BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Objek Penelitian Dan Penyajian Data 4.1.1.
Gambaran Umum Film Alangkah Lucunya Negeri Ini
Film Alangkah Lucunya Negeri Ini di produksi oleh PT Demi Gisela Citra Sinema atau Citra Sinema. Disutradarai oleh Deddy MIzwar, mencoba
untuk mengangkat kehidupan anak jalanan khususnya para pencopet cilik dalam film ini. Salah satu tujuannya agar masyarakat mendapat gambaran
jelas tentang kerasnya kehidupan di jalanan serta menyadarkan pemerintah bahwa fakr miskin dan anak – anak terlantar seharusnya dipelihara oleh
Negara. Dengan mengambil genre komedi satire, Alangkah Lucunya Negeri
Ini diawali dengan kisah hidup Muluk seorang sarjana management ekonomi yang sibuk mencari kerja ke berbagai tempat, dan belum juga mendapatkan
pekerjaan. Lalu ketika melewati pasar, tiba – tiba Muluk Reza Rahadian melihat pencopet cilik yang sedang beraksi yaitu Komet Angga Putra .
Karena Muluk sendiri merasa kesulitan untuk mencari uang, maka Muluk langsung “ menyekap “ Komet karena tersinggung seenaknya Komet mencuri
dompet orang lain.
Dari situ kisah mereka berlanjut, terbawalah Muluk ke markas pencopet jalanan. Di sana ia bertemu Bang Jarot Tio Pakusadewo, bos
kumpulan pencopet cilik jalanan. Alih-alih menawarkan jasa sebagai konsultan dengan mematok management fee sebesar 10 persen, perjalanan
kehidupan Muluk pun mengalir. Dari sana Muluk mencoba menjadi pembimbing dalam bidang
pengembang sumber daya manusia SDM dengan memberikan pendidikan kepada para pencopet cilik. Dalam proyek pengembangan SDM ini, Muluk
dibantu dua sahabatnya - Syamsul Asrul Dahlan yang merupakan pengangguran sarjana pendidikan serta Pipit Tika Bravani anak seorang haji
yang waktunya sehari-hari hanya dihabiskan dengan mengikuti kuis di televisi.
Secara garis besar, film ini bercerita tentang tokoh Muluk, Pencopet jalanan, dan Bang Jarot Bos . Muluk memiliki sifat seorang pemimpin,
bijaksana, cerdas, baik. Karena dia harus mengolah Sumber Daya Manusia yang tepatnya adalah pencopet jalanan itu. Maka Muluk harus memberikan
penanganan terhadap mereka, dari keuangan, pendidikan, sampai, agama. Muluk bersama teman – temannya membimbing mereka sebenarnya dengan
tujuan agar selanjutnya para anak jalanan bisa diarahkan dan diajak untuk tidak mencopet lagi. Mereka semua dialihkan untuk menjadi pedagang
asongan.
Dari niat baik itu, Muluk menemui banyak rintangan, seperti penolakan dari anak jalanan itu sendiri, ketidak percayaan Bang Jarot kepada
Muluk, kebohongan kepada orang tua Muluk termasuk teman – temannya, karena mengaku bekerja di perusahaan, sampai pengejaran oleh petugas
satuan polisi pamong praja, yang mau menangkap anak jalanan itu yang sudah mulai mau menjadi pedagang asongan. Film ini sangat menggugah
hati. Lucu, tegang, menakutkan, menyedihkan, mengharukan bercampur dalam film ini.
Deddy Mizwar menjelaskan kisah film ini sebenarnya sudah ditulis sembilan tahun yang lalu, kerena belum ketemu yang pas, maka bertahun –
tahun hanya proses edit berulang ulang. Dan akhirnya ditemukan saat yang tepat untuk dibuat filmnya. Film ini mengambil setting pada kehidupan sehari
– hari. Dengan menyoroti masalah kerasnya hidup anak jalanan sampai sindiran terhadap pemerintah di Indonesia ini.
Dengan kombinasi para pemain pemenang piala citra, menghadirkan film yang sangat bagus. Itupun diperoleh dengan casting yang cukup panjang.
Termasuk perpaduan antara pemain – pemain baru dengan pemain yang sudah berpengalaman, seperti Slamet Rahardjo, Deddy Mizwar, Rinna
Hassim. Alasan pemilihan judul “ Alangkah Lucunya Negeri Ini “ sendiri,
karena didasari atas banyaknya masalah di Indonesia, karena sangat banyaknya itu menjadikan lucu. Deddy Mizwar mengatakan, Karena tidak
mungkin juga diberi judul Alangkah Ngerinya Negeri Ini, karena hal itu akan memberikan rasa pesimis pada masyarakat. Maka judulnya adalah Alangkah
Lucunya Negeri Ini, agar masyarakat optimis walaupun Negara kita masih banyak masalah.
Berlatar belakang kehidupan jalanan, film ini dibuat dengan tujuan menggugah masyarakat agar “ melek “ terhadap realita masalah kita di
Indonesia ini. Juga memberikan penekanan terhadap pemerintah, agar lebih peduli kepada masyarakatnya, terutama kepada fakir miskin dan anak
terlantar, agar dipelihara oleh pemerintah. Film ini juga memberikan rasa optimis kepada pencopet jalanan, bahwa lebih baik mencari uang dengan cara
yang halal dan legal.
4.2.
Penyajian Data
Cerita film “ Alangkah Lucunya Negeri Ini “ diawali dengan kisah hidup Muluk seorang sarjana management ekonomi yang sibuk mencari kerja
ke berbagai tempat, dan belum juga mendapatkan pekerjaan. Petualangan itu kemudian mengalir, ketika Muluk melihat seorang pencopet cilik beraksi.
Muluk lalu mengikuti sang pencopet tadi dan membekuknya di sebuah tempat.
Dari peristiwa itu terbawalah Muluk ke markas pencopet jalanan. Di sana ia bertemu Bang Jarot Tio Pakusadewo, bos kumpulan pencopet cilik
jalanan. Alih-alih menawarkan jasa sebagai konsultan dengan mematok management fee sebesar 10 persen, perjalanan kehidupan Muluk pun
mengalir.
Setelah itu Muluk mencoba menjadi pembimbing dalam bidang pengembang sumber daya manusia SDM dengan memberikan pendidikan
kepada para pencopet cilik. Dalam proyek pengembangan SDM ini, Muluk dibantu dua sahabatnya - Syamsul Asrul Dahlan yang merupakan
pengangguran sarjana pendidikan serta Pipit Tika Bravani anak seorang haji yang waktunya sehari-hari hanya dihabiskan dengan mengikuti kuis di
televisi. Demi hal tersebut, Muluk harus berbohong kepada ayahnya yaitu Haji
Makbul Deddy Mizwar . Pada awalnya Bang Jarot, sang bos dari para pencopet cilik tersebut, tak percaya terhadap Muluk, dan kerap para pencopet
tersebut menjadi pelampiasan kemarahan Bang Jarot sebagai Bos. Tetapi akhirnya tetap saja Muluk akhirnya dipercaya untuk memimpin dan
mengolah keuangan yang dihasilkan oleh para pencopet cilik tersebut, dari hal itu Muluk dapat mengatur bagaimana mereka harus mengolah uang yang
mereka dapatkan, agar dapat digunakan untuk lebih baik. Cara Muluk untuk mengolah uang tersebut seperti menyimpan uang –
uang itu dalam tabungan bank atau membuat deposito, agar keuangan mereka lebih teratur, dan bisa dilihat hasilnya. Akhirnya dari cara tersebut Muluk
dapat membeli sepeda motor yang digunakan untuk operasional Muluk sehari – hari, serta uang kontan sebesar dua juta rupiah, yang rencananya sebagian
akan digunakan untuk membeli kebutuhan untuk asongan. Tetapi para pencopet cilik tersebut menolak, karena menurut mereka hasil pendapatan
mereka akan sedikit.
Dari situ Muluk mengajak temannya Syamsul, untuk mengajar mereka tentang pendidikan dasar, tetapi mereka menolak, karena menurut
mereka pendidikan itu tidak penting, hal itu membuat mereka melakukan tindakan protes langsung kepada Bang Jarot, dan hasilnya mereka malah
mendapatkan tindakan kekerasan karena tidak mau sekolah, dan akhirnya mereka mau untuk mendapatkan pendidikan.
Muluk tak lupa pula memberikan pendidikan agama kepada para pencopet cilik tersebut, dengan dibantu oleh temannya Pipit, pada awalnya
mereka sempat mengerjai Pipit, dengan mengambil dompet Pipit walaupun akhirnya tidak mengambil uangnya. Tetapi mereka sempat menolak untuk
belajar agama, dan bingung harus memilih agama yang mana. Dan mereka memilih agama yang penting enak. Karena Pipit hanya bisa mengajar agama
Islam maka terpilihlah agama Islam yang diajarkan. Setelah itu merekapun sudah bisa membaca, menghitung, berpuisi,
dan salat berjamaah. Lalu suatu hari ayah dari Muluk, Pipit yaitu Haji Makbul dan Haji Rahmat, serta Haji Sarbina, calon mertua Muluk ingin
melihat pekerjaan mereka. Merekapun datang ke markas pencopet dengan diantar oleh Pipit. Walaupun sudah menunjukkan hasil kerja mereka yaitu,
peningkatan sumber daya manusia dari para pencopet itu. Tetapi orang tua mereka sudah terlanjur kecewa terhadap Muluk, Pipit, dan Syamsul. Karena
secara tak langsung hasil pendapatan mereka adalah uang haram hasil mencopet.
Karena kemarahan itu, Haji Makbul-pun mengembalikan gula, kopi, teh, semua pemberian Muluk dari hasil kerjanya itu termasuk pembayaran
listrik, air rumah dan pembelian gas untuk masak. Karena Haji Makbul tidak mau menikmati hasil dari barang haram dari peendapatan Muluk. Begitu juga
dengan Haji Rahmat yang tak mau lagi diberi uang atau apapun dari Pipit. Akhirnya Haji Makbul dan Haji Rahmat, sama – sama menangis memohon
ampun kepada Tuhan, atas dosa – dosa mereka dan anak mereka. Setelah itu Muluk dan Pipit memutuskan untuk berhenti mengajar
para pencopet cilik tersebut, karena mereka tidak mau lagi memberikan hasil yang haram kepada keluarga mereka. Muluk-pun mengembalikan sepeda
motor, buku tabungan dan kartu ATM yang berisi dua puluh satu juta dua ratus ribu rupiah, termasuk lima kotak asong yang siap pakai kepada Bang
Jarot Bos . Hal itu membuat kemarahan Bang Jarot memuncak, lalu tak lama
Bang Jarot melakukan kekerasan fisik dan psikologis kepada anak – anak tersebut. Seperti memukul dan membentak mereka semua karena tidak mau
mengasong dan memilih tetap mencopet. Akhirnya Bang Jarot memberikan mereka pilihan yang mengasong silahkan mengasong dan yang mencopet
boleh mencopet, tetapi diantara mereka tidak boleh saling mengganggu. Di dalam film ini tindakan kekerasan seperti kekerasan verbal dan non
verbal dihadirkan untuk membumbui jalan cerita. Kekerasan verbal berupa ancaman , hinaan terlihat dalam beberapa adegan. Kekerasan dalam film ini
kemudian dijabarkan lagi menjadi kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan fungsional, kekerasan financial, kekerasan seksual.
4.2.1. Analisis Data
Penggalan Scene 1 Scene 8 dalam film
Gambar 4.1 Muluk mengancam dan menyekap Komet yang baru saja mencopet Level Realitas
• Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Menunjukkan dua sisi yang berbeda yaitu Muluk mempunyai dandanan, pakaian dan celana yang rapi serta bersih, mempunyai ekspresi
wajah yang kaku dan menakutkan untuk menunjukkan keadaan marah dan tersinggung. Sedangkan Komet mempunyai dandanan, pakaian, dan celana
yang lusuh, mempunyai ekspresi wajah yang tegang, takut untuk menunjukkan keadaan takut, kaget, dan cemas karena diancam dan dibentak
oleh Muluk.
• Setting :
Suasana di gedung yang sudah tua, yang berada di dekat pasar. Tempat Komet dan kawan – kawannya biasanya melakukan aktivitasnya
yaitu mencopet. Dapat kita perhatikan di dunia nyata, bahwa pencopetan dan sejenisnya sering terjadi di tempat – tempat yang ramai seperti pasar, mall,
bahkan konser hiburan.
Level Representasi • Teknik Kamera : Long Shot dan Medium Shot
Teknik kamera long shot dan medium shot pada kamera scene tersebut untuk menggambarkan pengancaman Muluk terhadap Komet dengan
memperlihatkan ekspresi kemarahan Muluk dan Ketakutan Komet karena disudutkan oleh Muluk.
Level Ideologi • Dialog :
Muluk : Diem Lu Eh.. Diem Diem . Gua bawa ke kantor polisi Lu Lu tau gak, Gua udah dua tahun cari kerja, supaya bisa dapet
duit.
Enak aja “ nyomot “ dompet orang. Nyinggung perasaan gua tahu Orang susah payah cari kerja, duitnya diem – diem Lu ambil
Lu ga bisa minta baik – baik
Komet : Saya kan pencopet Bang, bukan tukang minta – minta.
Analisis Data :
Pada setting scene diatas menunjukkan gedung yang sudah tua dekat pasar, tempat sehari – hari Komet dan teman – temannya biasanya melakukan
aktivitas mencopet. Lalu Muluk menyudutkan Komet di tembok bagian dari gedung tersebut. Tentunya memang dapat kita perhatikan di dunia nyata,
bahwa pencopetan dan sejenisnya sering terjadi di tempat – tempat yang ramai seperti pasar, mall, bahkan konser hiburan.
Dengan pengambilan Long Shot dan Medium Shot seperti scene diatas, hal itu memberikan gambaran atau informasi mengenai kekerasan
yang dilakukan oleh Muluk terhadap Komet. Terlihat bagaimana Muluk menyekap seperti sedikit mencekik Komet. Kekerasan yang dilakukan seperti
scene diatas tergolong kedalam kekerasan fisik dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak,
melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat atau senjata, menganiaya, membunuh dan sebagainya.
Dan dialog adegan diatas menceritakan Komet yang disekap oleh Muluk, karena Muluk melihat Komet mencopet dan merasa tersinggung
karena perbuatan Komet tersebut. Lalu Muluk mengikuti Komet dari pasar sampai menuju gedung tua dekat pasar. Secara tiba – tiba dan spontan, Muluk
menyudutkan Komet. Lalu Muluk mengancam dan membuat takut Komet. Komet-pun tak berkutik, ketika Muluk menyekapnya, dengan ketakutan dia
mendengar kemarahan Muluk. Dan seakan sudah pasrah karena takutnya, Komet hanya bisa menjawab sebisanya, agar Muluk mau melepaskan Komet
dari sergapan Muluk.
Dialog diatas tersebut jelas terjadi kekerasan verbal yang menjadi kekerasan psikologis secara langsung seperti terlihat pada bentakan –
bentakan dan ancaman yang dilakukan Muluk kepada Komet, seperti dialog
Diem Lu Eh.. Diem Diem . Gua bawa ke kantor polisi Lu , dengan
bentakan – bentakan dan ancaman tersebut membuat Komet ketakutan, dan cemas. Seharusnya sebagai orang dewasa dapat memberikan nasihat yang
baik, tak perlu dengan membentak – bentak. Hal ini memberikan contoh yang tidak baik kepada para penonton.,terutama untuk para orang tua.
Penggalan Scene 2 Scene 33 dalam film
Gambar 4.2 Pemukulan Bang Jarot Bos kepada Komet karena membawa orang asing ke markas dan tidak menjawab pertanyaan Bos
Level Realitas • Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Komet masih dengan dandanan, pakaian yang lusuh, mempunyai ekspresi wajah yang tegang, takut dan sambil memegang kepalanya karena
dampak rasa sakit akibat dipukul oleh Bang Jarot Bos dengan menggunakan benda seperti buku. Muluk masih tetap dengan dandanan,
pakaian yang rapi serta bersih, mempunyai ekspresi wajah yang kaku dan agak tegang dan sedikit cemas karena melihat Komet dipukul oleh Bang
Jarot. Sedangkan Bang Jarot memiliki dandanan, pakaian yang cukup rapi dengan rambut yang sudah mulai memutih, dengan sebelah mata ber-retina
kecil yang membuat image Bang Jarot menyeramkan, mempunyai ekspresi wajah kaku dan menakutkan untuk menunjukkan keadaan marah.
• Setting :
Suasana didalam sebuah ruangan yang minim sekali penerangan, agak gelap. Kotor, kumuh, berantakan, minim fasilitas rumah pada umumnya.
Menunjukkan tempat itu adalah markas dari para pencopet cilik dan tempat dimana mereka mengumpulkan hasil dari para pencopet cilik itu semua dalam
mencopet. Dan tempat Bos melakukan koordinasi kepada para pencopet cilik dalam melakukan aksi atau merencanakan sesuatu.
Level Representasi • Teknik Kamera : Medium Shot
Teknik kamera medium shot ditujukan untuk memberikan informasi bagaimana kekerasan dilakukan. Pengambilan tehnik ini memperlihatkan
jelas pemukulan Bang Jarot kepada Komet, dan ekspresi kesakitan Komet setelah dipukul dengan benda oleh Bang Jarot.
Level Ideologi • Dialog :
Komet : Bang, Abang itu namanya Muluk
Bang Jarot : Gua ga Tanya Siapa dia ?
Komet : Kan tadi udah bilang, dia itu namanya Bang Muluk,
Orang Pinter, Sarjana apa bang ? Muluk
: Sarjana Management Komet
: Tuh Kan, Orang pinter Bang Jarot
: Mau ngapain dia kemari ? Komet
: Mau ngapain Bang kesini ? bertanya kepada Bang Muluk Bang Jarot
: Melihat Muluk maju selangkah
Eh Diem Lu, Diem, Diem, Diem disitu Lu Sambil memukul Komet Gua Tanya ama dia
Mau ngapain dia kemari Komet
: Iya Bang, Mau ngapain kemari ? Muluk
: Mau mengadakan presentasi Bang Jarot
: Presentasi apa Multi Level Marketing Ha Muluk
: Bukan, Proposal kerjasama
Analisis Data :
Pada setting scene tersebut Suasana didalam sebuah ruangan yang minim sekali penerangan, agak gelap. Kotor, kumuh, berantakan, minim
fasilitas rumah pada umumnya. Dan itu adalah markas dari para pencopet cilik tersebut
Keadaan diatas menunjukkan cara hidup mereka yang kurang mementingkan kebersihan, kesehatan, dan kerapian. Hal ini memang tidak
dapat dipungkiri dari kenyataan bahwa banyak anak – anak jalanan yang kondisi badannya kotor, pakaiannya yang juga lusuh, ini juga ditunjang dari
lingkungan tempat tinggal mereka yang kotor dan kumuh. Hal ini juga mencerminkan kurangnya kepedulian pemerintah terhadap fakir miskin dan
anak – anak yang terlantar. Dan Bang Jarot yang mempunyai rambut yang memutih menunjukkan
bahwa dia sudah menua yang dalam dunia nyata juga memperlihatkan apabila orang yang sudah tua rambutnya akan memutih, yang menggunakan
kekuasaannya untuk melakukan kekerasan. Dalam dunia nyata memang sering anak jalanan, mendapat kekerasan dari pimpinannya, lebih dewasa.
Dengan teknik kamera medium shot ditujukan untuk memberikan informasi bagaimana kekerasan dilakukan. Pengambilan tehnik ini
memperlihatkan jelas pemukulan Bang Jarot kepada Komet, terlihat tangan dari Bang Jarot yang memegang benda seperti buku yang digunakan untuk
memukul Komet. Lalu dilanjutkan dengan ekspresi kesakitan Komet setelah dipukul dengan benda oleh Bang Jarot, yaitu Komet yang mengelus – ngelus
kepalanya karena merasakan sakit akibat dipukul Bang Jarot.
Hal ini menunjukkan kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak – anak yang memang masih banyak kita jumpai pada kehidupan
sehari – hari. Banyaknya kekerasan pada anak yag dilakukan orang dewasa terlebih orang tuanya sendiri. Seharusnya dalam film ini tak perlu memakai
kekerasan dalam meminta sesuatu dari anak tersebut. Kekerasan yang dilakukan seperti scene diatas tergolong kedalam
kekerasan fisik dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau
dengan alat atau senjata, menganiaya, membunuh dan sebagainya. Dan dialog diatas terjadi ketika Komet mengajak Muluk ke markas
dari pencopet, dan disana Muluk bertemu dengan Bang Jarot selaku Bos para pencopet. Bang Jarot merasa tidak nyaman dengan kehadiran Muluk, karena
Muluk masih menjadi orang asing dilingkungan mereka. Dengan keras Bang Jarot bertanya kepada Muluk dan Komet. Karena Komet juga tidak tahu
alasan Muluk datang ke markas mereka. Maka Bang Jarot membentak dan memukul Komet, sampai Komet merasa kesakitan.
Dari dialog tersebut telah terjadi kekerasan psikologis, seperti terlihat Bang Jarot melakukan pembentakan terhadap Komet dan Muluk. Yang
menimbulkan rasa ketakutan pada Komet dan Muluk. Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan
cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit, memata – matai atau tindakan – tindakan lain yang
menimbulkan rasa takut termasuk yang diarahkan kepada orang – orang terdekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman, atau orang tua.
Penggalan Scene 3 Scene 47 pada film
Gambar 4.3 Kekerasan yang dilakukan Bang Jarot Bang Jarot Bos kepada Glen karena mengambil uang setoran rutin
Level Realitas • Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Dalam scene diatas, Glen Ketua Copet Mall , memiliki dandanan yang agak tak teratur. Dengan memakai kaos “ You Can See “, memakai ikat
kepala, rambut yang dicat pirang, dan mempunyai tattoo pada bahu dan lengan kirinya. Pada scene terlihat ekspresi Glen yang ketakutan, karena
Bang Jarot akan mengambil uang dari Glen dengan pemaksaan, dan melakukan kekerasan fisik kepada Glen.
Sedangkan Bang Jarot memiliki dandanan, yang berbeda dari sebelumnya, pakaian yang hanya memakai kaos oblong, tetap dengan jeans
dan memakai sepatu boot, mempunyai ekspresi wajah kaku dan menakutkan untuk menunjukkan keadaan kesal atau marah. Seperti dalam dunia nyata
anak jalanan memiliki gaya hidup yang bebas dan tak ada yang peduli peenampilan mereka harus seperti apa.
• Setting :
Suasana didalam sebuah ruangan yang minim sekali penerangan, agak gelap. Kotor, kumuh, berantakan, minim fasilitas rumah pada umumnya.
Menunjukkan tempat itu adalah markas dari para pencopet cilik dan tempat dimana mereka mengumpulkan hasil dari para pencopet cilik itu semua dalam
mencopet. Dan tempat Bos melakukan koordinasi kepada para pencopet cilik dalam melakukan aksi atau merencanakan sesuatu.
Level Representasi • Teknik Kamera : Long Shot dan Medium Shot
Teknik kamera long shot dan medium shot pada kamera scene tersebut untuk menggambarkan kekesalan Bang Jarot kepada Glen, dan
dengan tehnik ini terlihat Bang Jarot menggunakan tangan dan kakinya untuk melakukan kekerasan. Hal itu karena kekesalan Bang Jarot kepada Glen
karene telah menyembunyikan uang.
Level Ideologi • Dialog :
Glen : Bos, mengapa sih kita harus nurutin maunya Bang Muluk ?
Bang Jarot : Eh, Sini Lu, Sini Sini Elu Baru jadi cicak
Mau Ngadalin Buaya Lu, Sono
Analisis Data :
Pada setting scene tersebut Suasana didalam sebuah ruangan yang minim sekali penerangan, agak gelap. Kotor, kumuh, berantakan, minim
fasilitas rumah pada umumnya. Dan itu adalah markas dari para pencopet cilik tersebut. Menggambarkan tempat tersebut menjadi persembunyian dari
copet – copet itu, dan jarang diketahui oleh orang lain. Keadaan diatas menunjukkan cara hidup mereka yang kurang
mementingkan kebersihan, kesehatan, dan kerapian. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri dari kenyataan bahwa banyak anak – anak jalanan yang
kondisi badannya kotor, pakaiannya yang juga lusuh, ini juga ditunjang dari lingkungan tempat tinggal mereka yang kotor dan kumuh. Hal ini juga
mencerminkan kurangnya kepedulian pemerintah terhadap fakir miskin dan anak – anak yang terlantar.
Teknik kamera pada scene diatas menggunakan gabungan dua teknik kamera yaitu medium shot dan long shot, untuk menggambarkan kekerasan
yang dilakukan oleh Bang Jarot kepada Glen, pada teknik kamera medium shot terlihat bagaimana Bang Jarot menggumnakan tangannya untuk
melakukan kekerasan fisik, yaitu dengan menarik bagian tubuh, untuk memberikan rasa sakit kepada Glen, sehingga terlihat ekspresi Glen yang
sedang kesakitan. Hal itu merupakan akibat Bang Jarot menarik bagian tubuh dari Glen. Terlihat juga Glen sampai badannya terdorong, karena hal itu.
Kekerasan yang dilakukan seperti scene diatas tergolong kedalam kekerasan fisik dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang,
melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat atau senjata, menganiaya, membunuh dan sebagainya.
Adegan dalam scene diatas juga bisa dimasukkan dalam kekerasan financial, karena terdapat adegan Bang Jarot yang dengan paksaan
mengambil uang Glen bahkan dengan kekerasan. Kekerasan financial adalah tindakan mengambil, mencuri uang korban, menahan atau tidak memberikan
pemenuhan kebutuhan financial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil – kecilnya.
Dari dialog tersebut telah terjadi kekerasan verbal yang berlanjut pada kekerasan psikologis, seperti terlihat Bang Jarot melakukan pembentakan
terhadap Glen. Dan pada Yang menimbulkan rasa ketakutan pada Glen. Dialog diatas tersebut jelas terjadi kekerasan verbal yang menjadi kekerasan
psikologis secara langsung seperti terlihat pada bentakan – bentakan dan ucapan ucapan yang merendahkan yang dilakukan Bang Jarot kepada Glen,
seperti dialog Eh, Sini Lu, Sini Sini Elu Baru jadi cicak
Dan dengan kata – kata yang kasar dan bentakan membuat Glen ketakutan. Seharusnya sebagai orang dewasa dapat memberikan nasihat yang
baik, tak perlu dengan membentak – bentak apalagi Bang Jarot merendahkan Glen dengan sengaja. Dengan meyebut Glen sebagai “ cicak “, yang berarti
Bang Jarot menyebut Glen dan menyamakan Glen sebagai hewan seperti cicak. Hal ini memberikan contoh yang tidak baik kepada para
penonton.,terutama untuk para orang tua.
Penggalan Scene 4 Scene 62 pada film
Gambar 4.4 Glen merendahkan Bedul karena tidak dapat mengetahui arti kata “ Dinas “ dilanjutkan dengan kekerasan fisik
Level Realitas • Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Dalam scene diatas, Glen Ketua Copet Mall , memiliki dandanan yang agak keren dari sebelumnya. Dengan memakai kaos dan di rangkap
dengan jaket sporty yang membuat penampilan Glen dari segi kostum lebih rapid an menarik. Hal ini disesuaikan dengan bagian pekerjaan dia yaitu
sebagai ketua copet mall, dengan costum seperti itu agar sesuai dengan lingkungan kerjanya.
Glen memakai ikat kepala, rambut yang dicat pirang, memakai gelang dan jam tangan, dan masih tetap sama dengan sebelumnya, dia juga
mempunyai tindik di telinganya. Pada scene terlihat ekspresi Glen yang kesal dan marah, karena Bedul tidak mengerti arti kata “ dinas “, dari kalimat
Komet. Sedangkan Bedul dengan pakaian dan dandanan kebalikan dari Glen, yaitu dengan kaos oblong dan memakai topi yang dibalik, hal ini juga
disesuaikan dengan lingkungan kerja Bedul sebagai anak buah Komet, yaitu copet pasar.
• Setting :
Setting pada scene diatas, berada di depan markas mereka para pencopet . Tepatnya berada di halaman depan markas, yang digunakan
untuk memarkir sepeda motor dinas yang baru dibeli Bang Muluk. Dengan pencahayaan lebih terang, karena adegan dilakukan di halaman depan
markas, cahaya matahari lebih jelas menyinari daripada adegan yang dilakukan didalam ruangan markas, dan disebelah motor baru Bang Muluk.
Level Representasi • Teknik Kamera : Medium Shot
Teknik kamera medium shot ditujukan untuk memberikan informasi bagaimana kekerasan dilakukan. Pengambilan tehnik ini memperlihatkan
jelas Glen yang mendorong kepala Bedul. Juga memperlihatkan jelas ekspresi kekesalan Glen kepada Bedul dan Komet sebagai ketua Bedul yang tak
terima karena Glen mendorong kepala Bedul.
Level Ideologi • Dialog :
Glen : Ini motor pasti dibeli pake duit kita. Komet : Motor dinas, dibeli pake duit kita, dipake Bang Muluk buat dinas.
Bedul : Dinas apa sih ?
Glen : Eh.. Tugas Bego Sambil Mengemplang Kepala Bedul
Komet : Eh Glen, Bedul anak buah gue, Cuma gue yang boleh ngemplang dia Glen : Anak buah Lo Bego sih Dinas aje ga ngerti
Komet : Biarin aje dia Bego, dia kepengen Bego. Glen : Loe mau apa
Komet : Bos bilang, urus anak buah masing – masing, klo mau kemplang, Kemplang anak buah Lo.
Glen : Klo mau, kepala Lu mau Gua kemplang Komet : Coba aja.
Analisis Data :
Setting pada scene diatas, pencahayaan lebih terang, karena adegan dilakukan di halaman depan markas, cahaya matahari lebih jelas menyinari
daripada adegan yang dilakukan didalam ruangan markas, dan disebelah motor baru Bang Muluk.berada di depan markas mereka para pencopet .
Tetapi masih terlihat dibeberapa bagian depan markas tersebut yang menunjukkan bagian yang kotor. Hal ini masih membuktikan bahwa markas
mereka dilihat dari depan ataupun dalam menunjukkan suasana yang kotor dan tak terawat. Maka tak heran jika gaya hidup mereka- pun sederhana.
Pakaian Glen pada adegan diatas agak berbeda daripada adegan sebelumnya, Dalam scene diatas, Glen Ketua Copet Mall , memiliki
dandanan yang agak keren dari sebelumnya. Dengan memakai kaos dan di rangkap dengan jaket sporty yang membuat penampilan Glen dari segi
kostum lebih rapi dan menarik. Hal ini disesuaikan dengan bagian pekerjaan dia yaitu sebagai ketua
copet mall, dengan costum seperti itu agar sesuai dengan lingkungan kerjanya. Secara realita, suasana keja Glen yang menjadi copet di Mall,
secara dandanan dan kostum para pengunjung di mall adalah rapi bersih dan keren. Karena mall memang tempat untuk orang – orang mencari hiburan dan
berbelanja, serta tempat orang – orang yang melakukan interaksi. Berbeda dengan Bedul yang menjadi copet pasar, dengan pakaian dan
dandanan yang sederhana dan apa adanya, sesuai dengan lingkungan kerja Bedul yaitu pencopet di pasr tradisional. Secara realita dapat kita lihat sehari
– hari, pasar tradisional adalah tempat berkumpulnya penjual dan pembeli yang sebagian besar dari mereka menggunakan pakaian atau dandanan yang
biasa saja, atau sederhana. Karena tempatnya juga yang tidak sebagus dan serapi pedagang di mall, jadi pedagang dan pembeli di pasar-pun juga tidak
terlalu memperhatikan pakaian yang bagus dan dandanan yang glamour. Dengan teknik kamera medium shot ditujukan untuk memberikan
informasi bagaimana kekerasan dilakukan. Pengambilan tehnik ini memperlihatkan jelas Glen yang mendorong kepala Bedul. Hal ini bisa
digolongkan dalam kategori kekerasan fisik. Karena mendorong kepala merupakan sesuatu yang tidak sopan walaupun hal itu merupakan candaan.
Dan dialog diatas terjadi ketika Bang Muluk yang membeli sepeda motor baru yang digunakan sebagai motor dinas Bang Muluk, dengan
menggunakan uang hasil dari para pencopet cilik itu. Tetapi hal ini tidak diketahui oleh mereka semua. Dan membuat respon mereka yang tidak terima
akan hal itu. Setelah itu Bedul sebagai anak buah Komet Copet Pasar , menanyakan apa itu dinas, dan langsung Glen Ketua Copet Mall
mendorong kepala Bedul, serta memberikan umpatan yang merendahkan Bedul. Komet sebagai pemimpin Bedul tidak terima dan mereka berdua
terlibat perselisihan mulut, serta hamper beradu fisik. Dari dialog tersebut telah terjadi kekerasan psikologis, seperti terlihat
Glen yang merendahkan Bedul degan sebutan bego. Bego adalah kata lain dari kata bodoh, dungu, tolol. Pada adegan diatas Glen melakukan
pengumpatan kepada Bedul dengan sengaja. Walaupun hal ini dilakukan sesama sebayanya, tapi hal itu hendaknya tak perlu terlalu ditampilkan.
Karena hal itu bisa dicontoh para penonton terutama anak – anak. Dengan menganggap hal itu adalah hal sepele dan boleh dilakukan dalam kehidupan
sehari – hari. Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku
terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah, melecehkan, menguntit, memata – matai atau
tindakan – tindakan lain yang menimbulkan rasa takut termasuk yang diarahkan kepada orang – orang terdekat korban, misalnya keluarga, anak,
suami, teman, atau orang tua.
Penggalan Scene 5 Scene 71 pada Film
Gambar 4.5 Bang Jarot melakukan kekerasan fisik pemukulan kepada Glen dan teman - temannya
Level Realitas • Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Dalam scene diatas, Glen Ketua Copet Mall dan teman - temannya, memiliki dandanan yang santai. Dengan memakai kaos, sementara Glen tetap
memakai ikat kepala, rambut yang dicat pirang, dan mempunyai tindik pada telinganya. Pada scene terlihat ekspresi Glen dan teman – temannya yang
ketakutan, karena Bang Jarot marah dan melakukan kekerasan fisik kepada Glen dan teman – temannya dengan cara memukul.
• Setting :
Setting pada scene diatas, berada di jembatan sungai di pinggiran kota. Dekat warung kopi yang biasanya, dikunjungi Bang Jarot dan kawanan
pencopet itu. Dan pengambilan gambar dilakukan pada malam hari, sehingga pencahayaan pada scene diataspun kurang atau agak gelap. Jembatan yang
tidak terlalu modern karena hanya jembatan kecil untuk penduduk sekitar.
Level Representasi • Teknik Kamera : Close Up
Close Up adalah shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala.
Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih
diperhatikan penonton. Pada tehnik kamera ini memperlihatkan jelas pemukulan Bang Jarot kepada Glen dan teman – temannya. Juga tertangkap
ekspresi mereka yang ketakutan, tegang, juga kesakitan.
Level Ideologi • Dialog :
Bang Jarot : Ada Apa
Glen : Bos, knapa sih, mau – maunya nurut sama Bang Muluk ?
Bang Jarot : Eh Eh Sambil Memukul kepala Glen dan temannya
Sapa lagi yang mau gua gampar Hah
Glen : Tapi kita ngga mau sekolah
Bang Jarot : Heh Glen, Lu inget ngga kejadian di Kalibata Mall, waktu
Lu nyopet disana, trus Lu dikejar – kejar massa Itu karena Lu ga bisa baca Inget ga Lo
Kalau Lu bisa baca penunjuk jalan yang kayak begitu tuh
Lu ga bakalan kabur ke tempat yang salah Lu kabur ke Kantor polisi tolol Pulang
Analisis Data :
Setting pada scene diatas, berada di jembatan sungai di pinggiran kota. Dekat warung kopi yang biasanya, dikunjungi Bang Jarot dan kawanan
pencopet itu. Dan pengambilan gambar dilakukan pada malam hari, sehingga pencahayaan pada scene diataspun kurang atau agak gelap. Jembatan yang
tidak terlalu modern karena hanya jembatan kecil untuk penduduk sekitar. Suasana sederhana dan apa adanya meliputi adegan diatas,
menggambarkan lingkungan hidup Bang Jarot dan anak – anak pencopet itu berada di daerah pinggiran kota yang jauh dari kemewahan kota pusat. Hal ini
juga dapat kita lihat dari realita masyarakat kita, yang masih banyak menempati daerah – daerah pinggiran kota dan hidup dengan kesederhanaan
bahkan kemiskinan. Seperti berada di kota – kota maju, contohnya Jakarta, Surabaya, Bandung dan lain – lain.
Dalam scene diatas, Glen Ketua Copet Mall dan teman - temannya, memiliki dandanan yang santai. Dengan memakai kaos, sementara Glen tetap
memakai ikat kepala, rambut yang dicat pirang, dan mempunyai tindik pada telinganya.
Pada scene terlihat ekspresi Glen dan teman – temannya yang ketakutan, karena Bang Jarot marah dan melakukan kekerasan fisik kepada
Glen dan teman – temannya dengan cara memukul. Karena pada scene diatas dilakukan pada malam hari, dan itu berarti Glen dan teman – temannya sudah
tidak dalam keadaan bekerja, jadi Glen dan teman – temannya tidak memakai baju yang keren, seperti kalau Glen dan teman – temannya akan bekerja.
Pada adegan diatas menggunakan teknik kamera Close Up. Close Up adalah shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat diukur
dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang
penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton. Pada tehnik kamera ini memperlihatkan jelas pemukulan Bang Jarot kepada
Glen dan teman – temannya. Juga tertangkap ekspresi mereka yang ketakutan, tegang, juga kesakitan. Terlihat dalam gambar Bang Jarot
memukul bagian kepala dari Glen dan temannya. Sampai kepala atau wajah mereka terdorong sesuai arah pukulan Bang Jarot.
Kekerasan yang dilakukan seperti scene diatas tergolong kedalam kekerasan fisik dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang,
melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat atau senjata, menganiaya, membunuh dan sebagainya.
Terlihat Bang Jarot menggunakan sebuah benda seperti koran dan menggunakannya sebagai senjata untuk melakukan kekerasan kepada Glen
dan teman – temannya. Lalu diikuti dengan gambar Glen yang memegang pipi kirinya, menggambarkan kesakitan karena dipukul oleh Bang Jarot.
Dan dialog diatas terjadi ketika Glen menghampiri Bang Jarot untuk memprotes, kalau Glen dan anak buahnya tak suka kalau Bang Jarot selalu
menuruti kata – kata atau kemauan dari Bang Muluk. Termasuk tindakan Muluk yang mengajak anak – anak pencopet itu untuk belajar, atau sekolah.
Mereka memprotes keras Bang Jarot dan alhasil mereka malah mendapat sambutan berupa tamparan atau pukulan diwajah Glen dan teman –
temannya. Bahkan bentakan – bentakan dan juga kata – kata merendahkan
mereka tak lupa dihadirkan dalam adegan ini. Dialog seperti Sapa lagi yang mau gua gampar Hah , Kalau Lu bisa baca penunjuk jalan yang kayak
begitu tuh , Lu ga bakalan kabur ke tempat yang salah Lu kabur ke Kantor polisi, Tolol Pulang
Dari dialog tersebut telah terjadi kekerasan psikologis, seperti terlihat Bang Jarot mengancam anak – anak itu, karena Bang Jarot menawarkan siapa
yang mau ditampar lagi. Hal itu merupakan pengancaman yang menyebabkan ketakutan, terutama jika ditujukan kepada anak – anak oleh orang dewasa.
Bahkan Bang Jarot juga merendahkan Glen dengan kata – kata tolol. Tolol adalah kata lain dari kata bodoh, dungu.
Pada adegan diatas Bang Jarot melakukan pengumpatan kepada Glen dengan sengaja. Hal ini merupakan contoh yang tidak baik dalam kehidupan
sehari – hari, orang dewasa merupakan contoh bagi anak – anak. Hendaknya dibiasakan jika terdapat masalah diantara mereka terutama melibatkan anak –
anak. Menyelesaikan nya dengan baik – baik seperti memberikan saran – saran atau sugesti yang positif. Tidak dengan merendahkan anak – anak.
Karena hal itu akan membuat anak tumbuh rasa pesimis bahkan traumatis.
Penggalan Scene 6 Scene 106 pada film
Gambar 4.6 Bang Jarot melakukan kekerasan fisik pemukulan kepada Para pencopet cilik
Level Realitas • Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Para pencopet clik tersebut masih dengan dandanan, pakaian yang lusuh, mempunyai ekspresi wajah yang tegang, takut dan bahkan ada yang
kepalanya menunduk karena dampak ketakutan akan kemarahan Bang Jarot, karena Bang Jarotpun menggunakan kekerasan fisik kepada mereka. Serta
akibat rasa sakit akibat dipukul oleh Bang Jarot Bos dengan tangan
ataupun kaki. Sedangkan Bang Jarot memiliki dandanan, pakaian yang cukup rapi dengan rambut yang sudah mulai memutih, menunjukkan kalau usia
Bang Jarot sudah menua, sesuai dalam kenyataan apabila orang yang sudah menua akan memutih rambutnya.
• Setting :
Tempat kotor dan berantakan yang biasanya dipakai yaitu markas. Masih tetap Kotor, kumuh, berantakan, minim fasilitas rumah pada
umumnya. Menunjukkan tempat itu adalah markas dari para pencopet cilik dan tempat dimana mereka mengumpulkan hasil dari para pencopet cilik itu
semua dalam mencopet. Dan tempat Bos melakukan koordinasi kepada para pencopet cilik dalam melakukan aksi atau merencanakan sesuatu. Tetapi
masih lebih terang dari sebelumnya, karena adegan dilakukan pada siang hari dan cahaya matahari masih menunjukkan lebih banyak yang masuk daripada
adegan – adegan sebelumnya, yang berada di markas.
Level Representasi • Teknik Kamera : Close Up dan Long Shot
Close Up adalah shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala.
Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih
diperhatikan penonton. Pada tehnik kamera ini memperlihatkan jelas pemukulan Bang Jarot kepada para pencopet cilik tersebut. Juga tertangkap
ekspresi mereka yang ketakutan dan juga tegang.
Teknik kamera long shot pada kamera scene tersebut juga untuk menggambarkan kekesalan Bang Jarot kepada anak – anak pencopet tersebut,
dan dengan tehnik ini terlihat Bang Jarot menggunakan tangan dan kakinya untuk melakukan kekerasan.
Level Ideologi • Dialog :
Bang Jarot : Hah Dasar copet Goblok Tau ga ini Disini ada uang dua
Puluh satu juta dua ratus ribu Sebelum Bang Muluk kesini, Elu ga pernah punya uang sebanyak itu kan Hah Gak
Pernah kan Hah Bang Muluk kesini Cuma mau ngajarin Kalian jadi pengasong Tapi elu semua kepinginnya jadi
Copet Jadi Copet Copet itu paling top masa depannya Di penjara tahu di Dor Mampus Tua dan tetep miskin
Tahu ngga lu Kalau koruptor korupsi duitnya banyak tetep Keluar penjara duitnya tetep banyak Kenapa, karena mereka
Sekolah Elu kan ga sekolah, lu kan pencopet,lu ga punya Harapan tahu lu ga punya Harapan
Sekarang Bang Muluk ama temen – temennya udah ngga ada disini lagi, ga ada yang mau ngajarin Elu macem -
macem lagi, Hah Eh liat tuh, itu ada enam kotak asongan. Siapa yang mau ngasong, ngasong dan kotak itu milik
Mereka. Glen Ini Negara bebas ya Heh, yang mau Ngasong, ngasong. Yang mau nyopet, nyopet. Tapi inget
Kalau ada yang ganggu temannya ngasong, gua hajar
Analisis Data :
Pada level realitas, para pencopet clik tersebut masih dengan dandanan, pakaian yang lusuh, mempunyai ekspresi wajah yang tegang, takut
dan bahkan ada yang kepalanya menunduk karena dampak ketakutan akan kemarahan Bang Jarot, karena Bang Jarotpun menggunakan kekerasan fisik
kepada mereka. Serta akibat rasa sakit akibat dipukul oleh Bang Jarot Bos dengan tangan ataupun kaki. Sedangkan Bang Jarot memiliki ekspresi wajah
kaku dan menakutkan untuk menunjukkan keadaan marah. Pada setting dalam adegan diatas, seperti biasanya dalam adegan
sebelumnya tempat kotor dan berantakan yang biasanya dipakai yaitu markas. Keadaan diatas menunjukkan cara hidup mereka yang kurang mementingkan
kebersihan, kesehatan, dan kerapian. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri dari kenyataan bahwa banyak anak – anak jalanan yang kondisi badannya
kotor, pakaiannya yang juga lusuh, ini juga ditunjang dari lingkungan tempat tinggal mereka yang kotor dan kumuh. Tetapi masih lebih terang dari
sebelumnya, karena adegan dilakukan pada siang hari dan cahaya matahari masih menunjukkan lebih banyak yang masuk daripada adegan – adegan
sebelumnya, yang berada di markas. Pada adegan diatas menggunakan teknik kamera Close Up dan Long
Shot. Pada tehnik kamera ini memperlihatkan jelas pemukulan Bang Jarot kepada Glen dan teman – temannya. Juga tertangkap ekspresi mereka yang
ketakutan, tegang, juga kesakitan. Terlihat dalam gambar Bang Jarot memukul bagian kepala dari Glen dan temannya. Sampai kepala atau wajah
mereka terdorong sesuai arah pukulan Bang Jarot.
Dalam adegan diatas juga menggunakan pengambilan long shot Teknik kamera long shot pada kamera scene tersebut juga untuk
menggambarkan kekesalan Bang Jarot kepada anak – anak pencopet tersebut, dan dengan tehnik ini terlihat Bang Jarot menggunakan tangan dan kakinya
untuk melakukan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan seperti scene diatas tergolong kedalam
kekerasan fisik dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau
dengan alat atau senjata, menganiaya, membunuh dan sebagainya. Terlihat Bang Jarot menggunakan tangan dan kakinya untuk
menggunakannya sebagai senjata untuk melakukan kekerasan kepada para pencopet cilik tersebut. Yang menimbulkan ekspresi kesakitan, juga
ketakutan oleh para pencopet cilik. Seperti menyilangkan tangan lalu menunduk, serta mengerutkan muka.
Dan dialog diatas terjadi ketika Bang Muluk dan teman – temannya yang memutuskan untuk tidak lagi mengajar para pencopet cilik. Karena hal
itu sudah diketahui oleh orang tua mereka. Yang secara langsung tidak menyetujui tindakan mereka mengajar pencopet. Lalu Bang Jarot yang
mengetahui hal itu sangat marah kepada para pencopet, karena mereka sangat sulit untuk diajak menjadi pedagang asongan. Karena Bang Muluk
memutuskan tak lagimengajar, maka harapan baru Bang Jarot yang ingin masa depan para pencopet itu lebih jelas, akhirnya kandas. Akhirnya
kemarahan Bang Jarot memuncak dan secara membabi buta memukuli dan memaki –maki serta mengancam para pencopet cilik tersebut.
Dari dialog tersebut telah terjadi kekerasan psikologis, seperti terlihat
Bang Jarot mengancam anak – anak itu, seperti pada dialog Heh, yang mau Ngasong, ngasong. Yang mau nyopet, nyopet. Tapi inget Kalau ada yang
ganggu temannya ngasong, gua hajar Hal itu merupakan pengancaman
yang menyebabkan ketakutan, terutama jika ditujukan kepada anak – anak oleh orang dewasa. Bahkan Bang Jarot juga merendahkan para pencopet
tersebut. Seperti kata Goblok, goblok adalah kata lain dari kata bodoh, dungu.
dan tolol. Seperti pada dialog : Hah Dasar copet Goblok
Pada adegan diatas Bang Jarot melakukan pengumpatan kepada para pencopet dengan sengaja untuk menimbulkan rasa takut. Hal ini merupakan
contoh yang tidak baik dalam kehidupan sehari – hari, orang dewasa merupakan contoh bagi anak – anak. Hendaknya dibiasakan jika terdapat
masalah diantara mereka terutama melibatkan anak – anak. Menyelesaikan nya dengan baik – baik seperti memberikan saran – saran atau sugesti yang
positif. Tidak dengan merendahkan anak – anak. Karena hal itu akan membuat anak tumbuh rasa pesimis bahkan traumatis.
Secara realita memang kehidupan jalanan memang keras, bukan hanya dari pimpinan mereka, tetapi bahaya juga dari jalanan, seperti penjahat,
penculik, pemerkosa. Maka sebaiknya lebih bisa diperhalus, karena film merupakan media massa. Kekerasan dalam media massa dapat menyebabkan
terjadinya kekerasan social riil. Informasi tentang kekerasan juga bias menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap representif
masyarakat, alat penegak hokum Haryatmoko, 2001 : 124 .
Penggalan Scene 7 Scene 112 pada film
Gambar 4.7 Glen melakukan kekerasan fungsional kepada Tongkol alias Boy Anggota Bawahan Glen
Level Realitas • Penampilan Ekspresi, Kostum dan Make Up :
Para pencopet mall ini menunjukkan dandanan, pakaian dan celana yang cukup rapi, dan tak terlalu sederhana seperti biasanya, Karena pada
adegan diatas dilakukan pada saat Glen dan teman – temannya akan pergi mencopet atau bekera kembali sebagai copet mall. Glen mempunyai ekspresi
wajah yang kaku untuk menunjukkan keadaan tersinggung. Sedangkan Boy mempunyai ekspresi wajah yang tegang, takut untuk menunjukkan keadaan
takut, cemas karena Boy harus tidak sependapat atau berbeda kemauan dengan Glen sebagai ketuanya.
Sedangkan teman – temannya yang lain, masih sesama kelompok copet mall. Masih mengikuti sang ketua. Karena Glen termasuk anak yang
tak setuju kalau mereka menjadi pedagang asongan. Jadi Glen-pun tak mau kalau anak buahnya menjadi pedagang asongan dan berhenti jadi pencopet.
• Setting :
Setting pada scene diatas, berada di depan markas mereka para pencopet . Tepatnya berada di halaman depan markas. Dengan pencahayaan
lebih terang, karena adegan dilakukan di halaman depan markas, cahaya matahari lebih jelas menyinari daripada adegan yang dilakukan didalam
ruangan markas.
Level Representasi • Teknik Kamera : Medium Shot
Teknik kamera medium shot ditujukan untuk memberikan informasi bagaimana kekerasan dilakukan. Pengambilan tehnik ini memperlihatkan
jelas Glen yang mendorong kepala Boy. Juga memperlihatkan jelas ekspresi kekesalan Glen kepada Boy sebagai ketua Boy yang tak terima karena Boy
mengikuti Komet untuk menjadi pedagang asongan.
Level Ideologi • Dialog :
Boy : Met, Gua ikut. Melihat Komet dan Teman – temannya
berangkat mengasong Komet : Mengangguk Tanda setuju
Glen : Mendorong kepala Boy
Komet : Glen Ini Negara bebas yang mau Nyopet, nyopet yang mau ngasong, ngasong.
Glen : Mendorong kepala Boy lagi.
Analisis Data :
Pada level realitas, para pencopet mall ini menunjukkan dandanan, pakaian dan celana yang cukup rapi, dan tak terlalu sederhana seperti
biasanya, Karena pada adegan diatas dilakukan pada saat Glen dan teman – temannya akan pergi mencopet atau bekera kembali sebagai copet mall. Glen
mempunyai ekspresi wajah yang kaku untuk menunjukkan keadaan tersinggung. Sedangkan Boy mempunyai ekspresi wajah yang tegang, takut
untuk menunjukkan keadaan takut, cemas karena Boy harus tidak sependapat atau berbeda kemauan dengan Glen sebagai ketuanya.
Untuk setting tempat, setting pada scene diatas, berada di depan markas mereka para pencopet . Tepatnya berada di halaman depan markas.
Dengan pencahayaan lebih terang, karena adegan dilakukan di halaman depan markas, cahaya matahari lebih jelas menyinari daripada adegan yang
dilakukan didalam ruangan markas. Kekerasan yang dilakukan seperti scene diatas tergolong kedalam
kekerasan fungsional, adalah memaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi, atau menghambat aktivitas atau pekerjaan
tertentu, memaksa kehadiran tanpa dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain – lain yag relevan.
Terlihat Glen menggunakan tangan untuk membantu dalam melakukan kekerasan fungsional kepada Boy anak buahnya sendiri. Yang
menimbulkan ekspresi tegang pada Boy, juga cemas karena Glen menunjukkan sikap tidak setuju atas keutusan Boy mengikuti Komet yang
akan mengasong dan tak ikut Glen mencopet.
Dan dialog diatas terjadi ketika Komet dan seluruh anak buahnya, yaitu Para Pencopet Mall . Telah memilih untuk menjadi pedagang asongan
dan tidak lagi menjadi pencopet, yang telah mengambil barang dagangan untuk asongan, bersiap berangkat. Lalu tiba – tiba Boy salah satu anak buah
Glen Pencopet Mall , memilih untuk ikut Komet menjadi pedagang asongan, dan tak ikut Glen ketuanya untuk mencopet.
Glen yang merasa tidak terima akan hal itu langsung mendorong kepala Boy, untuk menunjukkan rasa tidak setujunya. Bermaksud untuk
mempengaruhi atau mencegah Boy agar tidak meninggalkan profesi pencopet. Walaupun hal itu sempat membuat Boy takut, dan cemas, tapi
itupun tidak menghalangi kemauan Boy untuk menjadi pedagang asongan. Pada adegan diatas Glen melakukan kekerasan psikologis karena Glen
telah menghalangi atau dengan sengaja mengganggu orang lain yang akan melakukan hal – hal yang positif. Hal ini merupakan contoh yang tidak baik
dalam kehidupan sehari – hari, karena kita tak punya hak atau bahkan sama sekali tidak boleh menghalangi atau mengganggu hak asasi manusia.
Perubahan kearah positif merupakan hal yang patut dicontoh, bukan malah dihalang – halangi atau bahkan diganggu.
Hendaknya jika dihadirkan seperti itu, tak perlu sampai mendorong bagian kepala, lebih baik ditampilkan perlawanan argument, karena hal itu
akan mendidik masyarakat, jika ada perbedaan prinsi atau hal – hal yang lain, lebih baik dengan cara bermusyawarah, atau debat positif untuk mencari jalan
yang terbaik. Jika ini ditiru oleh anak – anak, maka budaya kita akantak teratur. Hal ini terlihat sepele, tetapi sebenarnya sangat penting.
4.3.
Analisis Data Keseluruhan
Pada level realitas melalui kode social kostum dapat dilihat cara berpakaian tokoh – tokoh utama film “ Alangkah Lucunya Negeri Ini “ yang
terbagi antara dua dunia berbeda, yang pertama yaitu para pencopet cilik mempunyai pakaian serta dandanan yang terkesan lusuh, kotor, dan apa
adanya merupakan kostum yang jauh dari kesan glamour dan mewah menggambarkan latar belakang ekonomi yang dialami oleh para pencopet
dalam film ini. Dari keseharian para pencopet ini, yang sesuai dengan kenyataan yang memang hidup tidak layak, yaitu dengan penghasilan tak
menentu, hidup dan tempat tinggal seadanya, tanpa fasilitas tertentu, mencerminkan mereka hidup kekurangan dalam hal ekonomi, social, dan
kepedulian. Yang kedua adalah tokoh – tokoh yang memiliki tingkat ekonomi
lebih baik, berada di lingkungan yang juga lebih baik, lebih rapi dan bersih dalm berbusana, ataupun berpenampilan. Tokoh – tokoh seperti Bang Muluk,
Pipit, Samsul, Haji Makbul, Haji Rahmat, Haji Sarbini. Bahkan tokoh Jupri yang diceritakan menjadi calon anggota DPR, yang selalu paer kekayaannya.
Dalam dunia nyata memang banyak orang – orang yang kurang mampu yang sebenarnya hidup berdampingan dengan orang – orang yang lebih mampu
bahkan berlebih, tapi kadang mereka tak peduli atau tidak dapat membaur. Pada level representasi, penggunaan teknik kamera yang sengaja
mengambil ekspresi atau bahasa tubuh dari tooh – tokoh utama alam film “ Alangkah Lucunya Negeri Ini “ memberikan informasi bagaimana kekerasan
yang ingin ditonjolkan dalam film ini seperti pengambilan teknik Close Up pada adegan pemukulan oleh Bang Jarot kepada para pencopet saat
mengetahui mereka tidak mau menjadi pedagang asongan atau saat mereka memprotes Bang Jarot, karena mereka tak mau sekolah.
Pada level ideology khususnya pada kode sosial dialog adalah level yang kuat dalam menunjukkan adanya kekerasan dalam film ini. Dengan
penggunaan kata – kata kasar melalui umpatan – upatan, hinaan, yang berdampak psikologis pada korban memberikan informasi bagaimana
kekerasan yang ingin ditonjolkan dalam film ini merupakan dampak dari latar belakang ekonomi dan budaya dari tokoh – tokoh utama.
Dalam film sering sekali melakukan percakapan dengan membentak, hal ini tidak baik jika harus ditayangkan kepada masyarakat. Apalagi jika hal
itu dianggap baik dan biasa saja oleh anak – anak. Makah al tersebut akan memberikan budaya yang salah dan tidak baik dalam kehidupan berbangsa –
dan bernegara ini. Terlebih di Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi nilai social dan budaya saling menghormati dan menghargai antar
sesama manusia. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
memiliki banyak budaya daerah, dan memiliki beraneka ragam suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki budaya yang berbeda – beda dan semua salg
menghormati kebudayaan suku lain, sebisa mungkin meminimalisir kesalah pahaman dan perselisihan antar suku bangsa atau umat beragama.
ANALISIS KEKERASAN GAMBAR KEKERASAN
ANALISA
KESIMPULAN
Kekerasan Fisik bisa terjadi karena adanya kemarahan atau ketidak setujuan
akan sesuatu, yang menyebabkan kekerasan fisik lalu menjadi kekerasan
verbal atau kekerasan psikologis. Begitu juga sebaliknya kekerasan verbal yang
bisa berlanjut menjadi kekerasan fisik atau kekerasan yang lain.
Kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak – anak.
Kekerasan yang dilakukan oleh anak – anak kepada sebayanya.
Kekerasan verbal selalu tak bisa lepas dari kekerasan yang lain. Karena verbal
merupakan suatu ungkapan untuk menimbulkan efek psikologis bagi
korbannya. Kekerasan dapat terjadi antara orang
dewasa kepada anak – anak atau sebaliknya, begitu juga sesama
sebayanya.
102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN