Segala bentuk penyiksaan fisik biasanya terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah, kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara
fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan lain yang dapat membahayakan anak
Maka dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa, kekerasan sering dilakukan apabila manusia tersebut memiliki keunggulan
fisik terhadap orang lain. Seperti halnya kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak –anak. Terkadang orang dewasa yang tak dapat
memaklumi perilaku anak – anak, mudah sekali melakukan kekerasan.
2.1.2.2. Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran
dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking jual-beli anak. Kekerasan pada anak dan penelantaran neglect
adalah interaksi atau kurangnya interaksi antara anggota keluarga yang mengakibatkan perlukaan yang disengaja terhadap kondisi fisik dan emosi
anak Helfer, 1987 . Child abuse pada anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk
yang dilakukan terhadap anak ataupun adolesen oleh para orangtua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat anak itu. Child abuse
adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang
memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Patricia 1985 mendefinisikan sebagai suatu kelalaian tindakanperbuatan oleh orangtua atau yang merawat anak yang
mengakibatkan terganggu kesehatan fisik, emosional, serta perkembangan anak. Ini mencakup penganiayaan fisik dan emosi, kelalaian dan eksploitasi
seksual. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak selama tahun 2005
diketemukan 736 kasus kekerasan terhadap anak yang terbagi atas 327 kasus perlakuan salah secara seksual, 233 kasus perlakuan salah secara fisik, 176
kasus kekerasan psikis dan 130 kasus penelantaran anak. Banyaknya kasus tersebut sangat memprihatinkan, apalagi tahun 2006 telah dicanangkan
sebagai Tahun Hentikan Kekerasan terhadap Anak. Child Abuse Prevention and Treatment Act mendefinisikan pelecehan
anak dan mengabaikan sebagai: minimal, setiap tindakan terbaru atau kegagalan untuk bertindak atas bagian dari orang tua atau pengasuh, yang
menyebabkan kematian, kerusakan fisik maupun emosi yang serius, pelecehan seksual atau eksploitasi , atau sebuah tindakan atau kegagalan
untuk bertindak yang menyajikan risiko dekat dari bahaya serius. http:www.indianchild.comchild_abuse.htm
diakses 30 Agustus 2010, 12 : 14 WIB
Setiap anak juga merupakan subyek aktif, yang bebas menentukan tujuan hidupnya sendiri, yaitu kebahagiaan lahir batin di dunia dan di akhirat,
walaupun kebahagiaan itu sendiri berlainan arti dan bentuknya bagi setiap pribadi.
Demikian pula cara untuk mencapai kebahagiaan itu pastilah berbeda. Sehingga bisa dikatakan bahwa tujuan akhir dari hidup setiap orang itu pasti
berbeda juga. Dengan demikian tugas utama setiap orang tua adalah : a memberikan fasilitas bagi perkembangan anak dan b membantu
memperlancar perkembangan anak menurut irama dan temponya sendiri sendiri.
http:www.indianchild.comchild_abuse.htm diakses 30 Agustus
2010, 12:14 WIB Kasus kekerasan terhadap anak misalnya, sepanjang tahun 2009
KomNas Perlindungan Anak telah menerima pengaduan sebanyak 1.998 kasus. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan pengaduan kekerasan
terhadap anak pada tahun 2008 yakni 1.736 kasus. 62,7 persen dari jumlah tersebut adalah kekerasan seksual dalam bentuk sodomi, perkosaan,
pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis. Dari hasil pengaduan, pelaku kekerasan tersebut tidak ada kaitannya dengan
status sosial, agama, keyakinan serta etnis, atau ras. Tingginya pengaduan kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun,
menunjukkan tanda meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap anak yang dialami, didengar dan atau dilihat di
sekitarnya. Ironisnya kekerasan terhadap anak terjadi dilingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan
sosial anak. Demikian juga dengan angka kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
Sepanjang tahun 2009 KomNas Perlindungan Anak menerima 1.258 pengaduan anak yang berhadapan dengan hukum. Angka ini meningkat
dibanding pengaduan pada tahun 2008. Hampir 52 persen dari angka tersebut adalah kasus pencurian diikuti dengan kasus kekerasan, perkosaan, narkoba,
perjudian, serta penganiayaan dan hampir 89,8 persen kasus anak yang berhadapan dengan hukum berakhir pada pemidanaan. Prosentase
pemidanaan ini dibuktikan dengan data Anak yang berhadapan dengan Hukum di 16 Lapas di Indonesia Departemen Hukum dan HAM ditemukan
5.308 anak mendekam dipenjara. Hanya kurang lebih 10 prosen anak yang berhadapan dengan hukum
dikenakan hukuman tindakan yakni dikembalikan kepada Departemen Sosial atau orangtua. Ini menunjukkan bahwa negara khususnya penegak hukum
gagalmelaksanakan amanat UU Pengadilan Anak, UU Perlindungan Anak maupun Konvensi PBB tentang Hak Anak.
Anak-anak korban penelantaran juga angkanya terus meningkat. Dirjen Yanresos Depsos RI tahun 2009, mencatat ditemukan 3.4 juta anak-
anak di Indonesia dalam kondisi terlantar. Sekitar 1.1 juta anak usia balita dalam kondisi terlantar, dan sekitar 10 juta lebih anak rawan terlantar.
193.155 jiwa anak dalam kategori nakal. http:www.komnaspa.or.idfakta.asp?p=130
diakses 30 Agustus 2010, 13:48.
Rakhmat 2003 beranggapan kekerasan pada anak-anak bukan hanya merupakan problem personal. Jika hanya menimpa segelintir anak-anak saja,
dapat dilacak pada sebab-sebab psikologis dari individu yang terlibat. Pemecahannya juga dapat dilakukan secara individual. Memberikan terapi
psikologis pada baik pelaku maupun korban mungkin akan cepat selesai. Jika perilaku memperkerjakan anak kecil dalam waktu yang panjang,
menelantarkan mereka, atau menyakiti dan menyiksa anak itu terdapat secara meluas di tengah-tengah masyarakat maka berhadapan dengan masalah
sosial. Penyebabnya tidak boleh lagi dilacak pada sebab-sebab individual. Melacaknya pada nilai, pola interaksi sosial, struktur sosial ekonomi, dan atau
pranata sosial. Pemecahannya memerlukan tindakan kolektif dari seluruh anggota masyarakat.
2.1.2.3. Faktor-faktor Pendorong Kekerasan Pada Anak