saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan. Diameter dari selulosa bentuk kristalin adalah 10
–30 nm Philips dan Williams, 2000.
D. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis
Selulosa mikrobial yang disintesis oleh
Acetobacter xylinum
menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka.
Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan yang sangat baik dan hidrofilisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah
buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro Hoenich, 2006. Selulosa bakteri menunjukkan kandungan air yang tinggi 98-99, daya
serap yang baik terhadap cairan, bersifat non-allergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Selulosa bakteri dapat
digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia. Ciechanska, 2004.
Penutup luka yang ideal menurut Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer 2008 serta Czaja
et al.
2006 adalah sebagai berikut. Menyediakan lingkungan yang lembab bagi luka permukaan penutup luka, melindungi luka secara fisik
dari infeksi bakteri, steril, murah dan mudah digunakan, menyerap kelebihan eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka, menyerap bau luka,
melindungi luka secara mekanik dan suhu, mampu menyediakan pori-pori yang digunakan untuk sirkulasi pergantian udara dan cairan, secara signifikan
mengurangi rasa nyeri pada luka, tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak mensensitasi dan tidak menyebabkan alergi baik pada pasien maupun pada staf
medis, tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri atau trauma pada luka.
E.
Acetobacter xylinum
Bakteri
Acetobacter xylinum
berbentuk elips atau tongkat yang melengkung, memiliki lebar 0,5-1 µm dan panjang 2-10 µm.
Acetobacter
merupakan bakteri aerob, yang memerlukan respirasi dalam metabolisme. Bakteri
Acetobacter xylinum
mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat yang paling menonjol dari bakteri
itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa.
Acetobacter
dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO
2
dan H
2
O Warisno, 2004.
Acetobacter xylinum
menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin
banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut maka semakin banyak selulosa yang terbentuk Çoban dan Biyik, 2011
Acetobacter xylinum
mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan
substrat. Untuk dapat menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih dan tembus pandang, perlu diperhatikan suhu inkubasi, komposisi, dan pH medium
Warisno, 2004. Beberapa faktor menurut Warisno 2004 yang mempengaruhi pertumbuhan
Acetobacter xylinum
adalah sebagai berikut :
a Sumber karbon
Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida.
Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa –
senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula
pasir. b
Sumber nitrogen Sumber nitrogen yang dapat digunakan dapat berupa ekstrak yeast dan
kasein. Sumber nitrogen lainnya yang dapat digunakan atas dasar alasan ekonomis adalah urea, dan ammonium fosfat.
c Tingkat keasaman pH
Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5 , bakteri
Acetobacter xylinum
sangat cocok tumbuh pada suasana asam pH 4,3. Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan
metabolisme selnya. d
Temperatur Adapun suhu ideal optimal bagi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum
adalah 28 C
– 31 C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu
kamar. Pada suhu di bawah 28 C, pertumbuhan bakteri terhambat. Suhu
diatas 31 C, bibit nata akan mengalami kerusakan dan bahkan mati,
meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata.
F.
Staphylococcus aureus
Bakteri adalah sel prokariotik tanpa klorofil yang khas, dan bersel tunggal uniseluler. Bahan sel bakteri sitoplasma dan intinya dikelilingi oleh membran
sitoplasma yang berfungsi mengendalikan keluar masuknya suatu bahan ke dalam sel. Bagian luar yang menutupi membran sitoplasma ialah dinding sel yang kaku
yang mengandung peptidoglikan.
Staphylococcus aureus
merupakah salah satu bakteri gram positif yang ditemukan saat kulit mengalami lukainfeksi Lay dan
Sugyo 1992. Ciri bakteri gram positif adalah : memiliki struktur yang tebal 15-80 nm;
dinding sel berlapis tunggal; memiliki kandungan lipid yang rendah 1-4; dinding sel terdiri dari peptidoglikan yang lebih dari 50 bobot kering, ada asam
teikoat Pelczar dan Chan, 1986 Peptidoglikan adalah suatu polimer yang terdiri dari tiga macam bahan
pembangun, yaitu asam N-asetil-glukosamin NAG, Asam N-Asetil-Muramat NAM dan suatu peptida yang terdiri dari empat sampai lima asam amino, yaitu
L-Alanin, D-Alanin, asam D-Glutamat dan Lisin atau diamino tinelat. Peptidoglikan ini memberikan bentuk dan kakunya dinding sel Lay dan Sugyo
1992. Dinding sel bakteri gram positif dapat dilihat pada Gambar 6. Susunan kimiawi dari peptidoglikan khas untuk masing-masing bakteri
NAG dan NAM merupakan komponen tetap, akan tetapi keragaman ada pada asam amino yang ada dan sifat ikatannya. Pelczar dan Chan 1986 menjelaskan
bahwa perbedaan dinding sel inilah yang menyebabkan bakteri dibagi menjadi
dua kelompok berdasarkan respon yang berbeda terhadap pewarnaan Gram, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif
Bakteri gram-positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan dengan bakteri gram-negatif. Bakteri gram-positif memiliki asam
teikoat, polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif
pada permukaan sel bakteri gram-positif Lay dan Sugyo 1992.
Gambar 6. Struktur dinding sel bakteri gram positif Lay dan Sugyo 1992
Asam teikoat berikatan dengan asam muramat pada peptidoglikan secara kovalen. Adanya gugus fosfat dari asam teikoat, membuat asam teikoat
bermuatan negatif. Sehingga asam teikoat ini berperan dalam menjaga keseimbangan dinding sel bakteri gram positif dengan memberikan muatan
negatif pada dinding sel bakteri Lay dan Sugyo, 1992.
G. Kitosan