102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan dari penelitian ini bahwa kekerasan anak
dalam film “ Alangkah Lucunya Negeri Ini “ direpresentasikan dalam media verbal dan non verbal dari tokoh seperti pukulan, tendangan, tamparan,
makian, umpatan, hingga kepada kekerasan financial. Dari kekerasan – kekerasan yang dihadirkan dalam film ini, kekerasan
fisik dan kekerasan verbal berimbang hampir sama banyaknya, tetapi memag lebih banyak kekerasan verbal hadir dalam film, kekerasan verbal yang jika
diurikan lagi menjadi kekerasan psikologis dan kekerasan fungsional. Kekerasan secara verbal ini dimunculkan mulai dari mengejek atau
menghina kekerasan verbal bertujuan untuk menyakiti perasaan dan emosi orang lain, membentak kekerasan verbal dengan nada tinggi biasanya
disertai dengan rasa marah , mengancam suatu pernyataan yang menyudutkan atau memaksa , memaki kekerasan verbal dengan kata – kata
kasar dan kotor yang ditujukan untuk merendahkan atau menyinggung perasaan orang lain, mislnya : Tolol, Bodoh, Bego, Goblok, atau bahkan
menyamakan manusia dengan hewan dengan maksud merendahkan, menunjukkan kekuasaan, menakut – nakuti sampai kekerasan verbal yang
dilakukan hanya sebagai kesenangan semata atau lelucon.
Kekerasan fisik juga tidak kalah banyak dalam film ini, seperti memukul dengan tangan ataupun benda lain, memaksa, menampar,
mendorong ataupun menarik bagian tubuh untuk menimbulkan rasa sakit, bahkan menendang dengan kaki.
Jika ditelusuri lebih dalam lagi kekerasan dalam film ini tidak hanya hadir karena latar belakang konflik atau kesalah pahaman antar tokoh tetapi
merupakan hasil dari keadaan ekonomi yang kurang atau kemiskinan yang dialami oleh para tokoh utamanya. Hampir semua kekerasan yang terjadi
pada film ini bermotivasi pada alasan ekonomi seperti masalah setoran hasil mencopet, protes pembelian barang – barag, sampai perubahan system
mencari uang atau penghasilan. Gambaran kekerasan dalam film ini dapat dianggap sebagai bumbu
penyedap bagi yang melihatnya. Tetapi sebaiknya diperhatikan lebih serius kekerasan dihadirkan tidak terlalu berlebihan, atau bersifat tabu dan bias,
seperti kekerasan yang bersifat sepele tetapi hal itu sangat penting untuk tidak dilakukan daam kehidupan, karena tidak baik dicontoh oleh siapapun
terutama anak – anak, dihadirkan secara biasa saja seakan hal itu sangat boleh dilakukan di kehidupan.
Anak –anak adalah paling rentan dalam menyerap sesuatu, sedangkan film adalah media massa. Kekerasan dalam media massa dapat menyebabkan
terjadinya kekerasan social riil. Informasi tentang kekerasan juga bias menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap representif
masyarakat, alat penegak hukum.
5.2. Saran