Kedua, human security dan civil society. Perspektif ini mengarahkan penelitian untuk melihat bagaimana asosiasi antara kelompok masyarakat
sipil bekerja, termasuk apakah ada perlindungan terhadap individu, kelompok atau komunitas dari ancaman dari luar. Pendekatan ini lebih memfokuskan
pada kehidupan masyarakat sipil, keterlibatan masyarakat sipil dalam asosiasi formal dan informal civic engagement , danhubungan antar kelompok
masyarakat sipil. Ketiga, social movement theory, yang berupaya untuk menjelaskan
gerakan massa dalam konflik kekerasan. Terdapat beberapa teori yang digunakan yaitu collective behavior dari Durkheim, grievance and frustration
model yang dikembangkan dari teori deprivasinya Ted Gurr, rational choice dari Olson, dan resource mobilization dari MaCarthy dan Zald. Teori – teori
tersebut digunakan untuk melihat bagaimana perilaku kolektif terjadi. Thomas Santoso, Teori – Teori Kekerasan, 2002 : 62 – 66
2.1.2.5. Kategori Kekerasan
Menurut Sunarto terdapat beberapa bentuk – bentuk kekerasan antara lain Sunarto, 2009 : 137
a Kekerasan Fisik dengan cara memukul, menampar, mencekik,
menendang, melempar barang ke tubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong, atau dengan alat atau senjata, menganiaya,
membunuh serta perbuatan lain yang relevan.
b Kekerasan Psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh
pelaku terhadap mental korban dengan cara membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah,
melecehkan, menguntit, memata – matai atau tindakan – tindakan lain yang menimbulkan rasa takut termasuk yang diarahkan
kepada orang – orang terdekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman, atau orang tua.
c Kekerasan Seksual adalah elakukan tindakan yang mengarah
ajakan atau desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan atau melakukan tindakan – tindakan lain yang tidak
dikehendaki korban, memaksa korban menonton pornografi, gurauan – gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan
– ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks korban, memaksa hubungan
seks tanpa persetujuan korban, memaksa melakukan aktivitas – ativitas seksual yang tidak disukai, pornografi, kawin paksa.
d Kekerasan Financial adalah tindakan mengambil, mencuri uang
korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan financial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran
uang sampai sekecil – kecilnya. e
Kekerasan Spiritual adalah merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal – hal
yang tidak diyakininya,memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu.
f Kekerasan Fungsional, adalah memaksa melakukan sesuatu yang
tidak sesuai dengan keinginan, menghalangi, atau menghambat aktivitas atau pekerjaan tertentu, memaksa kehadiran tanpa
dikehendaki, membantu tanpa dikehendaki dan lain – lain yang relevan.
2.1.2.6. Kekerasan Dalam Media
Media sering menyajikan nilai kekerasan. Disajikan sepertinya hanya sebagai berita atau informasi, disajikan dengan gaya yang indah dan dikemas
menjadi berseni, menarik. Namun di dalamnya ada tersaji nilai – nilai kekerasan. Nilai – nilai itu dapat mempengaruhi tanpa sadar masyarakat yang
menontonnya. Maka etika komunikasi mau tak mau juga harus merumuskan,
mendefinisikan dan menentukan batas – batas kekerasan. Kekerasan dapat terjadi sebagai dokumen maupun fisik. Juga semacam latihan atau simulasi
kekerasn. Anpa terkecuali kekerasan yang sifatnya symbol, kekerasan ang berupa sikap tidak saling peduli masyarakat. Dalam hal ini, maka etika
komunikasi dicipatkan agar dapat mendukung pihak yang rentan menjadi korban kekerasan media, tanpa terjebak bersikap represif.
http:id shvoong.com .
Kekerasan dalam media dapat menyebabkan terjadinya kekerasan social riil. Informasi tentang kekerasan juga bias menambah kegelisahan
umum sehingga membangkitkan sikap representif masyarakat, alat penegak hukum. Haryatmoko, 2007 : 124
Kekerasan dalam media dibedakan menjadi tiga berdasarkan tiga tipe dunia dalam media, yaitu : Nel dalam buku Haryatmoko, 2007 : 127
1. Kekerasan – dokumen Merupakan again dari dunia riil atau
factual. Dalam kekerasan – dokumen terdapat proses gambar yang dapat mempengaruhi psikisme pemirsa, penampilan gambar tersebut
dipahami pemirsa sebagai dokumen atau rekaman fakta kekerasan. Kekerasan dalam media dapat di representasikan melalui isinya,
missal : dengan tindakan pembunuhan, perkelahian, tembakan, pertengkaran bisa juga dengan situasi konflik, luka, tangisan
sehingga timbul emosi yang menggambarkan perasaan yang terdalam dari diri manusia tersebut.
2. Kekerasan – fiksi Menunjukkan kepada kepemilikan dunia yang
mungkin ada, missal : kisah fiksi, film, kartun, komik, dan iklan. Kekerasan yang terdapat kisah fiksi dapat menyebabkan pemirsa
terutama pada anak bisa meninggalkan traumatisme dan perilaku agresif. Kekerasan fiksi bisa menjadi bahaya apabila member
kemungkinan baru yang tidak ada dalam dunia riil. 3.
Kekerasan – simulasi Berasal dari dunia virtual, missal : dalam permainan video, permainan on-line. Kekerasan simulasi memiliki
dampak yang sangat besar terhadap anak – anak yaitu melahirkan masalah psikologis diantaranya kemarahan, kegelisahan, kekecewaan
yang lahir dari permainan video. Ketiga bentuk kekerasan diatas sering dikondisikan sebagai kekerasan
simbolik Haryatmoko, 2007 : 127 . Kekerasan simbolik berlangsung karena
system informasi dan media besar berjalan mengikuti aturan tertentu dalam bentuk keseragaman, tuntutan reportase langsung pada kejadian,
sensasionalisme, dan penempatan prioritas informasi yang penuh kepentingan Haryatmoko, 2007 : 128 .
2.1.3. Representasi