Biaya Hidup Anak Menurut Tata Hukum Indonesia

Jika ibu telah meninggal ataupun tidak ada maka yang berhak menjadi hadhanah adalah ibu dari ibunya anak itu terus keatas, begitupun sebaliknya ibu dari bapaknya hingga keatas Dan juga hadis dari Fatimah bin Qais yang artinya: “Dari Fathimah Bin Qais Dari Nabi SAW bersabda bahwa ia telah ditalak tiga oleh suaminya baginya tidak ada hak tempat tinggal dan nafkah HR. Muslim. 20 Dari uraian hadis diatas dapat dipahami bahwa seorang suami setelah terjadinya perceraian dibebankan pula untuk menafkahkan keluarganya dan tidak dibenarkan untuk berbuat kikir.

B. Biaya Hidup Anak Menurut Tata Hukum Indonesia

1. Dasar Hukum Nafkah Hadanah Dalam Hukum Undang-undang Keluarga adalah tonggak setiap masyarakat dan segala bentuk kegoncangan di dalamnya melahirkan problema dalam masyarakat itu. Anda ingat bahwa dalam ayat-ayat sebelum ini, pembalasan kita berkisar pada perceraian wanita dan laki-laki, dalam ayat ini nasib anak-anak khususnya para bayi setelah perceraian akan dijelaskan. Ayat ini dengan memperhatikan emosional para ibu dan pentingnya pemberian air susu ibu asi untuk anak, menganjurkan penyusuan anak selama dua tahun penuh, sekalipun ibunya sudah bercerai dengan suaminya ataupun si ayah sudah meninggal dunia, ibu 20 Imam Abi Husen Muslim Bin Hujaz bin muslim, Shahih Muslim, Riyadh : dar as-salam, h. 641 harus memperhatikan hak anak dan perselisihan antara dirinya dengan suaminya jangan menyebabkan terganggunya jasmani maupun jiwa anak. Sebagai timbal balik dari kewajiban yang di tetapkan Allah terhadap si ibu kepada anaknya itu, maka si ayah meskipun telah menceraikannya berkewajiban untuk memberi nafkah dan pakaian kepada ibu secara patut dan baik. Jadi kedua-duanya mempunyai beban dan tanggung jawab terhadap si kecil yang masih menyusui ini. Ibu merawatnya dengan menyusui dan memeliharanya, dan si ayah harus memberi pakaian kepada si ibu agar dia dapat memelihara anaknya. 21 Adapun dalam masalah nafkah hadhanah dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam pasal 41 dikemukakan akibat putusnya perkawinan ialah bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut langsung memikul biaya tersebut. Berdasarkan firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 233 yang telah disebutkan diatas, kita dapat mengambil beberapa pelajaran, diantaranya: 21 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta: Gema insani press, 2000. h.302. a. Pemeliharaan Anak adalah wajib hukumnya bagi kedua orang tua dan sekiranya terjadi perceraian, maka anak tidak boleh menjadi korban perceraian. b. Dalam pemerintahan Islam, laki-laki bertanggung jawab memenuhi keperluan-keperluan mendasar keluarga dan wanita tidak memiliki tanggung jawab mengenai pemenuhan biaya hidup. 2. Dasar Hukum Nafkah Hadhanah dalam Kompilasi Hukum Islam Dasar hukum nafkah hadhanah dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat pada Pasal 104 sampai pasal 106 yaitu: Pasal 104 a. Semua biaya penyusuan anak dipertanggung jawabkan kepada ayahnya. Apabila Ayahya telah Meninggal dunia, maka biaya Penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban membeir Nafkah kepada Ayahnya atau Walinya. b. Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan penyapihan dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan Ayah dan Ibunya. Pasal 105 Dalam hal terjadinya perceraian: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah c. Atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; d. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Pasal 106 a. Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan keselamatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi. b. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat 1. 22 Pasal 80 ayat d sesuai dengan dengan penghasilan, suami menanggung: 1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri 2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak 3. Biaya pendidikan anak Dalam membangun keluarga tidak akan tercapai keluarga yang bahagia tanpa tercukupnya nafkah. Hal ini merupakan kewajiban suami sebagai kepala keluarga, meskipun telah terputus perkawinannya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat an-Nisa ayat 34:                               22 Lihat Kompilasi Hukum Islam, pasal 104-106               ءاسنلا 4 : 34 Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” QS. an-Nisa4: 34 Dari ayat diatas Imam Ash-Shabuni menyatakan bahwa kaum pria memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah maupun larangan yang wajib ditaati oleh para wanita istri-istrinya serta memiliki kewajiban untuk memberikan belanja Nafkah dan pengarahan sebagaimana kewajiban seorang wali penguasa atas rakyatnya. Karena itu suami harus menyadari kewajiban dan tanggung jawabnya dalam memenuhi Nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Maka suami hendaknya berusaha sekuat tenaga, agar dapat mencukupi nafkah yang hal dan diperoleh dengan jalan yang diridhoi Allah Swt. Suami tidak pantas jika berpangku tangan dan tidak selayaknya berlaku kikir terhadap orang yang menjadi tanggung jawabnya. 26

BAB III MASYARAKAT KELURAHAN SAWANGAN BARU

KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK

A. Sejaran dan Letak Geografis Keluraan Sawangan Baru Kecamatan

Sawangan Kota Depok Awalnya Depok merupakan sebuah dusun terpencil ditengah hutan belantara dan semak belukar. Pada tanggal 18 Mei 1696 seorang pejabat tinggi VOC, Cornelis Chastelein, membeli tanah yang meliputi daerah Depok serta sedikit wilayah Jakarta Selatan, Ratujaya dan Bojonggede. Chastelein mempekerjakan sekitar seratusan pekerja. Mereka didatangkan dari Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa, Pulau Rote serta Filipina. Selain mengelola perkebunan, Cornelis juga menyebarluaskan agama Kristen kepada para pekerjanya, lewat sebuah Padepokan Kristiani. Padepokan ini bernama De Eerste Protestante Organisatie van Christenen, disingkat DEPOK. Dari sinilah rupanya nama kota ini berasal. Sampai saat ini, keturunan pekerja-pekerja Cornelis dibagi menjadi 12 Marga. Adapun marga-marga tersebut adalah : 1. Jonathans 2. Laurens 3. Bacas