Kinin-Klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi pada Anak, 2008.
USU e-Repository © 2008
aksi yang lambat, klindamisin baik jika dikombinasikan dengan obat antimalaria yang bekerja cepat.
33
Gambar 7. Rumus bangun klindamisin
14
Sumber: Katzung BG, 1998.h.743-850
2.9.6. Kombinasi Kinin – Klindamisin
Kombinasi obat antimalaria telah diteliti dan diterapkan lebih dari tiga puluh tahun. Sekarang ini telah direkomendasikan perlunya terapi kombinasi yang
berisikan artemisinin. Ada beberapa alasan mengapa obat artemisinin tidak seharusnya diberikan sebagai monoterapi. Sejak diperkenalkannya
artemisinin, didapatkan bahwa rekrudensi dapat terjadi jika artemisinin diberikan secara monoterapi. Hal ini mungkin bisa disebabkan karena setelah
pemakaian dosis ulangan, konsentrasi artemisinin dalam plasma akan menurun, dimana hal ini dapat membatasi efikasi penggunaan monoterapi
artemisinin itu sendiri.
31
Sejauh ini, terapi kombinasi yang rasional berdasarkan atas adanya kombinasi obat dengan waktu paruh yang pendek dengan masa kerja yang
cepat digabungkan dengan obat yang masa waktu paruhnya lebih lama namun masa kerjanya lebih lambat.
34
Purnama Fitri: Perbandingan efikasi Kombinasi Artesunat-Amodiakuin Dengan Kinin-Klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi pada Anak, 2008.
USU e-Repository © 2008
Purnama Fitri: Perbandingan efikasi Kombinasi Artesunat-Amodiakuin Dengan Kinin-Klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi pada Anak, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB III METODE PENELITIAN