Pemikiran Mahatma Gandhi Tentang Humanisme dan Nasionalisme

(1)

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME

DAN NASIONALISME

Disusun oleh :

Moses Adiman Tamba 080906059

Dosen Pembimbing : Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA Dosen Pembaca : Adil Arifin, S. Sos, MA

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MOSES ADIMAN TAMBA (080906059)

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME

ABSTRAK

Mahatma Gandhi lahir dalam kondisi sosial yang memang mendukungnya untuk hidup dalam lingkungan moral yang kuat. Paham tentang kebenaran dan perlawanan tanpa kekerasan adalah konsep yang muncul dalam benak Gandhi untuk melangkah merebut sebuah cita-cita luhur yang diimpikannya. Pendalaman tentang agama adalah kunci hidup yang didapatnya dalam perjalanan hidup. Agama adalah bahasa yang universal, agama adalah tentang cinta kasih dan Gandhi mempunyai keinginan yang luhur untuk menyebarkannya.

Humanisme adalah sebuah paham yang ingin dipraktekkan Gandhi dalam setiap perlawanananya dalam melawan hal-hal yang dianggap salah dan menyimpang. Satyagraha dan Ahimsa menjadi menjadi ide dan konsep yang dipakai Gandhi untuk menjelaskan ide perjuangannya yang dianggap oleh sebagian orang tidak realistis dengan perkembangan konflik bersenjata yang makin hebat, tapi sekaligus menjadi jawaban atas kritikan dengan implementasi yang konkrit yang digerakkan Gandhi ketika berjuang untuk India. Nasionalisme India dibangun Gandhi dengan mempropagandakan satyagraha dan ahimsa. Satyagraha adalah tujuan dan ahimsa adalah cara, kemerdekaan India adalah tujuan dan pantang atau anti kekerasan adalah cara untuk mencapai kemerdekaan itu. Praktik perlawanan tanpa kekerasan adalah simbol penghargaan Gandhi atas manusia yang dianggapnya adalah mahluk luhur yang harus diperlakukan dengan baik. Ide dan perbuatan manusia adalah satu sisi yang berbeda dari badan atau tubuh manusia itu sendiri. Itulah yang menjadikan Gandhi yang dalam penjelasan Soekarno dikatakan dengan sosok nasionalis yang humanis.

Mengkombinasikan nasionalisme dan humanisme mungkin adalah sebuah paradoks dalam perdebatan teoritis. Tapi dalam benak Gandhi, sebuah substansi kebenaran di atas perdebatan teoritis. Orang-orang bisa saja berkata bahwa idenya adalah sebuah ide yang aneh, Tapi kemanusiaan tidak bisa dijabarkan dengan teori saja, kemanusiaan adalah tentang perbuatan. Termasuk itu ketika kita harus berhadapan dengan lawan atau musuh kita, karena musuh adalah juga manusia yang harus kita cintai.

Mahatma Gandhi, Humanisme, Nasionalisme, Satyagraha, Ahimsa.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTYOF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

MOSES ADIMAN TAMBA (080906059)

MAHATMA GANDHI THOUGHTS OF HUMANISM AND NASIONALISM

ABSTRACT

Mahatma Gandhi was born in the social conditions that supported him to live in a strong moral environment. The notion of truth and non-violent resistance is a concept that comes to Gandhi’s mind to go grab a noble idea of his dreams. The deepening of religion is a key life that he got in his journey of life. Religion is a universal language, religion is about love and Gandhi have a noble desire to pass it on.

Humanism is an understanding that Gandhi would like to practiced it in every resistance against things that are considered wrong and distorted.

Satyagraha and Ahimsa are ideas and concepts that Gandhi used to explain the idea of struggle, which is considered by some to be not realistic with the development of increasingly intense armed conflict, but at the same time the answer to the criticism with concrete implementation which is driven by Gandhi

in the struggle for India. Indian nationalism is built by Gandhi with propagate of Satyagraha and Ahimsa. Satyagraha is the goal and ahimsa is

the way, the independence of India is the destination and abstinence or non-violence is the means to achieve independence. The practice of nonviolent resistance is the symbol of Gandhi’s award upon mankind that he thought it as a noble creature that must be treated well. Human ideas and actions is a different side of the body or the human body itself. That’s way Soekarno called Gandhi as a humanist-nationalist figure.

The combination of nationalism and humanism maybe is a paradox in a theoretical debate. But in Gandhi’s mind a substance of truth above the theoretical debate. People may say that his idea is weird. But humanity cannot be explained by the theory, humanity is an action. Included when we fight against our enemy, because the enemy also a human that should we love too.

Mahatma Gandhi, Humanism, Nasionalism, Satyagraha, Ahimsa.


(4)

KATA PENGANTAR

Mendahului segala pemikiran dan tindakan penulis ingin pertama sekali mengucapkan puji dan syukur kepadan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai sebuah syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian terhadap ide dan praktek perjuangan Mahatma Gandhi adalah didasari ketertarikan terhadap sosok Gandhi yang menjadi inspirasi jutaan orang didunia karena sikap dan prinsip hidup yang dipilihnya yang memang keluar dari bingkai pola pikir orang dijamannya. Skripsi dengan judul Pemikiran Mahatma Gandhi Tentang Humanisme dan Nasionalisme, mencoba mencari tahu tentang ide-ide, pokok pikiran Gandhi dengan melihat rekam peristiwa yang pernah dilalui oleh Gandhi sebagai tokoh yang menjunjung tinggi kedamaian dunia sebagai cita-cita perjuangnya. Perjalanan hidup yang telah membawa Gandhi pada sebuah ide universalitas yang dijabarkan dalam ajaran satyagraha dan ahimsa sebagai warisan ide dan perjuangan Gandhi, yang bagi penulis adalah ide mulia dalam memberi gambaran tentang bagaimana humanisme dan nasionalisme Gandhi dapat diwujudkan tidak hanya pada jaman Gandhi tapi hingga saat ini sebagai ide yang relevan untuk dipraktekkan, dan juga dikaitkan dengan pemisahan India dan Pakistan.

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari orang-orang yang secara moral dan materil memberi dukungan hingga akhir pengerjaannya. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir. G. Tamba (Alm.) dan Ibunda L.Hutapea yang telah memberi banyak sekali doa, motivasi, tenaga, dan materi dalam mendukung penyelesaian kegiatan akademik dan skripsi penulis. Skripsi ini adalah persembahan saya untuk Ayah dan Ibu.


(5)

2. Saudara-saudara saya Kakak Mercy, Bang Max, Kakak Mawar, dan Kakak Marisi, berkat doa dan pertanyaan-pertanyaan menyentuh kalian telah member dukungan untuk merangkumkan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. T. Irmayani, M,Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU dan Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP USU

5. Bapak Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA. selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan berupa bimbingan dan masukan yang membangun dalam kegiatan akademik dan penyelesaian skripsi saya, dan juga Bapak Aidil Arifin, S.Sos, MA., selaku dosen pembaca yang memberi masukan dan bimbingan dalam menyusun sebuah skripsi yang turut membantu dan mengembangkan pemahaman penulis.

6. Seluruh dosen di Departemen Ilmu Politik, yang menjadi bagian penting dalam pengembangan akademik saya dan seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Politik.

7. Seluruh teman-teman di Departemen Ilmu Politik, Bung dan Sarinah yang sepemikiran dan seperjuangan di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia FISIP USU.

8. Adinda Meiricha Teresia Tambunan dan Teman saya Limmi Pangaribuan yang menjadi teman senasib dalam pengerjaan skripsi (masing-masing). Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat dibaca dan berguna bagi segala kalangan kedepannya. Kiranya aspek humanisme kedepannya dapat dijadikan oleh semua pihak baik perseorangan, kelompok, ataupun instansi menjadi sebuah indikator dalam mengambil langkah, sikap ataupun suatu kebijakan.

Sebagai manusia penulis menyadari bahwa tiada kesempurnaan dan kebenaran yang hakiki, termasuk juga dalam penulisan skripsi ini. Karena itu


(6)

penulis membuka diri untuk segala saran dan kritikan yang dapat membantu untuk perbaikan ataupun pengembangan tulisan ini kedepannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 January 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar………. i

Abstraksi ………..……… iv

Daftar Isi………...………. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelaka……… 1

1.2 PerumusanMasalah ………... 8

1.3 TujuanPenelitian ………... 9

1.4 ManfaatPeneliti………. 10

1.5 Kerangkateori ……… 10

1.5.1TeoriHumanisme ……...…... 10

1.5.1.1 Aliranhumanisme ………... 14

1.5.1.2 Implemantasi humanisme …….. 16

1.5.1.3 Teoritahapeksistensimanusia …. 17

1.5.2Teorinasionalisme ……….. 19

1.6 Metodologipenelitian ………. 23

1.6.1 Jenispenelitian …………... 23

1.6.2 Teknikpengumpulan data .. 23

1.6.3 Teknikanalisis data ……… 24

1.7 Sistematikapenelitian ………. 24

BAB II BIOGRAFI MAHATMA GANDHI, SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDIA, DAN PEMISAHAN INDIA DAN PAKISTAN 2.1 Biografi Mahatma Gandhi ……….. 26

2.1.1 KehidupanPendidikan di Inggris ………... 33

2.1.2 MenjadiPengacaraHinggaMenggerakkanPerjuangan Di Afrika Selatan ……….. 37


(8)

2.2 SejarahPerjuangan India ………... 49

2.3 Lahirnya India dan Pakistan ……… 62

BAB III ANALISIS PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME 3.1 India Dan Prinsip Perjuangan Gandhi……… 67

3.1.1. Pemikiran Filsafat Timur……… 73

3.1.1.1. Filsafat India……… 73

3.1.1.2. Hinduisme……… 74

3.1.1.2.1. Kesustraan Hindu……… 76

3.1.1.2.2. Upanishad SampaiBaghavad Gita 77 3.1.1.3. Buddisme……….. 78

3.1.2. Kasih dari Alkitab Perjanjian Baru……... 79

3.1.3. Pemikiran Filsafat Barat………... 80

3.1.3.1. Henry David Thoreau (1817-1862)….. 81

3.1.3.2. Jhon Ruskin (1819-1900)………. 81

3.1.3.3. Leo Nikolaivich Tolstoy (1828-1910).. 82

3.2. Humanisme Dan Nasionalisme Dalam Pemikiran Gandhi 83

3.2.1. Pemikiran Humanisme Gandhi………. 86

3.2.1.1. Tentang Satyagraha dan Ahimsa…….. 91

3.2.2. Pemikiran Nasionalisme Gandhi……….. 99

3.2.3. Implementasi Perjuangan Gandhi yang Humanistik 104

3.3. Analisis Pemisahan India-Pakistan dalam Pemikiran Gandhi 108 3.3.1. Dimensi Agama Hingga Dimensi Politik…….. 111

3.3.2. Peran Inggris dalam Pemisahan India-Pakistan 114

3.3.3. Gandhi dan Ajarannya dalam Pemisahan India – Pakistan……….……… 115


(9)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan……….. 121 4.2. Refleksi Perjuangan Tanpa Kekerasan……… 124


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MOSES ADIMAN TAMBA (080906059)

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME

ABSTRAK

Mahatma Gandhi lahir dalam kondisi sosial yang memang mendukungnya untuk hidup dalam lingkungan moral yang kuat. Paham tentang kebenaran dan perlawanan tanpa kekerasan adalah konsep yang muncul dalam benak Gandhi untuk melangkah merebut sebuah cita-cita luhur yang diimpikannya. Pendalaman tentang agama adalah kunci hidup yang didapatnya dalam perjalanan hidup. Agama adalah bahasa yang universal, agama adalah tentang cinta kasih dan Gandhi mempunyai keinginan yang luhur untuk menyebarkannya.

Humanisme adalah sebuah paham yang ingin dipraktekkan Gandhi dalam setiap perlawanananya dalam melawan hal-hal yang dianggap salah dan menyimpang. Satyagraha dan Ahimsa menjadi menjadi ide dan konsep yang dipakai Gandhi untuk menjelaskan ide perjuangannya yang dianggap oleh sebagian orang tidak realistis dengan perkembangan konflik bersenjata yang makin hebat, tapi sekaligus menjadi jawaban atas kritikan dengan implementasi yang konkrit yang digerakkan Gandhi ketika berjuang untuk India. Nasionalisme India dibangun Gandhi dengan mempropagandakan satyagraha dan ahimsa. Satyagraha adalah tujuan dan ahimsa adalah cara, kemerdekaan India adalah tujuan dan pantang atau anti kekerasan adalah cara untuk mencapai kemerdekaan itu. Praktik perlawanan tanpa kekerasan adalah simbol penghargaan Gandhi atas manusia yang dianggapnya adalah mahluk luhur yang harus diperlakukan dengan baik. Ide dan perbuatan manusia adalah satu sisi yang berbeda dari badan atau tubuh manusia itu sendiri. Itulah yang menjadikan Gandhi yang dalam penjelasan Soekarno dikatakan dengan sosok nasionalis yang humanis.

Mengkombinasikan nasionalisme dan humanisme mungkin adalah sebuah paradoks dalam perdebatan teoritis. Tapi dalam benak Gandhi, sebuah substansi kebenaran di atas perdebatan teoritis. Orang-orang bisa saja berkata bahwa idenya adalah sebuah ide yang aneh, Tapi kemanusiaan tidak bisa dijabarkan dengan teori saja, kemanusiaan adalah tentang perbuatan. Termasuk itu ketika kita harus berhadapan dengan lawan atau musuh kita, karena musuh adalah juga manusia yang harus kita cintai.

Mahatma Gandhi, Humanisme, Nasionalisme, Satyagraha, Ahimsa.


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTYOF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

MOSES ADIMAN TAMBA (080906059)

MAHATMA GANDHI THOUGHTS OF HUMANISM AND NASIONALISM

ABSTRACT

Mahatma Gandhi was born in the social conditions that supported him to live in a strong moral environment. The notion of truth and non-violent resistance is a concept that comes to Gandhi’s mind to go grab a noble idea of his dreams. The deepening of religion is a key life that he got in his journey of life. Religion is a universal language, religion is about love and Gandhi have a noble desire to pass it on.

Humanism is an understanding that Gandhi would like to practiced it in every resistance against things that are considered wrong and distorted.

Satyagraha and Ahimsa are ideas and concepts that Gandhi used to explain the idea of struggle, which is considered by some to be not realistic with the development of increasingly intense armed conflict, but at the same time the answer to the criticism with concrete implementation which is driven by Gandhi

in the struggle for India. Indian nationalism is built by Gandhi with propagate of Satyagraha and Ahimsa. Satyagraha is the goal and ahimsa is

the way, the independence of India is the destination and abstinence or non-violence is the means to achieve independence. The practice of nonviolent resistance is the symbol of Gandhi’s award upon mankind that he thought it as a noble creature that must be treated well. Human ideas and actions is a different side of the body or the human body itself. That’s way Soekarno called Gandhi as a humanist-nationalist figure.

The combination of nationalism and humanism maybe is a paradox in a theoretical debate. But in Gandhi’s mind a substance of truth above the theoretical debate. People may say that his idea is weird. But humanity cannot be explained by the theory, humanity is an action. Included when we fight against our enemy, because the enemy also a human that should we love too.

Mahatma Gandhi, Humanism, Nasionalism, Satyagraha, Ahimsa.


(12)

BAB I

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME

1.1Latar Belakang

Perjuangan kemerdekaan India menjadi sebuah proses panjang dari keinginan rakyat India untuk bisa lepas dari penjajahan Inggris. Pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh rakyat India menjadi sangat penting dalam melaksanakan segala upaya menghilangkan kegiatan kolonialisasi di India. Berbagai cara yang dilakukan baik yang memakai cara-cara yang diplomatik atau secara frontal melakukan perlawanan atau non-cooperatif yang akhirnya berujung pada benturan fisik, merupakan pemandangan yang umum dalam poses merebut kemerdekaan, dengan satu tujuan memperjuangkan hak atas tanah kelahiran. Bahkan hal-hal seperti ini juga tidak hanya berada pada India saja, dibelahan negara manapun juga melakukan hal yang sama dalam proses mencapai kemerdekaan. Selalu ada dua pilihan ketika menginginkan kemerdekaan, yaitu diplomatik atau memakai jalur perang.

Berbicara tentang India, memang tidak bisa dilepaskan dari sosok-sosok penting pendukung pergerakan kemerdekaan. Sosok penting yang dimaksud disini adalah orang-orang yang mampu untuk memobilisasi dan mengorganisir rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan yang ada. Di India sendiri memang banyak tokoh-tokoh penting yang posisinya sentral dalam mendukung upaya pemerdekaan India. Tapi melihat keberadaannya, mungkin hanya ada satu sosok yang dianggap penjadi pembeda dari yang lain. Sosok yang tampak sederhana dan terkesan tidak peduli dengan kondisi formal yang diciptakan masyarakat elit di India, padahal setiap yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip hidup yang diperoleh dari pengalaman hidup dan proses belajar yang panjang. Dialah Mohandas Karachmad Gandhi, yang oleh rakyat Inggris pada saat itu menjulukinya dengan ‘pengemis telanjang’ karena kesederhanaanya dan cara


(13)

berpakaiannya yang dianggap tidak pantas oleh rakyat Inggris yang memang selalu menggunakan pakaian lengkap dan formil.

Gandhi, atau dengan nama lengkap Mohandas Karachmad Gandhi, yang lahir di India tepatnya tahun 1869. Seseorang dengan perawakan kurus, yang kemana-mana pergi dengan hanya dilapisi selembar kain putih panjang yang membalut tubuhnya, dan berjalan tanpa menggunakan alas kaki, memang bisa dikatan sebagai sosok yang kontrofersial dalam perjalanan hidupnya. Tingkah laku perbuatan maupun pemikirannya, bisa dikatakan keluar dari pola pikir orang pada umumnya. Sifatnya yang lembut terbawa dalam pemikiran politiknya. Dia tidak pernah berfikir untuk membenci orang, atas apa yang dilakukanya, dia hanya membenci apa yang dilakukannya, karena manusia dan apa yang dilakukannya adalah dua hal yang berbeda. Sikap-sikap yang dipraktekkannya telah banyak menginspirasi banyak tokoh-tokoh dunia yang menginterpretasikan sikap dan ajarannya dalam berbagai cara seperti

Mahatma Gandhi dapat digolongkan sebagai orang biasa, beliau tidak mengangap dirinya cerdas seperti anak lainnya dalam pelajaran sekolah, walaupun ia bergelar sarjana Hukum dari University College London, yang ia peroleh dari niat dan kerja keras, serta keingintahuan. Bermodal gelar sarjana hukum, ia menjadi pengacara kemudian menjadi biro hukum India tepatnya di Durban Afrika Selatan. Keinginan membantu keluargalah yang sebenarnya menyorong Gandhi untuk bekerja di India disamping memang Gandhi adalah orang yang ingin tahu, mengetahui, dan keinginan untuk belajar menjadikannya manusia yang sangat ingin tahu akan segala hal. Faktor itu yang mendekatkannya dengan karya-karya milik Thoreau, Tolstoy, Perjanjian Baru dan naskah-naskah Kuno Hindu.

Bermodal ketekunan belajar dan ingin tahu ditambah pengalaman hidup membawanya pada sebuah prinsip hidup yang kelak akan dikenal orang sebagai sebuah ajaran yang berpengaruh besar dalam perkembangan kehidupan manusia. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai ajarannya sangat sederhana, yang


(14)

berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional yaitu kebenaran (satya), dan anti kekerasan (ahimsa).1

Afrika selatan menjadi persinggahan pertamanya dan paling mengesankan dalam pejalanan hidupnya, yang memberinya gambaran tentang bagaimana sikap dan perlakuan yang diterima kaumnya di Afrika. Pelabuhan di Natal adalah Durban yang juga dikenal sebagai pelabuhan Natal. Hari-hari yang dijalaninya tidak lepas dari persoalan tindakan diskriminasi yang dialami oleh orang-orang yang memiliki “warna kulit”. Perjalanan ke pretoria meninggalkan Durban menjadi satu kasus yang tersendiri bagi Gandhi. Disinilah tindakan diskriminasi pertama yang juga kelak menjadi pembuka atas kasus diskriminasi lainnya yang diperoleh oleh Gandhi yang dilakukan oleh petugas kereta, yang memaksanya untuk pindah tempat ke kereta barang karena salah satu penumpang merasa Proses dan usaha perjuangan kemerdekaan india, ia menghendaki supaya rakyat yang mengikutinya memakai cara-cara pantang kekerasan dan penderitaan yang beradap. Perjuangan merebut kemerdekaan India bukan didasarkan pada kebencian terhadap Inggris. Gandi selalu menekankan harus membenci dosanya, tetapi bukan orang yang membuat dosa itu.

Kehidupan Gandhi mungkin adalah proses perjuangan mencari kebenaran. Dari pendidikan awal sampai kuliah, hingga pada perjuangannya. Dimulai dari Sejarah panjang yang didapatnya di Afrika Selatan selama menjalankan tugas sebagai pengacara sampai pada perjuangannya di tanah kelahiranya di India memang membawanya kearah realitas perjuangan kaum-kaum yang didiskriminasikan, dengan latar belakang masalah yang berbeda. Di Afrika dia menemukan perjuangan untuk keluar dari belenggu sikap rasial terhadap kaumnya, ataupun yang memiliki warna kulit yang sama dengannya. Di India dia menemukan sikap ketidak adilan yang diterima bangsanya dari pemerintah Inggris ditanah milik orang India.

1

Ahimsa adalah sebuah filosofi berpikir Gandhi yang diperoleh dari ajaran-ajaran agama Hindu, yang menekankan pada sebuah prinsip pantang kekerasan dalam mencari sebuah kebenaran.


(15)

terganggu dengan penampilan fisiknya, yang berujung pada pengusiran dirinya dari kereta.2

Satu tahun tinggal di Pretroria benar-benar merupakan pengalaman yang berharga bagi kehidupan Gandhi. Di sinilah Gandhi memperoleh banyak kesempatan untuk bekerja demi kepentingan umum dan mengukur kapasitasnya untuk itu. Di Pretoria jugalah dia merasakan semangat keagamaan untuk menjadi semangat hidup serta memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang praktik hukum.3

Bertugas puluhan tahun di Afrika mengantarkan Gandhi pada perjuangan Satyagraha

4

Aksi-aksi diskriminatif yang disaksikan Gandhi adalah sebuah bentuk pembelajaran mengenal hidup yang diperoleh Gandhi. Semangat ahimsa dan satyagraha adalah dua hal yang dibawanya untuk melawan ketidak adilan. Dalam menjalankan perlawanannya Gandhi menjunjung tinggi semangat humanisme.

dengan konsisten. Perlakuan diskriminatif dan rasial dilawan Gandhi dengan sebagai cara berjuangnya, tidak pernah sekalipun Gandhi mengajak kawan-kawan yang senasib dengannya untuk memukul orang-orang yang bertindak tidak adil terhadap mereka, justru Gandhi cenderung memaafkan mereka, dan membawa perkara ke pengadilan jika memang dianggap melanggar hukum.

5

Dari perjalanan dan pengalaman yang diperolehnya di Afrika, Gandhi pulang ke India. Perlakuan yang didapatkan di Afrika yang dia harapkan tidak terjadi di India, malah berjalan sebaliknya. Walaupun Gandhi sangat menjunjung Dia tidak pernah sekalipun membenci siapapun yang menghujatnya atau memperlakukannya secara tidak adil, karena dia menyayangi sesamanya manusia dan menjunjung tinggi martabat manusia. Dia tidak pernah ingin menghukum manusia, tapi menghukum perbuatannya.

2

Mahatma Gandhi.2009. Semua Manusia Bersaudara. Jakarta:Yayasan Obor Jakarta.Hal.17. 3 Ibid, hal. 20

4

Satyagraha Secara Harafiah berarti kesetiaan kepada kebenaran. Sebutan yang diciptakan oleh gandhi untuk siasat ketidakpatuhan dengan pantang kekerasan yang diselenggarakan oleh dan atas bimbingan Gandhi. 5


(16)

tinggi pemerintahan kerajaan Ingris di India, tapi dia tetap tidak berterima kalau nasib sebangsanya berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Dia baru sadar atas perlakuan yang diberikan Inggris terhadap rakyat India. Kembalinya Gandhi ke India, dia memimpin perlawanan terhadap penjajah Inggris. Orang-orang India menginginkan kemerdekaan penuh dengan Undang – Undang dan aturan sendiri bagi negara mereka. Sama halnya dengan apa yang dilakukannya di Afrika Selatan, Gandhi mengadvokasikan satyagraha, melancarkan aksi – aksi dan gerakan tanpa kekerasan melawan Pemerintah kolonial Inggris. Kemunculan Gandhi memberikan peranan yang sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan India. Beliau muncul sebagai tokoh yang memperjuangkan hak bagi orang-orang India setelah kembali dari Afrika Selatan pada tahun 1914.

Perang dunia yang sedang terjadi berimbas pada India. Keikutsertaan inggris dalam perang dunia pertama ikut melibatkan India yang merupakan koloni Inggris. Banyak rakyat india yang ikut dalam militer dalam menyokong Inggris. Gandhi adalah sosok yang memberi dukungan dengan gagasan tentang India yang akan memberi bantuan terhadap Inggris dalam masalah yang dihadapi. Tapi Gandhi sangat menolak dengan pernyataan baik dari kalangan rakyat India ataupun Inggris bahwa orang india yang ikut membantu Inggris tidak lebih dari budak-budak. Penolakan gandhi terhadap sikap dan penempatan orang-orang Inggris dengan istilah majikan ditolak keras oleh Gandhi. “saya menyadari perbedaan status antara seorang bangsa India dan seorang bangsa Inggris, tetapi kami tidak percaya bahwa kami diturunkan sedemikian jauh sebagai budak-budak. Saya merasakan itu tidak lebih dari kesalahan orng-orqng Inggris sebagai individu dan bukan kesalahan sistem negara Inggris dan hal ini mernurut pendapat saya dapat diubah melalui kasih sayang.”6

Mobilisasi yang dilakukan Gandhi dalam mengadvokasi rakyat India dalam menentang ketidakadilan system, adalah dengan cara-cara yang manusiawi. Gandhi sangat menolak tindakan perang dalam menyelesaikan masalah. Gandhi

6


(17)

lebih bersedia dipenjara atau bahkan harus mati sekalipun untuk menyelesaikan masalah, daripada harus memegang sepucuk senjata dan terlibat dalam perang. Peperangan adalah tindakan yang tidak bermoral, Gandhi tidak dapat menghukum orang yang menyerangnya dalam perang, apalagi dengan orang-orang yang tidak tahu tentang keadilan, tentang sebab-sebab kenapa mereka berperang. Memegang teguh prinsip ahimsa menjadikan Gandhi sebagai sosok yang sangat menentang perang. Prinsip inilah yang justru mengantarkan India pada kemerdekaannya di tahun 1947.

Setelah perjuangan memerdekaan India, Gandhi justru dihadapkan pada keadaan yang dilematis. Perjuangan memerdekaan rakyat yang dikasihinya berujung pada konflik etnik bercampur konflik agama. Tahun 1947 India dan Pakistan harus dipisah menjadi dua negara yang berbeda, pemisahan ini justru menimbulkan kerusuhan yang berkepanjangan hingga saat ini. Awal perjuangan yang Gandhi bangun justru dapat menyatukan suara untuk merdeka dari kolonialisasi Inggris, ketika merdeka justru perpecahan yang diterima dan disaksikan Gandhi.

Gandhi dengan tegas menentang pemisahan India menjadi dua negara, yang dengan tegas menyekat antara Hindu dan Islam. Gandhi menyerukan agar orang Hindu mencintai umat muslim, dan sebaliknya yang muslim menyayangi yang Hindu, dan agar keduanya dapat hidup dalam damai kemerdekaan dalam satu Negara merdeka yang lama diperjuangkan. Penolakan Gandhi dalam ancaman perang antara India dan Pakistan terkait perebutan wilayah, ditanggapi Gandhi dengan memilih bermeditasi dan berdoa sebagai upaya menghentikan perang. Ajaran ajaran yang dibawanya dan coba untuk disebarkannya ternyata berimplemantasi lain pasca kemerdekaan India.

Pengalaman yang diterima didapat selama bertugas sebagai pencari keadilan, tidak membawanya membenci setiap orang yang melakukan keburukan atau ketidakadilan, dia tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa manusia tidak salah, sifat manusialah yang pantas disalahkan, dan orang yang dianggap bersalah tidak pantas mendapatkan siksaan fisik yang sama dengan yang pernah


(18)

mengalaminya, karena itu menjadikan manusia itu tidak jauh beda dengan orang yang melakukan sebuah kejahatan. Gandhi berpikir bahwa, setiap manusia adalah benda yang sakral.

Catatan sejarah yang diukisnya, memposisikannya dalam sosok yang berbeda dengan yang lain. Sathyagraha selalu dipropagandakannya, untuk menyebarkan kasih sayang dalam menciptakan kedamaian. Konsistensi Gandhi dalam memegang teguh prinsip Ahimsa yang tidak pernah menggunakan kekerasan dalam melawan setiap ketidakadilan, diaplikasikan beliau dengan berdemonstrasi dengan damai, walaupun ia sering kali mendapat serangan, kekerasan secara fisik, dipenjara berulang kali, memilih untuk bermeditasi dan hidup dalam penderitaan diri sendiri daripada melihat perang saudara antara India dan Pakistan di tanah yang diperjuangkannya. Inilah pilihan dan cara Mahatma Gandhi dalam menunjukan prinsip kemanusiaannya.

Sosok Gandhi yang berbeda menjadi pribadi yang akan mudah diingat banyak orang. Pembawaan sikap dan perilaku yang dibawanya dalam kehidupan sehari-hari berpegang pada sebuah tatanan prinsip yang teguh. Ajaran yang diajarkan diperoleh dari pengalaman hidupnya sendiri. Sikapnya yang menyayangi sesamanya manusia menjadikannya sosok yang sangat membenci perang, dan kecintaannya terhadapa kaum sebangsanya adalah membawa dirinya memberi perlawanan terhadap penjajahnya. dan dengan apa yang dimilikinya inilah Gandhi menjadi sosok penting dalam sejarah perdamaian dunia.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pemikiran Mahatma Gandhi tentang Humanisme dan Nasiobalisme. Gandhi sebagai sosok yang memperjuangkan nasib rakyat yang banyak bergantung kepadanya memang membawa semangat perjuangan yang berbeda dalam perjuangan rakyat India dalam proses merebut kemerdekaanya. Disisi lain juga pemisahan India Pakistan juga meninggalkan kisah yang berbeda dalam perjuangan dan cita–cita yang diimpikannya, sebagai sosok yang mengidamkan perdamaian dengan mengedepankan ajaran dan sikap yang humanistik, justru


(19)

harus dihadapkan dengan kondisi pemisahan dua wilayah yang awalnya adalah gerakan yang memiliki visi yang sama antara India dan Pakistan.

1.2. Perumusan Masalah

Sifat dan sikap yang ditunjukan oleh Mahatma Gandi memang menjadi sebuah bahan kajian yang penting. Keberadaan ajarannya yang dianggap masih koheren dengan cita-cita perdamaian yang menjadi cita-cita yang harus diraih. Sifat Universal ajarannya memang memang menjadikan sosok gandi sebagai seorang tokoh yang sangat berpengaruh baik ketika dia masih menunjukan eksistensinya sebagai manusia yang hidup di dunia ataupun ketika dia sudah meninggal dan hanya meninggalkan ajarannya sebagai pesan terakhir untuk mewujudkan perdamaian.

Kecintaanya pada perdamaian dan cinta kasih, menjadikannya sebagai sosok yang pemaaf, tidak pendendam dan lembut. Penempatan posisi manusia pada sosok yang sakral menjadikannya tidak pernah membenci sesamanya. Dia selalu beranggapan bahwa jiwa manusia adalah terpisah dari tubuh. Jadi raga tidak pernah berbuat salah jadi tidak harus dipersalahkan, yang harus dirubah adalah jiwa dari manusia itu.

Disisi lain Gandhi harus dihadapkan dengan realitas, kehidupan bangsanya yang berada posisi yang selalu mendapat perlakuan diskirminatif oleh permerintahan Inggris. Posisi yang dilematis antara keinginan untuk membela dan prinsip ajarannya yang sangat menghargai manusia di uji. Apakah Gandhi harus ikut melawan orang-orang yang menyakiti bangsanya, dengan ikut membenci pemerintahan Inggris, atau tetap berpegang pada prinsip yang teguh.

Pada tahap lain Gandhi juga harus dihadapkan dengan realita pemisahan yang harus disaksikannya, dimana India harus dibagi menjadi dua negara yaitu India dan Pakistan. Ajarannya yang anti kekerasan harus dihadapkan dengan perang saudara antara India dan Pakistan yang membawa unsur agama dalam konflik yang muncul.


(20)

Atas uraian diatas, maka penulis merumuskan suatu rumusan masalah, dimana rumusan masalah secara substansi adalah untuk menyatakan secara tersurat apa yang harus dijawab, dan dengan mengacu pada latar belakang masalah perumusan masalahnya, yaitu :

1. Mengapa Mahatma Gandhi memilih atau menerapkan jalur Humanisme dalam perjuangan kemerdekaan India ?

2. Bagaimana Pemikiran Mahatma Gandhi tentang Humanisme dan Nasionalisme ?

3. Bagaimana pengaruh Gandhi dan pemikiran Humanisme Gandhi dalam Pemisahan India dan Pakistan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui kenapa Mahatma Gandhi memilih jalur Humanisme sebagai alat perjuangannya, di tengah-tengah perjuangan dengan senjata yang banyak dipilih oleh penggerak kemerdekaan di negara-negara kolonial.

2. untuk mengetahui tentang pemikiran-pemikiran Mahatma Gandhi, terkusus tentang Humanisme dan Nasionalisme.

3. Untuk mengetahui sejauhmana prinsip Humanisme Gandhi mempengaruhi sikap-sikap nasionalisme Gandhi dalam proses merebut kemerdekaan di India.

4. Untuk mengetahui apakah persoalan India dan Pakistan yang berujung pada pemisahan kedua daerah menjadi negara yang berbeda adalah kegagalan Gandhi dan pemikirannya atau karena faktor lain yang lebih dominan.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Politik khususnya dalam studi pemikiran global.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah dalam memperluas wawasan pemikiran civitas akademika dalam berbagai tingkatan pendidikan.

3. Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat yang ingin tahu tentang Humanisme dan terutama bagi para pengambil kebijakan agar dapat menciptakan kebijakan yang berlandaskan kemanusiaan.

1.5. Kerangka Teori

penulisan sebuah karya ilmiah tidak dapat dilepaskan dari teori-teori, yang secara fungsi akan sangat membantu penulis dalam menganalisa permasalahan yang akan diteliti. Teori akan menjadi pedoman dasar peneliti untuk menerangkan sebuah fenomen sosia. Sebelum memuli penelitian, penting kiranya penulis menyusun sebuah kerngka teori, sebagai landasan berfikir yang sistematis.

1.5.1 Teori Humanisme

Istilah “humanisme” sendiri berasal dari kata Latin “humanitas” yang artinya pendidikan manusia, dan dalam bahasa Yunani disebut “paedia” yang diartikan sebagai pendidikan yang didukung oleh manusia-manusia yang hendak mendapatkan seni liberal sebagai materi atau sarana utamanya. Pemahaman Humanisme, menempatkan manusia pada posisi yang sangat penting. Humanisme adalah sebagai doktrin yang menekankan bahwa yang terpenting dalam alam semesta adalah faktor alam semesta itu sendiri.7

7

Munir,Miftahul.2005. Filsafat Humanisme Theistik Kahlil Gibran. Yogayakarta:Paradigma.Hal.1.

Ajaran humanistik ini sendiri menganggap manusia sebagai subyek dan tentunya mempunyai obyek untuk


(22)

dihadapi. Dari sini dapat diolah bahwa manusia adalah sebagai individu yang menjadi pusat dari segala sesuatu. Sikap individu manusia semakin menonjol karena manusia berada diatas masyarakat. Tetapi semua manusia mempunyai kedudukan yang sama. Pemikiran humanisme memunculkan ide tentang kebebasan individu manusia sendiri.

Humanisme akan lebih mudah dipahami kalau ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi historis dan sisi-sisi aliran filsafat lainnya. Sisi historis, humanisme adalah suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14 masehi. Gerakan ini boleh dikatakan sebagai motor penggerak kebudayaan modern, khususnya kebudayaan eropa.8 Pada abad ke-14 humanisme juga mengalami surut, pada saat sastra dan seni Romawi dan Yunani yang pra-Kristiani ditemukan kembali. Sedangkan puncak humanisme umumnya dianggap Erasmus dari Rotterdam pada abad ke-16. Gelombang kedua humanisme, sering disebut neo-humanisme berkembang di abad ke 18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual berpaling dari zaman klasik Roma dan Yunani. Cita-cita humanisme dilihat dalam gagasan Yunani kuno tentang pembentukan manusia yang selaras dengan badan dan jiwanya.9

Pada perkembangan humanisme pada abad 18 atau periode perkembangan ini yang dimasukan kedalam masa pencerahan (aufklarung). Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu. Tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan. Pada perkembangan selanjutnya, pada abad 20 terjadi perkembangan humanistik yang disebut humanisme kontemporer. Humanisme kontemporer merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis ini adalah berkenaan dengan peran dan kontribusi filsafat

8

Zainal Abidin.2003. Filsafat Manusia, memahami Manusia melalui Filsafat. Bandung: PT Remaja

Rosdokarya. Hal 25. 9


(23)

eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistik.

Sisi yang kedua adalah Humanisme sering diartikan sebagai paham di dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sangat sentral dan penting, baik dalam perenungan teoris-falsafati, maupun dalam praktis kehidupan sehari-hari. Pada pengertian ini manusia dipandang sebagai ukuran bagi setiap penilaian, dan referensi utama dari setiap kejadian di dalam alam semesta ini. Sebab salah satu asumsi yang melandasi perbedaan filsafat ini adalah bahwa manusia pada prinsipnya merupakan pusat dari realitas. Berbeda pada pandangan filsafat yang berkembang pada pertengahan, para humanis berpegang teguh pada pendirian, bahwa manusia pada hakikatnya bukan sebagai viator mundi (peziarah di muka bumi), melainkan sebagai vaber mundi (pekerja atau pencipta dunia). Oleh sebab itu sudah sepatutnyalah kalau segera ukuran penilaian dan referensi akhir dari semua kejadian manusia, dikembalikan lagi kepada manusia itu sendiri, bukan kepada kekuatan-kekuatan di luar manusia.10

Humanisme sebagai suatu gerakan filsafat dan pergerakan kebudayaan berkembang sebagai suatu reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad. Humanisme hendak menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia, serta menjadikan manusia sebagai ukuran dari segenap penilaian, kejadian, dan gejala diatas muka bumi. Bukan lagi dogma gereja yang harus dipandang sebagai ukuran bagi segenap kejadian dan penilain manusia, melaiankan manusia itu sendiri yang harus dijadikan tolak ukur dan referensi akhir dari semua. Otoritas yang berlebihan oleh agama di Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya yang berwenang dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agama yang kemudian diterjemahkan kedalam segenap bidang kehidupan di Eropa. Di dalam konteks reaksi ini, pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap

10


(24)

kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia.

Dilain pihak, terminologi humanisme juga mempunyai perluasan pemahaman seiring dengan rekam sejarah dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana disebut oleh Frederick Edword dalam What is Humanism? yang membuat ringkasan mengenai pengertian-pengertian humanisme, sebagai berikut: 1. Humanisme Renaisans; sebagai semangat belajar yang mulai berkembang pada akhir abad Pertengahan, ditandai dengan bangkitnya kembali karya-karya klasik dan keyakinan yang diperbaharui atas kemampuan manusia untuk menentukan kebenaran dan kepalsuan bagi diri mereka sendiri.

2. Humanisme literer, yakni penyerahan kepada budaya humanitas atau literer. 3. Humanisme budaya, yakni budaya rasional dan empiris, khususnya yang berasal dari Romawi dan Yunani Kuno, dan berevolusi sepanjang sejarah Eropa. Sekarang ini menjadi bagian yang mendasar dari pendekatan Barat terhadap ilmu pengetahuan, teori politik, etika dan hukum.

4. Humanisme filsufis, yakni pengekspresian cara hidup yang dipusatkan pada kebutuhan dan minat manusia, yang meliputi humanisme Kristiani dan Humanisme modern.

5. Humanisme Kristiani, yakni filsafat yang menekankan pemenuhan diri dalam rangka prinsip-prinsip Kristiani.

6. Humanisme modern, yakni sebuah pemikiran filsafat yang menolak hal-hal supranatural. Pemikiran bersandar pada kemampuan akal dan ilmu pengetahuan, demokrasi dan kasih sayang manusia. Humanisme modern mempunyai sifat; sekuler dan religius.

7. Humanisme sekuler, adalah perkembangan lanjutan dari era pencerahan abad ke-18 dan abad ke-19, serta,

8. Humanisme Religius sebagai humanisme yang muncul dari budaya etis, utilitarianisme dan universalisme. 11

11


(25)

1.5.1.1. Aliran Humanisme

Humanisme sebagai sebuah filsafat telah berkembang dengan pesat dalam dunia sebagai sebuah solusi dan jawaban atas penindasan yang terjadi oleh manusia terhadap manusia lainnya, yang terjadi terus-menerus tanpa mengenal batasan waktu. Humanisme telah terbagi dalam dua aliran besar yang berkembang. Pertama adalah humanisme religius, yang mendasarkan ajarannya pada nilai agama. Penanaman moral yang sangat tinggi dengan pondasi nilai-nilai keagaamaan menjadi cirri utama dari aliran ini. Aliran ini adalah aliran yang sifatnya mengedepankan ide (aliran idiealisme). Dalam epistimologinya, paham ini menyatakan bahwa ide-ide adalah faktor dalam pengetahuan metafisik dan semua realitas adalah jiwa/roh, sedangkan doktrin etikanya; cita-citanya adalah obyek yang harus dicapai dalam tindakan. 12

Bisa dikatakan bahwa idealisme menurukan seluruh kenyataan atau realitas pada suatu bentuk yang disebut jiwa atau roh, serta memandang realitas roh. Pertama kali ia harus dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia yang menghasilkan kebudayaan yang masuk dalam dirinya.13 Bagi aliran religius mereka tetap mempercayai Tuhan sebagai sumber dari segala sumber yang ada, dan yang ada atau yang transedental itulah sebagai dasarnya. Seperti pendapat Kierkegaard, berpendapat bahwa manusia itu berdosa, dia ada, dia hidup, sebagai ketakukan batin. Maka dia belajar mengenal ampunan Tuhan di dalam apa yang menjadi kepercayaannya, dan semua itu bukanlah kebenaran umum yang dapat dipahami oleh manusia dengan jalan berpikir.14

Kedua adalah aliran humanisme sekuler. Aliran ini sering dianggap dengan aliran yang ateis, karena memang secara fundamental perbedaan paling mencolok dari aliran ini adalah meniadakan unsure-unsur yang metafisik atau hal-hal yang irasional. Karena segala hal adalah terjadi karena sebuah proses ilmiah.

12

H. Muzairi.2002. Eksistensialieme Jean Paul Sarte, Sumur Tanpa Kebebasan Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar.Hal. 18.

13 Ibid 14


(26)

Humanisme yang sekuler memang memporoskan diri pada manusia seutuhnya, bagaimana manusia menunjukan eksistensi dirinya, bagaimana ia berekspresi, dan berkarya untuk menjaga kelangsungan hidupnya, bertolak belakang dengan yang religius yang nilai-nilai agama menjadi acuan sementara manusia menjadi pelaksana aturan-autran yang telah diciptakan agama untuk menjaga keberlangsungan hidup dari manusia itu sendiri.

Kata humanisme bisa jadi merupakan ungkapan yang bisa disebutsebagai ambivalen. Meskipun kata ini terkadang memiliki makna yang positif dalam segi pandang tertentu, namun pada dasarnya kata humanisme lebih berada pada posisi sikap seseorang yang melihat dirinya sebagai subyek yang berdiri sendiri dan terpisah, bukan saja dari legitimasi penguasa ataupunkekuasaan saja, tetapi bahkan juga terpisah dari Tuhan.15

Konsekuensi dari pandangan tersebut, jika diterapkan pada manusiaakan berarti, bahwa jiwa, raga, kemanuan dan kehendak manusia, serta hidup dan matinya, semuanya adalah proses kebendaan. Tiap persoalan, benda adalah hal yang paling primer bagi keyakinan aliran-aliran tersebut, yaitu segala sesuatu yang harus dikembalikan ke benda. Pikiran, gerak-gerik manusia, cinta, rasa keadialan, dan seluruh ungkapan manusia semauanya dipecahkan dalam proses-proses benda atau materi.

Aliran ini sifatnya adalah meterialistik dalam artian adalah kebendaan, yang menentang keberadaan Tuhan. Banyak tokoh-tokkoh yang berpandangan materialism yang muncul sudah sejak lama. Mulai dari pikiran Epikirus (341-210 S.M), yang menyatakan realitas pokok itu tersusun dari yang dinamakan dengan materi. Sebelum epirikus telah muncul Thales, Anaximandros (610-547 S.M) dengan paham appiron, Anaximenes (585-528 S.M) yang berkeyakinan bahwa segala pokok penciptaan dari hakikat alam adalah hawa, dan Demokretos (450-360 S.M) dengan teori atomnya.

16

15

Suseno, Frans Magnis.2007.Humanisme religius vs Humanisme Sekuler, dalam Islam dan Humanisme, Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal .Yogyakarta:PustakaPelajar.Hal.208. 16

H, Muzairi,Op.cit. Hal 11.


(27)

berpegang pada eksistensi manusia, bahwa manusia menghadapi dirinya sebagai suatu masalah, merencanakan diri sebagai suatu masalah, merencanaka dirinya dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri sendiri dan nilai-nilainya, kemudian berfungsi sebagai Tuhan.17

17

Ibid, hal.52

Terlepas dari paradoks antara religius yang idiealis dan sekuler yang materialis, keduanya adalah dua aliran yang sama-sama berfokus pada manusia sebagai obyek yang dikaji dalam penjabaran teorinya. Berpatok pada ini, maka dapat diolah bahwa manusia adalah sebagai individu yang menjadi pusat dari segala sesuatu.

1.5.1.2 Implementasi Humanisme

Dasar humanisme yang meletakkan manusia pada posisi subjek atau objek penelitian memang melahirkan banyak penerapan humanisme. Ideologi populer seperti Marxisme, Sosialisme, Eksistensialisme, Stalinisme, Komunis, Liberalisme bahkan sampai pada agama yang perdebatannya apakah itu idilogi atau tidak, semua menggunakan label humanisme. Ragam humanisme ini disatukan dalam kepercayaan mereka mendasari beragamnya pengalaman manusia. Hal ini adalah mungkin pertama untuk melihat sifat alami manusia yang universal, kedua untuk menemukan dalam bahasa umum rasionalitas. Hal ini berarti humanisme dapat diimplemantasikan dalam pada berbagai aliran filsafat.

Humanisme sebagai sebuah idiologi memang muncul sebagai sebuah jawaban atas pembelengguan yang terjadi pada masa renaisans. Doktrin yang berkembang pada masa renaisans yang memberikan keleluasaan pada manusia untuk bereksperimen, lepas dari doktrin dan pengaruh gereja memungkinkan berkembangnya humanisme yang dikedepankan, yaitu bertumbuh dengan panca indra dan berjiwa dengan akal budinya, manusia kemudian mampu menemukan ilmu pengetahuan yang sifatnya empiris dan rasional.


(28)

Kemunculan humanisme sebagai gerakan pemikiran bersumberkan pada keinginan manusia untuk mengembalikan fitrah dasar manusia, sebagai mahluk otonom dengan kemampuan rasionalitasnya dan kemerdekaan berpikirnya, humanisme juga lahir sebagai sebuah semangat perlawanan terhadap setiap kekuatan yang memasung kemampuan dasar alami manusia. Humanism kemudian pada dasarnya terlahir dari keinginan untuk memanusiakan manusia sebagai manusia sebagai subjek dengan kesadarannya, bukan sebagai objek tanpa kesadaran. 18

Pemahaman atas manusia sebagain individu yang berhak untuk menentukan nasibnya sendiri, untuk membuat sejarahnya sendiri adalah sikap humanistis yang menjadi roh bagi gerakan pemikiran filsafat lainnya. Hal ini berarti dari humanisme lahir sejumlah pemikiran yang menjadi simbol bagi gerakan kefilsafatan modern. Dalam konteks ini berarti humanisme telah berimplikasi positif dalam bagi tumbuh kembangnya filsafat modern yang memberikan perubahan secara revolusioner bagi wajah peradaban manusia. Implikasi positif itu tentu saja terletak pada aspek humanisasi atas diri manusia untuk secara sadar menemukan menemukan potensi kemanusiaannya. 19

Teori yang dikemukakannya, Krierkagaard banyak menekankan tentang kebebasan dan tanggung jawab dalam banyak tulisannya. Masalah kebebasan dan tanggung jawab adalah hal yang fundamental dan krusial. Kebebasan dan perjuangan menjadi sesuatu yang selalu yang diperjuangkan oleh setiap individu manusia. Menurut pendapatnya yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah , passion, antusiasme, gairah, semangat, dan keyakinan yang dilandasi oleh kehendak bebas dan afeksi (emosi).

1.5.1.3 Teori Tahap Eksistensi Manusia

20

18

Dikutpi dari Jurnal Filsafat, Santoso, Lestiyono. Patologi Humanisme (Modern), 2003, Jilid 33, hal. 34 19

ibid. Hal 37. 20


(29)

Tahap eksistensi manusia yang dikemukakan oleh Kierkagaard adalah bentuk pembuktiannya tentang apa yang diyakininya tentang kebebasan dan tanggung jawab. Tahap eksistensi manusia dibagi dalam tiga tahapan, yaitu :

1. Tahap Estetis

Tahap estetis adalah tahap dimana orientasi hidup manusia sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual, dan prinsip-prinsip yang hedonistik, dan biasanya bertindak menurut suasana hati.

2. Tahap Etis

Hidup etis berarti mengubah pola hidup yang awalnya estetis menjadi etis. Individu mulai menerima kebajikan-kebajikan moral dan memilih untuk mengikatkan diri kepadanya. Prinsip kesenangan dan naluri seksual sudah diproyeksikan untuk tugas-tugas kemanusiaan. Manusia etis tidak hidup untuk kepentingan pribadinya, tetapi lebih kepada kepentingan umum. Manusia etis juga mampu menolak tirani atau kuasa dari luar, baik itu yang bersikap represif atau nonrepresif selama tirani atau kuasa itu tidak sejalan dengan apa yang diyakininya.

3. Tahap Religius

Tahapan terakhir dalam tiga tahapan eksistensi manusia adalah menjadi tahapan yang lebih sulit. Pada tahapan estetis ke tahapan etis kita mempertimbangkan kita akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang mungkin akan kita hadapi, sedangkan lompatan etis ke religius nyaris tanpa pertimbangan-pertimbangan rasional. Pada tahapan ini yang diperlukan justru keyakinan subjektifitas yang berdasarkan pada iman. 21

21


(30)

1.5.2 Teori Nasionalisme

Defenisi nasionalisme telah banyak dikemukakan dengan berbagai pemahaman yang sangat diferensiatif. Ada kecenderungan setiap defenisi dapat saling mendukung ataupun ada yang saling tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Tapi semua bermuara pada satu tema utama yaitu tentang negara. Nasionalime adalah suatu idiologi yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keadaanya.

Benedict Anderson sendiri mendefiniskan bangsa sebagai Imagined Community dalam pengertian bahwa bangsa adalah komuniti yang dibayangkan oleh kolektifnya. Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu yang memiliki batas-batas dan berkedaulatan. Lanjutnya, kata ‘isme’ dalam nasionalisme jangan dikacaukan dengan pengertian isme sebagai ideologis. “Isme” di sini lebih tepat sebagai suatu analogi yang berkaitan dengan elemen kultural seperti kekerabatan atau agama, sebab nasionalisme sendiri lebih merupakan ‘nasib’ daripada suatu ‘pilihan’ yang diterima oleh warga suatu kedaulatan. Studi nasionalisme mungkin sebenarnya lebih tepat nationality bagi Anderson memungkinkan kita untuk mengerti mengapa melakukan pengorbanan, menahan penderitaan, bahkan rela mengorbankan nyawa sendiri termasuk juga melakukan pertumpahan darah dan mengesahkan pembunuhan-pembunuhan atas nama identitas kebangsaannya.22

Secara spesifik istilah imagined (dibayangkan) ini penting, menurut Anderson, mengingat bahwa anggota-anggota dari bangsa ini kebanyakan belum pernah bertemu satu sama lain, tetapi pada saat yang sama dibenak mereka hidup suatu bayangan bahwa mereka berada dalam suatu komuniter tertentu. Karena hidup dalam bayangan (dalam arti posisitif) manusia yang juga hidup dan berdinamikna, nasionalisme disini dimengerti sebagai sesuatu yang hidup, yang terus secara dinamis mengalami proses pasang surut, naik turun. Pandangan yang demikian ini mengandai bahwa nasionalisme merupakan sesuatu yang hidup, yang

22

Tulisan dari A. Reid (1985) yang me-rifiew buku dari Benedict Anderson yang berjudul Imagined Communities. Reflections on the Origin and Spread of Nationalism, hal 497-499


(31)

secara dinamis berkembang serta mencari bentuk-bentuk baru sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.23

1. Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa – bangsa.

Perkembangan studi tentang nasionalisme telah berkembang dengan pengertian yang secara general dapat kita mengerti sekarang ini. Di antara penggunaan-penggunaan itu, yang paling penting adalah :

2. Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa yang bersangkutan. 3. Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.

4. Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.

5. Suatu doktrin dan/atau idiologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus. 24

Pendefenisian istilah nasionalisme telah melalui proses panjang yang dalam setiap perumusannya selalu parsial dan mengacu pada kondisi sosial politik yang dicakupnya. Nasionalisme selalu berupaya menempatkan negara sebagai pusat dari pembahasaannya ataupun dalam tahap lebih lanjut mempertinggi derajat bangsanya. Sasaran umum ini ada tiga : otonomi nasional, kesatuan nasional, dan identitas nasional. Melihat sudut pandang para nasionalis, suatu bangsa tidak bisa melangsungkan hidupnya kalau ketiga sasaran ini dalam derajat yang memadai, yang kemudian dari sini muncullah defenisi kerja nasionalisme suatu gerakan idiologis untuk mencapai, mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial.

Bergerak dari pembahasan nasionalisme, unsur yang tidak bisa dilepaskan dari penetapan ide-ide nasionalisme adalah tentang etnik dan bangsa. Terdapat perbedaan yang mendasar dan cenderung tumpang tindih antara bangsa dan komunitas etnik ataupun tidak dapat dipisahkan dan cenderung saling melengkapi. Bangsa bukanlah komunitas etnik yang, karena biasanya komunitas etnik, karena

23

Dikutip dari jurnal Iman, Ilmu dan Budaya. Baskara Wardaya. 2002, Nasionalisme Universal : Menjawab Ajakan Pasca Nasionalisnya Romo Mangun, vol 3.

24


(32)

biasanya komunitas etnik tidak mempunyai rujukan politik, dan dalam banyak hal juga kekurangan budaya public, bahkan kekurangan dimensi territorial, karena komunitas etnik belum tentu memerlukan kepemilikan fisik di dalam suatu wilayah historisnya.

Pada praktek, perumusannya, dan pendefenisian, etnik dan bangsa tidak memiliki sekat yang kuat. Seperti konsepsi yang diajukan David Miller tentang bangsa, ada kecenderungan saling mendukung walaupun memang kedua topik ini bisa dipisahkan. Defenisinya tentang bangsa adalah sebagai komunitas yang (1)terbentuk dari keyakinan bersama dan komitmen yang saling menguntungkan, (2)mempunyai latar belakang sejarah, (3)berkarakter aktif, (4)berhubungan dengan suatu wilayah tertentu, dan (5)dibedakan dari komunitas lain melalui budaya publik yang khas.

Anthony D. Smith juga memberikan penjabaran tentang bagaimana mendefenisikan konsep bangsa sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, yang menguasai suatu tanah air serta memiliki mitos-mitos dan sejarah bersama, budaya publik bersama, perekonomian tunggal. Sementara ituk konsep entnik dapat didefenisikan sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, yang berkaitan dengan satu tanah air, memiliki mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa unsure budaya bersama, dan solidaritas tertentu, paling tidak diantara elit-elitnya.25

25

Ibid, hal. 15

Perbedaan pendefenisian yang terjadi antara entik dan bangsa pada tahapan lebih lanjut adalah pada substansinya adalah mendukung sebuah konsepsi nasionalisme yang lebih konkrit dan jelas. Argumentasi yang coba membatasi kedua hal ini memang tidak lantas membentuk konsepsi-konsepsi nasionalisme yang berbeda. Bangsa dan etnik adalah bagian penting yang dalam perumusan ciri khas dari sebuah nasionalisme dari sebuah kondisi sosial yang terjadi, tidak bisa dihilangkan ataupun dilupakan dalam menemukan konsepsi nasionalisme yang coba diformulasikan.


(33)

Antonhy Smith dalam perkembangan konsep nasionalisme memang menjadi salah satu tokoh yang teorinya banyak menjadi acuan. Menurut Smith, proposisi-propisisi dasar nasionalisme adalah sebagai berikut:

• Dunia ini dibagi menjadi bangsa-bangsa yang masing-masing memiliki karakter, sejarah, dan takdir sendiri-sendiri

• Bangsa adalah satu-satunya sumber kekuasaan politik • Kesetiaan kepada bangsa adalah prioritas utama

• Agar menjadi bebas, individu harus menjadi bagian dari suatu bangsa • Setiap bangsa menuntut ekspresi diri dan otonomi

• Pedamaian dan keadilan global menuntut adanya dunia yang terdiri atas bangsa-bangsa yang otonom

Dilain sisi, menurut smith pergerakan menuju sebuah ide nasionalisme, perlu didasari atas tiga aspek yang penting seperti yang diungkap oleh Anthony D. Smith, yaitu :

1. Kebahuruan Idiologis

Pada aspek ini semua gerakan harus berbasi idiologi, sehingga bangsa-bangsa yang tercipta berbasis idiologi pula. Ini diperlukan dalam penyeragaman nilai-nilai yang ditanamkan, sehingga ada acuan untuk dinilai dan menilai sesuai dengan doktrin nasionalisme tersebut.

2. Pentingnya basis Etnik

Ikatan etnik menjadi sangat penting. Penggunaan ikatan dan sentimen etnik menjadi pendukung sebuah konsep nasionalisme. Karena memang menolak etnisitas dalam menggalang upaya menciptakan sebuah sikap yang nasionalis, akan menjadi sebuah tindakan yang sia-sia.

3.Dunia dalam (inner world) dari entik dan bangsa

Aspek ini menekankan akan pentingnya penemuan dan penggunaan kembali kenangan, symbol, mitos, nilai dan tradisi kolekstif rakyat. Upaya menganalisis unsur-unsur etno-simbolik ditujukan untuk membangun


(34)

sebuah mental yang kuat, membangun sikap yang mampu memperhitungkan perkembangan masa depan ke era yang lebih maju.26

Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan/melukis keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain), pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya.

1.6. Metodologi Penelitian

Menyelesaikan sebuah tulisan ilmiah adalah proses dengan mengedepankan sebuah tahapan-tahapan yang sistematis dan cara apa yang dipergunakan untuk memproses dan mempermudah penulisan dalam melakukan penelitian dengan. Cara-cara ini dikelompokkan dalam sebuah metodologi, yang tujuaanya adalah untuk mencari titik pemecahan dari masalah yang akan diteliti.

1.6.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Deskriptif Analitif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan menggunakan analisa tertentu. Penelitian ini juga digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah yang diteliti dengan menggunakan analisa mendalam terhadap objek yang akan diteliti.

27

1.6.2 Teknik pengumpulan data

Dalam menyusun sebuah penelitian akan menjadi penting memilih sebuah teknik pengumpulan data yang tepat, yang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data akan memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan reliabel, yang pada gilirannya akan memungkinkannya dirumuskannya generalisasi yang objektif.28

26 Ibid, hal 146-147 27

Hadari, Nawawi.2003.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.hal.63. 28


(35)

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data kepustakaan (library search). Bahan-bahan yang diambil sebagai data-data untuk penulisan tulisan ilmiah berasal dari tulisan-tulisan, maupun artikel yang terdapat dalam buku-buku, jurnal, makalah, media cetak, internet dan sejenisnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.6.3 Teknik analisis data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I

:PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II :BIOGRAFI MAHATMA GANDHI, SEJARAH PERJUANGAN DALAM KEMERDEKAAN INDIA, dan KONFLIK INDIA DAN PAKISTAN

Pada Bab ini penulis akan menjabarkan tentang biografi Mahatma Gandhi sebagai objek yang diteliti, mulai dari perjalanan hidup dari dia lahir, memperoleh pendidikan, pengalaman hidup dan sejarah perjuangan yang melibatkan Gandhi dalam mendukung atau mempelopori sebuah gerakan kemerdekaan di India, hingga pada pemisahan India dan Pakistan.


(36)

BAB III : ANALISIS PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME

Pada Bab ini penulis akan menganalisis pemikiran Mahatma Gandhi tentang Humanisme dan Nasionalisme dengan mengacu pada lieteratur dan referensi yang telah dikumpulkan, dengan berlandaskan teori-teori yang ada.

BAB IV :PENUTUP

Bab IV atau bab terakhir berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.


(37)

BAB II

BIOGRAFI MAHATMA GANDHI, SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDIA, DAN LAHIRNYA INDIA DAN PAKISTAN

2.1 Biografi Mahatma Gandhi

Mohandas Karamchand Gandhi lahir dalam sebuah keluarga sederhana di sebuah kota yang bernama Porbandar di India. Gandhi lahir pada 2 Oktober 1869, yang merupakan anak laki-laki ke tiga dan anak keempat dari pasangan Karamchand dan Putlibai Gandhi. Pada waktu itu Karamchand ayah Mahatma Gandhi beurumur kira-kira empat puluh tujuh tahun dan Putlibai yang merupakan istri keempatnya kira-kira berumur 27 tahun.

Porbandar tempat lahir Gandhi terletak di wilayah pantai , dengan latar belakang Bukit Barda yang penuh dengan pepohonan, dan dikelilingi dengan tembok tebal dan tinggi. Semua rumah-rumah disini terbuat dari batu kapur putih, sehingga kota ini dijuluki dengan Kota Putih. Hampir semua orang beragama Hindu pasti menanam pohon tulsi dan kemangi dalam pot-pot di rumah mereka. Tanaman tersebut selalu ada di rumah dan kuil, mereka berdoa dihadapan tanaman-tanaman tersebut. Mereka juga menggunakan untaian biji-bijian disekeliling leher mereka yang berfungsi sebagai jimat peruntungan. Orang hindu jarang sekali yang yang pergi kelaut, karena dalam prinsipnya orang-orang yang mengarungi “air hitam” ini akan kehilangan kastanya. Mereka lebih memilih kerja dirumah membuat sutra dan katun. Sedangkan tetangga-tetangga mereka yang muslim akan memenuhi kapal-kapal mereka dengan barang-barang yang dibuat oleh orang-orang Hindu dan memperdagangkannya.29

Silsilah keluarga Gandhi dalam penulusurannya masih sedikit yang dikenal karena keterbatasan data-data yang diperoleh dalam berbagai penelitian yang dilakukan. Menurut legenda Gandhi diperkirakan sebagai keturunan dari seorang laki-laki yang bernama Lal, yang tinggal didesa Kutiyana, di negara

29

Med, Vehta.2011. Ajaran-ajran Mahatma Gandhi, Kesaksian dari Para Pengikut dan Musuh-musuhnya. Yogyakarta:Pustaka Belajar. Hal.142.


(38)

bagian Jugadh, diabad ketujuh belas. Lal memiliki anak laki-laki bernama Rahidas. Rahidas inilah yang menjadi ayah dari Harjivan, kakek buyut Gandhi, dan merupakan nenek moyang Gandhi yang pertama yang tertulis dalam dokumen, meskipun tidak tertulis secara jelas hingga ketanggal-tanggalnya. Harjivan memulai kehidupan di Porbandar dan memiliki anak yang bernama Uttamchand. Sedangkan Karamchand adalah anak dari Uttamchand yang merupakan anak kelima dari keenam anaknya dan juga merupakan anak kesayangannya.

Karamchand menikah untuk pertama kalinya ketika dia berumur kira-kira kurang lebih empat belas tahun, dan menikah untuk kedua kalinya pada saat ia berumur kira-kira kurang lebih dua puluh lima tahun. Dari kedua istrinya ia mendapatkan dua orang anak permpuan tanpa melahirkan anak laki-laki. Untuk pernikahan yang ketiga tidak diketahui dengan jelas kapan itu terlaksana. Tapi satu hal yang diyakini bahwa pernikahan yang ketiga ini tidak menghasilkan anak dan Karamchand meminta ijin untuk menikah lagi kepada istri ketiga. Akhirnya pada umur kurang lebih empat puluh tahun dia menikahi Putlibai yang pada saat itu baru berumur belasan tahun. Putlibai melahirkan empat orang anak; seorang anak bernama Raliat, lahir pada tahun 1862; seorang anak laki-laki bernama Lakshmidas, lahir pada tahun 1963. Anak laki-laki keduanya, Karsandar, lahir pada tahun 1867; dan anak laki-lakinya yang ketiga bernama Mohandas Karamchand Gandhi, lahir pada tahun 1869.

Keluarga Gandhi termasuk dalam sub kasta para grosir. Gandhi dalam bahasa Gujarat adalah kata yang berarti ‘grosir’, dan grosir termasuk dalam sub kasta besar yang terdiri dari pemilik toko dan orang-orang yang meminjamkan uang, yang disebut dengan sub kasta Banya30

30

Kelompok banya adalah sub kasta waisya yang terdiri dari para petani dan pedangang yang merupakan kasta ketiga dari empat kasta yang ada dalam masyarakat Hindu.

, yang dimasukkan dalam kasta Waisya. Dengan berbagai variasi lokal yang sangat banyak, masyarakat Hindu terbagi dalam empat kasta. Kasta pertama adalah Brahmana, terdiri dari para pendeta dan cendikiawan. Brahmana menjadi kasta yang paling utama. Kasta


(39)

kedua adalah Kshatria, yang terdiri dari para prajurit dan bangsawan. Kasta ketiga adalah Waisya, dan kasta keempat adalah kasta Sudra yang terdiri dari para buruh dan pelayan.31 Pembagian masyarakat dalam kelompok ini tidak dapat dipisahkan, dipertukarkan atau dibatalkan. Setiap kasta dan sub kasta diidentikan dengan kedudukan pekerjaan yang dilakukan secara turun-temurun. Sebagai contohnya, Banya di India adalah istilah penghinaan yang diberikan kepada para pedagang yang licik dan tamak.32

Ayah Gandhi Karamchand adalah seorang laki-laki yang berbadan gempal. Dia digambarkan menggunakan celana panjang model piyama, mengenakan syal atau selendang, sandal kulit yang tipis, surban dengan model khas Khatiawari, dan kalung emas di seputar lehernya. Karamchand di besarkan dan dididikan dengan ajaran Vaishnavi, salah satu sekte yang sangat penting dalam ajaran Hindu. Para penganutnya menyembah dewa Vishnu, atau Krishna sebagai inkarnasi dari Vishnu, seorang dewa yang sering digambarkan sebagai pengembala sapi yang memainkan seruling dan bercanda bersuka ria dengan gadis pemerah susu. Karamchand hanya bersekolah selama empat tahun dan hanya bisa menulis dan membaca dalam bahasa Gujarat. Meskipun secara alamiah dia adalah anak yang cerdas, dan dalam hidupnya dia bukan orang yang pandai mencari muka atau menjilat hati orang Inggris.33

Ibu Gandhi Putlibai dilahirkan di desa Datrana, di Negara bagian Junagadh. Dia dibesarkan dan dididik dalam ajaran Prananmi, aliran asketik lokal, yang sebetulnya merupakan cabang dari sekte Vaishnava ortodok. Bagaimanpun juga sekte ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam yang menekankan penyatuan secara langsung dengan Tuhan. Putlibai adalah seorang yang sederhana yang tidak tidak mendapat pendidikan formal. Dia selalu memakai sari dalam kesehariannya

31

Masih ada satu kasta lagi yang keberadaanya cenderung tidak dianggap yaitu kasta phariah atau Dalit atau kelompok yang tidak memiliki kasta, yang dimungkinkan karena berbagai hal misalnya pencampuran kasta, ataupun orang-orang yang dibuang dari kastanya karena dianggap melanggar aturan, mereka cenderung memiliki pekerjaan yang kurang terhormat atau kotor, karena pekerjaannya itu orang-orang lain dari kasta lain tidak mau menyentuh mereka, dan bahkan mereka di najiskan.

32

Ved,Mehta. Op. cit. Hal 146 33


(40)

dan suka memintal. Meskipun tidak mendapat pendidikan agama secara khusus, dia sangat setia dalam menjalanankan ibadah keagamaan. Dia selalu berpuasa seperti yang diajarkan agama agar mencapai pengendalian diri dan penyucian diri. Itu adalah sikap konsisten yang ditunjukan oleh Putlibai ibu Gandhi. Dalam sebuah catatan selama empat bulan di musim hujan dia akan berpuasa sebagai perintah dari agama yang dianutnya. Seringkali dalam dua atau tiga hari dia tidak berbuka hingga ia dapat melihat matahari. 34

Suatu waktu terjadi insiden yang pantas dicatat, yaitu ketika ada ulangan. Waktu itu Gandhi kira-kira duduk di bangku kelas 1 SMP. Seorang guru bernama Giles, seorang inspektur pendidikan datang berkunjung ke sekolah untuk melakukan inspeksi. Sebagai latihan mengeja ia menyuruh Gandhi dan kawan-kawannay untuk menulis lima buah kata dalam bahasa Inggris. Dalam pemeriksaan tidak ada yang membuat kekeliruan selain Gandhi, dan itu sudah disadari oleh Gandhi. Melihat hal itu salah seorang guru datang untuk berusaha untuk memberitahu dengan isyarat sepatu botnya, tetapi Gandhi tidak menghiraukan. Secara diam-diam, guru yang juga kepala sekolah berusaha

Dari keluarga yang ia miliki Gandhi mendapat gambaran tentang nilai dasar kehidupan di Porbandar. Walaupun terkadang dia tidak suka dengan segala aktifitas di dalam keluarga, tapi ia tetap tergerak untuk mempelajari apa yang terjadi, seperti ketidak sukaannya terhadap bahasa sansekerta yang merupakan bahasa yang digunakan dalam agama Hindu oleh penganut Vaishana yang dianut oleh ayahnya, ia juga tidak terlalu menyukai puasa yang dilakukan oleh ibunya. Tapi landasan keingintahuan mendorong Gandhi untuk mengetahuinya, dan kelak itulah menjadi pondasi kehidupan Gandhi.

Gandhi agak mengalami kesulitan dalam bersosialisi dilingkungan rumah atau sekolahnya. Dia lebih menyukai berjalan-jalan sendiri atau bermain permainan khas India yang dimainkan di jalanan, daripada harus berlatih senam atau kriket seperti anak-anak pada umumnya di sekolahnya.

34


(41)

memberikan salinan ejaan yang benar kepada Gandhi, supaya pengawas memberikan nilai yang sempurna kepada kelas itu, tapi Gandhi tidak tahu bahwa guru itu ternyata mengharapkan Gandhi untuk menyontek dari lembaran anak yang ada disebelah Gandhi, karena Gandi mengira bahwa Guru yang ada disana datang untuk mengawasi agar siswanya tidak menyontek. Akibatnya semua anak menuliskan kata dengan benar kecuali Gandhi. Disitulah ia menyadari bahwa ia yang bodoh. Dan guru ini kemudian berusaha untuk menerangkan kebodohan Gandhi, namun tidak ada hasilnya.35

Pengantin perempuan Gandhi adalah Katsurbai Makanji, anak perempuan dari seorang pedagang dari kelompok banya dari Porbandar. Dia adalah seorang perempuan cantik dengan wajah oval dan lebar, matanya hitam, dan dagunya lancip. Dia dan Gandhi umurnya sama, ketika bersama mereka tidak berbeda seperti anak-anak yang tengah bermain bersama. Sebenarnya mereka telah bertunangan semenjak umur mereka tujuh tahun, disusul dengan pertunangan dua saudara perempuan Gandhi. Pertunangan adalah hal yang lazim di India, tapi

Di tengah-tengah kehidupan pendidikan dan masa kanak-kanaknya, Gandhi dihadapakan dengan pernikahan. Sudah menjadi hal yang lumrah dalam kebiasaan rakyat India menikah dalam usia muda, begitu juga dengan Gandhi. Gandhi menikah pada umur kira-kira 13 tahun, usia yang cukup dalam pemahaman Gandhi untuk menikah. Walaupun disisi lain Gandhi melihat ironi di kehidupannya. Ketika ia melihat anak-anak yang seusianya ia terkadang merasa kasihan melihat dirinya sendiri dan terkadang ingin memberi selamat kepada anak lain atas apa yang dimilikinya. Sedikit pun Gandhi tidak melihat tidak melihat adanya argumentasi moral yang dapat membenarkan atau menunjang perkawinan dibawah umur yang tidak masuk akal itu. Baginya perkawinan tidak lebih dari sekedar harapan untuk memakai pakaian yang lebih bagus, berdentamnya tambur, arak-arakan pengantin, jamuan makan yang melimpah dan seorang pasangan yang belum dikenal menemani, soal gairah seksual, itu baru timbul kemudian.

35

M.K. Gandhi.1948. An Autobiography or Story of my experience With Truth. Ahmedabad: Navajivan Publishing House.Hal 4.


(42)

dalam kasus Gandhi ini menjadi nilai penting tersendiri. Pada saat itu ayah Gandhi telah berumur kurang lebih tujuh puluh tahun dan dia menginginkan agar semua anak laki-lakinya telah menikah sebelum dia pensiun atau mati.

Dalam usia yang relatif sangat muda, Gandhi menjalankan peran ganda dalam rutinitasnya. Emosi Gandhi yang masih belum menemukan kedewasaannya menjadikan Gandhi memperoleh banyak tantangan dalam masa-masa remajanya. Gandhi menjadi seorang suami muda yang pencemburu, angkuh dan ingin berkuasa, dia ingin membentuk istrinya sesuai dengan keinginan hatinya. Dia melarang Kasturbai pergi kemanapun termasuk ke kuil sebelum meminta izin darinya. Gandhi juga mengajari istrinya untuk dapat membaca dan menulis. Tetapi semakin ia memaksakan kehendaknya istrinya juga akan semakin melawan, dan Gandhi pun semakin marah kepada istrinya.

Ketidak stabilan emosi dan pemahaman justru menjerumuskan Gandhi dalam sikap yang bertentangan dengan ajaran yang dipahaminya. Masa-masa seseorang yang ingin mecari tahu tentang banyak hal menjadikan Gandhi sering terjerumus dalam hal-hal yang dianggapnya tidak benar. Seperti memakan daging yang dalam ajaran yang diterima Gandhi adalah hal yang salah, bahkan Gadhi harus berbohong untuk sekedar makan daging terhadap ibunya.

Ketakukan Gandhi untuk berbohong terutama kepada sang ibu, menjadikan Gandhi akhirnya berkata pada diri sendiri : walaupun memang teramat perlu memakan daging, sungguh sangat perlu untuk mengadakan perubahan karena dalam pemikiran Gandhi orang-orang yang memakan daging memiliki kemampaun fisik yang lebih kuat daripada yang tidak, dan itu yang memotifasi Gandhi untuk memakan daging, tujuannya untuk mengubah kemampuang fisiknya. Tapi Gandhi tersadar bahwa, berbohong hanya untuk sepotong daging terlebih kepada orang tua adalah jahat. Maka selama hidupnya gandhi akhirnya memutuskan untuk tidak makan daging, selama orang tua Gandhi masih hidup. Hingga saat itu tiba Gandhi akan terus menahan hawa nafsu untuk tidak makan daging dan janjinya juga sudah diberi tahu kepada temannya bernama Mehtab, yang banyak memberinya pengaruh tentang hal-hal duniawi.


(43)

Gandhi mengalami titik balik tentang pemahaman tentang daging yang paling besar dan mengubah jalan pikirannya tentang kejujuran dan ketaatan,adalah dimulai ketika ayah Gandhi mengalami kecelakaan dan harus dirawat di rumah. Ia menjalankan tugas-tugas kesehariaannya dari atas ranjang. Tapi tahun ketahun kesehatannya mulai menurun, tapi ayah Gandhi selalu menolak untuk dioperasi ataupun hal-hal yang berkaitan dengan teknologi modern. Dia semakin tidak berdaya, untuk kekamar mandi pun harus dibantu. Semenjak itu dia semakin taat dalam mengamalkan agama. Selalu saja ada yang datang dari kalangan pendeta dari kalangan Vaishnavi, Muslim, Jain, dan Parsi yang semenjak pagi hingga malam menemani ayah Gandhi untuk membaca kitab suci dan berdiskusi.

Di hari-hari itu, Gandhi seringkali merawat ayahnya dan membasuh kakinya, dan di malam hari, ketika para pendeta menyanyikan lagu-lagu pujian dan doa-doa, Gandhi meremas dan memijat kaki dan tungkai ayahnya hingga tertidur. Hal itu menjadi kewajiban Gandhi sebagai seorang Hindu untuk merawat ayahnya seperti itu. Tetapi Gandhi juga seorang suami yang masih muda, seseorang yang tidak bisa lupa ranjang istrinya. Pada suatu malam ketika dia baru berusia enam belas tahun, ia pergi dari sisi ayahnya untuk melakukan hubungan suami istri dengan istrinya. Pada saat itu Kasturbai sedang mengandung anak mereka yang pertama, kemudian pelayan mengetuk pintu dan mengabarkan kematian sang ayah. Tampaknya Gandhi tidak bisa melupakan apa yang dikatakan sebagai “dua hal yang memalukan” yang dilakukan: pertama, meninggalkan sang ayah ketika dia tahu bahwa ayahnya mungkin akan menemui kematiannya disaat itu juga; kedua, bercinta dengan istrinya ketika dia mengetahui bahwa Hinduisme melarang bersenggama dengan perempuan yang sedang hamil. Bayi itu segera meninggal setelah kelahirannya, dan Gandhi merasa ia telah dihukum.36

36


(44)

2.1.1. Kehidupan Pendidikan Di Inggris

Menjalankan kehidupan sebagai seorang siswa dan seorang suami memang memberi Gandhi tentang sebuah nilai-nilai yang ia dapat dari proses hidupnya. Pada tahun 1887 ketika Gandi berumur 17 tahun Gandhi lulus dari sekolahnya. Orang tua Gandhi menginginkan agar Gandhi masuk kuliah dan melanjutkan pendidikannya. Gandhi akhirnya mencoba peruntungannya, Gandhi pergi ke Ahmedabad, untuk melakukan tes matrikulasi sebagai syarat masuk perguruan tinggi. Memperoleh nilai dua ratus empat puluh tujuh atau separuh dari nilai maksimal yang dapat diperoleh Gandhi akhirnya dapat masuk ke perguruan tinggi, bernama Salmadas, di kota Bhavnagar yang dekat dengan Rajkot, sebuah kampus baru dengan biaya kuliah yang masih murah. Gandhi pun memulai kehidupan kuliahnya di Bhavnagar.37

Seorang penasehat yang juga seorang pengacara dari kasta Brahmana datang kerumah untuk berbincang-bincang dengan keluarga Gandhi. Dia bernama Mavji Dave, yang juga merupakan teman dari Ayah Gandhi. Dalam percakapan itu penasehat keluarga itu menanyakan tentang rencana studi Gandhi, dan menyarankan agar Gandhi untuk mencoba peruntungan di Inggris. Ia berpendapat bahwa zaman telah berubah dan lebih baik untuk Gandhi jika menjadi ahli hukum di Inggris. Ia menyarankan agar Gandhi menjadi seorang barrister at law.

Kehidupan perkuliahan Gandhi tidak semulus yang diharapkan. Gandhi juga mengalami masalah dalam mengikuti perkulian disana ia tidak menyukai kampusnya, bahasa Inggris yang digunakan, dan pelajaran-pelajarannya. Ia merasa bodoh dan sukar mengikuti perkuliahan. Pada akhir semester di musim semi tahun 1888 memutuskan untuk kembali kerumah, dan di sana dia mulai memikirkan untuk melanjutkan pendidikan di Inggris.

38

37

Ibid. Hal 169. 38

Barrister of law adalah julukan yang diberikan kepada orang-orang yang mencari atau belajar hukum di Inggris

Orientasi ekonomi dan mendapat uang yang lebih menjadi acuan kenapa Gandhi disarankan kesana dan melanjutkan kuliah disana. Inilah yang membulatkan


(45)

keinginan Gandhi utuk melanjutkan pendidikan di Inggris, selain karena ingin memenuhi rasa keingintahuan Gandhi tentang Inggris, sebuah negara yang ia kagumi.

Gandhi masuk di Fakultas Hukum di Universitas College di London. Umur 18 tahun Gandhi menjejakkan kakinya di Inggris, tepatnya di Southampton dengan kapal S.S. Clyde. Petualangan baru tentang sebuah daratan baru akan dimulainya, sebuah peradaban baru akan dimasukinya, banyak hal dalam pemikiran Gandhi yang harus ia hadapi untuk berjuang di Inggris. Ia harus belajar tentang etiket orang Inggris. Tiga tahun harus dilalui Gandhi di sana untuk menyelesaikan studinya dengan tinggal di berbagai tempat di Inggris. Pertama di Holborn dan kemudian di Bayswater.

Menjalani kehidupan baru menjadi beban tersendiri untuk Gandhi. Dia harus mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya, yang dia siasati dengan membaca surat-surat kabar yang ada seperti Daily News, Daily Telegraph dan Pall mall Gazette. Selain bahasa Inggris bahasa latin juga menjadi prioritas Gandhi lainnya, serta pengetahuan pendukung yang dibutuhkan dalam pelajaran hakim romawi. Gandhi sangat Giat karena ada sebuah keinginan untuk mengikuti pendidikan formal di Oxford atau Cambridge.

Salah satu tantangan terberat yang dirasakan Gandhi adalah tentang bagaimana menahan hawa nafsunya untuk tidak mengkonsumsi daging. Kondisi Inggris yang dingin menjadi tantangan terberatnya untuk memegang sumpah yang pernah ia ucapkan. Sumpah yang ia ucapkan kepada ibunya untuk tidak mengikuti keinginan daging selalu ia pegang teguh, menjauh dari hasrat seksualnya dan menolak memakan daging. Prinsip itu juga kadang menjadi pemancing perdebatan antara Gandhi dengan teman-temannya, yang menganggap Gandhi bodoh dengan prinsip dan sumpah yang tidak masuk akal. Seorang temannya bahkan menyodorinya dengan tulisan dari Jeremy Bentham tentang persoalan moralitas utilitarian. Meskipun demikian ia tetap berpegang teguh dengan pendirian yang telah dibangunnya. Gandhi hanya mengatakan “maafkanlah saya, saya tidak mampu memahaminya. Saya mengetahui makan daging sangatlah perlu. Tetapi


(46)

saya tida dapat mengingkari sumpah saya. Dan saya tidak dapat berdebat soal ini.”39

Dengan prinsip yang diembannya, Gandhi diantar menuju paham vegitarianisme, yang ia peroleh dari sebuah restoran yang bernama Central Restaurant, di jalan Farringdon. Di tempat ini dia memperoleh banyak hal, mulai dari makanan-makanan vegetarian yang sesuai dengan lidahnya, buku-buku tentang vegetarian dan juga gerakan vegetarian Inggris yang mencakup ke seluruh dunia. Di sinilah Gandhi terinspirasi dari buku yang pernah ia beli dengan judul Plea for Vegetarianism (pembelaan untuk Vegetarianisme), karya Henry Salt. Di sini Gandhi juga bertemu dengan pemimpin-pemimpin gerakan seperti Henry Salt, Howard William dan Josiah Oldfield. Di Central Restaurant ini juga berkumpul penyair dan pemikir lainnya seperti Shelley, Thoreau, dan Ruskin. Dari semangat yang terinspirasi dari Vegetarian ia akhirnya membentuk sebuah perkumpulan di lingkungannya Bayswater. Gandhi dan kawan-kawannya mendirikan Masyarakat Pembaharu Makan London Barat (West London Food Reform Society), dengan meminta Sir Edwin Arnold seseorang yang tinggal di daerah itu sebagai wakil ketua, Dr. Oldfield sebagai pemimpin dari majalah The Vegetarian, menjadi ketua, sementara Gandhi menjabat sebagai sekertaris perkumpulan.40

Tahun 1875, Elene Petrovna Blavatsky, imigran dari Rusia mendirikan perkumpulan Theosophi (Theosophical Society) untuk mengembangkan system

Pengalamannya di central restaurant, Gandhi mulai gencar melakukan komunikasi dan berdiskusi dengan orang-orang dan aktif dalam beberapa organisasi. Ketertarikan Gandhi memahami berbagai pemikiran dan gagasan-gagasan mengembangkan cita rasa Gandhi. Pengalaman di organisasi Asosiasi Nasional Bangsa India (National Indian Association) Gandhi banyak berjumpa dengan orang-orang yang eksentrik yang sering beradu argumentasi dengan Gandhi persoalan keyakinan.

39

M.K. Gandhi.Op.cit. hal 65. 40


(1)

memperlakukan manusia seperti layaknya manusia yang bermartabat maka sudah terlaksanalah ajaran itu.

Sebagai penutup adalah harapan dan juga menjadi saran penulis adalah semua catatan sejarah tentang ajaran dan penerapan Gandhi dapat diikuti dan diimplementasikan, tidak hanya menjadi penghias dokumen-dokumen dan buku sejarah yang hanya akan menjadi teori sebatas diskusi. Setiap orang, kelompok, lembaga, dan pemerintah harus mulai menjadikan ajaran Gandhi ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan kemanusian sebagai referensi dalam bertindak ataupun mengambil keputusan atau kebijakan. Seperti ucapan Indira Gandhi yang mengatakan bahwa persoalan kemanusiaan bukan seperti data statistik yang hanya diukur dengan angka-angka, karena setiap satu angka dalam data statistik menyangkut satu nyawa manusia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, 2003, Filsafat Manusia, Memahami Manusia melalui Filsafat, Bandung: PT. Remaja Rosdokarya.

Alois, A. Nugroho.2000. Pemikiran Etika yang Jatuh Bangun dalam Indonesia abad XXI. Jakarta:Kompas.

Apter, E.David. 1967. The Politic Of Modernization. Chicago: University of Chicago Press.

Bagus, Lorenz.1991. Metafisika. Jakarta: Gramedia.

Bertens, K. 1994. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta : Kanisius. Bertens. K. 2004. Etika .Jakarta : Gramedia.

C.H. Philip and M.D. Wainwright.1970. The Partition of India, Policies and Perspective. London.

Chau, Ming.1996. Mengenal Beberapa Aspek Filsafat Konfusianisme dan Buddhisme. Jakarta: Akademi Nalanda.

Dault, Adhyaksa.2005. Islam dan Nasionalisme. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. Dear, Jhon.2003. Intisari Ajaran Mahatma Gandhi, Spiritual, Sosio-Politik, dan

Cinta Universal.Bandung : Nusamedia.

Easwaran, Ekhnath. 2013. Gandhi The Man. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka. Fahmida, Asraf. 1990. The Kashmir Dispute: An Evolution. Islamabad: Jurnal of

Institute of regional Studies.

Fischer Louis. 1965. Gandhi. Jakarta: PT. Pembangunan.

Gandhi, Mahatma.2009. Semua Manusia Bersaudara: Kehidupan dan Gagasan Mahatma Gandhi Sebagaimana diceritakan Sendiri.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Gandhi, M.K. 1982. Gandhi, Sebuah Otobiografi, terj.Bagoes Oka. Jakarta:Penerbit Sinar Harapan.

Hadari, Nawawi.2003.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.


(3)

Heinrich, Zimmer.2003.Sejarah Filsafat india. Yogyakarta : Pusatak Belajar. Idrus, Muhammad.2002. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Jakarta : Erlangga.

Krisna Kripalani. 1960. All Men are Brothers: Life and Thought of Mahatma Gandhi as Told in His Ownd Words. India: Jitendra T. Dessai.

Kumar, Nirmal. 1948. Selection from Gandhi.Ahmedabad: Najivan Publising House.

Mehta, Ved.2011. Ajaran-ajaran Mahatma Gandhi; Kesaksian Para Pengikut dan Musuh-musuhnya.Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Munir, Miftahul.2005. Filsafat Humanisme Theistik Kahlil Gibran. Yogayakarta: Paradigma.

Muzairi, H. 2002. Eksistensialisme Jean Paul Sarte : Sumur TanpaDasar Kebebasan Manusia. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Magnis-Suseno,Frans.1987.Etika Dasar. Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta : Kanisius.

Nicholson, Michael.1994. Mereka yang berjasa bagi dunia : Mahatma Gandhi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

P. Leenhouwers.1988. Manusia dalam Lingkungannya. Jakarta : Gramedia.

Poespowardojo, Soerjanto, dan K. Bertens(ed).1983. Sekitar Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta: Gramedia.

Paul, F. Knitter. 2003. Suatu Bumi Banyak Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Prahbu, R.K, Rao, U.R.1945. The Mind of Mahatma Gandhi. London : Oxford

University.

Purwo, Husodo. Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Interaksi Publishe. Radahajrishnan.1996. Indian Philosophy. Oxford : University Press.

Raphael.1992. Tat tvam Asi (That Thou Art). New Delhi : Motilal Banarsidas. Sihombing.1962.INDIA-Sedjarah dan Kebudajaannja.Bandung :Penerbit Sumur. Soekarno.1967.Dibawah Bendera Revolusi. Edisi pertama, cetakan ketiga.

Smith, Antony D.2002, Nasionalisme, Teori, Idiologi, Sejarah, Jakarta :Erlangga. Sudjiman, Panuti.1990. Kamus Istilah Sastra . Jakarta : Fakultas Sastra


(4)

Stanley,Wolpert.2003.Mahatma Gandhi sang Penakluk Kekerasan, Hidupnya dan Ajarannya. Jakarta: Raja Grafindo.

Sumartana, Th. 2000. Ibu Gedong Bagoes Oka: Upaya mengikuti Tapak-Tapak Gandhi dalam Indonesia. Jakarta: Kompas.

Suseno, Frans Magnis.2007.Humanisme religius vs Humanisme Sekuler, dalam Islam dan Humanisme, Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal .Yogyakarta:PustakaPelajar.

Wisarja,I Ketut.2005.Gandhi dan Masyarakat Tanpa Kekerasan.Surabaya: Paramita.

Zapulkhan. 2012. Filsafat Umum : sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: Rajawali Pers.

Zeffry.1999. Dari Puskin Sampai Perestroik. Konflik Nilai dalam Sejarah Perkembangan Sastra Rusia Abad 19-20. Depok: FSUI.

Zuhfri, Dhofir.2013. Filsafat Timur. Jakarta: Madani

Jurnal :

Baskara Wardaya. 2002. Nasionalisme Universal : Menjawab Ajakan Pasca Nasionalisnya Romo Mangun, September 2002, vol 3.

Kamal, Mateenuddin.1993-1994. Pakistan-India Relations: A Historical Perpective.Regional Studies, vol. XII. No.1, hal. 10.

Santoso, Lestiyono. 2003.Patologi Humanisme (Modern): Dari Krisis Menuju Kematian Episitimologi Rasional. April 2003, Jilid 33, Nomor 1.

Sutarjo, Adisusilo.Nasionalisme-Demokrasi-Civil Society.

Situs Internet :

http: (diakses pada 10 November 2013, pukul 16.00).


(5)

http:

http:

http://berdikarionline.com/opini/20120416/nasionalisme-ala-soekarno/ (diakses pada 11 November 2013,pukul 17.00).

http: (diakses pada 23 November 2013, pukul 20.40).

http:

pukul 20.00).

pukul. 19.00).

2013, pukul. 20.00).

http:

2013, pukul 19.30).

November 2013, pukul 14.00).

tokoh-hubungan-internasional/(diakses pada 8 September 2013,pukul 21.00).

http: november 2013, pukul 23.00).


(6)