Gambaran Konsumsi Kalsium Dan Aktivitas Fisik Serta Kepadatan Tulang Pada Karyawan PT. Indosat Tbk. Tahun 2011

(1)

GAMBARAN KONSUMSI KALSIUM DAN AKTIVITAS FISIK

SERTA KEPADATAN TULANG PADA KARYAWAN

PT. INDOSAT Tbk. TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

Maretta Artuti

NIM. 071000143

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

GAMBARAN KONSUMSI KALSIUM DAN AKTIVITAS FISIK

SERTA KEPADATAN TULANG PADA KARYAWAN

PT. INDOSAT Tbk. TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Maretta Artuti

NIM. 071000143

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

ABSTRAK

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dicirikan oleh massa rendah. Penyebab osteoporosis antara lain adalah rendahnya konsumsi kalsium dan aktivitas fisik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasinya adalah semua karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk Medan. Sampel berjumlah 57 orang yang terdiri atas karyawan yang bekerja di dalam gedung sebanyak 30 orang dan karyawan yang bekerja di luar gedung sebanyak 27 orang. Kepadatan tulang karyawan diukur dengan menggunakan alat ukur kepadatan tulang densitometer.

Dari penelitian didapatkan bahwa sebagian besar karyawan (> 90%) memiliki tingkat konsumsi kalsium yang lebih rendah daripada AKG. Aktivitas fisik karyawan yang bekerja di luar gedung lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di dalam gedung. Karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis sedang (96,7%), sedangkan karyawan yang bekerja di luar gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis rendah (88,9%). Terdapat perbedaan rata-rata

risiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung p=0,000 (p<0,05). Itu berarti bahwa karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih

berisiko menderita osteoporosis daripada karyawan yang bekerja di luar gedung. Untuk mengurangi risiko osteoporosis, karyawan dianjurkan meningkatkan konsumsi makanan sumber kalsium dan lebih banyak beraktivitas.


(4)

ABSTRACT

Osteoporosis is a bone disease characterized by low bone mass. The risk factors for osteoporosis for example are low calcium intake and low physical activity. The purposive of this research is to know the description of calcium consumption, physical activity and bone density among employees of PT. Indosat Tbk Medan. This research is a descriptive study. The population is all employees working in PT. Indosat Tbk Medan. The sample amounted to 57 people consisting of employees working in the building as many as 30 people and employees working outside the building as many as 27 people. Employee’s bone density was measured by using bone densitometry.

This research showed that most employees (> 90%) had a calcium intake levels lower than RDA. Physical activity of employees working outside the building was higher than that of employees working in the building. Most of employees working in the building got the middle risk of osteoporosis (96,7%), while most of employees working outside the building got the low risk of osteoporosis (88,9%). There are differences in the average risk of osteoporosis among employees working both inside and outside the building p=0.000 (p<0.05). it means that employees working in the building at risk of suffering from osteoporosis more than employees working outside the building. To reduce the risk of osteoporosis, employees are recommended to increase consumption of calcium sourced food and be more active. Keywords : calcium intake, physical activity, bone density.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Maretta Artuti

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/07 Maret 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Pondok Surya Blok : 4, No : 149 Keluharan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Medan, 20214 Riwayat Pendidikan : 1. SD Pertiwi Medan

2. SD Al-Azhar Bandar Lampung 3. SLTP Negri 25 Bandar Lampung 4. SLTP Negri 1 Pekanbaru


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium ... 5

2.1.1. Sumber Kalsium ... 7

2.1.2. Absorbsi Kalsium ... 9

2.1.3. Fungsi Kalsium ...11

2.1.4. Kekurangan Kalsium ...11

2.2. Aktivitas Fisik ...12

2.3. Tulang ...12

2.3.1. Mekanisme Pembentukan Tulang...12

2.3.2. Kepadatan Tulang ...15

2.3.3. Tes Kepadatan Tulang ...16

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ...17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ...19

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...19

3.3. Populasi dan Sampel ...19

3.3.1. Populasi ...19

3.3.2. Sampel ...19

3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...21

3.4.1. Data Primer...21

3.4.2. Data Sekunder ...21

3.5. Cara Pengumpulan Data ...21


(7)

3.7. Definisi Operasional ...22

3.8. Aspek Pengukuran ...23

3.9. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ...24

3.9.1. Tahap Persiapan ...24

3.9.2. Tahap Pelaksanaan ...24

3.9.3. Tahap Akhir ...24

4. Pengolahan dan Analisis Data ...25

4.1. Pengolahan Data ...25

4.2. Analisis Data ...25

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran PT. Indosat Tbk ...26

4.1.1. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk ...26

4.1.2. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk. Regional Sumatera Bagian Utara ....26

4.2. Gambaran Karakteristik Responden ...27

4.3. Gambaran Konsumsi Kalsium Responden ...28

4.3.1. Jenis dan Frekuensi Makanan yang Mengandung Kalsium ...28

4.3.2. Kecukupan Kalsium yang Di Konsumsi Responden ...30

4.3. Gambaran Aktivitas Fisik Responden ...31

4.4. Gambaran Kepadatan Tulang Responden ...32

4.4.1. Distribusi Antara Risiko Osteoporosis terhadap Konsumsi Kalsium ....34

4.4.2. Distribusi Antara Risiko Osteoporosis terhadap Aktivitas Fisik Responden ...34

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Konsumsi Kalsium Responden ...37

5.2. Aktivitas Fisik Responden ...40

5.3. Kepadatan Tulang Responden ...41

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ...45

6.2. Saran ...46 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

- Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data

- Lampiran 2. Kuisioner, Formulir Food Recall, Formulir Food Frequency, Formulir Recall Aktivitas Fisik

- Lampiran 3. Hasil-hasil Pengolahan Statistik - Lampiran 4. Dokumentasi


(8)

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Angka Kecukupan Konsumsi Kalsium

Tabel 2.2. Daftar Kandungan Kalsium per 100 gr Bahan Makanan Tabel 2.3. Hasil tes kepadatan tulang yang dinyatakan dengan nilai T Tabel 4.1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden

Tabel 4.2. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Dalam Gedung

Tabel 4.3. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Luar Gedung

Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan kuantitas kalsium Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011

Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Kecukupan Kalsium Responden Sesuai dengan DKGA

Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan pengelompokan aktivitas fisik Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011

Tabel 4.7. Distribusi Risiko Osteoporosis Responden

Tabel 4.8. Perbandingan Rata-Rata Risiko Osteoporosis Karyawan yang Bekerja di Dalam dan di Luar Gedung

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Konsumsi Kalsium dengan Risiko Osteoporosis Responden

Tabel 5. Tabulasi Silang antara Aktivitas Kerja dengan Risiko Osteoporosis Responden

Tabel 5.1. Tabulasi Silang antara Aktivitas Libur dengan Risiko Osteoporosis Responden


(9)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Responden sedang mengisi kuisioner

Gambar 2. Responden sedang menjawab pertanyaan food recall Gambar 3. Alat ukur kepadatan tulang densitometer

Gambar 4. Cara penggunaan alat ukur kepadatn tulang densitometer Gambar 5. Pengukuran kepadatan tulang responden


(10)

ABSTRAK

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dicirikan oleh massa rendah. Penyebab osteoporosis antara lain adalah rendahnya konsumsi kalsium dan aktivitas fisik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasinya adalah semua karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk Medan. Sampel berjumlah 57 orang yang terdiri atas karyawan yang bekerja di dalam gedung sebanyak 30 orang dan karyawan yang bekerja di luar gedung sebanyak 27 orang. Kepadatan tulang karyawan diukur dengan menggunakan alat ukur kepadatan tulang densitometer.

Dari penelitian didapatkan bahwa sebagian besar karyawan (> 90%) memiliki tingkat konsumsi kalsium yang lebih rendah daripada AKG. Aktivitas fisik karyawan yang bekerja di luar gedung lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di dalam gedung. Karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis sedang (96,7%), sedangkan karyawan yang bekerja di luar gedung lebih banyak memiliki risiko osteoporosis rendah (88,9%). Terdapat perbedaan rata-rata

risiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung p=0,000 (p<0,05). Itu berarti bahwa karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih

berisiko menderita osteoporosis daripada karyawan yang bekerja di luar gedung. Untuk mengurangi risiko osteoporosis, karyawan dianjurkan meningkatkan konsumsi makanan sumber kalsium dan lebih banyak beraktivitas.


(11)

ABSTRACT

Osteoporosis is a bone disease characterized by low bone mass. The risk factors for osteoporosis for example are low calcium intake and low physical activity. The purposive of this research is to know the description of calcium consumption, physical activity and bone density among employees of PT. Indosat Tbk Medan. This research is a descriptive study. The population is all employees working in PT. Indosat Tbk Medan. The sample amounted to 57 people consisting of employees working in the building as many as 30 people and employees working outside the building as many as 27 people. Employee’s bone density was measured by using bone densitometry.

This research showed that most employees (> 90%) had a calcium intake levels lower than RDA. Physical activity of employees working outside the building was higher than that of employees working in the building. Most of employees working in the building got the middle risk of osteoporosis (96,7%), while most of employees working outside the building got the low risk of osteoporosis (88,9%). There are differences in the average risk of osteoporosis among employees working both inside and outside the building p=0.000 (p<0.05). it means that employees working in the building at risk of suffering from osteoporosis more than employees working outside the building. To reduce the risk of osteoporosis, employees are recommended to increase consumption of calcium sourced food and be more active. Keywords : calcium intake, physical activity, bone density.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kekeroposan tulang adalah sebuah penyakit, lazim disebut osteoporosis. Penyakit ini ditandai oleh hilangnya masa tulang, sehingga tulang menjadi mudah patah dan tidak tahan terhadap tahanan atau benturan. Tren penyakit osteoporosis di seluruh muka bumi dapat dibilang sangat mengkhawatirkan. WHO memperkirakan pada pertengahan abad mendatang, jumlah patah tulang panggul karena osteoporosis akan meningkat tiga kali lipat, dari 1,7 juta pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari Internasional Osteoporosis Foundation (IFO) menyebutkan bahwa di seluruh dunia, satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria yang berusia di atas 50 tahun memiliki risiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis dalam hidup mereka (Hartono, 2001).

Hasil analisa data risiko Osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah sampel 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di Indonesia dengan metode pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang) menggunakan alat diagnostic clinical bone sonometer, menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia (Depkes RI, 2008).


(13)

Salah satu penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis masih rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia yaitu sebesar 254 mg/hari (Depkes RI, 2008). Jumlah tersebut hanya sepertiga dari kebutuhan kalsium yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu untuk orang dewasa 800 mg per hari.

Salah satu sumber kalsium adalah susu. Susu sebagai bahan makanan yang mengandung zat-zat makanan dan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sifatnya mudah diserap dan dicerna sehingga baik untuk diminum (Tarwotjo, 1998). Untuk memenuhi kebutuhan kalsium 800 mg per hari, tidak hanya dari susu saja, tetapi juga bisa dari asupan makanan yang sesuai dengan salah satu dari 12 Pesan Dasar Gizi Seimbang yaitu makanlah aneka ragam makanan. Menu makan sehari-hari dengan kombinasi beragam jenis sayur-sayuran hijau dan kacang-kacangan umumnya cukup memenuhi kebutuhan kalsium. Dengan begitu kebutuhan kalsium tubuh dapat terpenuhi.

Risiko osteoporosis akan semakin meningkat mengingat gaya hidup sebagian penduduk Indonesia, antara lain menghindari panas terik matahari karena takut kulitnya menjadi hitam, menggunakan pendingin (AC) dalam ruangan tertutup, mengakibatkan paparan sinar matahari ke kulit menjadi minim sehingga tubuh mengalami defisiensi vitamin D (Ayu, 2005). Vitamin D merupakan hormon yang dibutuhkan untuk penyerapan kalsium di usus (Dalimartha, 2002).

Selain itu, gaya hidup kurang gerak atau aktivitas fisik yang rendah juga berisiko terhadap terjadinya osteoporosis (Kristanti, 2002). Aktivitas teratur selama


(14)

masa kanak-kanak dan remaja menunjukkan peningkatan kepadatan tulang puncak. Begitu pula, sangat penting bagi orang lanjut usia untuk mempertahankan tingkat aktivitas yang cukup agar tulang dapat mempertahankan kekuatannya (Fox-Spencer, 2007).

Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT. Indosat Tbk. Dari hasil survei pendahuluan di PT Indosat Tbk, diketahui bahwa jam kerja karyawan mulai pukul 07.30 WIB sampai 16.30 WIB. Sebagian karyawan hanya bekerja di dalam gedung selama jam kerja dengan aktivitas yang rendah dan sebagian lagi bekerja di luar gedung dengan aktivitas yang tinggi seperti mengadakan kegiatan di sekolah-sekolah, mall, menyalurkan kartu kepada outlet-outlet yang tersebar di beberapa wilayah. Jumlah karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk yaitu 128 orang, dimana 68 orang bekerja di dalam gedung dan 60 orang bekerja di luar gedung. Kondisi ini memungkinkan terlihatnya perbedaan kepadatan tulang antara dua kelompok tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan PT. Indosat Tbk tahun 2011.


(15)

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui perbedaan konsumsi kalsium, aktivitas fisik serta kepadatan tulang pada karyawan yang bekerja didalam dan di luar gedung.

1.4. Manfaat Penelitian

Memberikan gambaran kepadatan tulang karyawan PT. Indosat Tbk serta kaitannya dengan kecukupan konsumsi kalsium dan aktivitas fisik karyawan sehingga diketahui pencegahan dini osteoporosis.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Sekitar 99 persen total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian kecil dalam plasma cairan ekstravaskuler (Syafiq, 2007).

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh. Sebagian besar terdapat dalam bentuk kalsium fosfat yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak larut. Proses ini diawali dengan kalsium membentuk hidroksiapatit yang memberikan kekuatan dan kekakuan pada tulang (Waluyo, 2009). Hasil penelitian Meikawati (2009) yang dilakukan pada remaja membuktikan bahwa asupan fosfor berhubungan dengan kepadatan tulang.

Tubuh memerlukan kalsium karena setiap hari tubuh kehilangan mineral tersebut melalui pengelupasan kulit, kuku, rambut, dan juga melalui urine dan feses. Kehilangan kalsium harus diganti melalui makanan yang dikonsumsi oleh tubuh. Jika jumlah kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh tidak sesuai maka dapat menimbulkan penyakit yang disebut dengan osteoporesis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan tulang menjadi keropos lalu terkelupas. Karena kekurangan kalsium, tulang menjadi rapuh (Sumarianto, 1985). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2006), yang membuktikan pada mahasiswi bahwa ada hubungan bermakna antara intake kalsium dengan status osteoporosis.


(17)

Untuk menunjang kesehatan tulang dan aktivitas tubuh yang lain setiap individu tidak memiliki kebutuhan yang sama. Usia dan kondisi kesehatan menjadi faktor yang menentukan (Tagliaferri, 2007). Cara yang paling efektif adalah dengan menyesuaikan kebutuhan sehari-hari kalsium. Anjuran kalsium bervariasi tergantung pada umur dan kebutuhan khusus (Pho, 2004). Angka kecukupan kalsium menurut Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Konsumsi Kalsium

Kelompok Umur Jumlah (mg/hari)

Anak :

0 - 6 bulan 200

7 - 12 bulan 400

1 - 3 tahun 500

4 - 6 tahun 500

7 - 9 tahun 600

Laki-laki :

10 - 12 tahun 1000

13 - 15 tahun 1000

16 - 28 tahun 1000

19 - 29 tahun 800

30 - 49 tahun 800

50 - 64 tahun 800

60+ tahun 800

Wanita :

10 - 12 tahun 1000

13 - 15 tahun 1000

16 - 28 tahun 1000

19 - 29 tahun 800

30 - 49 tahun 800

50 - 64 tahun 800

60+ tahun 800

Hamil (+an) :

Trimester 1 +150

Trimester 2 +150

Trimester 3 +150

Menyusui (+an) :

6 bulan pertama +150

6 bulan kedua +150

Sumber : http://gizi.net/download/AKG2004.pdf

Tubuh yang sehat akan selalu mempertahankan kalsium pada batas normal. Inilah yang disebut “homeostatis kalsium”. Jika dari pola makan unsur kalsium tidak


(18)

mencukupi, maka tubuh mempunyai cara-cara untuk menjaga agar kalsium darah tidak menurun, yaitu dengan mengandalkan peran hormon kalsitonin, hormon anak gondok, dan vitamin D (Waluyo, 2009).

Homeostatis kalsium negatif disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, penyerapan yang lemah atau pengeluaran yang berlebihan yang mengakibatkan kehilangan kalsium dari tulang dan selanjutnya dapat meningkatkan kejadian patah tulang (Ariswan, 2010).

2.1.1. Sumber Kalsium

Sumber kalsium terbagi dua, yaitu hewani dan nabati. Akan tetapi, jika bahan hewani dikonsumsi berlebihan, bisa menghambat penyerapan kalsium, karena kadar proteinnya tinggi. Kandungan proteinnya yang tinggi akan meningkatkan keasaman (pH) darah. Guna menjaga agar keasaman darah tetap normal, tubuh terpaksa menarik deposit kalsium (yang bersifat basa) dari tulang, sehingga kepadatan tulang berkurang. Karena itu, sekalipun kaya kalsium, makanan hewani harus dikonsumsi secukupnya saja. Jika berlebihan, justru dapat menggerogoti tabungan kalsium dan mempermudah terjadinya keropos tulang (Ariesi, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian Feskanich (1997) yang membuktikan pada wanita bahwa protein dapat meningkatkan pengeluaran kalsium dari urin.

Sekitar 70% kalsium dalam makanan berasal dari susu dan hasil-hasilnya terutama keju pada orang dewasa. Hanya sedikit sayuran hijau dan buah-buahan kering merupakan sumber kalsium yang baik (16% dari asupan) dan air minum, termasuk air mineral, menyediakan 6% sampai 7% (Gueguen, 2000). Berikut akan


(19)

disajikan dalam bentuk tabel beberapa jenis makanan yang mengandung kalsium tinggi.

Tabel 2.2. Daftar Kandungan Kalsium per 100 gr Bahan Makanan.

Kelompok Bahan Makanan Bahan Makanan mg Ca / 100 gr Bahan Susu dan produknya Susu sapi

Susu kambing ASI

Keju Yoghurt

Susu Pabrik (Kalsium)

116 129 33 90 – 1180 150 1450 - 2000

Ikan Teri kering

Rebon Teri segar

Sarden kaleng (dengan tulang)

1200 769 500 354

Sayuran Daun pepaya

Bayam Sawi Brokoli 353 267 220 110

Kacang-kacangan dan hasil olahannya

Kacang panjang Susu kedelai (250 ml) Tempe Tahu 347 250 129 124

Serealia Jali

Havermut

213 53

Sumber : Sayogo, Savitri, Osteoporosis dan Gizi, Seminar Sadar Dini Segah Osteoporosis Menuju Masyarakat Bertulang Sehat, Jakarta 17 September 2005.

Tersedianya kalsium di dalam tubuh berasal dari beberapa bahan makanan yang dikonsumsi yang menjadi sumbernya. Selanjutnya unsur kalsium ini disimpan dalam jaringan spons tulang. Adapun dalam penggunaannya diatur oleh kelenjar anak gondok (Kartasapoetra, 1995). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2006), yang membuktikan pada mahasiswi bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel status osteoporosis dengan pola konsumsi susu, tempe dan telur ayam yang merupakan bahan makanan sumber kalsium.


(20)

Dari tempat penyimpanannya, kalsium dapat diambil dan disimpan kembali tergantung dari kebutuhan. Kebutuhan kalsium akan meningkat pada masa pertumbuhan, kehamilan, selama menyusui, dan setelah menopause (Dalimartha, 2002).

Selain itu, hasil penelitian Suryono dkk (2007) juga menyimpulkan bahwa pemberian susu kalsium tinggi berpengaruh pada peningkatan kepadatan tulang pinggang, semakin tinggi volume susu kalsium tinggi dikonsumsi, maka makin tinggi kepadatan tulang pinggang. Soroko (1994) dalam penelitiannya pada wanita lansia menyimpulkan bahwa mengonsumsi susu secara teratur pada remaja dan dewasa berhubungan dengan kepadatan tulang yang lebih baik pada masa lansia.

2.1.2. Absorpsi Kalsium

Absorbsi kalsium dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk umur, jumlah yang dibutuhkan dan makanan apa saja yang dimakan pada waktu yang sama. Umumnya, kalsium dari sumber-sumber makanan diabsorbsi lebih baik daripada yang berasal dari suplemen. Persentase kalsium yang diabsorbsi dan dicerna anak-anak lebih tinggi daripada dewasa karena kebutuhan mereka selama dorongan pertumbuhan mungkin dua atau tiga kali lebih besar per berat badan daripada dewasa (Harding, 2006).

Ada beberapa faktor yang menghambat absorpsi kalsium menurut Waluyo (2009), konsumsi serat yang berlebihan, hal ini akan mengurangi penyerapan kalsium dalam usus karena serat menyebabkan waktu transit makanan di dalam saluran pencernaan menjadi lebih sedikit sehingga waktu yang tersedia untuk proses penyerapan juga menjadi hanya sebentar.


(21)

Penggunaan garam yang berlebihan, garam akan memaksa kalsium keluar dari tubuh, terbuang melalui urine. Konsumsi makanan dan minuman berkadar tinggi fosfor, kadar fosfor melebihi 1.500 mg per hari akan berpengaruh buruk terhadap keseimbangan kalsium tubuh. Contoh bahan makanan berkadar fosfor tinggi dan rendah kalsium : daging merah, ikan tuna, minuman ringan, dan lain-lain.

Perbandingan kalsium dan fosfor berpengaruh erat dalam proses absorpsi kalsium. Untuk absorpsi kalsium yang baik diperlukan perbandingan Ca : P di dalam rongga usus (dalam hidangan) adalah 1 : 1 sampai 1 : 3. Perbandingan Ca : P yang lebih besar dari 1 : 3 akan menghambat penyerapan Ca sehingga akan menimbulkan defisiensi kalsium (Syafiq, 2007). J.J Groen dkk (1970) melakukan pemeriksaan histologist 4 spesimen mayat dan menyimpulkan bahwa defisiensi kalsium dan kelebihan fosfor yang menyebabkan resorpsi tulang paling berpengaruh pada tulang rahang, diikuti tulang rusuk, tulang belakang dan tulang panjang. Bersama-sama dengan kalsium, fosfor adalah komponen utama dalam tulang. Jika fosfor dalam makanan melebihi kalsium, massa tulang dapat berkurang. Fosfor dapat meningkatkan hormon parathyroid (yang mengeluarkan kalsium dari tulang) dan menyebabkan kalsium dikeluarkan melalui urine (Lane, 1999).

Konsumsi makanan berprotein tinggi, konsumsi berlebihan makanan berkadar protein yang melebihi kebutuhan tubuh, akan berpengaruh buruk pada keseimbangan kalsium tubuh. Pola hidup tidak sehat, termasuk kebiasaan minum kopi berlebihan, kecanduan rokok dan minuman keras. Semua ini akan mengganggu penyerapan kalsium dalam usus.


(22)

Selanjutnya alergi laktosa, ada orang-orang yang ususnya tidak bisa menyerap makanan yang mengandung laktosa, yaitu sejenis gula yang terkandung dalam produk-produk olahan susu. Biasanya sudah dimulai sejak kanak-kanak. Sindrom malabsorpsi yaitu hampir sama dengan alergi laktosa yang juga disebabkan produk olahan susu, tetapi disebabkan oleh penyakit seliak atau penyakit usus karena sensitif terhadapa zat gluten.

2.1.3. Fungsi Kalsium

Tersedianya kalsium dalam tubuh adalah penting sehubungan dengan peranan-peranannya menurut Marsetyo (1995) dalam pembentukan tulang dan gigi, pada berbagai proses fisiologik dan biokimiawi di dalam tubuh (pada pembekuan darah, eksitabilitas, syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impul-impul syaraf, memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, dan mengaktifkan reaksi enzim dan pengeluaran hormon).

Sehubungan dengan peranan-peranannya itu, maka fungsi zat kapur (Ca) dalam tubuh dapat diringkaskan yaitu bersama fofor membentuk matriks tulang, pembentukan ini dipengaruhi pula oleh vitamin D, membantu proses penggumpalan darah dan mempengaruhi penerimaan rangsang pada otot dan syaraf.

2.1.4. Kekurangan Kalsium

Menurut Marsetyo (1995), kekurangan unsur kalsium dalam persediannya di dalam tubuh dapat menimbulkan karies dentis atau kerusakan pada gigi, pertumbuhan tulang menjadi tidak sempurna dan dapat menimbulkan rakhitis, apabila bagian tubuh terluka maka darah akan sukar membeku sehingga pengeluaran darah bertambah, dan terjadinya kekejangan pada otot.


(23)

2.2. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot dan sistem penunjangnya. Selain untuk metabolisme tubuh, selama aktivitas fisik berlangsung otot membutuhkan energy untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru membutuhkan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa (ekskresi dari seluruh tubuh). Jumlah energi yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya otot yang bergerak, lama dan beratnya pekerjaan yang dilakukan (Almatsier, 2003).

Dalam proses kehidupan selalu diperlukan aktivitas fisik yang meliputi gerak tubuh untuk berjalan dan gerakan lainnya. Pada karyawan sebaiknya lebih banyak bergerak dan lebih sering menggunakan tangga daripada lift. Selain itu, olahraga yang teratur juga dibutuhkan untuk mengurangi risiko osteoporosis. Olahraga yang baik untuk tulang misalnya jogging, bersepeda, berenang dan olahraga yang menggunakan beban.

2.3. Tulang

2.3.1. Mekanisme Pembentukan Tulang

Pembentukan tulang manusia dimulai pada saat masih janin dan umumnya akan tumbuh dan berkembang terus samai umur 30 sampai 35 tahun pertumbuhan tulang akan berhenti, dan tercapai puncak massa tulang. Pada usia 0 – 30/35 tahun, disebut modeling tulang karena pada masa ini tercipta atau terbentuk model tulang seseorang. Pada usia 30 – 35 tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai, disebut remodeling yaitu proses pergantian tulang yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda (Anonim, 2010).


(24)

Secara alami setelah pembentukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan massa tulang. Tingkat kepadatan tulang tidak lagi berupa garis yang berjalan menanjak, namun sudah bergerak turun. Irama remodeling tulang tidak lagi seimbang. Penghancuran tulang jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses pembentukan tulang. Hal ini bisa dicegah dengan menjaga asupan kalsium setelah tercapainya puncak massa tulang (Hartono, 2001). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nurwahyuni (2009), yang membuktikan pada wanita pasca menopause bahwa kalsium berhubungan positif dengan kepadatan tulang.

Vitamin D merupakan hormon yang dibutuhkan untuk penyerapan kalsium di usus (Dalimartha, 2002). Sebagian besar vitamin D terdapat di bawah kulit dalam bentuk non-aktif, namun sekitar 10% harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi (Fox-Spencer, 2007). Dengan bantuan sinar matahari pagi (sebelum pukul 9 selama 10-15 menit) terutama sinar ultraviolet, vitamin D di bawah kulit tersebut diaktifkan, karena paparan sinar matahari dapat merangsang produksi vitamin D. Vitamin ini berfungsi sebagai pembuka kalsium masuk ke dalam darah, sampai akhirnya bersatu dengan tulang .Karena itu, dianjurkan tubuh (terutama lengan dan wajah) terpapar sinar matahari minimal selama 15 menit tiga kali seminggu (sambil berlatih olahraga) (Waluyo, 2009).

Tanpa vitamin D, hanya 15% kalsium dan 60% fosfat yang dapat diserap, dibandingkan dengan penyerapan melalui vitamin D yang meningkatkan absorbs kalsium menjadi 30-40% dan fosfat sebesar 80% (Deluca, 2004). Di samping itu, kekurangan vitamin D berdampak negatif pada kekuatan otot karena mempengaruhi


(25)

maturasi sel dan adanya reseptor vitamin D pada pada sel otot yang membutuhkan vitamin D untuk aksi optimal (Holick, 2006).

Di samping itu, hasil penelitian Kosnayani (2007) juga membuktikan pada wanita pasca menopause bahwa ada hubungan positif yang kuat dan bermakna antara aktivitas fisik dengan kepadatan tulang responden. Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap orang melakukan aktivitas fisik, atau bervariasi antara individu yang satu dengan yang lain bergantung gaya hidup perorangan dan faktor lainnya (Julianty, 1995).

Aktivitas fisik yang cukup serta olahraga teratur juga mempengaruhi tingkat kepadatan tulang. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Zhang (1992) yang membuktikan pada wanita pramenopouse bahwa wanita dengan aktivitas fisik tinggi memiliki kepadatan tulang secara signifikan lebih tinggi di tulang belakang daripada wanita pramenopouse dengan aktivitas fisik yang rendah. Use them or lose them, demikian pendapat para ahli tulang di Barat, artinya gunakan dan aktifkan tulang Anda dengan berolahraga bila tidak ingin ‘kehilangan’ tulang (menjadi keropos) (Waluyo, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Mussolino (2001) yang membuktikan pada pria bahwa jogging berhubungan positif dengan tingkat kepadatan tulang, pria yang melakukan jogging 9 kali sebulan memiliki kepadatan tulang yang lebih tinggi daripada yang melakukan jogging 1-8 kali sebulan. Warisan genetika yang kuat dapat memberikan harapan hidup yang lebih lama, tetapi yang paling penting yaitu kekuatan, kesehatan yang baik, dan kualitas hidup bersama dengan usia hidup yang panjang (Ludington, 2002).


(26)

2.3.2. Kepadatan Tulang

Kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap cm2 tulang yang diukur dengan alat bone densimeter (Seya, 2010). Dalam masa pertumbuhan ukuran tulang, kandungan kalsium dan kebutuhan kalsium meningkat. Setelah pertumbuhan terhenti, kemungkinan fase dimana penambahan jumlah tulang dan kalsium (puncak penambahan massa tulang/ peak bone mass) akan tetap bertambah sampai usia sekitar 30 tahun (Syafiq, 2007).

Pada osteoporosis, osteoklas (sel tulang yang berfungsi menghancurkan tulang) bekerja lebih aktif dibandingkan dengan osteoblas (sel tulang yang berfungsi membentuk tulang baru). Akibatnya, kepadatan tulang berkurang karena kehilangan banyak kalsium dan menyebabkan kerapuhan tulang. Tulang yang rapuh ini menjadi mudah patah karena tidak tahan terhadap benturan, walaupun benturan ringan sekalipun (Dalimartha, 2002). Seorang wanita yang ibunya pernah mengalami patah tulang terutama di bongkol leher tulang paha pada usia kurang dari 45 tahun memiliki risiko osteoporosis empat kali lebih besar dibandingkan wanita sebaya yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang sama (Hartono, 2001).

Dengan mengonsumsi kalsium yang cukup dan sesuai dengan DKGA, proses pembentukan tulang akan berjalan baik sampai tercapai puncak massa tulang. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur dan olahraga yang cukup pada masa anak-anak dan remaja juga mempengaruhi proses pembentukan tulang. Setelah puncak massa tulang tercapai, terjadi proses remodeling tulang yang juga membutuhkan asupan kalsium untuk menjaga keseimbangannya. Aktivitas fisik yang cukup pada masa dewasa dapat menjadikan tulang kuat dan padat.


(27)

2.3.3. Tes Kepadatan Tulang

Oleh karena penyediaan DEXA (Dual Energy X-ray Absorbsimetry) dan pemeriksaan laboraturium masih sangat terbatas, maka untuk menegakkan diagnosis osteoporosis pemeriksaan klinis berupa anamnesis yang luas dan pemeriksaan fisik yang teliti masih merupakan pegangan (South, 2001).

Anamnesis meliputi keadaan kesehatan, aktivitas sehari-hari, pemakaian obat-obatan, riwayat merokok dan minum alkohol dan penyakit-penyakit sebagai faktor predisposisi misalnya penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit endokrin defisiensi vitamin D atau kurang terpapar sinar matahari, penyakit saluran cerna, penyakit reumatik, riwayat haid/ menopause. Pemeriksaan fisik dengan melihat pada tulang vertebra, dengan melihat adanya deformitas/ kiposis, nyeri, tanda-tanda fraktur, adanya fraktur, penurunan tinggi badan dan adanya tanda-tanda penyakit yang dijumpai pada anamnesis (South, 2001).

Ada tiga cara mendiagnosis penyakit osteoporosis, yaitu menggunakan alat densitometer (Lunar), pemeriksaan di laboraturium, dan radiografi menggunakan densitometer USG (Waluyo, 2009).

1. Densitometer (Lunar) mengukur massa tulang secara kuantitatif. Jika massa tulang rendah, berarti tulang sudah keropos sehingga mudah patah. Inilah cara pengukuran yang paling akurat (gold standard diagnosis) dalam hal mengukur kepadatan tulang. Ada beberapa teknik yang memungkinkan, yaitu dual x-ray absorptionmetry, quantitative CT-scan, dan ultrasonografi.

2. Laboratorium di sini dilakukan pemeriksaan osteoclacin, dioksipiridinolin, dan CTx (C-Telopeptide).


(28)

3. Densitometer USG merupakan pemeriksaan dengan alat radiografi. Dengan alat ini osteoporosis baru dapat dideteksi setelah kehilangan massa tulang lebih dari 30%. Namun menurut Ichramsjah A. Rachman, sebenarnya ada cara mudah untuk diagnosis awal osteoporosis, yaitu tinggi badan yang berkurang lebih dari 3 cm.

Hasil tes kepadatan tulang dinamakan nilai T. Nilai T pada dasarnya membandingkan kepadatan mineral tulang dengan hasil pengukuran rata-rata yang diambil dari orang-orang dewasa muda pada jenis kelamin yang sama. Nilai T menurut WHO tahun 1992 yaitu :

Tabel 2.3. Hasil tes kepadatan tulang yang dinyatakan dengan nilai T

Keparahan Nilai T Risiko Fraktur

Normal Lebih dari -1 Rendah

Osteopenia Kurang dari -1, namun lebih dari -2,5 Di atas rata-rata

Osteoporosis Kurang dari -2,5 tinggi

Sumber : Fox-Spencer, R, dan Brown, P, 2007. Osteoporosis. Erlangga, Jakarta.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Untuk mengetahui gambaran konsumsi kalsium dan aktivitas fisik terhadap kepadatan tulang karyawan PT. Indosat Tbk dapat disajikan dalam kerangka konsep sebagai berikut :


(29)

Kepadatan Tulang

Aktivitas Fisik

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan skema di atas dapat dijelaskan bahwa jenis dan frekuensi konsumsi sumber kalsium akan menentukan kecukupan kalsium, selanjutnya akan menentukan kepadatan tulang dan aktivitas fisik juga akan menentukan kecukupan kalsium serta kepadatan tulang.

Konsumsi Sumber Kalsium :

- Jenis - Frekuensi

Kecukupan Kalsium


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional yang menggambarkan konsumsi kalsium dan aktivitas fisik serta kepadatan tulang karyawan PT. Indosat Tbk.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Indosat Tbk yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 39, Kelurahan Sidorame Barat 1, Kecamatan Medan Perjuangan, yang dimulai dari tanggal 28 Maret sampai 18 April 2011. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan pada umumnya karyawan sudah bekerja dalam waktu lama dan sebagian karyawan bekerja dengan kurang bergerak sedangkan sebagian lagi lebih banyak bekerja di luar gedung dan memiliki banyak aktivitas.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh karyawan yang bekerja di PT. Indosat Tbk yang berjumlah 128 orang.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus (Notoadmodjo, 2005).


(31)

Keterangan :

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, yakni 10% atau 0,1.

N = Besar populasi = 128 orang n = Besar sampel

Perhitungan :

Dari hasil perhitungan diperoleh sampel sebanyak 57 orang. Dari sampel tersebut, karyawan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu karyawan yang bekerja di dalam gedung dan karyawan yang bekerja di luar gedung. Penentuan jumlah sampel dilakukan perhitungan secara proporsional dengan ketentuan :

Maka,


(32)

= 26,71 27

Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel karyawan di dalam gedung sebanyak 30 orang, dan jumlah sampel karyawan di luar gedung sebanyak 27 orang.

3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data umur, lama bekerja, pola konsumsi makanan, dan aktivitas fisik.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data gambaran umum PT. Indosat Tbk yang meliputi data demografi dan jumlah karyawan.

3.5. Cara Pengumpulan Data

Data mengenai identitas dan aktivitas fisik responden dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Frekuensi konsumsi makanan yang mengandung kalsium diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan formulir food frequency, sedangkan data jumlah konsumsi kalsium dikumpulkan dengan cara food recall 24 jam yang dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi Anjuran (DKGA). Sementara data sekunder diperoleh dari bagian administrasi PT. Indosat Tbk Medan.


(33)

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai pendukung penelitian ini adalah : 1. Formulir Food Recall 24 jam

2. Formulir Food Frecuency 3. Formulir Recall Aktivitas Fisik

4. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 5. Daftar Kecukupan Gizi Anjuran (DKGA) 6. Kuesioner (daftar pertanyaan)

7. Alat ukur kepadatan tulang Densitometer

3.7. Definisi Operasional

1. Jenis sumber kalsium adalah jumlah jenis makanan sumber kalsium seperti susu, tahu, teri, brokoli dan lain lain.

2. Frekuensi konsumsi sumber kalsium adalah frekuensi bahan makanan sumber kalsium yang dikonsumsi oleh karyawan.

3. Kecukupan kalsium adalah banyaknya kalsium yang harus terpenuhi dari makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi Anjuran (DKGA) atau 800 mg per hari untuk orang dewasa.

4. Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh karyawan. 5. Kepadatan tulang adalah jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap


(34)

3.8. Aspek Pengukuran

1. Jenis sumber kalsium adalah jumlah jenis makanan sumber kalsium seperti susu, tahu, teri, brokoli dan lain lain (Sagoyo, 2005).

2. Frekuensi konsumsi sumber kalsium dikategorikan menjadi (Supariasa, 2002) : > 1x/hari, 1x/hari, 4-6x/minggu, 1-3x/minggu, 1x/bulan, 1x/tahun.

3. Kecukupan kalsium dikategorikan sesuai dengan DKGA (Depkes, 2002) : - Baik : ≥ 100%

- Sedang : 80-99% - Kurang : 70-80% - Defisit : < 70%

3. Aktivitas fisik yaitu mengenai kegiatan yang paling banyak dilakukan sehari-hari, dikategorikan menjadi (CDC-NCHS, 2002):

- Ringan : duduk, naik motor, naik angkutan, mencuci piring, nonton TV,

main play station, kegiatan di depan komputer.

- Sedang : berjalan, bersepeda, bermain musik, tennis meja, mencuci

pakaian, mencuci mobil, memasak, menyapu, menyiram tanaman, membersihkan tempat tidur, setrika.

- Berat : menari, bela diri, sepak bola, basket, renang, badminton, tennis

lapangan, taekwondo, aerobik, lari, mengepel, menimba air.

4. Kepadatan tulang yaitu jumlah kandungan mineral tulang dalam setiap cm2 tulang, dikategorikan menjadi (Fox-Spencer, 2007) :

- Risiko rendah : Nilai T > -1


(35)

- Risiko tinggi : Nilai T < -2,5 3.9 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian 3.9.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi survei pendahuluan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian dan penyusunan rencana penelitian yaitu membuat proposal, serta mengurus surat izin penelitian.

3.9.2 Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data akan dilaksanakan pada tanggal 28 Maret sampai 18 April 2011 di PT. Indosat Tbk. dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Pada hari Senin dan Selasa (28-29 Maret 2011) pukul 09.00 WIB, peneliti membagi kuesioner yang telah disiapkan kepada responden. Setelah itu pulul 11.00 WIB peneliti mengumpulkan kuesioner.

2. Pada hari Rabu (30 Maret 2011) pukul 10.00 WIB, peneliti melakukan food recall 24 jam untuk hari pertama dan recall aktivitas fisik untuk hari kerja.

3. Pada hari Senin (04 April 2011) pukul 10.00 WIB, peneliti melakukan food recall 24 jam untuk hari kedua dan recall aktivitas fisik untuk hari libur.

4. Setelah semua data terpenuhi, dilakukan tes kepadatan tulang. 3.9.3 Tahap akhir

Setelah data terkumpul melalui kuesioner, food recall 24 jam dan recall aktivitas fisik, peneliti melakukan editing, coding, dan tabulating. Selanjutnya dilakukan analisa data dengan cara manual dan dengan menggunakan fasilitas komputer.


(36)

4. Pengolahan dan Analisis Data 4.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Editing, memeriksa kembali data yang dikumpulkan dengan kuisioner, food

frequency dan recall aktivitas fisik serta memperbaiki jawaban yang kurang lengkap, recall 24 jam selama 2 hari dikonversikan menjadi zat gizi (kalsium) dan dihitung kalsium yang dikonsumsi, hasilnya dibandingkan dengan DKGA, dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

TK : Tingkat Kecukupan K : Konsumsi

KC : Kecukupan yang dianjurkan

2. Coding, memeriksa angka pada setiap jawaban.

3. Tabulating, data-data disajikan dalam bentuk tabel distribusi baik itu kuisioner, recall 24 jam maupun recall aktivitas fisik.

4.2. Analisis Data

Data dianalisis dengan deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi dengan melihat persentase dari data tersebut dengan cara manual dan dengan bantuan program komputer SPSS for window 15.


(37)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran PT. Indosat Tbk

4.1.1. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk

Perusahaan Perseroan (persero) PT Indonesia Satellite Corporation (Indosat persero) adalah perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi internasional terkemuka di Indonesia. Kegiatan utama perseroan adalah menyediakan jasa telekomunikasi internasional melalui switching, termasuk telepon, teleks, telegram, komunikasi data paket, faksimili dengan fasilitas store-and-forward, serta jasa Inmarsat untuk sistem komunikasi bergerak global. Indosat persero juga menyediakan jasa telekomunikasi internasional non-switching seperti sirkuit sewa berkecepatan rendah maupun tinggi, konferensi video, jasa transmisi siaran televisi, serta jasa-jasa lainnya yang pada umumnya tidak berupa transmisi suara. Jasa-jasa switching memerlukan penyaluran melalui jaringan telepon domestik, sedangkan pelanggan jasa non-switching terhubung langsung ke fasilitas Indosat. Indosat didirikan pada tahun 1967 sebagai perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) milik International Telephone and Telegraph Corporation (ITT).

4.1.2. Sejarah Singkat PT. Indosat Tbk. Regional Sumatera Bagian Utara

Peletakan batu pertama sentral Gerbang Internasional di Sumatera dilakukan pada bulan Febuari 1982 dan ini merupakan awal Sumatera memiliki sentral yang melayani telekomunikasi internasional untuk umum bagi seluruh masyarakat di Sumatera termasuk kepulauan sekitarnya. Lalu sejalan dengan pengembangan


(38)

pelayanan, dilakukan pembagian wilayah operasional, yakni menjadi PT Indosat Northern Sumatera Region dan PT Indosat Southern Sumatera Region.

4.2. Gambaran Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini terbagi dua, yaitu karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung. Berikut ini disajikan dalam tabel 4.1. karakteristik responden.

Tabel 4.1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik

karyawan

Dalam Luar

n % n %

Usia :

< 30 tahun 9 30,0 15 55,6

30-40 tahun 10 33,3 8 29,6

> 40 tahun 11 36,7 4 14,8

Total 30 100,0 27 100,0

Jenis Kelamin:

Perempuan 12 40 17 63

Laki-laki 18 60 10 37

Total 30 100 27 100

Lama Bekerja:

1-5 tahun 12 40,0 15 55,6

6-10 tahun 4 13,3 7 25,9

11-15 tahun 5 16,7 1 3,70

16-20 tahun 3 10,0 1 3,70

21-25 tahun 5 16,7 2 7,40

> 25 tahun 1 3,3 1 3,70

Total 30 100,0 27 100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam gedung banyak yang berusia > 40 tahun, sedangkan di luar gedung banyak yang berusia < 30 tahun, karena jam kerja karyawan yang bekerja di luar gedung sebagian besar di lapangan sehingga membutuhkan karyawan yang masih muda. Jenis kelamin


(39)

pada karyawan di dalam kebanyakan laki-laki sedangkan di luar gedung kebanyakan perempuan. Lama bekerja karyawan bervariasi dari 1-5 tahun sampai > 25 tahun. 4.3. Gambaran Konsumsi Kalsium Responden

Konsumsi kalsium responden pada penelitian ini dilihat berdasarkan jenis, frekuensi dan kuantitas kalsium yang dikonsumsi.

4.3.1. Jenis dan Frekuensi Makanan yang Mengandung Kalsium

Makanan sumber utama kalsium yang terbaik adalah susu. Namun, selain susu banyak juga makanan lain yang mengandung kalsium cukup tinggi. Menurut Cosman (2007), makanan yang mengandung kalsium tinggi adalah makanan yang mengandung > 100 mg kalsium per ukuran rumah tangga. Peneliti sengaja mencantumkan hanya makanan berkalsium tinggi mengingat pada saat mewawancarai responden pada saat food recall sangat banyak makanan yang mengandung kalsium tetapi dengan kualitas yang rendah. Jenis dan frekuensi konsumsi makanan yang mengandung tinggi kalsium responden dilihat dengan formulir food frequency.

Pada penelitian ini jenis dan frekuensi konsumsi makanan yang mengandung tinggi kalsium dibedakan menjadi dua, yaitu pada karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung, berikut dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3 tentang makanan yang mengandung kalsium cukup tinggi baik jenis maupun frekuensinya.


(40)

Tabel 4.2. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Dalam Gedung

Nama Bahan Makanan

Frekuensi Konsumsi Setiap

hari

4-6x /minggu 1-3x /minggu <1x seminggu

Tidak pernah

Total

n % n % n % n % n % n %

Susu sapi 7 23,3 5 16,7 7 23,3 2 6,7 9 30 30 100

Keju 0 0 0 0 1 3,33 14 46,7 15 50 30 100

Susu kalsium 0 0 0 0 0 0 13 43,3 17 56,7 30 100 Susu kedelai 0 0 0 0 4 13,3 11 36,7 15 50 30 100

Yogurt 0 0 0 0 0 0 13 43,3 17 56,7 30 100

Teri kering 0 0 2 6,7 11 36,7 15 50 2 6,7 30 100 Sarden kaleng

(dengan tulang)

0 0 1 3,33 4 13,3 19 63,3 6 20 30 100

Cumi-cumi 0 0 0 0 7 23,3 21 70 2 6,7 30 100

Telur ayam 2 6,7 5 16,7 13 43,3 8 26,7 2 6,7 30 100 Brokoli 0 0 0 0 1 3,33 28 93,3 1 3,33 30 100 Daun pepaya 0 0 0 0 0 0 14 46,7 16 53,3 30 100 Buncis 0 0 1 3,33 13 43,3 13 43,3 3 10 30 100

Bayam 0 0 1 3,33 18 60 9 30 2 6,7 30 100

Sawi 0 0 2 6,7 8 26,7 18 60 2 6,7 30 100

Kacang tanah 0 0 0 0 12 40 18 60 0 0 30 100

Kacang panjang 0 0 0 0 2 6,7 28 93,3 0 0 30 100

Tempe 3 10 11 36,7 12 40 4 13,3 0 0 30 100

Tahu 3 10 10 33,3 13 43,3 4 13,3 0 0 30 100

Jeruk 3 10 8 26,7 13 43,3 6 20 0 0 30 100

Pepaya 3 10 3 10 13 43,3 8 26,7 3 10 30 100

Tabel 4.3. Distribusi Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Makan Karyawan yang Bekerja di Luar Gedung

Nama Bahan Makanan

Frekuensi Konsumsi Setiap hari 4-6x / minggu 1-3x

/minggu <1x seminggu Tidak pernah Total

n % n % n % n % n % n %

Susu sapi 6 22,2 2 7,4 6 22,2 10 37 3 11,1 27 100

Keju 0 0 1 3,7 3 11,1 21 77,8 2 7,4 27 100

Susu kalsium 0 0 0 0 1 3,7 22 81,5 4 14,8 27 100 Susu kedelai 1 3,7 0 0 2 7,4 16 59,3 8 29,6 27 100

Yogurt 0 0 0 0 2 7,4 16 59,3 9 33,3 27 100

Teri kering 0 0 1 3,7 6 22,2 19 70,4 1 3,7 27 100 Sarden kaleng

(dengan tulang)

0 0 1 3,7 2 7,4 18 66,7 6 22,2 27 100 Cumi-cumi 0 0 1 3,7 8 29,6 18 66,7 0 0 27 100 Telur ayam 4 14,8 9 33,3 11 40,7 3 11,1 0 0 27 100

Brokoli 0 0 0 0 0 0 27 100 0 0 27 100

Daun pepaya 0 0 0 0 1 3,7 12 44,4 14 51,9 27 100 Buncis 1 3,7 2 7,4 6 22,2 16 59,3 2 7,4 27 100

Bayam 0 0 3 11,1 7 25,9 17 63 0 0 27 100

Sawi 0 0 2 7,4 8 29,6 16 59,3 1 3,7 27 100

Kacang tanah 1 3,7 2 7,4 8 29,6 16 59,3 0 0 27 100 Kacang panjang 0 0 0 0 1 3,7 26 96,3 0 0 27 100 Tempe 5 18,5 7 25,9 7 25,9 8 29,6 0 0 27 100 Tahu 4 14,8 8 29,6 6 22,2 8 29,6 1 3,7 27 100

Jeruk 2 7,4 3 11,1 12 44,4 10 37 0 0 27 100


(41)

Dari tabel 4.2. dan 4.3. di atas dapat dilihat bahwa jenis makanan yang dikonsumsi sangat bervariasi. Pada umumnya semua karyawan telah mengonsumsi makanan berkalsium tinggi, tetapi dapat dilihat pada karyawan yang bekerja di dalam gedung konsumsi makanan berkalsium tinggi pada frekuensi 1-3 x seminggu lebih banyak daripada pada karyawan yang bekerja di luar gedung. Pada frekuensi < 1 x seminggu lebih banyak pada karyawan yang bekerja di luar gedung. Hal ini dapat menyebabkan walaupun karyawan yang bekerja di dalam gedung kurang beraktivitas, tetapi mereka sering mengonsumsi makanan berkalsium tinggi, sehingga karyawan yang bekerja di dalam gedung ada yang berisiko osteoporosis rendah.

4.3.2.Kecukupan Kalsium yang Di Konsumsi Responden

Setelah dilakukan perhitungan konsumsi kalsium terhadap responden, maka diperoleh hasil rata-rata konsumsi kalsium karyawan yaitu :

Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan kuantitas kalsium Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011

Kuantitas Kalsium Dalam Luar

n % n %

< AKG 29 96,7 25 92,6

≥ AKG 1 3,3 2 7,4

Total 30 100 27 100

Dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi kalsium karyawan baik yang bekerja di dalam maupun di luar gedung masih kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berikut disajikan pada tabel 4.5. kecukupan kalsium responden.


(42)

Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Kecukupan Kalsium Responden Sesuai dengan DKGA

Kuantitas Kalsium Dalam Luar

n % n %

Baik (≥ 100%) 0 0 3 11,1

Sedang (80-99%) 1 3,3 1 3,7

Kurang (70-80%) 0 0 1 3,7

Defisit (< 70%) 29 96,7 22 81,5

Total 30 100 27 100

Dari tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa konsumsi kalsium karyawan baik di dalam maupun luar gedung masih defisit. Hal ini dapat dilihat dari hasil food recall 24 jam yang menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalsium responden sebesar 345,87 mg, sedangkan rata-rata konsumsi kalsium perorang/hari yang dianjurkan yaitu sebesar 800 mg. Umumnya kekurangan kalsium pada karyawan karena kurang mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi kalsium.

4.3. Gambaran Aktivitas Fisik Responden

Aktivitas fisik meliputi kegiatan yang dilakukan karyawan sehari-hari termasuk olahraga yang diukur dengan menggunakan formulir recall aktivitas fisik, yang meliputi jenis dan lama kegiatan selama 24 jam. Aktivitas fisik karyawan terbagi dua, yaitu aktivitas pada hari kerja dan aktivitas pada hari libur. Berikut ini distribusi berdasarkan aktivitas fisik responden.


(43)

Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan pengelompokan aktivitas fisik Karyawan PT. Indosat Tbk Tahun 2011

Aktivitas Fisik karyawan

Dalam Luar

N % n %

Aktivitas kerja :

Ringan 28 93,3 5 18,5

Sedang 2 6,7 22 81,5

Total 30 100 27 100

Aktivitas libur:

Ringan 13 43,3 9 33,3

Sedang 14 46,7 15 55,6

Berat 3 10 3 11,1

Total 30 100 27 100

Dari tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam gedung rata-rata beraktivitas ringan pada saat kerja, hal ini karena pekerjaan mereka kebanyakan bekerja di depan komputer, sedangkan pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak yang beraktivitas sedang karena pekerjaan mereka banyak dilapangan dan banyak bergerak.

Pada saat libur dapat dilihat bahwa aktivitas karyawan sangat bervariasi mulai dari beraktivitas ringan, sedang bahkan ada juga yang beraktivitas berat.

4.4. Gambaran Kepadatan Tulang Responden

Kepadatan tulang responden diukur dengan menggunakan alat Bone Mass Density (BMD) milik PT Fonterra Branch. Bagian yang diukur adalah tumit kaki kanan. Pada penelitian ini digunakan T-score sebagai penentu tingkat kepadatan mineral tulang. Peneliti mengelompokkan risiko osteoporosis menjadi 3 kelompok yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pada tabel 4.7. berikut ini dapat dilihat distribusi risiko osteoporosis responden.


(44)

Tabel 4.7. Distribusi Risiko Osteoporosis Responden Risiko

Osteoporosis

Dalam Luar

n % n %

Rendah 1 3,3 24 88,9

Sedang 29 96,7 3 11,1

Total 30 100 27 100

Dari tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam gedung banyak yang berisiko osteoporosis sedang sedangkan pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak yang berisiko osteoporosis rendah. Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui perbandingan risiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung. Berikut disajikan pada tabel 5.1. perbandingan risiko osteoporosis responden.

Makin bertambah umur, semakin meningkat risiko osteoporosis. Osteoporosis erat kaitannya dengan proses penuaan dimana cadangan kalsium menipis dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prihatini (2010) yakni pada umur kurang dari 35 tahun sudah terlihat risiko osteoporosis dan proporsinya terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Proporsinya mulai meningkat tajam pada umur 55 tahun. Namun pada usia sebelum 55 tahun, proporsinya lebih tinggi pada laki-laki dan setelah umur 55 tahun risiko osteoporosis terlihat lebih tinggi pada perempuan.

Tabel 4.8. Perbandingan Rata-Rata Risiko Osteoporosis pada Karyawan yang Bekerja di Dalam dan di Luar Gedung

Variabel Rata-rata risiko

osteoporosis md p t

Risiko osteoporosis

Dalam -1,430

-1,3189 0,000 -9,091


(45)

Dari tabel 4.8. di atas dapat dilihat bahwa perbedaan rata-rata risiko osteoporosis karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung yaitu -1,3189. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,000 (p < 0,05), berarti ada perbedaan rata-rata risiko osteoporosis karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung.

4.4.1. Distribusi antara Risiko Osteoporosis terhadap Konsumsi Kalsium Responden

Kalsium yang didapat dari asupan makanan sangat penting bagi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang yang normal (Waluyo, 2009). Maka dari itu, sebaiknya makanan yang dikonsumsi sehari-hari mencukupi kebutuhan kalsium tulang. Berikut disajikan pada tabel 4.9. hubungan kalsium dengan risiko osteoporosis.

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara Konsumsi Kalsium dengan Risiko Osteoporosis Responden

Risiko Osteoporosis

Konsumsi Kalsium

Dalam Luar

< AKG ≥ AKG < AKG ≥ AKG

n % n % n % n %

Rendah 1 3,3 0 0 23 85,2 1 3,7

Sedang 28 93,4 1 3,3 2 7,4 1 3,7

Total 29 96,7 1 3,3 25 92,6 2 7,4

Dari tabel 4.9. di atas dapat di lihat bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam gedung banyak yang mengonsumsi makanan sumber kalsium < AKG dan berisiko osteoporosis sedang, sedangkan pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak yang mengonsumsi makanan sumber kalsium < AKG, tetapi berisiko osteoporosis rendah, hal ini dapat terjadi karena aktivitas fisik mereka yang cukup tinggi. Dalam hal ini konsumsi kalsium menentukan risiko osteoporosis seseorang,


(46)

tetapi apabila faktor-faktor lain seperti aktivitas fisik yang tinggi, olahraga yang cukup dapat terpenuhi, maka risiko osteoporosis dapat berkurang.

4.4.2. Distribusi antara Risiko Osteoporosis terhadap Aktivitas Fisik Responden

Faktor lain yang sangat mempengaruhi pembentukan dan penghilangan massa tulang adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat mengurangi kehilangan massa tulang bahkan menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang lebih besar daripada resorpsi tulang (Henrich, 2003). Berikut disajikan pada tabel 5. dan 5.1. Tentang aktivitas fisik responden pada hari kerja dan hari libur. Tabel 5. Tabulasi Silang antara Aktivitas Kerja dengan Risiko

Osteoporosis Responden Risiko

Osteoporosis

Aktivitas Kerja

Dalam Luar

Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat

n % n % n % n % n % n %

Rendah 1 3,3 0 0 0 0 5 18,5 19 70,4 0 0

Sedang 27 90 2 6,7 0 0 0 0 3 11,1 0 0

Total 28 93,3 2 6,7 0 0 5 18,5 22 81,5 0 0

Dari tabel 5. di atas dapat di lihat bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam gedung banyak yang berisiko osteoporosis sedang karena mereka lebih banyak beraktivitas ringan, sedangkan pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak yang berisiko osteoporosis rendah, hal ini karena mereka beraktivitas sedang.


(47)

Tabel 5.1. Tabulasi Silang antara Aktivitas Libur dengan Risiko Osteoporosis Responden

Risiko Osteoporosis

Aktivitas Libur

Dalam Luar

Ringan Sedang Berat Ringan Sedang Berat

n % n % n % n % n % n %

Rendah 1 3,3 0 0 0 0 7 26 14 51,8 3 11,1

Sedang 12 40 14 46,7 3 10 2 7,4 1 3,7 0 0

Total 13 43,3 14 46,7 3 10 9 33,4 15 55,5 3 11,1

Dari tabel 5.1. di atas dapat di lihat bahwa pada hari libur aktivitas fisik baik karyawan yang bekerja di dalam maupun di luar gedung sangat bervariasi. Pada hari libur mereka bebas beraktivitas,


(48)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Konsumsi Kalsium Responden

Karyawan PT. Indosat Tbk bekerja setiap hari dari senin sampai jum’at, dan setiap harinya bekerja pukul 07.30-16.30 WIB. Untuk memenuhi kebutuhan gizi karyawan setiap hari, perusahaan menyediakan kantin yang menyediakan makanan pada saat makan siang. Penyediaan kantin perusahaan ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2002:95) salah satu tugas pimpinan perusahaan adalah berusaha untuk mempertahankan kesehatan para karyawannya. Kesehatan fisik maupun mental karyawan yang buruk akan menyebabkan kecenderungan adanya tingkat absensi yang tinggi dan rendah tingkat produktivitasnya, dan sebaliknya karyawan yang memiliki kondisi yang prima dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik. Untuk itu gizi setiap karyawan perlu diperhatikan karena hal ini besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas.

Zat gizi yang paling penting untuk pembentukan tulang adalah kalsium. Makanan sehari-hari umumnya hanya mengandung 350 mg kalsium sehingga masih dibutuhkan suplemen kalsium. Salah satu suplemen kalsium yaitu susu berkalsium tinggi yang sebaiknya diminum setelah makan malam karena pembentukan tulang terjadi pada malam hari (Dhalimarta, 2002). Konsumsi susu yang teratur sejak remaja dapat mengurangi resiko osteoporosis pada saat lansia, terutama susu yang mengandung kalsium. Konsumsi kalsium dari jenis pangan tahu, tempe dan keju secara berurutan merupakan konsumsi kalsium tertinggi setelah susu (Wiseman, 2002).


(49)

Kalsium merupakan mineral terbanyak dalam tubuh yaitu kurang lebih 1000 gram. Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan mineral tulang dan penting untuk pengaturan proses fisiologik dan biokimia. Kalsium diperlukan untuk memaksimalkan puncak massa tulang dan mempertahankan kepadatan tulang yang normal (Granner, 1993).

Jika kebutuhan kalsium tidak bisa dipenuhi, tubuh akan mengambil kalsium dari tulang yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan utama kalsium untuk mempertahankan kecukupan kalsium dalam darah. Mempertahankan kadar kalsium sangat penting agar jantung, pembuluh darah, persarafan, dan otot dapat berfungsi dengan normal. Jika diperlukan tubuh akan mengorbankan tulang (sehingga membuat tulang menjadi lemah dan rentan patah) demi mempertahankan fungsi tubuh yang lebih vital bagi kelangsungan hidup (Felicia, 2009).

Kalsium yang dikonsumsi haruslah memenuhi jumlah kecukupan yang dianjurkan (AKG). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan belum mengonsumsi kalsium sesuai dengan angka kecukupan gizi. Penyebab asupan kalsium yang masih rendah dapat dilihat dari diet harian karyawan kurang mengonsumsi makanan sumber kalsium dan suplemen kalsium. Kurangnya konsumsi kalsium pada karyawan sesuai dengan pernyataan Gopalan (2003) yang menyebutkan bahwa masukan kalsium pada masyarakat di Asia masih sangat rendah di bawah kecukupan yang dianjurkan, yaitu hanya 300 mg kalsium per hari. Pada penelitian ini juga dilihat jenis makanan berkalsium tinggi yang dikonsumsi karyawan.


(50)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan yang dikonsumsi karyawan sangat bervariasi. Sumber makanan berkalsium yang dikonsumsi sehari-hari juga bervariasi seperti susu sapi, dari food recall dapat dilihat bahwa sebagian karyawan rutin mengonsumsinya, untuk susu kalsium banyak karyawan yang mengonsumsi < 1 kali seminggu karena menurut mereka belum perlu mengonsumsi susu kalsium padahal hal ini dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan kalsium harian. Hasil olahan susu seperti keju, yoghurt masih banyak karyawan yang mengonsumsi < 1 kali seminggu bahkan ada juga yang tidak pernah mengonsumsinya. Dari food recall dapat dilihat bahwa konsumsi keju dan yoghurt jarang ditemukan karena ada yang tidak menyukainya.

Enam studi Randomized Controlled Trial pada orang dewasa dan anak-anak yang menggunakan produk olahan susu sebagai sumber utama kalsium, seluruhnya menunjukan efek positif bermakna yang memiliki paling sedikit efek yang sama kuat dengan suplemen kalsium. Hal ini membuktikan bahwa susu dan produk olahannya adalah sumber nutrient yang baik yang dibutuhkan untuk perkembangan dan mempertahankan tulang (Heaney, 2000).

Lauk seperti teri kering, sarden kaleng, cumi-cumi dan telur ayam dikonsumsi dengan beragam frekuensi, untuk teri kering dan sarden kaleng masih banyak yang jarang mengonsumsinya, tetapi cumi-cumi sudah sering dikonsumsi bahkan telur ayam banyak yang mengonsumsi setiap hari.

Jenis sayuran sumber kalsium yang dikonsumsi juga sangat beragam. Jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu buncis, bayam, sawi dengan frekuensi


(51)

1-3 kali seminggu. Dari food recall dapat dilihat bahwa konsumsi sayuran karyawan setiap hari beragam tetapi masih dalam jumlah sedikit.

Sayur mayur dan buah-buahan kaya akan boron. Menurut Wardlaw (2002) boron merupaka suatu elemen yang dapat mencegah kehilangan kalsium. Produk hewani dan hasil olahannya mempunyai sedikit atau tidak ada boron.

Jenis kacang-kacangan yang paling banyak dikonsumsi yaitu tahu dan tempe dengan frekuensi 4-6 kali seminggu bahkan ada juga yang mengonsumsi setiap hari, susu kedelai yang juga masih termasuk kacang-kacangan banyak karyawan yang tidak pernah mengonsumsi karena masih banyak yang kurang menyukainya.

Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang menghambat penyerapa kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium, karena ketersediaan biologiknya yang tinggi. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila kita makan makanan yang seimbang setiap hari (Almatsier, 2004).

Buah-buahan yang banyak mengandung kalsium seperti jeruk dan pepaya dengan frekuensi 1-3 kali seminggu, dari food recall dapat dilihat bahwa karyawan mengonsumsi buah-buahan secara rutin termasuk jeruk dan pepaya.

5.2. Aktivitas Fisik Responden

Menurut Henrich (2003) aktivitas fisik sangat mempengaruhi pembentukan massa tulang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik seperti berjalan kaki, dan naik sepeda pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur. Hasil penelitian Recker


(52)

et.al. dalam Groff dan Gropper (2000), membutikan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan tulang belakang.

Densitas tulang bukan hanya ditentukan oleh konsumsi kalsium, tetapi juga faktor genetik, ketersediaan vitamin D, gaya hidup, serta aktivitas fisik dan olahraga (IOM, 1997). Anderson (2004) menyatakan bahwa faktor genetik menentukan sekitar 60% perkembangan massa tulang, sehingga 40% ditentukan oleh faktor lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di dalam gedung pada hari kerja memiliki aktivitas fisik yang ringan. Pekerjaan mereka paling banyak di depan komputer, berjalan dari meja ke meja atau ke lantai lain. Pada karyawan di luar gedung memiliki aktivitas fisik yang sedang, pekerjaaan mereka lebih banyak di lapangan yaitu mengadakan kegiatan di sekolah-sekolah, mall, universitas, menyalurkan kartu kepada outlet-outlet yang tersebar di beberapa wilayah.

5.3. Kepadatan Tulang Responden

Risiko osteoporosis rendah ditandai dengan nilai T-score pada BMD lebih dari -1, risiko osteoporosis sedang nilai T-score kurang dari -1, namun lebih dari -2,5 ,dan risiko osteoporosis tinggi nilai T-score kurang dari -2,5. Pada penelitian ini peneliti menganalisa risiko osteoporosis rendah, sedang dan tinggi.

Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (WHO, 1994). Hasil penelitian kepadatan tulang karyawan PT. Indosat Tbk menunjukkan bahwa karyawan memiliki risiko osteoporosis rendah dan sedang.


(53)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan risiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung. Hal ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas fisik antara karyawan tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Recker et.al, membuktikan pada mahasiswa wanita aktivitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan mineral tulang belakang (Groff and Groppe, 2000).

Kalsium adalah komponen penting dari tulang, jadi dapat dipastikan makanan berkalsium rendah berarti tulang yang tidak sehat (Lane, 2001). Kalsium yang didapat dari asupan makanan sangat penting bagi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang yang normal. Kekurangan asupan kalsium akan mengurangi massa tulang puncak dan mempercepat hilangnya massa tulang yang berkaitan dengan bertambahnya usia (Waluyo, 2009).

Salah satu penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis masih rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia yaitu sebesar 254 mg/hari (Depkes RI, 2008). Jumlah tersebut hanya sepertiga dari kebutuhan kalsium yang sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu untuk orang dewasa 800 mg per hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada karyawan yang bekerja di dalam gedung banyak yang mengonsumsi makanan sumber kalsium < AKG dan berisiko osteoporosis sedang, hal ini sesuai dengan pernyataan Heaney (2000) bahwa asupan kalsium berkaitan dengan status tulang.Di samping itu, pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak yang mengonsumsi makanan sumber kalsium < AKG, tetapi


(54)

berisiko osteoporosis rendah, hal ini dapat terjadi karena aktivitas fisik mereka yang cukup tinggi.

Tubuh kita secara alami ditakdirkan memiliki prinsip use it or lose it (gunakanlah atau Anda akan kehilangan). Semakin jarang kita menggunakannya, semakin menurunlah fungsinya. Begitu juga yang terjadi pada tulang kita. Apabila terjadi kemunduran aktivitas fisik sel osteoklast akan dipacu oleh hormon paratiroid untuk lebih aktif membongkar bangunan tulang dan mengambil kalsium darinya. Akibatnya, kadar kalsium dalam darah akan meningkat dan ini akan menurunkan aktivitas vitamin D yang pada akhirnya menurunkan daya serap dinding usus terhadap kalsium (Hartono, 2000).

Pada karyawan yang bekerja di dalam gedung banyak yang berisiko osteoporosis sedang karena mereka lebih banyak beraktivitas ringan, tetapi ada juga dari mereka yang beraktivitas sedang karena mereka lebih suka menaiki tangga daripada lift. Selain itu, ada 1 karyawan yang berisiko osteoporosis rendah, hal ini karena ia rutin melakukan jalan pagi sebelum berangkat kerja. Di samping itu, pada karyawan yang bekerja di luar gedung banyak yang berisiko osteoporosis rendah, hal ini karena mereka beraktivitas sedang. Ada juga dari mereka yang beraktivitas ringan dan berisiko osteoporosis rendah.

Pada hari libur, karyawan yang bekerja di dalam gedung memiliki aktivitas yang beragam, sebagian karyawan meluangkan waktu untuk bersepeda dengan anak-anak di hari libur pada pagi hari lalu mereka membersihkan rumah, mereka beraktivitas sedang, tetapi ada juga dari mereka yang berisiko osteoporosis sedang karena mereka kurang beraktivitas pada hari-hari yang lain terutama pada hari kerja.


(55)

Sebagian lain ada yang menghabiskan waktu libur hanya bermain-main di rumah dengan anak dan menonton televisi, mereka berkativitas ringan dan memiliki risiko osteoporosis sedang, ada juga dari mereka yang memiliki risiko osteoporosis rendah karena risiko osteoporosis tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik, konsumsi makanan berkalsium mereka teratur terutama susu sapi. Ada juga karyawan yang pada hari libur rutin berolahraga seperti berenang, tennis lapangan mereka beraktivitas berat dan memiliki risiko osteoporosis rendah. Menurut Mann & Truswell (2002) olahraga dengan tingkat sedang secara teratur yang diterapkan sejak dini baik untuk pertumbuhan tulang.

Pada karyawan yang bekerja di luar gedung, untuk aktivitas kerja yang memiliki risiko osteoporosis rendah, mereka banyak melakukan aktivitas di lapangan dan banyak bergerak. Akan tetapi, ada juga dari mereka yang berisiko osteoporosis sedang karena konsumsi makanan berkalsiumnya tidak rutin.

Pada hari libur, karyawan yang bekerja di luar gedung memiliki aktivitas yang beragam, sebagian karyawan menghabiskan waktu hanya di rumah menonton televisi, bermain komputer, mereka beraktivitas ringan dan memiliki risiko osteoporosis rendah karena walaupun di hari libur mereka beraktivitas ringan, pada hari kerja mereka banyak beraktivitas, ada juga yang memiliki risiko osteoporosis sedang. Ada juga sebagian karyawan yang memasak, lalu membersihkan rumah, menyetrika, mereka memiliki aktivitas sedang dan berisiko osteoporosis rendah, tetapi ada juga yang berisiko osteoporosis sedang karena mereka tidak rutin mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi kalsium. Sebagian karyawan juga pada hari libur meluangkan waktu untuk berolahraga sepakbola di sore hari, ada juga yang berlari


(56)

pagi di lapangan dan mengepel rumah, mereka memiliki aktivitas yang berat dan memiliki risiko osteoporosis sedang hal ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa osteoporosis tidak hanya disebabkan oleh aktivitas fisik, tetapi juga bisa karena rendahnya konsumsi kalsium.


(57)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap karyawan PT. Indosat Tbk tahun 2011, dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Sebagian besar karyawan baik yang bekerja di dalam maupun di luar gedung memiliki tingkat konsumsi kalsium yang lebih rendah daripada AKG.

2. Pada hari kerja, sebagian besar karyawan yang bekerja di dalam gedung memiliki aktivitas ringan, sedangkan karyawan yang bekerja di luar gedung memiliki aktivitas fisik sedang. Pada hari libur, aktivitas fisik kayawan bervariasi dari aktivitas ringan hingga berat.

3. Terdapat perbedaan rata-rata resiko osteoporosis antara karyawan yang bekerja di dalam dan di luar gedung. Hal ini berarti karyawan yang bekerja di dalam gedung lebih berisiko menderita osteoporosis daripada karyawan yang bekerja di luar gedung.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, kepada karyawan PT. Indosat Tbk disarankan beberapa hal berikut :

1. Supaya lebih banyak beraktivitas terutama kepada karyawan yang bekerja di dalam gedung untuk meningkatkan kepadatan tulang (misalnya : berjalan di pagi hari sebelum berangkat kerja, lebih sering menggunakan tangga), dan untuk semua karyawan di hari libur agar melakukan olahraga (misalnya : berjalan,


(58)

berlari, atau bersepeda) dan lebih baik lagi bila dilakukan di bawah matahari pagi untuk peningkatan kepadatan tulang.

2. Untuk memenuhi kebutuhan kalsium per hari, disarankan kepada kantin perusahaan agar memenuhi kebutuhan kalsium karyawan dengan lebih sering menyediakan makanan sumber kalsium.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anderson, 2004. Minerals. Dalam Mahan K & Stump SE (Eds.), Food, Nutrition and Diet Therapy 11th ed. (hlm. 120-163). Saunders, Pennsylvania.

AKG, 2004. 2011.

Anonim, 2007. Struktur dan Penyakit Tulang.

2010.

Ariesi, W, 2007. Kalsium.

Ariswan, 2010. Hubungan Kalsium dan Kepadatan Tulang.

http://www.co.cc/2010/04/hubungan-kalsium-dan-kepadatan-tulang.html, 5 Januari 2011.

Cosman Felicia, 2009. Osteoporosis: Panduan Lengkap agar Tulang Anda Tetap Sehat. Solo: Bintang Pustaka.

Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Deluca, HF, 2004. Overview of General Phsysiologic Features and Functions of Vitamin D. Am J Clin Nutr.

Depkes R.I., 2008. Pedoman Pengendalian Osteoporosis, Jakarta.

Feskanich, D, 1997. Milk, Dietary Calcium, and Bone Fractures in Women: A 12- Year Prospective Study. American Journal of Public Health. Vol. 87/No. 6.

Fox-Spencer, R, dan Brown, P, 2007. Osteoporosis. Erlangga. Jakarta.


(60)

Gueguen, L, Pointillart, A, 2000. The Bioavaibility of Dietary Calcium. J Am Coll Nutr.

Granner KD. 1993. Hormones the regulate calcium metabolism. In Murray RK, Granner KD, Mayers AP (eds). Victor Rodwell, review of biochemistry, 2e ed. Stamford: Appleton & Lange : 539 - 46. Groff J.L. and Gropper S.S. 2000. Advanced Nutrition and Human

Metabolism. United State: Wadsworth Thomson Leaming : 526 - 531.

Harding, DSM, 2006. Calcium

15 Januari 2011.

Hartono, M, 2001. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara. Jakarta. Hasibuan, SP, Malayu, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Heaney, R.P., 2000. Calcium, Dairy Products and Osteoporosis. Journal of the American College of Nutrition, 19(2): 83S–99S.

Henrich, J. 2003. Calcium and Your Bones. World ide Web :

Hildebolt, CS, 1996. Osteoporosis and Oral Bone Loss. Dentomaxillofacial

Radiology.

Holick, MF, 2006. Resurrection of vitamin D deficiency and rickets. J Clin Invest. IOM, 1997. Dietary Reference Intakes for Ca, Phosphorus, Magnesium, Vitamin

D, Fluoride. National Academy Press, Washington.

Julianty, P, 1995. Validasi Indeks Kesegaran Jasmani Modul Susenas 1995 pada Kelompok Umur 20-39 Tahun. Mayo Clin Pro.

Kartasapoetra, G, dan Marsetyo, 2008. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktivitas Kerja), Cetakan Keenam. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Kosnayani, SA, 2007. Hubungan Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik, Paritas,

Indeks Massa Tubuh dan Kepadatan Tulang pada Wanita Pascamenopause. Tesis Magister Gizi Masyarakat UNDIP.

Kristanti, CM, 2002. Kondisi Fisik Kurang Gerak dan Instrumen Pengukuran. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. XII/No. 1.


(61)

Lane, N, 2001. Lebih Lengkap Tentang Osteoporosis (Rapuh Tulang). PT. Rajagrafindo. Jakarta.

Ludington, A, dan Diehl, H, 2002. Hidup yang Dinamis. Indonesia Publishing House.

Mann J & Truswell AS, 2002. Essential of Human Nutrition. Oxford University Press, New York.

Marsetyo, H, dan Kartasapoetra, G, 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta. Jakarta.

Meikawati dkk, 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Kepadatan Tulang Remaja. Tesis Magister Gizi Masyarakat UNDIP.

Mussolino, EM, dkk, 2001. Jogging and Bone Mineral Density in Men: Results From NHANES III. American Journal of Public Health. Vol. 91/No. 7.

Notoatmodjo, S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Nurwahyuni, Desi, 2009. Hubungan Antara Asupan Kalsium, Aktivitas Fisik dan Frekuensi Konsumsi Teh dengan Kepadatan Tulang pada Wanita Pasca Menopause. Artikel Penelitian FK-UNDIP.

Pho, K, 2004. Calcium in Diet.

Prihatini, S. 2010. Faktor Determinan Risiko Osteoporosis di Tiga Provinsi di Indonesia. Media Litbang Kesehatan Vol XX/ No. 2.

Rahmawati, DI, 2006. Hubungan Pola Konsumsi Susu dan Makanan Berkalsium Tinggi dengan Risiko Osteoporosis pada Mahasiswa. Tesis FKM-UNAIR.

Seya, IP, 2010. Kalsium.

Desember 2010.

Soroko, S, 1994. Lifetime Milk Consumption and Bone Mineral Density in Older Women. American Journal of Public Health. Vol. 84/No. 8.

South paul J.E, 2001. Osteoporosis;part 1,Evaluation and assessment. American Journal of Public Health. Vol. 83/No. 1.


(62)

Sumarianto dan Nurhaida, 1985. Kamus Kedokteran. Cetakan pertama, Ade Putra, Jakarta.

Supariasa dkk, 2002. Penilaian Status Gizi. Cetakan pertama, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Supriyati, 2002. Osteoporosis dan Kehilangan Tulang di Rongga Mulut. Skripsi FKG-USU.

Suryono dkk, 2007. Pengaruh Pemberian Susu Terhadap Kadar Kalsium Darah dan Kepadatan Tulang Remaja Pria. Media Gizi & Keluarga. Vol. 1/No. 63-70, Bogor.

Syafiq, A, dkk, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajawali Pers. Jakarta. Tagliaferri, M, Isaac, C, Deby, T, 2007. The New Menopause Book. PT Indeks.

Jakarta.

Tarwotjo, SC, 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. PT Gramedia Widiasarana. Jakarta. Waluyo, S, 2009. 100 Question & Answers : Osteoporosis. PT Elex Media

Komputindo. Jakarta.

Wiseman G, 2002. Nutrition and Health. Taylor & Francis, London.

Zega, LS, 2007. Tinjauan Faktor Resiko Terjadinya Osteoporosis Pada Staf Pengajar dan Staf Pegawai Wanita di Lingkungan Universitas Sumatera Utara. Skripsi FKM-USU.

Zhang, J, dkk, 1992. Moderate Physical Activity and Bone Density among Perimenopausal Women. American Journal of Public Health. Vol. 82/No. 5.


(63)

KUISIONER PENELITIAN

GAMBARAN KONSUMSI KALSIUM DAN AKTIVITAS FISIK

SERTA KEPADATAN TULANG PADA KARYAWAN

PT. INDOSAT Tbk.

Nama responden :

Usia : ... tahun

Jenis kelamin :

P

L

Agama :

Suku :

Lama bekerja : ... tahun

Bagian pekerjaan :

Di dalam gedung

Di luar gedung Hasil test kepadatan tulang :

PERTANYAAN

1. Apakah Anda sering terpapar

sinar matahari pagi?

Ya

Tidak 2. Alat transportasi apa yang

Anda gunakan ke kantor?

Mobil

Sepeda motor

Mobil, sesekali sepeda motor

Angkutan umum 3. Alat transportasi apa yang

Anda gunakan untuk bekerja ke lapangan?

Mobil

Sepeda motor 4. Apakah Anda sering

menggunakan tangga?

Ya

Tidak 5. Seberapa sering Anda

berolahraga?

Setiap hari

3 x seminggu

1 x seminggu

Tidak tentu 6. Apakah ada riwayat

osteoporosis dalam keluarga Anda?

Ya

Tidak 7. Apakah Anda pernah

mengalami patah tulang karena terjatuh atau sebab yang lainnya?


(64)

8. Apakah Anda sering minum

soft drink?

Ya

Tidak

9. Apakah Anda merokok?

Ya

Tidak

Khusus, jika Anda wanita jawab pertanyaan berikut ini 1. Apakah Anda sudah

menopause?

Ya

Tidak

2. Apakah haid Anda teratur?

Ya

Tidak

FORMULIR FOOD RECALL Waktu

Makan

Nama Makanan

Bahan Makanan

Jenis Banyaknya Zat gizi

URT gr Kalsium

Pagi

Siang

Selingan


(1)

Crosstabs karyawan di luar gedung

Ca se P rocessing Sum ma ry

27 100.0% 0 .0% 27 100.0%

27 100.0% 0 .0% 27 100.0%

27 100.0% 0 .0% 27 100.0%

res ikoosteoporosis * kalsium3k

res ikoosteoporosis * ak tivitaskerja res ikoosteoporosis * ak tivitaslibur

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

re sikooste oporosi s * kalsi um3k Crosstabulati on Count

1 2 3

1 23 24

2 25 27

res iko sedang res iko rendah res ikoosteoporosis

Total

>= AK G < A KG kalsium3k

Total

re sikooste oporosi s * a ktivitaskerj a Crosstabulation Count

3 0 3

19 5 24

22 5 27

res iko sedang res iko rendah res ikoosteoporosis

Total

sedang ringan ak tivitaskerja

Total

re sikooste oporosi s * a ktivitaslibur Crosstabulation Count

0 1 2 3

3 14 7 24

3 15 9 27

res iko sedang res iko rendah res ikoosteoporosis

Total

berat sedang ringan ak tivitaslibur


(2)

NPar Tests dalam

NPar Tests luar

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

30 -1.430 .4036 .193 .110 -.193 1.057 .214 N Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)

res ikooste oporos isk

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

27 -.111 .8824 .110 .110 -.108 .570 .901 N Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)

res ikooste oporos isk

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(3)

T-Test

Group Statistics

30 -1.430 .4036 .0737

27 -.111 .8824 .1698

bekerjak dalam luar res ikoosteoporosisk

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

19.607 .000 -7.379 55 .000 -1.3189 .1787 -1.6771 -.9607

-7.124 35.579 .000 -1.3189 .1851 -1.6945 -.9433

Equal variances assumed Equal variances not assumed resikoosteoporosisk

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means


(4)

Gambar 1. Responden sedang mengisi kuisioner


(5)

Gambar 3. Alat ukur kepadatan tulang densitometer


(6)

Gambar 5. Pengukuran kepadatan tulang responden


Dokumen yang terkait

Hubungan Imbalan Finansial Dan Non Finansial Dengan Kinerja Karyawan PT Indosat Tbk - Medan

1 34 107

Efektivitas Komunikasi Majalah “Shout!” PT Indosat Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Pelanggan Di Kota Medan (Studi Deskriptif Mengenai Media Eksternal PT Indosat).

0 24 139

Analisis Perbedaan Price Earning Ratio Dan Harga Pasar Saham (Studi Kasus Pada PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Dan PT Indosat, Tbk. Serta PT Excelcomindo Pratama, Tbk.)

0 36 85

Pengaruh pemberian susu terhadap kadar kalsium darah dan kepadatan tulang remaja pria

0 5 17

Analisis Aktivitas Fisik, Konsumsi Sayur, Buah Dan Kopi, Serta Sindrom Metabolik Karyawan Di Pt Indocement Citeureup

0 4 36

ANALISIS TRANSAKSI KOMBINASI BISNIS DENGAN KONVERGENSI IFRS PADA PT INDOSAT Tbk Analisis Transaksi Kombinasi Bisnis Dengan Konvergensi IFRS Pada PT Indosat Tbk Periode 2011-2012.

0 2 12

ANALISIS TRANSAKSI KOMBINASI BISNIS DENGAN KONVERGENSI IFRS PADA PT INDOSAT Tbk Analisis Transaksi Kombinasi Bisnis Dengan Konvergensi IFRS Pada PT Indosat Tbk Periode 2011-2012.

0 0 16

PERBANDINGAN KADAR KALSIUM SERUM DAN KEPADATAN TULANG BERDASARKAN LAMA PENGOBATAN OBAT ANTIEPILEPSI PADA ANAK EPILEPSI.

0 2 15

HUBUNGAN LINGKAR PINGGANG, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEPADATAN TULANG PADA WANITA USIA 30-50 TAHUN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 24

ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA MODAL PADA PT XL AXIATA Tbk DAN PT INDOSAT Tbk PERIODE 2011-2013 DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 15