3. Capital Adequacy Ratio
Capital adequacy ratio CAR pada tahun 2005 adalah - 5,615 dan meningkat sebesar 4,534 menjadi -1,081 pada
tahun 2006. Angka persentase pada tahun 2005 adalah minus, ini dikarenakan
fixed assetaktiva tetap Rp.20.980.183.089,39 lebih besar dari pada jumlah
equity capital Rp.4.443.975.192,52, sehingga hasil selisih
equity capital dengan fixed asset menjadi negatif -Rp.16.536.207.896,87 yang artinya untuk menutupi
kemungkinan kegagalan yang ada dalam proses permodalan kredit sudah menggunakan
fixed asset sebesar Rp.16.536.207.896,87 karena
equity capitalnya tak mampu lagi menutupinya. Tetapi pada tahun 2006 terjadi kenaikan sebesar Rp.13.163.061.112,01 atau
naik 79,601 sehingga menjadi negatif yaitu sebesar Rp.3.373.146.784,85. Sedangkan total loans pada tahun 2006 naik
sebesar Rp.17.485.582.872,18 atau meningkat 5,937 dari Rp.294.510.324.876,14 pada tahun 2005 menjadi
Rp.311.995.907.748,32 pada tahun 2006. Jumlah dan persentase kenaikan selisih
equity capital dengan fixed asset 79,601 yang lebih besar dari pada jumlah dan persentase kenaikan total loans
5,937 menjadi CAR pada tahun 2006 meningkat. Kenaikan tersebut didominasi oleh equity capital. Sedangkan jumlah dan
persentase kenaikan fixed asset hanya sebagian kecil saja
Rp.952.716.986 atau 4,541. CAR bank yang meningkat dari
Donny Rahdian Habibie : Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Rasio..., 2007 USU Repository © 2009
tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 4,534 artinya kemampuan bank meningkat dalam permodalan setelah dikurangi aktiva tetap
untuk menutupi kemungkinan kegagalan yang ada dalam proses permodalan kredit.
III. Rasio Profitabilitas
1. Gross Profit Margin
Pada tahun 2005 gross profit margin GPM sangat rendah
dengan angka negatif yaitu –24,686. Rendahnya rasio ini karena besarnya operasional expense melebihi jumlah pendapatan
operasional. Hal ini disebabkan oleh beban operasional lainnya lebih besar dari pada pendapatan operasional lainnya, sehingga
pada saat ini bank rugi jika ditinjau dari segi pendapatan operasional lainnya sebesar Rp.3.445.321.111,96 –
Rp.28.842.303.531,02 = -Rp.25.396.982.419,06. Selain itu juga selisih pendapatan bunga dengan beban bunga tidak terlalu tinggi
atau cukup besar untuk menutupi kerugian tersebut sehingga angkanya masih tetap minus. Demikian juga halnya yang terjadi
pada tahun 2006 dimana GPM -20,428 naik sebesar 4,258. Pada tahun ini bank juga masih merugi dari segi pendapatan
operasional lainnya sebesar Rp.3.737.326.588,79 – Rp.26.849.851.486,57 = -Rp.23.112.524.897,78 meskipun bank
memperoleh keuntungan dari pendapatan bunga bersih sebesar
Donny Rahdian Habibie : Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Rasio..., 2007 USU Repository © 2009
Rp.13.149.716.241,41. Kenaikan GPM pada tahun ini juga dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan bunga yang cukup besar dan
penurunan beban operasional lainnya. Pada tahun ini pihak manajemen belum mampu untuk menekan beban operasional
meskipun manajemen manpu meningkatkan pendapatan operasionalnya. Dari data dapat dilihat perbandingan biaya
operasional terhadap pendapatan operasional pada tahun 2005 sebesar 124,686 sehingga tidak baik bagi kelangsungan bank.
Pada tahun 2006 perbandingan biaya operasional terhadap pendapatan operasional adalah sebesar 120,428. Artinya disini
dari tahun 2005 ke tahun 2006 ada perbaikan. Kenaikan GPM pada tahun 2006 disebabkan kenaikan persentase pendpatan operasional
16,296 lebih besar dari persentase beban operasional yang naik sebesar 12,324.
Dari data dapat dilihat GPM dari tahun 2005 ke 2006 meningkat dan perbandingan biaya operasional terhadap
pendapatan opersional menurun, ini menunjukkan prestasi yang baik dan dapat dilihat pada laporan laba rugi bahwa laba ditahan
atau tahun berjalan terus meningkat dan itu artinya kemampuan bank terus meningkat dalam menghasilkan laba dari operasi
usahanya yang murni.
Donny Rahdian Habibie : Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Rasio..., 2007 USU Repository © 2009
2. Net Profit Margin