Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah ketela rambat (Ipomea batatas Poir) dengan penambahan chitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan

(1)

PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH KETELA RAMBAT (Ipomoea batatas Poir) DENGAN PENAMBAHAN CHITOSAN SEBAGAI MATERIAL PENUTUP LUKA PADA TIKUS GALUR WISTAR JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Michael Raharja Gani NIM: 098114101

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

IMAGINATION IS MORE IMPORTANT THAN KNOWLEDGE.

KNOWLEDGE IS LIMITED. IMAGINATION ENCIRCLES THE

WORLD

(ALBERT Einstein)

The future belongs to those who believe in the beauty of their

dreams

(Elanor Roosevelt)

AD MAIOREM DEI GLORIAM

(Society of Jesus)

TOGETHER WE CAN

(farmasi ANGKATAN 2009)

Karena aku telah mengawali segala sesuatunya maka aku akan berjuang

untuk menemukan jalanku dan mengakhiri apa yang telah aku awali

(Michael R. Gani)

Karya ini Kupersembahkan bagi :

Papa dan mama tercinta

Teman-temanku terkasih

Almamater

Gereja, Bangsa dan Negaraku

Mereka yang mati karena berjuang mencari kebenaran ditengah

dunia ini


(5)

(6)

(7)

vii PRAKATA

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan kasih-Nya yang diberikan, penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.), di program studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini, Penulis telah mendapatkan banyak bantuan, sarana, dukungan, bimbingan, saran dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenakanlah Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Eli Rohaeti selaku dosen pembimbing utama dan penguji yang telah member kesempatan kepada Penulis dalam mengerjakan penelitian payung ini serta bantuan finansial, dukungan semangat, perhatian, bimbingan, perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing pendamping dan penguji yang telah memberikan bantuan, dukungan semangat, bimbingan,


(8)

viii

perhatian serta meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama Penulis selama proses penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis.

5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberi beberapa masukan terkait skripsi Penulis. 6. Ibu Christophori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada Penulis dalam menyelesaikan administrasi dosen pembimbing serta meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

8. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen Metopen.

9. Ibu Dra. MM. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mendampingi Penulis sejak selama kegiatan perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

10.Mas Narto, Mas Dwi dan Mas Sarwanto yang telah membantu dalam mengurus beberapa administrasi dan surat ijin terkait penelitian bagi Penulis. 11.Dekan dan segenap dosen serta jajaran staf Dekanat Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membantu mengijinkan Ibu Dr. Eli Rohaeti menjadi dosen pembimbing Penulis.


(9)

ix

12.Bapak Mukminin, Mas Ratijo, drh. Nila, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Parlan, Pak Mus, Mas Darto beserta segenap laboran dan karyawan lain yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Papa dan mama yang senantiasa selalu memberikan dukungan, doa, nasehat dan semangat kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

14.Anugerah, David, Laras, Haris dan Arvi selaku partner skripsi Penulis yang senantiasa menemani dan berjuang bersama serta memberikan masukan, motivasi dan semangat dari awal hingga penyelesaian skripsi ini.

15.Lauren, Bruri, Ryan, Lisu, Agnes, Reza, Mas Argo dan Mas Widi yang telah mendukung kepada Penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

16.Mas Danang, Pak Puji Santosa, Pak Rahmat dan Bu Eko yang telah membantu dan membagi ilmu kepada Penulis untuk mengoperasikan beberapa instrumen yang terkait dengan skripsi Penulis.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan.


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR PERSAMAAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

INTISARI ... xxii

ABSTRACT ... xxiii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 5

3. Manfaat Penelitian ... 6

B. Tujuan ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7


(11)

xi

B. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis... 8

C. Karakteristik Selulosa Bakteri... 9

D. Acetobacter xylinum ... 9

E. Ketela Rambat ... 10

1. Sistematika Tanaman ... 10

2. Nama Tanaman ... 10

3. Morfologi Tanaman ... 11

4. Golongan Ketela Rambat ... 12

5. Kandungan Kimia ... 12

6. Waktu Panen Ketela Rambat ... 13

F. Chitosan ... 14

G. Karakteristik Chitosan ... 15

H. Gliserol ... 17

I. Luka... 17

J. Penutup Luka ... 20

K. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah ... 20

L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy ... 24

M. Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik... 25

N. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD) ... 26

O. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) ... 27

P. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) ... 29

Q. Landasan Teori ... 29


(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Variabel Penelitian ... 31

1. Variabel utama ... 31

2. Variabel pengacau ... 31

C. Definisi Operasional... 32

D. Alat dan Bahan ... 34

E. Tata Cara Penelitian ... 35

1. Determinasi Tanaman ... 35

2. Pemilihan Bahan ... 35

3. Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat ... 35

4. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan ... 37

5. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif ... 37

6. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi ... 37

7. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi ... 38

8. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Pelapisan ... 39

9. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial ... 40


(13)

xiii

10. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) ... 42

11. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) ... 43

12. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 45

13. Sterilisasi Produk ... 48

14. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal ... 48

15. Pengelompokkan Hewan Uji ... 49

16. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ... 50

17. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka ... 50

F. Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 52

B. Hasil Pemilihan Bahan ... 54

C. Preparasi Limbah Ketela Rambat... 54

D. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan ... 55

E. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif ... 57

F. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi ... 58

G. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi ... 61


(14)

xiv

H. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan

dengan Metode Pelapisan ... 61

I. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial ... 63

J. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG) ... 66

K. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK) ... 66

L. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 67

1. Analisis Sifat Fisik Secara Makroskopis dan Organoleptis ... 67

2. Analisis Gugus Fungsi dengan Instrumen FT-IR ... 69

3. Analisis Struktur Morfologi ... 74

4. Analisis Sifat Mekanik ... 79

5. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) ... 83

6. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) ... 85

7. Analisis Kristalinitas dengan XRD ... 89

M. Sterilisasi Produk ... 93

N. Orientasi Penyembuhan Luka Secara Normal ... 94

O. Pengelompokkan Hewan Uji ... 95

P. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ... 95

Q. Pengamatan Penyembuhan Luka dan Pengukuran Diameter Luka ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111


(15)

xv

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 121

BIOGRAFI PENULIS ... 158


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat ... 13

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosan dan chitosan ... 24

Tabel III. Hasil sifat mekanik komposit selulosa bakteri nano kristal/polivinil alkohol ... 26

Tabel IV. Tabel sifat fisik membran chitosan ... 57

Tabel V. Hasil pengamatan sifat fisik sampel biomaterial ... 67

Tabel VI. Hasil interpretasi gugus fungsi dari sampel biomaterial ... 71

Tabel VII. Hasil absorbansi selulosa bakteri, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan ... 72

Tabel VIII. Hasil pengujian sifat mekanik biomaterial ... 79

Tabel IX. Hasil pengamatan visual dari luka akibat perlakuan ... 97

Tabel X. Hasil pengukuran diameter luka tiap kelompok perlakuan ... 100

Tabel XI. Persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan ... 100

Tabel XII. Hasil uji statistik persentase penurunan luas luka tiap kelompok perlakuan ... 101


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri ... 8

Gambar 2. Struktur chitosan ... 15

Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka ... 19

Gambar 4. Metode mengkonstruksi garis dasar ... 22

Gambar 5. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan ... 23

Gambar 6. Foto SEM selulosa bakteri ... 25

Gambar 7. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan chitosan ... 27

Gambar 8. Termogram DTA untuk polimer semikristalin ... 28

Gambar 9. Termogram dari selulosa bakteri ... 29

Gambar 10. Hasil pembandingan bagian ketela rambat dengan literatur ... 53

Gambar 11. Skema pengelupasan bioplastik ... 57

Gambar 12. Membran chitosan ... 58

Gambar 13. Skema biosintesis selulosa bakteri ... 65

Gambar 14. Spektra serbuk chitosan ... 69

Gambar 15. Hasil spektra IR biomaterial S, SG dan SGK ... 70

Gambar 16.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri ... 75

Gambar 16.b. Foto permukaan SEM SGK ………75

Gambar 17.a. Foto permukaan SEM selulosa bakteri ... 77

Gambar 17.b. Foto permukaan SEM membran chitosan………. 77

Gambar 18.a. Foto penampang melintang SEM selulosa bakteri ... 78

Gambar 18.b. Foto penampang melintang SEM SGK ………. 78

Gambar 19. Kurva termogram DTA biomaterial ... 83


(18)

xviii

Gambar 21. Kehilangan massa vs suhu ... 86 Gambar 22.a. Difraktogram selulosa bakteri ... 90 Gambar 22.b. Difraktogram selulosa bakteri+gliserol+chitosan……….. 90 Gambar 23. Grafik persentase penurunan luas luka gabungan dari


(19)

xix

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 1. Rumus perhitungan DD chitosan ... 16

Persamaan 2. Rumus perhitungan absorbansi menurut hukum Lambert-Beer ... 21

Persamaan 3. Rumus perhitungan absorbansi ... 21


(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman ketela rambat ... 121

Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi ... 122

Lampiran 3. Formula yang digunakan (per 100 mL) ... 123

Lampiran 4. Skema jalannya penelitian ... 123

Lampiran 5. Foto bahan yang digunakan ... 124

Lampiran 6. Foto masing-masing sampel hasil karakterisasi secara makroskopis ... 124

Lampiran 7. Hasil perbandingan berat ketela rambat dan air yang digunakan ... 125

Lampiran 8. Hasil penimbangan berat basah sampel ... 125

Lampiran 9. Hasil perhitungan konsentrasi NaOH dan HCl yang digunakan ... 125

Lampiran 10. Hasil spektra IR chitosan untuk perhitungan derajat deasetilasi (DD) beserta perhitungan nilai DD-nya ... 126

Lampiran 11. Hasil spektra IR tiap sampel ... 127

Lampiran 12. Hasil penarikan base line spektra IR tiap sampel ... 128

Lampiran 13. Hasil perhitungan absorbansi tiap sampel ... 130

Lampiran 14. Foto SEM tiap sampel ... 130

Lampiran 15. Hasil uji sifat mekanik sampel ... 131

Lampiran 16. Hasil statistik uji sifat mekanik tiap sampel ... 132

Lampiran 17. Hasil XRD tiap sampel ... 136


(21)

xxi

Lampiran 19. Hasil perhitungan luas background tiap sampel ... 138

Lampiran 20. Hasil perhitungan luas kristal+amorf tiap sampel ... 139

Lampiran 21. Hasil perhitungan luas kristal tiap sampel ... 139

Lampiran 22. Hasil perhitungan % kristalinitas tiap sampel ... 140

Lampiran 23. Hasil data massa tersisa (%) akibat perubahan suhu tiap sampel ... 141

Lampiran 24. Hasil perhitungan suhu untuk sampel yang terdekomposisi / kehilangan massa 50% ... 141

Lampiran 25. Foto instrumen yang digunakan untuk karakterisasi tiap sampel ... 142

Lampiran 26. Surat keterangan Ethical Clearance ... 143

Lampiran 27. Hasil perhitungan dosis ketamine dan xylazine ... 144

Lampiran 28. Foto pengamatan penyembuhan luka pada hewan uji ... 145

Lampiran 29. Hasil pengukuran diameter luka pada hewan uji ... 145

Lampiran 30. Perhitungan luas metode Morton ... 147


(22)

xxii

Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur

Wistar Jantan

INTISARI

Penelitian dilakukan untuk mempelajari karakter biomaterial yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah cair ketela rambat yang diperoleh dari proses pembuatan tepung pati dari ketela rambat yang ditambah gliserol dan chitosan

serta aktivitas penyembuhan luka jika diaplikasikansebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar.

Biomaterial terbuat dari selulosa bakteri sebagai kontrol karakterisasi, selulosa bakteri+gliserol dan selulosa bakteri+gliserol+chitosan sebagai perlakuan. Karakterisasi meliputi analisis sifat fisik, gugus fungsional dengan instrumen spektrofotometer infra merah, morfologi permukaan dengan instrumen SEM, sifat mekanik dengan instrument Universal Tester, kristalinitas dengan instrumen XRD dan kestabilan termal dengan instrumen TGA/DTA Analyzer. Uji penyembuhan luka dilakukan dengan melukai hewan uji lalu luka ditutup dengan membran chitosan, selulosa yang ditambah gliserol dan chitosan serta tanpa ditutup lalu didiamkan selama 3, 5 dan 7 hari. Sehari setelah luka dibuat, diameter luka diukur dengan jangka sorong. Pada hari yang ditentukan, hewan uji dikorbankan dan diukur kembali diameter lukanya lalu diubah menjadi persentase penurunan luas luka dan dilihat patologi anatomi lukanya secara makroskopis.

Karakteristik biomaterial yang dihasilkan meliputi peningkatan intensitas gugus fungsi dan kestabilan termal, perubahan struktur morfologi, penurunan sifat mekanik dan persen kristalinitas serta perubahan sifat fisik akibat penambahan

chitosan. Pemberian gliserol meningkatkan intensitas gugus fungsi, persen perpanjangan dan kestabilan termal, menurunkan kuat tarik serta tidak mempengaruhi sifat fisik, persen kristalinitas, dan struktur morfologi. Pemberian penutup luka dari biomaterial selulosa bakteri+gliserol+chitosan tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka.


(23)

xxiii

Effect Bacterial Cellulose Acetobacter xylinum toward Biomaterial Preparation from Sweet Potato Waste (Ipomoea batatas Poir) with Addition

of Chitosan as Wound Dressing in Male Rats

ABSTRACT

The objective of this research was to study the character of biomaterials from the utilization of wastewater derived from sweet potato starch manufacturing process of the sweet potatoes and was added with glycerol and chitosan as well as the healing activity of biomaterials when applied as wound dressing material in Wistar male rats.

Biomaterials is made from bacterial cellulose as a control characterization, bacterial cellulose+glycerol and bacterial cellulose+glycerol+chitosan as a treatment. Characterization included analysis of physical properties, functional groups with an infrared spectrophotometer instrument, morphology surface with SEM instrument, the mechanical properties with Universal Tester instrument, crystallinity with XRD instrument and the thermal stability with TGA / DTA Analyzer. Wound healing assay performed with the wounding of test animals with specific diameter and wounds covered with chitosan membranes, biomaterials cellulose+glycerol+chitosan then allowed to stand uncovered for 3, 5 and 7 days. A day after the wound was made, the wound diameter was measured with calipers. On the appointed day, the test animals were sacrificed and the wound diameter was measured again then converted into a percentage reduction in injuries and extensive views of anatomic pathology macroscopic wound.

The resulting biomaterial characteristics include increased intensity of the functional groups and thermal stability, structural changing of in the morphology, decreasing mechanical properties and percent crystallinity as well as changing in physical properties due to the addition of chitosan. Adding glycerol can increasing the intensity of functional groups, percent elongation and thermal stability but decrease tensile strength and did not affect the physical properties, percent crystallinity, and morphology structure. Giving of wound dressing biomaterials from bacterial cellulose+glycerol+chitosan did not affect the wound healing process.


(24)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ketela rambat terbesar di dunia. Menurut salah seorang narasumber yang diliput oleh wartawan Harian Kompas dalam rubrik liputan khusus pada tanggal 22 Maret 2008, Indonesia dikatakan menduduki peringkat kedua di dunia sebagai negara penghasil ketela rambat terbesar. Indonesia pada saat itu kalah dari Republik Rakyat Cina yang menduduki peringkat pertama. Menurut angka sementara BPS (2012) tentang data hasil produksi tanaman pangan di Indonesia yang dikeluarkan secara resmi melalui web BPS, produksi ketela rambat di Indonesia pada tahun 2011-2012 mencapai 2.196.033 ton. Ketela rambat oleh sebagian masyarakat Indonesia dimanfaatkan sebagai bahan makanan konsumsi, tepung ketela rambat, tepung pati serta sirup ketela rambat (Richana, 2012).

Menurut Harian Republika pada tanggal 29 Juli 2011 dalam rubrik kuliner, dikatakan bahwa proses pembuatan tepung pati dari bahan ketela rambat, saat proses pengendapan dari saripati ketela rambat setelah dicuci dan dikupas, diparut, ditambah air serta diperas untuk memperoleh pati ini akan menghasilkan air perasan yang oleh masyarakat akan dibuang sebagai limbah. Adanya pembuangan air limbah perasan ini jika tidak mengalami proses pengolahan dan pembuangan yang tepat maka dapat menyebabkan polusi bagi lingkungan sekitar. Salah satu cara untuk mengurangi polusi tersebut adalah dengan memanfaatkan


(25)

air limbah perasan ketela rambat sebagai bahan dalam pembuatan selulosa bakteri (Pratomo dan Rohaeti, 2011).

Menurut Pratomo dan Rohaeti (2011), air perasan ketela rambat ini dapat digunakan untuk membuat suatu selulosa bakteri. Selulosa bakteri secara umum dapat dibuat dari bahan alam yang cukup mengandung nutrisi melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri.

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Keunggulan tersebut di antaranya memiliki kemurnian yang tinggi, struktur jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi, dan kekuatan mekanik yang unik (Takayasu dan Fumihiro, 1997). Selain itu, selulosa bakteri memiliki kandungan air yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat non-alergenik, dan dapat dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan

karakteristiknya (Ciechańska, 2004).

Penelitian mengenai selulosa bakteri juga telah dilakukan oleh Tampubolon (2008) mengenai pembuatan material selulosa-chitosan bakteri melalui fermentasi dengan memanfaatkan pati sebagai sumber glukosa. Selulosa bakteri banyak diaplikasikan dalam dunia medis, di antaranya untuk memberikan perawatan pada penderita penyakit ginjal dan juga sebagai subtitusi sementara dalam perawatan luka bakar. Selulosa bakteri juga dapat di-implant ke dalam tubuh manusia sebagai benang jahit dalam pembedahan (Hoenich, 2006). Namun, dalam aplikasinya untuk keperluan medis, penggunaan selulosa bakteri hanya dalam waktu sementara, disebabkan kekuatan serta sifat bioaktifnya yang rendah


(26)

sehingga untuk memperbaikki serta meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri dapat ditambahkan dengan polisakarida aktif lain atau modifikasi pada selulosa bakteri tersebut (Tampubolon, 2008)

Menurut Ciechańska (2004), sangat mungkin dilakukan modifikasi pada

selulosa bakteri melalui penambahan suatu bahan dalam media kultur. Tujuan modifikasi adalah untuk memperoleh struktur kimia, morfologi, dan struktur molekuler yang diinginkan. Dalam kasus ini, penambahan bahan lain diharapkan mampu meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri. Modifikasi tersebut dapat dilakukan melalui penambahan bahan lain seperti chitosan.

Chitosan merupakan salah satu jenis polisakarida yang bersifat bioaktif, biokompatibel, dan tidak beracun (Kumar, Joydeep dan Tripathi, 2004). Selain itu, chitosan juga bersifat antibakteri (Alexandra, Anna, Bogumila, Alojzy dan Lukasz, 2005). Terkait dengan itu, di Institue of Chemical Fibers (IWCh) Polandia, telah melakukan modifikasi selulosa bakteri dengan chitosan yang bertujuan untuk meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri, dimana dengan meningkatnya sisi bioaktif dari selulosa bakteri maka akan meningkatkan kemampuan dari selulosa bakteri tersebut untuk digunakan sebagai komponen bioaktif dari suatu material sementara untuk merawat luka (Ciechańska, 2004).

Namun seiring dengan penambahan chitosan pada selulosa bakteri, ternyata dengan adanya penambahan chitosan ini masih memiliki kekurangan, yaitu lapisan chitosan ini seringkali bersifat rapuh (Mourya dan Inamdar, 2008). Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan tersebut adalah dengan menambahkan bahan pemlastis, salah satu contohnya adalah gliserol. Gliserol


(27)

dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan selulosa bakteri karena efisiensi pemlastisnya yang baik, ketersediaannya yang banyak dan biaya produksinya yang rendah sehingga gliserol dapat digunakan untuk memperbaiki sifat plastis dari suatu biomaterial (Epure, Griffon, Pollet dan Avérous, 2011). Menurut Bourtoom (2006), penambahan bahan pemlastis dapat digunakan untuk dapat meningkatkan sifat plastis dari suatu biomaterial.

Melalui adanya penambahan bahan tambahan lain seperti chitosan serta gliserol, tentunya akan berdampak terhadap sifat dan karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilan termal) dari biomaterial selulosa bakteri. Dampak yang diperoleh dapat memperbaiki karakteristik dari selulosa bakteri atau dampak yang menurunkan karakteristik dari biomaterial tersebut. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat adanya pengaruh dari pemberian chitosan serta gliserol terhadap karakteristik dari biomaterial selulosa bakteri dan melihat kemampuan kombinasi biomaterial selulosa bakteri yang ditambahkan dengan chitosan dan gliserol dalam aplikasinya untuk mempercepat penyembuhan luka ketika digunakan sebagai penutup luka.

1. Rumusan Masalah

a. Bagaimana karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilam termal) biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka?


(28)

b. Bagaimana pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar dilihat secara makroskopis dan penurunan luas luka?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian yang terkait dengan “Pengaruh Pemberian Sediaan

Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” pernah dilakukan oleh Ciechańska, Wietecha, Kaźmierczak dan Kazimierczak (2010), dengan judul “Biosynthesis of Modified Bacterial Cellulose in a Tubular Form”

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan Ciechańska et. al.

adalah pada penelitian Ciechańska et.al. tidak menggunakan limbah cair ketela rambat sebagai medium untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum

namun menggunakan medium selektif untuk pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum, tidak menggunakan penambahan gliserol sebagai pemlastis, menggunakan guinea pig sebagai hewan uji serta tidak melakukan uji karakterisasi sifat fisik terhadap biomaterial yang dihasilkan sedangkan pada penelitian ini digunakan limbah cair ketela rambat sebagai medium pertumbuhan Acetobacter xylinum, gliserol sebagai pemlastis lalu hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar serta melakukan uji karakterisasi sifat fisik terhadap biomaterial yang dihasilkan. Penelitian terkait “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri


(29)

Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan. 3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah rumah tangga untuk keperluan biomedis.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari limbah-limbah yang tidak digunakan.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif penutup luka yang dibuat dari limbah ketela rambat yang bersifat ramah lingkungan.

B. Tujuan

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kristalinitas dan kestabilan termal) biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan dan gliserol sebagai material penutup luka.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari limbah cair ketela rambat dengan penambahan chitosan

dan gliserol sebagai material penutup luka pada tikus jantan galur Wistar dilihat secara makroskopis dan penurunan luas luka.


(30)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Selulosa Bakteri

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah sejenis polisakarida mikrobial yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen, yang dinamakan sebagai selulosa bakterial atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi. Aplikasi dari selulosa bakteri sangat luas, di antaranya dalam bidang membran, elektronik, tekstil, dan terutama di bidang biomedis. Hal ini dilatarbelakangi karena keunggulannya dalam hal porositas, absorbsi terhadap air, sifat mekanik, dan biokompatibilitas (Chawla, Bajaj, Survase dan Singhal, 2009).

Selulosa bakteri mirip dengan kulit manusia, sehingga selulosa bakteri

dapat digunakan sebagai kulit pengganti dalam luka bakar (Ciechańska, 2004). Menurut Czaja, Krystynowicz, Bielecki dan Brown (2006), selulosa bakteri mempunyai beberapa keunggulan antara lain: kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300-900 kg/m3, kekuatan tarik tinggi, elastis dan terbiodegradasi. Adapun struktur selulosa bakteri ditunjukkan melalui Gambar 1.


(31)

Gambar 1. Struktur selulosa bakteri

(Festucci-Buselli, Otoni, and Joshi, 2007).

B. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Medis

Jika luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah tidak mengiritasi kulit dari pasien tersebut, yang bersifat permeable terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi. Untuk beberapa waktu penutup luka biologis yang berasal dari kulit babi atau kulit dari jenazah manusia telah digunakan, tetapi bahan tersebut mahal dan hanya dapat digunakan untuk waktu yang singkat (Ciechańska, 2004).

Selulosa mikrobial yang disintesis oleh Acetobacter xylinum

menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka. Selulosa bakteri juga mempunyai kerangka jaringan yang sangat baik dan hidrofilisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pembuluh darah buatan yang sesuai untuk pembedahan mikro (Hoenich, 2006).

Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya menyerupai hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; selulosa bakteri menunjukkan


(32)

kandungan air yang tinggi (98-99%), daya serap yang baik terhadap cairan, bersifat non-allergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia. (Ciechanska, 2004).

C. Karakteristik Selulosa Bakteri

Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan, selulosa bakteri tersusun oleh serat selulosa yang lebih baik yang dihasilkan oleh bakteri. Setiap serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm, dan selulosa bakteri terdapat dalam bentuk kumpulan serat-serat tunggal yang berdiameter sekitar 0,1-0,2 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan. Diameter dari selulosa bentuk kristalin adalah 10–30 nm (Philips dan Williams, 2000).

D. Acetobacter xylinum

Bakteri Acetobacter xylinum berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter merupakan bakteri aerob, yang memerlukan respirasi dalam metabolisme. Acetobacter dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O (Warisno, 2004).


(33)

Bakteri Actobacter xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3–4. Jika pH lebih dari empat atau kurang dari tiga, proses fermentasi tidak dapat berjalan sempurna. Suhu optimum untuk pertumbuhan. Acetobacter xylinum

adalah 26–270 C (Warisno, 2004).

E. Ketela Rambat 1. Sistematika Tanaman

Menurut Anonim (2012), ketela rambat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas Poir 2. Nama Tanaman

Berikut ini beberapa istilah nama tanaman ketela rambat menurut Anonin (2012):

Nama latin: Ipomoea batatas Poir


(34)

Nama daerah: Jawa: Telo rambat. Papua: Patatas. Sunda: Mantang

Common name: Inggris: Sweet potato. Melayu: Ubi keledek. Thailand: Phak man thet. Filipina: Kamote. Jepang: Satsumaimo

3. Morfologi Tanaman

Tanaman ketela rambat merupakan tanaman semusim yang memiliki susunan tubuh utama yaitu batang, daun, bunga dan akar (umbi). Batang tanaman ketela rambat berakar banyak, berwarna hijau, kuning atau ungu, berbentuk bulat tidak berkayu, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar) dengan panjang tanaman 1–3 m (Rukmana, 1997). Daun ketela rambat berbentuk bulat hati, bulat lonjong dan bulat runcing tergantung varietasnya. Bunga ketela rambat berbentuk terompet, ukurannya relatif besar dengan warna putih atau putih keunguan pucat dengan warna ungu di bagian tengahnya (Juanda dan Cahyono, 2000).

Tanaman ketela rambat mempunyai umbi akar yang merupakan simpanan energi bagi tumbuhan tersebut. Bentuk daunnya sangat bervariasi dari bentuk lonjong sampai bentuk seperti jari dengan lekukan tepi yang banyak dan dalam. Ketela rambat dapat berwarna putih, orange sampai merah, bahkan ada yang berwarna kebiruan, violet atau berbintik-bintik biru. Ubi yang berwarna kuning, orange sampai merah banyak mengandung karatenoid yang merupakan prekursor vitamin A (Sediaoetoma, 1993).

Ketela rambat dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 30º LU dan 30º LS. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ketela rambat adalah daerah bersuhu


(35)

antara 21–27º C yang mendapat sinar matahari 11–12 jam/hari dengan kelembaban udara (RH) 50–60% dan curah hujan 750–1500 mm/tahun. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ketela rambat tercapai pada musim kemarau karena tanaman ini tahan terhadap panas dan kering (Rukmana, 1997).

4. Golongan Ketela Rambat

Menurut Juanda dan Cahyono (2004), ketela rambat dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:

a. Ketela rambat putih, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna putih.

b. Ketela rambat kuning, yakni jenis ketela rambat yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan c. Ketela rambat orange, yakni jenis ketela rambat yang memiliki daging

umbi berwarna orange.

d. Ketela rambat jingga, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna jingga jingga muda.

e. Ketela rambat ungu, yakni jenis ketela rambat yang memilki daging umbi berwarna ungu hingga ungu muda.

5. Kandungan Kimia

Contoh komposisi zat gizi ketela rambat disajikan pada Tabel I. Komposisi zat gizi ketela rambat bervariasi tergantung pada cara penanaman, iklim, tingkat kematangan dan lama penyimpanan. Ketela rambat memiliki kadar air yang cukup tinggi berkisar 61,2-89,0% (b/b) sehingga bahan kering


(36)

yang terkandung didalamnya relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ketela rambat yaitu 30% dan sangat bervariasi tergantung pada kultivar, lokasi, iklim, tipe tanah, serangan hama dan penyakit serta cara menanamnya (Juanda, 2004).

Tabel I. Kandungan kimia ketela rambat

Komponen Jumlah

Kadar air (%) 72,84

Pati (%) 24,28

Protein (%) 1,65

Gula reduksi(%) 0,85

Mineral (%) 0,95

Asam askorbat (mg/100 g) 22,7

K (mg/100 g) 204,0

S (mg/100 g) 28,0

Ca (mg/100 g) 22,0

Mg (mg/100 g) 10,0

Na (mg/100 g) 13,0

Fe (mg/100 g) 0,59

Mn (mg/100 g) 0,355

Vitamin A (IU/100 g) 20063,0

Energi (kJ/100 g) 441,0

(Kotecha dan Kadam, 1998).

6. Waktu Panen Ketela Rambat

Waktu panen ketela rambat yang baik berkisar sekitar umur 3-4 bulan setelah penanaman. Pada umur tersebut ketela rambat telah matang. Ciri fisik ketela yang matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak (Rukmana, 1997).


(37)

F. Chitosan

Chitosan merupakan senyawa hasil deasetilasi kitin, terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin. Adanya gugus reaktif amino pada atom C-2 dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 pada chitosan bermanfaat dalam aplikasinya yang luas yaitu sebagai pengawet hasil perikanan dan penstabil warna produk pangan, sebagai flokulan dan membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, aditif untuk produk agrokimia dan pengawet benih (Muzzarelli,

1997; Shahidi, Arachchi dan Jeon, 1999).

Chitosan sebagai bahan yang dapat diperbarui secara alami mempunyai sifat yang unik seperti biokompatibel, biodegradable, non-toksik, dan kemampuan untuk pembentukan lembaran yang bagus. Chitosan mempunyai dua gugus reaktif, yaitu amino dan hidroksil yang secara kimia dapat melakukan interaksi pada temperatur ruangan. Adanya gugus amino memungkinkan untuk dilakukan beberapa modifikasi kimia (Xiaoxiao, Wang dan Bai, 2009).

Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, chitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, chitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena

chitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan mencegah kerusakan gigi. Dalam bidang teknologi jaringan, chitosan dan turunannya diaplikasikan sebagai penutup luka, sistem pengiriman obat, dan pengisi implant (Kumar, dkk., 2004). Struktur chitosan ditunjukkan melalui Gambar 2.


(38)

Gambar 2. Struktur chitosan

(Pardosi, 2008).

Berdasarkan sifat fisika dan kimia yang dimilikinya, chitosan banyak digunakan dalam bidang farmasi, produk kosmetik, penyaringan air, perawatan kulit, dan perlindungan tanaman. Selain itu, chitosan dapat juga digunakan sebagai pasta gigi, pencuci mulut, dan permen karet kunyah. Hal ini karena

chitosan dapat menyegarkan nafas, mencegah terjadinya plak pada mulut, dan mencegah kerusakan gigi. Dalam bidang teknologi jaringan, chitosan dan turunannya diaplikasikan sebagai penutup luka, sistem pengiriman obat, dan pengisi implant (Kumar, et.al, 2004).

G. Karakteristik Chitosan

Chitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali, dan asam mineral, dalam berbagai kondisi. Chitosan larut dalam asam formiat, asam asetat, dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil diaduk. Chitosan larut dalam asam mineral pekat, apabila dalam kondisi yang bagus diperoleh dalam bentuk endapan. Namun dengan asam nitrat, chitosan

yang terbentuk adalah chitosan nitrat yang sukar larut (Manskaya, dan Drodzora, 1968). Pelarut yang paling sering digunakan adalah CH3COOH. Menurut Sugita

(2009), kelarutan chitosan yang paling baik adalah dalam larutan asam asetat 2%. Kelarutan chitosan dalam pelarut asam anorganik adalah terbatas.


(39)

fosfat. Stabilitas larutan chitosan pada pH diatas tujuh adalah rendah akibat dari pengendapan ataupun pembentukan gel yang terjadi pada range pH alkali. Larutan

chitosan membentuk kompleks poli-ion dengan hidrokoloid anionik dan menghasilkan gel (Nadarajah, 2005).

Parameter lain yang berpengaruh pada sifat chitosan adalah berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya gugus asetil dari chitin menjadi gugus amino pada chitosan. Penentuan DD dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, FDUV-spektrofotometri, X-RayDiffraction dan spektroskopi 1H NMR. Penentuan DD dengan spektroskopi IR dilakukan dengan metode base line.

Berikut ini rumus untuk perhitungan DD seperti ditunjukkan oleh Persamaan 1. DD =

………... (1)

Keterangan:

DD = Derajat Deasetilasi

A1655 = absorbansi pada bilangan gelombang 1655 cm-1 yang menunjukkan

serapan karbonil dari amida.

A3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm-1 yang menunjukkan

serapan hidroksil dan digunakan sebagai standar internal. Faktor 1,33 merupakan nilai perbandingan

untuk chitosan terdeasetilasi 100% (Khan, Peh dan Chang, 2002).


(40)

H. Gliserol

Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis, tidak berwarna, cairan kental dengan titik lebur 200 C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 2900 C. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Anonim, 1976).

Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985).

Demikian juga dalam industri polimer, senyawa poliol banyak digunakan sebagai pemlastis maupun pemantap. Senyawa poliol ini dapat diperoleh dari hasil industri petrokimia, maupun langsung dari transformasi minyak nabati dan olahan industri oleokimia. Dibandingkan dengan hasil industri petrokimia, senyawa poliol dari minyak nabati dan industri oleokimia dapat diperbaharui, sumbernya mudah diperoleh, dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah terdegradasi dalam alam (Goudung, 2004).

I. Luka

Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan sebagai akibat dari kerja paksa. Luka dapat merupakan luka yang sengaja dibuat


(41)

untuk tujuan tertentu, seperti luka insisi pada operasi atau luka akibat trauma seperti luka akibat kecelakaan (Mann, Breuhahn, Schirmacher, Blessing, 2001).

Penyembuhan luka adalah proses normalisasi integritas kulit dan jaringan dibawahnya melalui berbagai tahap peradangan akut. Penyembuhan erat kaitannya dengan peradangan. Peradangan merupakan proses yang sangat awal dari penyembuhan luka. Sebelum terjadi penyembuhan, produk dari inflamasi seperti eksudat dan sel mati telah bergerak dari wilayah tersebut. Proses ini disertai dengan meleburnya jaringan mati. Peristiwa ini terjadi karena enzim autolitik dari jaringan mati itu sendiri (autolisis) dan juga karena enzim yang dikirim dari leukosit peradangan (heterolisis). Material cair kemudian siap diabsorbsi ke dalam pembuluh limfa dan membuka jalan untuk penyembuhan luka (Vegad, 1996).

Perbaikan jaringan meliputi dua proses nyata yaitu perbaikan dengan regenerasi dan pergantian dengan jaringan ikat (fibroplasias). Perbaikan dengan regenerasi ditunjukkan dengan tergantinya sel dan jaringan yang rusak dengan yang baru. Perbaikan dengan jaringan ikat terjadi melalui empat tahap yaitu migrasi dan proliferasi fibroblast, dekomposisi ekstraseluler matriks, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), dan pematangan jaringan parut (Vegad, 1996). Penyembuhan luka terdiri atas fase peradangan, fase fibroblastik, dan fase pematangan serta fase retraksi jaringan (Jones, Hunt, dan King, 1996). Proses dan tahapan penyembuhan luka dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.


(42)

Gambar 3. Tahapan penyembuhan luka

(Shaw dan Martin, 2009). Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, respon tubuh secara sistemik pada trauma, aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.


(43)

J. Penutup Luka

Penutup luka yang ideal menurut Eldin, Soliman, Hashem dan Tamer (2008) serta Czaja et. al. (2006) seharusnya adalah penutup luka yang mampu memiliki beberapa fungsi berikut:

1 Menyediakan lingkungan yang lembab bagi luka / permukaan penutup luka.

2 Melindungi luka secara fisik dari infeksi bakteri. 3 Steril, murah dan mudah digunakan.

4 Menyerap kelebihan eksudat tanpa kebocoran di permukaan penutup luka. 5 Menyerap bau luka.

6 Melindungi luka secara mekanik dan suhu.

7 Mampu menyediakan pori-pori yang digunakan untuk sirkulasi pergantian udara dan cairan.

8 Secara signifikan mengurangi rasa nyeri pada luka.

9 Tidak toksik, tidak mengandung pirogen, tidak mensensitasi dan tidak menyebabkan alergi baik pada pasien maupun pada staf medis.

10 Tidak menempel di luka dan ketika dilepas tidak menyebabkan rasa nyeri atau trauma pada luka.

K. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri Infra Merah Spektrum infra merah pada dasarnya merupakan gambaran dari pita absorbansi spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena


(44)

pemberian energi. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat menandai spektrum itu dalam setiap senyawa.

Analisis kualitatif, dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu dan merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu. Penggunaan spektrofotometri infra merah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4-2,5 μm) (Sastrohamidjojo, 2007).

Gugus fungsional dalam molekul dianalisis secara kualitatif dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat puncak spesifik yang menunjukkan jenis gugus funsgional. Analisis secara kuantitatif dilakukan berdasarkan hukum Lambert-Beer, ditunjukkan pada Persamaan 2.

A = log (Io/I) = a c l ………..….. (2) Keterangan :

A = absorbansi

Io = intensitas sinar masuk

I = Intensitas sinar yang ditransmisikan a = koefisien absorpsi (M-1 cm-1) c = konsentrasi zat (M)

l = panjang lintasan (cm)

Untuk mengoreksi kesalahan yang timbul akibat adanya overlap puncak absorpsi, maka garis dasar (base line) dalam spektrum infra merah harus dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 4, I dan Io ditentukan sebagai intesitas transmisi


(45)

pada garis dasar. Absorbansi (A) pada frekuensi yang diberikan (dalam cm-1) terlihat pada Persamaan 3.

Absorbansi (A) = log (Io/I) = log (AC/AB) ……….. (3) Keterangan :

AC = Io = intensitas sinar masuk

AB = I = intensitas sinar yang ditransmisikan

AC dan AB ditentukan dari spektrum infra merah seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Metode mengkonstruksi garis dasar dalam spektrum infra merah

(Stevens, 2001). Gambar 5 menunjukkan karakteristik serapan dari selulosa bakteri menunjukkan puncak di sekitar daerah 3350 cm-1 yang menunjukkan O-H

stretching dan di sekitar daerah 2916,81 cm-1 yang menunjukkan CH stretching. Adanya pita di sekitar daerah 1649,8 cm-1 yang menunjukkan deformasi vibrasi dari molekul air yang terabsorbsi (Wonga, Kasapis dan Tan, 2009). Adapun karakteristik serapan dari chitosan ditunjukkan dengan puncak di sekitar 1559,17 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching dari gugus amino chitosan dan di


(46)

sekitar daerah 1333,5 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari C-H. Adanya pita di sekitar 3367,1 cm-1 menunjukkan vibrasi simetrik dari amina NH. Adanya puncak disekitar daerah 2927,41 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H. Adanya puncak disekitar daerah 896,73 cm-1 dan 1154,19 cm-1 berkaitan dengan struktur sakarida dari

chitosan. Adanya puncak yang melebar di sekitar daerah 1080,91 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-O (de Souza Costa-Junior, Pereira dan Mansur, 2009; Rao, Naidu, Subha, Sairam dan Aminabhavi, 2006). Gambar 5. menunjukkan contoh spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan.

Gambar 5. Spektra inframerah dari selulosa bakteri dan chitosan

(Anicuta, Dobre, Stroescu dan Jipa, 2010). Berdasarkan Gambar 5, maka perlu dibuat suatu tabel korelasi serapan dari spektra IR. Korelasi ini perlu dibuat untuk memudahkan dalam


(47)

menginterpretasikan gugus-gugus fungsi dari spektra IR yang didapatkan. Hasil korelasi dari gugus-gugus fungsi ini disajikan pada Tabel II.

Tabel II. Hasil korelasi dari serapan inframerah selulosa dan chitosan

Kode Serapan Selulosa (cm-1)

Serapan Chitosan (cm-1)

Keterangan kode Referensi A 3430 3430 –OH and –NH stretching

Stefanescu, Daly, Negulescu

(2011)

B 2919 2919 –CH stretching

C 1659 1637 C=O stretching

D - 1597 –NH bending (amide II)

E 1422 1422 –CH and –NH bending

vibrations F 1374 1378 –CH3 bending vibrations

G 1158 1154 Anti-symmetric stretching of the C–O–C bridge

H 1067 1072 Skeletal vibrations

involving the C–O stretching

L. Foto Permukaan dengan Teknik Scanning Electron Microscopy

SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya, gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi (Utami, 2007).

Foto SEM dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut di-scan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi, kemudian sinyalnya diperkuat, besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Pada layar CRT tersebut, gambar struktur objek yang sudah diperbesar dapat terlihat (Utami, 2007).

SEM mempunyai resolusi tinggi dan dikenal untuk mengamati objek benda berukuran nanometer. Resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam


(48)

arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal atau tinggi rendahnya struktur memiliki resolusi rendah (Utami, 2007). Contoh foto hasil SEM dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 6. Foto SEM tersebut menggunakan perbesaran 5000x.

Gambar 6. Foto SEM selulosa bakteri

(Freire, Silvestre, Gandini dan Neto, 2011).

M. Analisis Sifat Mekanik dengan Uji Tarik

Uji tarik merupakan salah satu analisis mekanik dari suatu bahan polimer. Kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan gaya yang diberikan (Billmeyer 1984). Kuat tarik merupakan ukuran besarnya beban atau gaya yang dapat ditahan sebelum suatu sampel rusak atau putus. Kekuatan tarik diukur dengan menarik polimer pada dimensi yang

seragam. Tegangan tarik (σ) adalah gaya yang diaplikasikan (F) dibagi dengan

luas penampang (A).

Perpanjangan tarik (elongasi, ε) adalah perubahan panjang sampel yang

dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan (Billmeyer 1984).

Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan-regangan (stress-strain). Informasi yang diperoleh dari kurva tegangan-regangan untuk polimer adalah kekuatan tarik saat putus (ultimate strength) dan perpanjangan saat


(49)

putus (elongation at break) dari bahan. Kekuatan atau tegangan tarik diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam (Rosida, 2007). Contoh data sifat mekanik dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Tabel III.

Tabel III. Hasil sifat mekanik komposit selulosa bakteri nano kristal/polivinil alkohol

(George, Ramana, Bawa dan Siddaramaiah, 2011).

N. Analisis Kristalinitas dengan Difraksi Sinar X (XRD)

Difraksi sinar X merupakan metode analisis yang didasarkan pada hamburan cahaya pada kisi kristal yang dikenai sinar X. Metode ini dapat digunakan dalam penentuan struktur kristal suatu padatan dengan menganalisis pola difraksinya dan juga digunakan untuk penentuan komposisi bahan penyusun suatu campuran. Pola difraksi sinar X khas untuk setiap material karena masing-masing komponen terdiri dari susunan atom tertentu.

Morfologi dan struktur polimer dapat diperoleh dari pemeriksaan visual serta interpretasi matematika terhadap pola dan intensitas radiasi terhambur, termasuk derajat kristalinitas (Rabek, 1983).

Derajat kristalinitas berhubungan dengan struktur rantai polimer. Apabila suatu polimer memiliki struktur rantai yang semakin linier maka derajat


(50)

kristalinitasnya akan semakin besar sehingga bersifat semakin kristalin, demikan pula sebaliknya apabila strukturnya bercabang maka akan cenderung bersifat amorf. XRD sangat penting untuk analisis polimer karena XRD dapat memperlihatkan indeks dari struktur kristal, dan derajat kristalinitas (Rosida, 2007).

Menurut Anggraeni (2003), derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dipisahkan dari difraksi amorf, dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (amorf dan kristalin) seperti ditunjukkan oleh Persamaan 4.

Derajat kristalinitas = Luas kristalin ×100% ………. (4) Luas (kristalin+amorf)

Contoh hasil difraksi sinar-X dari selulosa bakteri dan chitosan

ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Difraktogram XRD dari selulosa bakteri dan chitosan

(Stefanescu, et. al., 2012).

O. Analisis Sifat Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)

Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan teknik yang cukup tua untuk analisis terhadap transisi termal dalam polimer. DTA memiliki kemiripan


(51)

dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) karena memberikan tipe informasi yang sama. Termogram yang dihasilkan keduanya mempunyai kaitan dengan kapasitas panas ΔT untuk DTA dan ΔQ/dt untuk DSC, sehingga termogram-termogram DSC dan DTA memiliki bentuk yang sama.

Instrumentasi alat DTA memiliki perbedaan yang signifikan dengan DSC. Perbedaannya yaitu dalam DTA, sampel dan referensi keduanya dipanaskan oleh sumber pemanasan yang sama dan dicatat perbedaan temperatur antar keduanya. Ketika terjadi suatu transisi dalam sampel tersebut, misalnya, transisi gelas atau reaksi ikat silang–temperatur sampel akan tertinggal di belakang temperatur referensi jika transisi tersebut endotermik dan akan mendahului jika transisi tersebut eksotermik (Stevens, 2001).

Secara skematik termogram DTA untuk polimer semikristalin ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Termogram DTA untuk polimer semikristalin


(52)

P. Analisis Sifat Termal dengan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) Analisis termal gravimetri merupakan metode analisis yang menunjukkan sejumlah urutan dari lengkungan termal, kehilangan berat dari bahan dari setiap tahap, dan suhu awal penurunan (Mc Neil, 1989). Analisis termal gravimetri dilakukan untuk menentukan kandungan pengisi dan kestabilan termal dari suatu bahan. Contoh termogram TGA dari selulosa bakteri ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Termogram dari selulosa bakteri

(Stefanescu, et. al., 2012).

Q. Landasan Teori

Biomaterial dari selulosa bakteri dapat dibuat dari bahan dasar limbah ketela rambat melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri Actobacter xylinum. Selulosa bakteri ini memiliki sifat bioaktif rendah sehingga dapat digunakan sebagai perawatan sementara untuk luka yang terbakar. Oleh karena itu dilakukan suatu modifikasi pada selulosa bakteri dengan menambahkan bahan lain tertentu, contohnya adalah gliserol dan chitosan. Gliserol berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dari selulosa bakteri karena nantinya selulosa bakteri


(53)

ini akan diaplikasikan pada luka di kulit sehingga jika selulosa bakteri memiliki fleksibilitas yang rendah maka selulosa bakteri akan mudah putus saat diaplikasikan khususnya jika diaplikasikan pada luka di daerah persendian.

Chitosan bersifat sebagai bakteriostatik serta mempercepat regenerasi sel pada kulit yang rusak sehingga dengan penambahan chitosan diharapkan dapat meningkatkan sifat bioaktif dari selulosa bakteri dan mempercepat proses penyembuhan luka jika selulosa bakteri ini diaplikasikan pada luka. Namun seiring dengan adanya penambahan gliserol dan chitosan ini akan mempengaruhi karakteristik dari selulosa bakteri sehingga perlu dilakukan proses karakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis; gugus fungsi; struktur morfologi; sifat mekanik; kestabilan termal serta kristalinitasnya.

R. Hipotesis

1. Limbah cair ketela rambat dapat membentuk suatu biomaterial.

2. Pemberian gliserol dan chitosan dapat mempengaruhi karakteristik (sifat fisik, gugus fungsi, struktur morfologi, sifat mekanik, kestabilan termal dan kristalinitas) dari biomaterial yang terbentuk.

3. Pemberian chitosan pada biomaterial yang diaplikasikan pada luka dapat mempercepat proses penyembuhan luka.


(54)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu: 1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini meliputi:

a. Variabel bebas: Pengaruh lama pemberian biomaterial pada kulit yang terluka.

b. Variabel tergantung: Kemampuan biomaterial dalam mempercepat penyembuhan kulit yang terluka.

2. Variabel pengacau

Variabel pengacau dalam penelitian ini meliputi:

a. Variabel pengacau terkendali: jenis umbi, waktu panen, cara panen, jenis kelamin subjek hewan uji, galur subjek hewan uji, umur subjek hewan uji, berat subjek hewan uji, pemberian pakan dan minum dari hewan uji, kondisi tempat untuk memelihara hewan uji, luka yang dibuat pada punggung hewan uji


(55)

b. Variabel pengacau tidak terkendali: suhu, cuaca, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, kondisi bakteri, kondisi patologis dan fisiologis tikus.

C. Definisi Operasional

1. Biomaterial adalah sediaan yang berupa selulosa bakteri yang merupakan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum.

2. Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikrobial hasil fermentasi yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain xylinum, subspesies dari Acetobacter aceti, bakteri non-patogen.

3. Ketela rambat adalah ketela yang tumbuh merambat di atas tanah. Pada penelitian ini ketela rambat yang digunakan adalah ketela rambat dengan daging umbi yang berwarna putih.

4. Limbah ketela rambat adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses pemisahan sari pati dari ketela rambat pada saat pembuatan tepung pati ketela rambat.

5. Chitosan adalah senyawa hasil deasetilasi chitin, terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N-glukosamin.

6. Luka adalah bagian kulit yang jaringannya sobek dan terbuka karena adanya pengaruh perlakuan dari luar. Proses ini dilakukan dengan pengambilan komplit dari kulit termasuk epidermis, dermis, lemak subkutan, dan lapisan otot polos panniculus carnosus dengan cara menyobek area kulit (diameter sekitar 5 mm) pada punggung hewan uji.


(56)

7. Film adalah lembaran tipis dari biomaterial yang telah dikeringkan.

8. Analisis mekanik adalah analisis untuk melihat kualitas suatu film yang meliputi kuat tarik dan persen perpanjangan.

9. Kuat tarik (tensile strength) adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama pengukuran berlangsung sampai film terputus.

10. Nilai elongasi atau persen perpanjangan (persen elongation) merupakan perubahan panjang maksimal film sebelum putus.

11. Analisis struktur morfologi merupakan analisis untuk melihat bentuk morfologi/kenampakan dari suatu biomaterial baik kenampakan bentuk permukaan maupun kenampakan bentuk melintang.

12. Kristalinitas adalah nilai yang menyatakan perbandingan daerah kristal suatu polimer dengan nilai kristal+amorf yang dapat menunjukkan keteraturan struktur suatu material.

13. Parameter penyembuhan luka yang diamati adalah pengamatan makroskopis/patologi anatomi luka dan persentase penurunan luas luka. 14. Patologi anatomi penyembuhan luka yang diamati meliputi ada tidaknya

keropeng, tingkat kekeringan luka dan warna luka.

15. Persentase penurunan luas luka yang diamati merupakan hasil perhitungan dari diameter luka yang diukur pada luka tikus satu hari setelah luka dibuat.


(57)

D. Alat dan Bahan 1. Alat

Spektrofotometer IR (IR Shimadzu Prestige-21), seperangkat instrumen SEM (Jeol JSM T300), fine coat ion sputter (Jeol JFC 1100), alat uji tensile strength (Universal Testing Machine Zwick Z 0.5,) alat pencetak dumbble (Dumb Bell Ltd Japan Saitama Cutter SOL-100), mikrometer (Mitotuyo MT-485 dial Thickness Gage 2046F), TGA-DTA Analyzer (Perkin-Elmer Diamond), alat XRD (Rigaku Multiflex 2 kW), pendingin (Rigaku), timbangan digital (Mettler-Toledo B.V.PC 2000), oven drying (Memmert BE 500), autoklaf (ALP Co.,Ltd. Model KT-40),

magnetic stirrer-hot plate (Heidolph MR 2002), seperangkat alat gelas (Pyrex dan

Duran), Nampan (Lion Star dengan dimensi 230x176x39 mm), spatula, magnetic stirrer, timbangan, pisau, talenan, gunting (Han Kwang Korea), blender (Moulinex), baskom, cawan petri (Pyrex), kain mori, kain warna hitam, plastik, toples, spuit injeksi i.p. ukuran 1 mL (Terumo), seperangkat alat bedah, jangka sorong (Mitutuyo), Alat cukur dan metabolic cage.

2. Bahan

Ketela rambat yang bagian daging umbinya berwarna putih, gula pasir, urea kualitas teknis, alkohol 70 % kualitas teknis, asam asetat glasial kualitas teknis, gliserol kualitas teknis, chitosan kualitas teknis, kultur bakteri Acetobacter xylinum, NaOH kualitas p.a. buatan E.Merck®

,

HCl kualitas p.a. buatan E.Merck®

, aquadest

, pH stik buatan E.Merck®

,

kertas coklat pembungkus, isolasi bening, kapas, hepafix, koran, tikus jantan galur Wistar, ketamine, xylazine, pakan tikus, silika gel, dan silet buatan Gillette®


(58)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman ketela rambat dilakukan dengan bantuan seorang determinator, cara determinasi yang digunakan adalah dengan membandingkan ciri-ciri umbi ketela rambat dan tanaman ketela rambatnya yang ditumbuhkan sendiri dengan ciri-ciri tanaman dan umbi dari ketela rambat yang ada dalam web botani resmi (www.plantamor.com) serta mencocokkan dengan buku deskripsi tanaman ketela rambat yang ditulis oleh Huamán (1991), yang terdapat di Laboratorium Botani Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Pemilihan Bahan

Umbi ketela rambat yang dipilih ini adalah umbi ketela rambat yang bagian dalamnya berwarna putih agak kekuningan serta kulitnya berwarna kekuningan dan dipanen pada waktu ketela rambat berumur tiga bulan. Waktu pengambilan umbi ini dilakukan di bulan Juni dan November tahun 2012. 3. Preparasi Limbah Cair Ketela Rambat

Preparasi limbah cair ketela rambat dilakukan sesuai prosedur pembuatan tepung pati dari ketela rambat seperti yang dikutip dari Surat Kabar Harian Republika pada tanggal 21 Juli 2011. Pada berita tersebut,

disebutkan bahwa “Untuk membuat tepung pati ubi jalar menurut Ratih Suratih dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Caranya:

Ubi dikupas dan kemudian dicuci hingga bersih. Ubi jalar diparut


(59)

perbandingan ubi jalar:air adalah 1:1. Setelah itu, bubur disaring dengan

menggunakan kain. Bubur ubi jalar diperas hingga sari patinya keluar, dan

hanya tertinggal serat sertanya di dalam kain. Biarkan saripati itu

mengendap. Kira-kira tunggu sampai 12 jam. Cairan di atas endapan

dibuang, kemudian endapan yang berupa pasta dijemur, bisa menggunakan

tampah saat menjemurnya. Hasilnya? Tepung pati ubi jalar yang bertekstur

agak kasar. Apabila kita ingin lebih halus, dapat dihaluskan menggunakan

mesin selep, ataupun blender.”

Pada penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan yaitu umbi dikupas, kemudian dicuci sampai bersih. Umbi lalu ditimbang. Umbi dipotong-potong menjadi kecil dan ditambah sedikit air lalu diblender menjadi bubur umbi. Setelah itu, bubur ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 1 bagian air), diaduk-aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel umbi. Bubur umbi dimasukkan ke dalam kain mori lalu diperas dan disaring dengan kain mori sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan lalu bagian cairan hasil penyaringan pertamanya langsung dipindahkan ke dalam botol plastik sambil dibiarkan selama 3 jam agar beberapa pati yang belum mengendap ini mengendap di dalam botol plastik. Pati akan mengendap. Cairan di atas endapan ini diambil untuk proses pembuatan biomaterial.


(60)

4. Orientasi Pembuatan Membran Chitosan

Sejumlah 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam 4 cawan petri bersih lalu petri ditutup dan dikeringkan dengan diangin-anginkan di udara terbuka. 5. Pembuatan Membran Chitosan sebagai Kontrol Positif

Sejumlah 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat dengan konsentrasi 2% di atas hot plate sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Larutan chitosan lalu dituang ke atas nampan yang telah dicuci alkohol 70% dan dikeringkan lalu diletakkan selama beberapa hari di udara terbuka untuk menjamin penguapan solven secara sempurna. Setelah beberapa hari maka akan terbentuk produk membran yang transparan dan fleksibel. Membran chitosan yang terbentuk lalu disimpan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel.

6. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan

dengan Metode Perebusan dan Memakai Cawan Petri sebagai Tempat Fermentasi

Sebanyak 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan yang dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magneticstirrer. Selama pelarutan chitosan ini, pH cairan dicek dengan pH stik agar memiliki pH 3-4, jika pH larutan campuran belum sesuai dengan yang diharapkan maka larutan campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH larutan campuran berkisar 3-4.


(61)

Setelah chitosan larut lalu ditambahkan 10 gram gula pasir dan 0,5 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut.

Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,5 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam cawan petri yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan masing-masing cawan petri diisi sebanyak 25 mL larutan campuran lalu cawan petri ditutup sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Setelah dingin, cawan petri dibuka dan tiap cawan petri yang berisi larutan campuran ditambahkan 5 mL

Acetobacter xylinum secara aseptis dan proses ini dikerjakan di dalam

Laminar Air Flow, setelah bakteri dituang ke dalam cawan petri, cawan petri ditutup dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, penutup cawan dibuka dan dilihat apakah terbentuk lapisan pelikel. 7. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan

dengan Metode Perebusan dan Memakai Nampan sebagai Tempat Fermentasi

Sebanyak 2 gram chitosan dilarutkan dalam 100 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan yang dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magneticstirrer. Selama pelarutan chitosan ini, pH cairan dicek dengan pH stik agar memiliki pH 3-4, jika pH larutan campuran belum sesuai dengan yang diharapkan maka larutan campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH larutan campuran berkisar 3-4. Setelah chitosan larut lalu ditambahkan 10 gram gula pasir dan 0,5 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut.


(62)

Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 0,5 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Setelah dingin, larutan campuran ditambahkan 20 mL

Acetobacter xylinum secara aseptis lalu nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar. Setelah 7-14 hari, penutup nampan dibuka dan dilihat apakah terbentuk lapisan pelikel.

8. Orientasi Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan

dengan Metode Pelapisan

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Setelah dingin campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum

dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7-14 hari pada suhu kamar.


(63)

Setelah 7-14 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci beberapa kali dengan air PAM, lalu dengan

aquadest, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lalu larutan chitosan 2% yang telah dibuat dituangkan ke atas lapisan pelikel dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu antara 37- 400 C selama kurang lebih 2 minggu.

9. Pembuatan Material Selulosa Bakteri (S) sebagai Kontrol Karakterisasi Biomaterial

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan


(64)

dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Setelah dingin, tambahkan 40 mL

Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan

aquadest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu.

Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu


(65)

disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel.

10. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol (SG)

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan magnetic stirrer, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Bila pH larutan campuran masih berkisar antara 5-6, campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan telah ditutup sebagian dengan koran sambil didinginkan hingga tercapai suhu kamar. Lalu campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan nampan ditutup dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Setelah 7 hari, penutup koran dibuka dan lapisan pelikel yang terbentuk diambil lalu dicuci berturut-turut dengan air PAM, dengan

aquadest, dengan air panas kemudian lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu


(66)

dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang lalu lapisan pelikel ini ditimbang. Setelah ditimbang, lapisan pelikel ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu.

Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples yang sebelumnya telah diberi silika gel.

11. Pembuatan Material Selulosa Bakteri+Gliserol+Chitosan (SGK)

Sebanyak 200 mL air limbah ketela rambat hasil penyaringan dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, ditambahkan 20,0 gram gula pasir dan 1,0 gram urea, selanjutnya diaduk hingga larut. Campuran diasamkan dengan penambahan asam asetat glasial hingga pH berkisar antara 3-4. Selanjutnya campuran didinginkan sebentar dan ditambahkan gliserol sebanyak 1,0 gram lalu dituangkan dalam keadaan hangat ke dalam nampan yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dan ditutup dengan koran sambil didinginkan hingga sesuai suhu kamar. Lalu campuran ditambahkan 40 mL Acetobacter xylinum dan wadah ditutup


(67)

dengan rapat menggunakan koran dan difermentasi selama 7 hari pada suhu kamar.

Lapisan pelikel yang terbentuk dicuci beberapa kali dengan air kran, lalu dengan aquadest, lalu dengan air panas, lalu lapisan pelikel ini ditimbang dengan timbangan digital. Lapisan pelikel lalu direndam dengan larutan NaOH 3% selama 48 jam dimana tiap 24 jam sekali larutan NaOH 3% ini diganti lalu setelah 48 jam, lapisan pelikel ini dicuci kembali dengan

aquadest setelah dicuci dengan aquadest lalu lapisan pelikel ini direndam dengan larutan HCl 3% selama kurang lebih 15 menit. Setelah 15 menit, lapisan pelikel ini lalu dicuci kembali dengan aquadest dan dicek pH-nya dengan pH stik, jika pH pada pH stik sudah menunjukkan pH mendekati range pH netral, pencucian dengan aquadest ini dihentikan kemudian air di lapisan pelikel ini dibuang dan lapisan pelikel ditimbang.

Setelah ditimbang lalu larutan chitosan 2% yang telah dibuat dituangkan ke atas lapisan pelikel. Lapisan pelikel+larutan chitosan ini lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 400 C selama kurang lebih 2 minggu. Setelah 2 minggu atau setelah air pada nampan ini kering, lapisan pelikel ini dikeluarkan dari oven dan dijemur dibawah cahaya matahari selama kurang lebih 1 minggu dengan sebelumnya nampan yang berisi pelikel ini ditutup dengan kain hitam. Setelah 1 minggu atau setelah lapisan pelikel ini membentuk lembaran tipis, lapisan pelikel ini ditimbang lalu disimpan di dalam plastik dan diletakkan di dalam toples.


(68)

12. Analisis Karakteristik Biomaterial

a. Analisis sifat fisik secara makroskopis dan organoleptis. Analisis ini meliputi pengamatan dari warna, tekstur, bentuk dan transparansi dari masing-masing sampel.

b. Analisis gugus fungsi menggunakan instrumen FT-IR. Analisis ini menggunakan seperangkat alat FTIR dan dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA UGM. Langkah-langkahnya adalah lapisan tipis atau pelikel yang diperoleh dari hasil fermentasi dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar inframerah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa alur kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

c. Analisis morfologi menggunakan instrumen SEM. Foto permukaan diukur ini menggunakan instrumen SEM. Uji ini dilakukan di Laboratorium SEM di Pusat Balai Konservasi Candi Borobudur. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut material sampel dipotong sedemikian rupa, lalu sampel diberi dobel tape karbon kemudian sampel ditempatkan di atas tempat sampel yang terbuat dari tembaga. Sampel disepuh dengan dengan emas (coating) dengan alat ion coater selama kurang lebih 5 menit yang sebelumnya dilakukan proses pemvakuman. Selanjutnya sampel dimasukkan ke unit electron gun melalui bilik pergantian sampel. Kemudian sampel diset dengan bantuan microstage

sampai mendapatkan fokus yang tepat. Tombol utama pada posisi ON dan diset detector Accelerate voltage set, 20 kilo volt.


(1)

i. Means Plot (SD as Error) Kelompok Hari 5

j. Levene’s Test dan One Way ANOVA Kelompok Hari 7

Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05)


(2)

k. Bar Chart Kelompok Hari 7


(3)

m. Levane’s Test dan One Way ANOVA Kelompok SGK

Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05)


(4)

o. Levane’s Test dan One Way ANOVA Kelompok K

Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05)


(5)

q. Levane’s Test dan One Way ANOVA Kelompok O

Keterangan: data homogen jika (p > 0,05) dan berbeda bermakna jika (p < 0,05)


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter xylinum dari Limbah Ketela Rambat (Ipomoea batatas Poir) dengan Penambahan Chitosan Sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar Jantan” memiliki nama lengkap Michael Raharja Gani, Penulis lahir tanggal 11 Maret 1991 di Semarang, Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Engelbertus Gani dan Endang Widjajanti, Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tarakanita Bumijo (1995-1997), SD Tarakanita Bumijo (1997-2003), SMP Stella Duce 1 (2003-2006), SMA Kolose De Britto Yogyakarta (2006-2009) kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2009-2013), Selama menempuh kuliah, penulis pernah menjabat sebagai koordinator Divisi Public Relation di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas periode 2011-2012, Ketua Panitia Seminar Kanker Ismafarsi dan JMKI tahun 2010, Humas Titrasi (2010), serta Divisi Pendaftaran Insadha (2011), Selain kegiatan internal kampus, penulis juga pernah mewakili Universitas Sanata Dharma dalam lomba ON-MIPA tingkat Kopertis tahun 2010, peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIV bidang Kewirausahaan tahun 2011, peserta Kampanye Informasi Obat tahun 2009 serta delegasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dalam acara Pra Musyarawarah Nasional Ismafarasi tahun 2010, Selain kegiatan non akademik, penulis juga terlibat dalam kegiatan akademik seperti asisten dosen Pratikum Kimia Dasar (2010), Kimia Organik (2011), Farmasi Fisika (2011), Kromatografi (2012), serta Toksikologi Dasar dan Farmakologi-Toksikologi (2012),


Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

1 1 136

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah ketela rambat (Ipomea batatas Poir) dengan penambahan chitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

1 4 183

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus.

0 1 115

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

0 2 133

Aktivitas antimikroba sediaan biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela rambat ( Ipomoea batatas Poir) dengan penambahan kitosan terhadap Staphylococcus aureus

0 2 113

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan

0 0 134

PENGARUH VARIASI BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH AIR CUCIAN BERAS TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA KULIT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR.

0 0 1

PENGARUH VARIASI BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI SUBSTRAT UBI JALAR (Ipomoea batatas) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR.

0 0 1

PENGARUH VARIASI BIOMATERIAL SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum DARI LIMBAH CAIR KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR.

0 0 1

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan - USD Repository

0 0 131