Kondisi Perempuan India Pada Masa Gandhi
Hindu. Kemudian nama ini diambil oleh orang-orang Gerika, sehingga nama itulah yang terkenal di dunia Barat. Akhirnya nama itu diambil-alih oleh
pemerintahan India sekarang ini. Ketika agama Islam dating di India nama yang diberikan oleh bangsa Persia timbul kembali dengan bentuk Hindustan, sedangkan
penduduknya yng masih memeluk India asli disebut orang Hindu.
31
Penduduk India yang tertua tergolong bangsa Negrito, yang kemudian bercampur dengan bangsa-bangsa yang mendatangi India. Maka bangsa India
sekarang ini merupakan bangsa campuran. Di antara bangsa-bangsa yang memasuki India dan yang berpengaruh besar atas kebangsaan India yaitu bangsa
Dravida yang terkenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi dan bangsa Arya yang merupakan bangsa yang pandai berperang karena hidup mereka
mengembara. Sebagian besar penduduk India menganut agama Hindu. Sebenarnya
agama Hindu bukanlah agama seperti pada umumnya. Agama Hindu adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan. Yang meliputi zaman sejak kira-kira 1500
SM. Hingga sekarang. Di dalam perjalanannya di sepanjang abad-abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan berbagi-bagi, sehingga memiliki ciri yang
bermacam-macam, yang oleh penganutnya kadang-kadang diutamakan namun kadang-kadang juga tidak diindahkan sama sekali. Berhubungan dengan itu maka
Govinda Das mengatakan, bahwa agama Hindu sesungguhnya adalah suatu proses antropologis, yang hanya karena nasib yang ironis saja diberi nama agama dengan
berpangkal kepada Weda-weda yang mengandung di dalam dirinya adat istiadat dan gagasan-gagasan salah satu atau beberapa suku bangsa, agama Hindu sudah
31
Harun Hadiwiyono, Agama Hindu dan Budha, Jakarta: Gunung Mulia, 1993, h. 9.
berguling-guling terus di sepanjang abad-abad hingga kini, sehingga seperti bola salju yang makin lama makin menjadi besar, karena menghisabkan adapt istiadat
dan gagasan-gagasan bangsa-bangsa yang dijumpainya di dalam dirinya.
32
Bangsa India kuno terkenal dengan kebudayaannya yang tak tertandingi dan pemikiran-pemikirannya yang tinggi, tetapi kini India telah mengalami
kenyataan lain. India telah terjatuh sedemikian jauh dari keadaan yang membahagiakan, dan barang kali tidak ada aspek kehidupan yang terjatuh
sedemikian hebat sebagaimana kejatuhan yang menimpa kehidupan perempuan. Dari status kaum perempuan yang setara dan sebagai istri serta mitra sejajar
kemudian berubah menjadi lebih rendah dari kaum pria, derajatnya turun menjadi hanya sekedar tempat yang bisa digunakan saat diinginkan oleh kaum pria untuk
pemuas keinginan, tanpa memiliki hak-hak atau kehendak. Adat dan kebiasaan telah memperlakukan kaum perempuan dengan kasar.
33
Pada saat ini, hampir di seluruh masyarakat Hindu di India memiliki keinginan untuk mendapatkan keturunan laki-laki dan menyesalkan anak
perempuan. Ada sebuah pemahaman yang mendorong masyarakat Hindu untuk melakukan ini yaitu bahwa seseorang tidak bisa mencapai surga tanpa anak laki-
laki, bahkan untuk semata-mata ingin memperoleh keturunan laki-laki seorang suami menikah lagi hingga memiliki 2, 3, dan 4 orang istri.
34
Hal ini merupakan diskriminasi yang menyakitkan yang harus diterima oleh kaum perempuan.
Bahkan ketika anak perempuan telah tumbuh menjadi seorang gadis, dia akan selalu diperlakukan berbeda dengan anak laki-laki yang diberi kebebasan penuh.
32
Harun Hadiwiyono, Agama Hindu dan Budha, h. 11.
33
Amrit Kaur,”Kata Pengantar” dalam Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, h. Viii.
34
Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, h. 189.
Seorang gadis akan selalu dijaga ketat oleh orang tuanya dan seorang gadis dituntut kesucian hingga ia menikah.
Anak putri yang suci, mempunyai status sangat tinggi dalam keluarga Hindu dan dipuja sebagai dewi perawan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat
Hindu sangat mempertimbangkan pentingnya kesucian mendorong para orang tua untuk merencanakan perkawinan anak-anaknya sedini mungkin. Sementara
minimnya pendidikan serta keinginan untuk memilki anak memberi andil dalam perkawinan dini gadis-gadis Hindu, faktor lain disebabkan oleh meningkatnya
rigiditas sitem kasta dan keinginan untuk menjamin kesucian kasta dan stabilitas tata sosial.
35
Kebiasaan masyarakat Hindu untuk menikahkan anak-anaknya pada usia yang relatif masih muda atau pernikahan di bawah umur, pada hal ini telah
menimbulkan keadaan yang merusak akar perkembangan fisik, intelektual dan bahkan spiritual. Seorang anak perempuan yang masih sangat muda diharuskan
menghadapi kenyataan bahwa ia kini telah berstatus sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Istri-istri yang masih anak-anak dan anak-anak yang telah
menjadi ibu harus menunaikan tugas sucinya secara benar-benar dengan sungguh- sungguh dan mendidik, membimbing serta membentuk karakter anak-anaknya.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India, di mana masih banyak suami yang menganggap istri mereka sebagai milik mereka seperti hewan ternak
atau perlengkapan rumah tangga. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa mereka memilki hak untuk memukul istrinya seperti memukul hewan ternaknya. Ternyata
para suami yang terpelajar pun tidak terbebas dari kepercayaan yang meyakini hak
35
Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia , terj. Syafa’atun Al-Mirzanah
dkk. Jakarta: Ditperta Depag RI, CIDA, Mc Gill-Project, 2002, h. 96-97.
suami untuk memperlakukan istri-istri mereka seperti ternak dan memukulnya kapan pun mereka terdorong untuk melakukannya.
Di beberapa daerah India sistem purdah masih berlaku sangat ketat dan masih dipertahankan bahkan dalam rumah tangga orang terpelajar. Kaum
perempuan dibiarkan terkurung dan ditahan dirumah-rumah mereka yang berhalaman sempit. Mereka tidak pernah diberi kesempatan menghirup udara
segar kebebasan. Bahkan hanya sedikit kaum perempuan yang diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang memadai, perkembangan jasmani dan rohani
dan ekspresi diri yang sepenuhnya. Individualitas mereka telah ditekan secara semena-mena di bawah beban-beban kebudayaan dan hukum-hukum tak tertulis.
36
Pada sisi lain, ketika seorang perempuan yang masih muda yang ditinggal mati oleh suaminya, ia harus mengalami penderitaan-penderitaan yang tak
tertanggungkan sebagai
janda-janda. Pada
masyarakat Hindu
telah memperlakukan seorang janda dengan tidak terhormat. Seorang janda tidak
beruntung, pertanda buruk bagi siapapun yang berjumpa dengan dia, bahkan pada janda kasta Brahma harus menjalani Tonsure pencukuran seluruh kepala, warna
putih polos pada pakaian diasosiasikan dengan status menjanda, maka seorang janda diharapkan menghindari pakaian berwarna, gelang, pemakaian bunga dan
perhiasan yang diasosiasikan dengan status kawin. Bagi seorang janda tidak boleh berpartisipasi
aktif dalam
kesempatan-kesempatan yang
menjanjikan kesejahteraan. Seorang janda tidak diperbolehkan kawin lagi dan dibatasi cara
hidupnya dengan hanya mendapatkan sedikit saja kesenangan hidup dan hasrat- hasrat alamiahnya ditekan.
36
Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, h. 14.
Hal semacam itu dialami oleh kaum perempuan, baik oleh seorang anak perempuan, oleh seorang muda atau bahkan oleh perempuan berusia lanjut yang
bahkan terjadi dalam rumahnya sendiri. Semasa kanak-kanak seorang perempuan harus tunduk kepada ayahnya, dalam masa muda kepada suaminya, bila tuanya
mati, pada anak laki-lakinya , seorang perempuan tidak boleh bebas. Sebagai akibat dari tatanan sosial yang menindas dan tirani, kaum
perempuan India telah kehilangan semangat kekuatan dan keberanian, kehilangan kemampuan untuk berpikir dan berinisiatif secara independen, dikarenakan di
India masih berkembang sistem yang memaksakan status janda, purdah, persembahan gadis-gadis kepada kuil devidasi, perbudakan ekonomi dan
perkawinan terhadap kaum perempuan yang masih anak-anak.
31