Manajemen Persediaan Analisis Pareto ABC Always Better Control

6

BAB II LANDASAN TEORI

II.1. Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan inventory management merupakan suatu cara mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan oleh perusahaan agar tujuan efektifitas maupun efisiensi tercapai. Setiap organisasi mempunyai beberapa jenis sistem perencanaan dan pengendalian persediaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat perlu untuk mempelajari bagaimana mengelola persediaan di suatu perusahaan Dwiningsih, 2009. Manajemen persediaan juga berlaku pada perencanaan obat. Tujuan perencanaan obat adalah sebagai berikut Quick et al, 1997 : a. untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan b. menghindari kekosongan obat c. meningkatkan penggunaan obat secara rasional d. meningkatkan efisiensi penggunaan obat Sedangkan kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah sebagai berikut Quick et al, 1997 : a. seleksi atau perkiraan kebutuhan memilih obat yang akan diadakan b. menyesuaikan jumlah kebutuhan obat dengan alokasi anggaran. 7

II.2. Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan

II.2.1 Pengertian SPPK

Menurut Scott Morton, Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan didefinisikan sebagai suatu sistem yang berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan dan memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai masalah yang tidak terstruktur Turban,1995.

II.2.2 Komponen SPPK

Menurut Turban 1995, SPPK memiliki 4 subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis dari SPPK tersebut, yaitu : 1. Manajemen Data Subsistem manajemen data merupakan komponen SPPK yang menyediakan data bagi sistem. Data tersebut disimpan dalam suatu basis data yang diorganisasikan oleh sistem yang disebut DBMS Database Management System. Subsistem ini disusun oleh komponen yang terdiri dari : a. Basis Data Basis data adalah komponen data yang direlasikan dan diatur sesuai kebutuhan organisasinya, dan dapat digunakan oleh banyak orang dalam banyak aplikasi. Basis data SPPK terdiri dari beberapa jenis data yaitu :  Data Internal Data ini berasal dari sistem proses transaksi dalam suatu organisasi. Data tersebut seperti data 8 akuntansi, keuangan, pemasaran, produksi, pribadi dan lain sebagainya, tergantung kebutuhan dari SPPK tersebut.  Data Eksternal Data ini berasal dari luar organisasi seperti data industri, data penelitian, pemasaran, data sensus, data tenaga kerja daerah, peraturan pemerintah, data tarif pajak dan data perekonomian nasional.  Data Pribadi Data ini berupa aturan-aturan pokok yang digunakan oleh para pembuat keputusan tertentu atau dalam keadaan-keadaan tertentu. Untuk membangun sebuah basis data SPPK, sering dilakukan pengambilan data dari berbagai sumber data. Operasi ini disebut ekstraksi. Operasi ini melakukan pengambilan data berupa arsip, kesimpulan, data yang sudah disaring dan ringkasan data. Ekstraksi dapat terjadi pada saat pemakai membuat laporan data yang ada dalam basis data. b. Sistem Manajemen Basis Data Basis data dapat dibuat, diakses dan diperbaharui dengan menggunakan sistem ini. DBMS memiliki banyak kemampuan dalam pengelolaan data dan sangat kompleks, sehingga sedikit pemakai yang dapat membuat program dan 9 mengembangkan perangkat lunak DBMS. DBMS memiliki tiga fungsi dasar yaitu penyimpanan data, pencari data dan pengontrol data. c. Fasilitas Query Fasilitas ini memberikan dasar-dasar untuk mengakses data. Fasilitas ini menerima permintaan data, menentukan bagaimana permintaan tersebut dapat dipenuhi, merumuskan perincian permintaan dan memberikan hasilnya. d. Direktori Direktori adalah daftar seluruh data dalam basis data. Direktori berisi tentang definisi data yang berfungsi untuk mengetahui keberadan data, sumber data, dan kegunaan data tersebut. Direktori biasanya digunakan untuk fase pengetahuan pada proses pembuatan keputusan sebagai bantuan memeriksa data, mengidentifikasi masalah, dan mengetahui peluang-peluang yang ada. 2. Manajemen Model Model merupakan suatu peniruan dari alam nyata. Kendala yang kadang dihadapi dalam merancang suatu model adalah bahwa model yang disusun ternyata tidak mampu mencerminkan seluruh veriabel alam nyata. Sehingga keputusan yang diambil yang didasarkan pada model tersebut menjadi tidak akurat dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, dalam menyimpan 10 berbagai model pada subsistem model harus tetap dijaga fleksibilitasnya. Artinya harus adafasilitas yang mampu membantu pengguna untuk memodifikasi atau menyempurnakan model, seiring dengan perkembangan pengetahuan. Turban 1995 mengelompokkan model-model yang digunakan dalam SPPK menjadi seperti berikut : Tabel 2.1 Tabel jenis-jenis model SPPK No. Model Proses dan Tujuan Teknik Representasi 1 Optimasi masalah dengan beberapa alternatif Mencari penyelesaian terbaik dari beragam alternatif Tabel keputusan, pohon keputusan 2 Optimasi menggunakan algoritma Mencari penyelesaian terbaik dari sejumlah besar alternatif Model program linear, model jaringan dan model matematika lainnya 3 Optimasi dengan rumus analitis Mencari penyelesaian terbaik dengan menggunakan rumus Model penyimpanan 4 Simulasi Mencari penyelesaian terbaik di antara alternatif yang ada dengan menggunakan percobaan Beberapa model simulasi 5 Heuristik Mencari penyelesaian yang Pemrograman heuristic, sistem 11 cukup baik dengan menggunakan aturan-aturan pakar 6 Model deskriptif lainnya Mencari dan menemukan “What- if ” menggunakan rumus Permodelan keuangan 7 Model prediktif Memprediksi kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan skenario Analisis Markov, model perkiraan 3. Manajemen Dialog Melalui subsistem ini pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem yang dibangun. Subsistem ini menyediakan fasilitas antar muka pemakai User interface yang terdiri dari 3 komponen yaitu : a. Bahasa aksi Action Language, yaitu suatu perangkat lunak yang digunakan pengguna untuk berkomunikasi dengan sistem. b. Bahasa tampilan Display atau Presentation Language, yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk menampilkan sesuatu. c. Basis Pengetahuan Knowledge Base, yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sehingga sistem yang dirancang dapat berfungsi secara efektif. Kombinasi dari berbagai kemampuan di atas dikenal dengan sebagai Gaya Dialog Dialog Style. Gaya dialog terdiri dari : a. Dialog Tanya Jawab 12 Dalam dialog ini, sistem bertanya kepada pengguna, dan pengguna menjawab, kemudian dari hasil dialog ini sistem akan menawarkan alternatif keputusan yang dianggap memenuhi keinginan pengguna. b. Dialog perintah Dalam dialog ini, pengguna memberikan perintah-perintah yang tersedia pada sistem untuk menjalankan fungsi yang ada pada SPPK. c. Dialog Menu Dialog ini merupakan gaya dialog yang paling popular dalam SPPK. Dalam hal ini pengguna dihadapkan pada berbagai alternatif menu yang disiapkan sistem.menu ini akan ditampilkan pada monitor. Pengguna cukup menekan tombol-tombol tertentu, dan setiap pilihan akan menghasilkan respon atau jawaban tertentu. d. Dialog MasukanKeluaran Model dialog ini menggunakan form input atau masukan. Disamping form masukan, juga disediakan form keluaran yang merupakan respon dari sistem. 4. Manajemen Pengetahuan Subsistem ini diperlukan ketika subsistem lainnya yang mendukung kemampuan dari suatu DSS, tidak mampulagi untuk memecahkan suatu permasalahan yang tidak terstruktur dan semi terstruktur. Dalam subsistem ini telah disediakan beberapa keahlian 13 khusus oleh sistem pakar. Manajemen pengetahuan merupakan gabungan beberapa komponen yang berupa satu atau lebih sistem- sistem pakar. Karena berkaitan dengan sistem pakar maka kemampuan dan manfaat dari subsistem ini tidak dijelaskan dalam pembahasan ini. Gambar 2.1 Komponen SPPK Turban, 1995:88

II.3. Analisis Pareto ABC Always Better Control

Salah satu teknik menyusun data sesuai prioritas dan golongannya ke sebuah framework penyelesaian masalah adalah analisis Pareto. Analisis ini merupakan suatu cara yang mudah dipelajari, mudah dimengerti, dan sangat efektif hasilnya Oakland, 2008. Analisis Pareto ABC adalah metode yang sangat berguna untuk melakukan pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang rasional. Terkait dengan pemilihan obat, evaluasi obat kelompok A menjelaskan tentang item obat yang paling banyak digunakan Quick et al, 1997. Analisis Pareto memungkinkan individu untuk membuat perubahan 14 yang efektif. Salah satu keuntungan dalam menggunakan analisis Pareto adalah memperbaiki pembuatan keputusan. Individu yang melakukan analisis Pareto dapat mengukur dan membandingkan pengaruh dari perubahan yang terjadi. Dengan berfokus pada penyelesaian masalah, prosedur dan proses dibutuhkan untuk membuat perubahan yang terdokumentasi selama analisis Pareto. Dokumentasi ini akan menghasilkan persiapan dan meningkatkan hasil pembuatan keputusan pada perubahan yang akan datang Anonim, 2005. Keuntungan lain yang didapat dari penggunaan analisis ini adalah Drug and Therapeutics Committees, 2003 : 1. Menunjukkan penggunaan item yang tinggi dalam list atau persediaan. Informasi ini dapat digunakan untuk pemilihan obat dengan lebih efektif, mengidentifikasi kesempatan untuk pergantian item obat, negosiasi harga lebih rendah dengan distributor. 2. Mengukur jumlah konsumsi obat yang dibutuhkan untuk kesehatan publik dan mengidentifikasi penggunaan obat yang tidak rasional. 3. Mengidentifikasi pembelian untuk item yang tidak terdapat dalam daftar obat esensial di rumah sakit. Analisis ini terbagi mengenai tiga kelas yaitu Quick,1997 :

1. A Always

Obat harus ada karena berhubungan dengan pengendalian dalam pengadaannya. Persentase kumulatifnya antara 75-80. Kelas A tersebut menunjukkan 10-20 macam persediaan memiliki 15 ........................2.1 70-80 dari total biaya persediaan. Hal ini berarti persediaan memiliki nilai jual yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan ekstra dan pengendalian yang harus baik.

2. B Better

Kelas B, 20-40 item obat di rumah sakit dengan alokasi dana 10- 15 dari keseluruhan anggaran obat. Persentase kumulatifnya antara 80-95.

3. C Control

Obat mempunyai nilai yang rendah, yaitu sekitar 5 namun jumlah obat sangat banyak, yaitu mencapai 60. Karena obat selalu tersedia maka pengendalian pada tingkat ini tidak begitu berat. Persentase kumulatifnya antara 95-100 Metode ini dilakukan dengan memperhatikan 3 hal, yaitu Harjono, 2011:

1. Analisis Nilai Pakai

Nilai pakai didapat dari jumlah pemakaian dalam satu periode, kemudian diurutkan dari jumlah pemakaian tertinggi hingga jumlah pemakaian terendah. Setelah data item terurut, kemudian dihitung persentase pemakaiannya dengan perhitungan berikut : �� � � � �� � � � = . � ∑� � Keterangan : x : jumlah pemakaian obat per itemtahun ∑x : jumlah pemakaian obat seluruhnya dalam 1 tahun Setelah itu, dibuat klasifikasi sediaan sesuai jumlah pemakainnya menjadi kelompok A NP , B NP , dan C NP berdasarkan persentase 16 ........................2.3 kumulatif 80, 15, dan 5.

2. Analisis Nilai Investasi

Dalam analisis ini juga dilakukan pengelompokan berdasarkan persentase kumulatif, sama seperti pada analisis nilai pakai tetapi sebelumnya jumlah pemakaian item obat dikalikan dengan harga satuannya. Nilai investasi didapat dengan mengalikan jumlah pemakaian dengan harga satuannya. Perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut : x = n x hi Keterangan : x : jumlah investasi per item obat selama setahun n : jumlah pemakaian per item obat selama setahun hi : harga satuan per item obat Setelah didapat jumlah investasi per item obat selama setahun kemudian diurutkan dari jumlah investasi tertimggi hingga jumlah investasi terendah. Kemudian, dihitung persentase investasi per item obat dengan perhitungan sebagai berikut : �� � � � � � � = . � ∑� � Keterangan : x : jumlah investasi per item obat dalam setahun ∑x : jumlah investasi seluruh obat dalam setahun Dari persentase investasi yang didapat akan dihitung persentase kumulatifnya, kemudian dikelompokkan dalam A NI , B NI , dan C NI . Kelompok A NI merupakan obat yang memiliki persentase ........................................................................2.2 17 ......2.4 kumulatif 80, kelompok B NI merupakan obat yang memiliki persentase kumulatif 15 sedangkan kelompok C NI merupakan obat yang memiliki persentase kumulatif 5.

3. Analisis Nilai Indeks Kritis

Analisis ini dilakukan dengan menggabungkan hasil analisis nilai pakai dan nilai investasi. Hasil analisis nilai pakai dan nilai investasi yang telah dikelompokan menjadi A NP , B NP ,C NP, A NI , B NI , dan C NI diberi skor masing-masing. Setelah diberi skor masing- masing, nilai indeks kritis dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut : Nilai Indeks Kritis = Skor Nilai Pakai + Skor Nilai Investasi Sebagai contoh, untuk nilai pakai dan nilai investasi dengan skor A dikonversikan menjadi 3, B menjadi 2, dan C menjadi 1, jadi interval skor yang didapat adalah 2-6. Sediaan akan dikategorikan menjadi 3 kelompok, sehingga perlu dilakukan perhitungan interval untuk masing-masing kelompok dengan cara berikut : � � � � = . + − + � � � � � Keterangan : X1 : nilai tertinggi dari skor pareto nilai pakai Y1 : nilai tertinggi dari skor pareto nilai investasi X2 : nilai terendah dari skor pareto nilai pakai Y2 : nilai terendah dari skor pareto nilai investasi Jadi interval skor yang diperoleh adalah : � = . 6 − 2 3 = 4 3 = 1,33 .............................2.5 18 Berdasarkan perhitungan tersebut, maka sediaan dengan skor 2- 3,33 masuk dalam kelompok C NIK , sediaan dengan skor lebih dari 3,33-4,66 masuk dalam kelompok B NIK , dan sediaan dengan skor lebih besar dari 4,66-6 masuk dalam kelompok A NIK . Berikut ini merupakan contoh perhitungan dengan menggunakan analisis Pareto ABC. Tabel 2.2 Daftar Pemakaian Sediaan di Apotek Nama Obat Jumlah butir Harga Satuan Rp Valisanbe 2mg Tab 430 396 Zolastin ® 1mg Tab Valisanbe ® 5mg Tab 60 24 Luminal 30 mg 208 195 Zyparon ® Dari tabel 2.2, diketahui jumlah pemakaian dan harga satuan dari masing- masing sediaan. Maka penyelesaian dengan Pareto ABC adalah sebagai berikut : Langkah pertama, menghitung nilai pakai dengan mengurutkan jumlah pemakaian dari jumlah pemakaian paling banyak ke jumlah paling sedikit, kemudian dihitung persentase nilai pakainya.Setelah diketahui persentase nilai pakai, maka dihitung persentase kumulatifnya, kemudian diberi skor untuk masing-masing sediaan. Tabel 2.3 Hasil Perhitungan Nilai Pakai Nama Obat Jumlah butir NP Kumulatif Pareto Valisanbe ® 2mg Tab 430 61,60 61,60 A Luminal 30 mg 208 29,80 91,40 B Valisanbe ® 5mg Tab 60 8,60 100,00 C Zyparon ® 0,00 100,00 C Zolastin ® 1mg Tab 0,00 100,00 C Langkah kedua, menghitung nilai investasi dari sediaan dengan mengalikan jumlah pemakaian dengan hargasatuan kemudian diurutkan 19 dari nilai terbesar ke nilai terkecil. Kemudian hitung persentase nilai investasinya. Selanjutnya, setelah diketahui persentase nilai investasi, dihitung persentase kumulatifnya untuk kemudian diberi skor. Tabel 2.4 Hasil Perhitungan Nilai Investasi Nama Obat Jumlah butir Hrg Satuan Rp Total Harga Rp NI Kumu latif Paret o Luminal 30 mg 208 396 82368 78,91 78,91 A Valisanbe ® 5mg Tab 60 195 11700 11,21 90,11 B Valisanbe ® 2mg Tab 430 24 10320 9,89 100,00 C Zyparon ® 0,00 100,00 C Zolastin ® 1mg Tab 0,00 100,00 C Langkah terakhir, menghitung nilai indeks kritis untuk masing-masing sediaan, yaitu dengan menjumlahkan bobot skor dari nilai pakai dan nilai investasi masing-masing sediaan. Selanjutnya, setiap sediaan diberi skor lagi dengan skor 2-3,33 masuk dalam kelompok C NIK , sediaan dengan skor lebih dari 3,33-4,66 masuk dalam kelompok B NIK , dan sediaan dengan skor lebih besar dari 4,66-6 masuk dalam kelompok A NIK . Tabel 2.5 Hasil Perhitungan Nilai Indeks Kritis Nama Obat NP NI NIK Pareto Luminal 30 mg B A 5 A Valisanbe ® 2mg Tab A C 4 B Valisanbe ® 5mg Tab C B 3 C Zyparon ® C C 2 C Zolastin ® 1mg Tab C C 2 C Pada tabel 2.5, Luminal 30mg termasuk ke dalam kelompok A yang memiliki prioritas tinggi, maka investasi sebesar 80 dari alokasi biaya pengadaan obat diperuntukkan kelompok ini. Hal ini dikarenakan item obat yang masuk ke dalam kelompok A memiliki nilai pakai dan nilai investasi yang paling tinggi. Untuk kelompok B dan C terdapat pertimbangan yang harus dilakukan dalam pengadaanya, seperti prioritas yang dimiliki obat serta besarnya biaya yang ada. Misalnya, Valisanbe ® 20 2mg memiliki nilai pakai yang tinggi namun rendah di nilai investasinya, obat ini dapat diadakan karena memiliki nilai pakai yang tinggi. Untuk item-item obat yang ada di kelompok C dengan jumlah pemakaian rendah, lebih baik diadakan secara just in time, karena memiliki nilai pakai dan nilai investasi yang rendah.

II.4. Optimasi Kualitatif