HubunganIndeks Massa TubuhdanSkorPsoriasis Area And Severity IndexPasien Psoriasis Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN SKOR PSORIASIS

AREAAND SEVERITY INDEXPASIEN PSORIASIS VULGARIS

DIRUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

IRINA DAMAYANTI NIM : 087105007

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN SKOR PSORIASIS AREA

AND SEVERITY INDEXPASIEN PSORIASIS VULGARIS DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRINA DAMAYANTI NIM : 087105007

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : HubunganIndeks Massa TubuhdanSkorPsoriasis Area And Severity IndexPasien Psoriasis Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama : Irina Damayanti Nomor Induk : 087105007

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I

(Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, SpKK(K))

Pembimbing II

(dr. Kristo A. Nababan, SpKK)

Ketua Program Studi

(Prof. dr. Chairuddin P. Lubis DTM&H, SpA (K))

Dekan

NIP. 19540220198011 1 001 (Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH)

Tanggal Lulus : 26 Juli2014


(4)

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : : Irina Damayanti NIM : 087105007 Tanda tangan :


(5)

Hubungan Indeks Massa Tubuh Dan Skor Psoriasis Area and Severity Index

Pasien Psoriasis Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Irina Damayanti

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin , Kristo A Nababan, Irma D. Roesyanto Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan-Indonesia

Abstrak

Latar Belakang : Psoriasis merupakan penyakit inflamasi pada kulit dengan etiologi yang kompleks yang merupakan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Obesitas merupakan faktor resiko yang signifikan pada psoriasis dan indeks massa tubuh berkorelasi dengan derajat keparahan penyakit.

Tujuan : untuk menilai hubungan antara indeks massa tubuh dan skor psoriasis area and severity index

Metode : Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Empat puluh orang pasien psoriasis vulgaris yang datang ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik diikut sertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Derajat keparahan psoriasis vulgaris dinilai dengan skor PASI

Hasil : Terdapatkorelasi positif yang sangat lemah antara indeks massa tubuh dan skor PASI (r = 0,38, p =0,817).

Kesimpulan : Tidakterdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dan skor PASI.


(6)

Correlation Basal Metabolic Index and Psoriasis Area and Severity Index Score of Psoriasis Vulgaris Patient’s in Haji Adam Malik Hospital Medan

Irina Damayanti

Dermatology and Venereology Departement , Elmeida Effendy, Irma D. Roesyanto Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara

Haji Adam Malik Hospital, Medan

Abstract

Background : Psoriasis is an inflammatory skin diseases with complex etiology which is an interaction between genetic and environment factors. Obesity is a significant risk factor for psoriasis and body mass index correlates with disease severity.

Objective : To asses the relation between basal metabolic index and psoriasis area and severity index

Methode : This is a cross sectional analitytic study. Forty patients with psoriasis vulgaris who come to the outpatient clinic of Dermatology and Venerology Departement Haji Adam Malik Hospital enrolled to this study. History talking and clinical examination was performed. Psoriasis vulgaris severity was measured using PASI score

Result : A weak positive correlation was found between basal metabolic index and skor PASI (r =0,38 , p = 0,817)

Conclusion : Our result indicated that basal metabolic index do not have a significant correlation with psoriasis area and severity index score in psoriasis vulgaris

Key words : psoriasis vulgaris, basal metabolic index, psoriasis area and severity index score


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullilah saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas kehendak dan izinNya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik Kulit dan Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam menjalani pendidikan magister dan penyelesaian tesis ini, berbagai pihak telah turut berperan serta sehingga terlaksana seluruh rangkaian kegiatan pendidikan ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. dr. Irma D.Roesyanto, SpKK(K), sebagai pembimbing utama tesis

ini dan sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, nasehat, masukan, koreksi dan motivasi kepada sayaselama proses penyusunan tesis ini.

2. dr. Kristo A. Nababan, SpKK, sebagai pembimbing kedua tesis ini, yang juga telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi yang sangat bermanfaat dalam proses penyusunan tesis ini.

3. dr. Chairiyah Tanjung, SpKK selaku sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini dan senantiasa memberikan dorongan kepada saya selama menjalani pendidikan sehari-hari.

4. Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, dan Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, SpA(K), DTM&H, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara pada saat saya diterima sebagai peserta program pendidikan Magister Kedokteran Klinik konsentrasi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

5. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik konsentrasi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. dr. Sri Wahyuni P, SpKK dan dr.Remenda Siregar, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

7. Para Guru Besar, Prof. dr. Diana Nasution, SpKK(K), Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang


(8)

tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

8. Bapak Direktur RSUP H.Adam Malik Medan dan Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan.

9. dr. Surya Darma, MPH selaku staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, yang telah banyak membantu saya dalam hal metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian ini.

10.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP H.Adam Malik Medan, RSUD Dr. Pirngadi Medan, terima kasih atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini. 11.Kedua orangtua saya tercinta Alm. Abdullah Yusuf dan Syafrida yang dengan

penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, serta tidak bosan-bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat membalas segalanya. 12.Kedua buah hati saya tercinta, Antonio C. dan Dea Miranda, kalian berdua

selalu memberikan motivasi dan sumber kekuatan bagi saya dalam menyelesaikan tesis ini.

13.Abang dan adik-adik saya, terima kasih atas dukungan dan semua bantuan yang telah kalian berikan selama ini kepada saya.

14.Teman seangkatan saya tersayang, dr. Rini AC Saragih, Mked(KK), SpKK, dr. Nova Zairina Lubis, Mked(KK), dr. Cut Putri Hazlianda, dr Wahyuni Widiyati dan dr. Ahmad Fajar Mked(KK), SpKK, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

15.dr. Sudarsono, Mked(KK), SpKK, dr. Sri Naita Purba, Mked(KK), SpKK, dr. Oliviti Natali, Mked(KK), SpKK, dr. Herlin Novita Pane, Mked(KK), SpKK, dr. Dina Arwina Dalimunthe, Mked(KK), SpKK, dr. Olivia Anggrenni, dr. Sufina F. Nasution, dan dr. Rudyn Reymond Panjaitan, Mked(KK), SpKK, yang telah menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

16.Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan menyelesaikan tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

17.Seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan


(9)

tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Medan, Juli 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...i

ABSTRACT ... ii KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR SINGKATAN ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...

iii vi viii ix x xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Hipotesis ... 1.4 Tujuan Penelitian ... 1.3.1 Tujuan umum ... 1.3.2 Tujuan khusus ... 1.5 Manfaat Penelitian ...

1 4 5 5 5 5 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psoriasis ... 2.1.1 Definisi ...

2.1.2 Epidemiologi ... 2.1.3 Etiologi dan Patogenesis ... 2.1.4 Gejala Klinis ... 2.1.5 Diagnosis ... 2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis (skor PASI) ... 2.2 Indeks Massa Tubuh ...

2.2.1 Definisi ... 2.2.2 Indeks Massa Tubuh dan Psoriasis ... 2.3 Kerangka Teori ... 2.4 Kerangka Konsep ...

7 7 7 8 10 11 12 14 14 14 16 16

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 3.3.1 Populasi target ... 3.3.2 Populasi terjangkau ...

17 17 17 17 17


(11)

3.3.3 Sampel ... 3.4 Besar Sampel ... 3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 3.6 Identifikasi Variabel ...

3.6.1 Variabel bebas ... 3.6.2 Variabel terkait ... 3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 3.7.1 Kriteria inklusi ... 3.7.2 Kriteria eksklusi ... 3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja ... 3.8.1 Alat dan bahan ... 3.8.2 Cara kerja

3.9 Definisi Operasional ... 3.10 Kerangka Operasional ... 3.11 Pengolahan dan Analisa Data ...

3.11 Ethical Clearance ... 17 18 18 18 18 18 19 19 19 19 19 20 21 26 27 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris ... 4.2 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris ... 4.3 Indeks Massa TubuhPasien Psoriasis Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin ... 4.4 Indeks Massa Tubuh Pasien PsoriasisVulgaris berdasarkan

Umur

4.5 Indeks Massa Tubuh Pasien PsoriasisVulgaris berdasarkan Status Merokok ...

4.6 Indeks Massa Tubuh Pasien PsoriasisVulgaris berdasarkan Konsumsi Alkohol ... 4.7 Indeks Massa Tubuh Pasien PsoriasisVulgaris berdasarkan

Keluhan Gatal ... 4.8 Hubungan indeks massa tubuh pasien psoriasis vulgaris

dan skor PASI... 28 32 33 34 35 36 37 38

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ...

40 41

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

42 45


(12)

DAFTAR SINGKATAN

ACEI : Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor

CRP : C-Reactive Protein

FDA : Food And Drug Administration HIV : Human Imunodefisiensi Virus HLA : Human Leucocyte Antigen HRQoL : Health-Realated Quality of Life

IMT : Indeks Massa Tubuh

PASI : Psoriasis Area And Severity Index SAPASI : Self Administered PASI

TNF : Tumor Nekrosis Faktor UPI : Utah Psoriasis Intiative


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 2.1 Diagram Kerangka Teori ... 16 2. Gambar 2.2 Diagram Kerangka Konsep ……… 16 3. Gambar 3.1 Diagram Kerangka Operasional ……… 26


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris ... 29 2. Tabel 4.2 Interpretasi Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis

Vulgaris ………... 32 3. Tabel 4.3 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris ...

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33 4. Tabel 4.4 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris ...

Berdasarkan Umur ... 34 5. Tabel 4.5 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris ...

Berdasarkan Status Merokok... 35 6. Tabel 4.6 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris ...

Berdasarkan Konsumsi Alkohol... 36 7. Tabel 4.7 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris ...

Berdasarkan Keluhan Gatal ... 37 8. Tabel 4.8 Hubungan Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1 Naskah Penjelasan Kepada Pasien/Orang Tua/Keluarga

Pasien ………. 45

2. Lampiran 2 Lembar Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian …….. 47 3. Lampiran 3 Status Penelitian ... 48 4. Lampiran 4 Lembar Penilaian Psoriasis Area and Severity Index

(PASI)………... 51 5.

6

Lampiran 5 Lampiran 6

Gambar Panduan skor PASI

Persetujuan Komisi Etik Penelitian ……….. 52 53 7. Lampiran 7 Data Penelitian ………. 54 7. Lampiran 8 Hasil Analisa Statistik ……… 55 8. Lampiran 9 Riwayat Hidup ………... 65


(16)

Hubungan Indeks Massa Tubuh Dan Skor Psoriasis Area and Severity Index

Pasien Psoriasis Vulgaris di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Irina Damayanti

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin , Kristo A Nababan, Irma D. Roesyanto Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H. Adam Malik Medan-Indonesia

Abstrak

Latar Belakang : Psoriasis merupakan penyakit inflamasi pada kulit dengan etiologi yang kompleks yang merupakan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Obesitas merupakan faktor resiko yang signifikan pada psoriasis dan indeks massa tubuh berkorelasi dengan derajat keparahan penyakit.

Tujuan : untuk menilai hubungan antara indeks massa tubuh dan skor psoriasis area and severity index

Metode : Penelitian bersifat analitik dengan rancangan potong lintang. Empat puluh orang pasien psoriasis vulgaris yang datang ke Poliklinik Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik diikut sertakan dalam penelitian ini. Terhadap subyek penelitian dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Derajat keparahan psoriasis vulgaris dinilai dengan skor PASI

Hasil : Terdapatkorelasi positif yang sangat lemah antara indeks massa tubuh dan skor PASI (r = 0,38, p =0,817).

Kesimpulan : Tidakterdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dan skor PASI.


(17)

Correlation Basal Metabolic Index and Psoriasis Area and Severity Index Score of Psoriasis Vulgaris Patient’s in Haji Adam Malik Hospital Medan

Irina Damayanti

Dermatology and Venereology Departement , Elmeida Effendy, Irma D. Roesyanto Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara

Haji Adam Malik Hospital, Medan

Abstract

Background : Psoriasis is an inflammatory skin diseases with complex etiology which is an interaction between genetic and environment factors. Obesity is a significant risk factor for psoriasis and body mass index correlates with disease severity.

Objective : To asses the relation between basal metabolic index and psoriasis area and severity index

Methode : This is a cross sectional analitytic study. Forty patients with psoriasis vulgaris who come to the outpatient clinic of Dermatology and Venerology Departement Haji Adam Malik Hospital enrolled to this study. History talking and clinical examination was performed. Psoriasis vulgaris severity was measured using PASI score

Result : A weak positive correlation was found between basal metabolic index and skor PASI (r =0,38 , p = 0,817)

Conclusion : Our result indicated that basal metabolic index do not have a significant correlation with psoriasis area and severity index score in psoriasis vulgaris

Key words : psoriasis vulgaris, basal metabolic index, psoriasis area and severity index score


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit yang diperantarai oleh sistem imun bersifat kronis-residif, dengan predileksi pada daerah kulit, kulit kepala, kuku dan persendian dengan gejala klinis berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh skuama yang tebal berwarna keperakan.1-3 Gejala fisik berupa kulit mudah teriritasi, lebih sensitif, gatal, terbakar/menyengat, mudah berdarah dan nyeri dimana frekuensi gejalanya berbeda berdasarkan tipe psoriasisnya.

Psoriasis dialami hampir sekitar 2-3% dari populasi di dunia, dengan insidensi antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

4,5

1,2,6

Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa 150.000 kasus baru di observasi setiap tahunnya, mengenai hampir 2,2% dari populasi Amerika Serikat.2,6 Data nasional prevalensi psoriasis di Indonesia belum diketahui, namun di Rumah Sakit Umum Pusat Negeri Dr.Cipto Mangunkusumo selama tahun 1997 sampai 2001, insidensi psoriasis mencapai 2,6%.7 Berdasarkan data rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2011, menunjukkan bahwa dari 5644 orang pasien yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin sebanyak 64 pasien (1,13%) di diagnosis menderita psoriasis. Dari jumlah tersebut 37 pasien (57,8%) berjenis kelamin laki-laki dan 28 pasien (43,7%) berjenis kelamin perempuan. Data rekam medik RSUP H. Adam Malik periode Januari-Desember 2012 dari total 5342 orang yang datang berobat ke


(19)

Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 36 pasien (0,67%) didiagnosis sebagai psoriasis vulgaris. Berdasarkan jumlah tersebut didapatkan 22 pasien (61,1%) adalah laki-laki dan 14 pasien (38,9%) adalah perempuan.

Psoriasis merupakan penyakit inflamasi pada kulit dengan etiologi yang kompleks yang merupakan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, herediter dan multifaktorial lainnya, yang berperan terhadap psoriasis.

Walaupun pengaruh faktor genetik telah dikemukakan, namun pengaruh faktor lingkungan masih kurang jelas. Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, diet, obesitas (IMT), stres dan infeksi dianggap sebagai faktor penyebab yang penting pada psoriasis.

8

8

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan variabel kompleks yang berkorelasi cukup baik dengan tingkat adiposit, dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.9 Indeks massa tubuh dapat dinilai melalui suatu perhitungan berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan (TB) dalam meter (m), atau dengan rumus sebagai berikut:

Berat Badan (Kg) 8-16

IMT =

Tinggi Badan (m)2

Kriteria umum yang digunakan untuk klasifikasi status gizi dibedakan berdasarkan atas 3 kategori, yaitu: IMT<25, normal; 25<IMT≤30, overweight; IMT >30, obesitas.

Obesitas merupakan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (pengaruh gaya hidup). Variasi IMT dapat dikaitkan dengan pengaruh faktor lingkungan 60-70% dari kasus, sedangkan faktor genetik berperan 30-40%. Kenaikan berat badan merupakan hasil dari pertemuan faktor seperti pembakaran


(20)

kalori yang rendah terkait dengan sedentarism, aktivitas fisik yang kurang dan koefisien pernapasan yang tinggi (rasio karbohidrat terhadap oksidasi lemak), atau dengan kata lain obesitas merupakan ketidakseimbangan asupan makanan dan pembakaran kalori.

Obesitas dianggap mempunyai kaitan dan dapat memperburuk psoriasis. 8,16

17

Obesitas pada pasien psoriasis mempunyai prevalensi yang lebih tinggi terjadinya gangguan metabolik tertentu, yang merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler, khususnya obesitas, diabetes atau gangguan intoleransi glukosa, dislipidemia, dan hipertensi sistemik, yang mencakup secara keseluruhan, disebut sindroma metabolik.

Obesitas selain dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan keparahan psoriasis serta prevalensi terhadap sindroma yang terkait obesitas juga dapat mempengaruhi respon terhadap pengobatan.

8,10,13-17

Skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI) merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan atau perbaikan klinis yang paling sering digunakan pada psoriasis dalam uji klinis. Metode ini praktis dan cepat, namun memiliki variabilitas yang tinggi. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Fredriksson dan Pettersson.

8

Beberapa penelitian telah menjabarkan adanya hubungan antara IMT (obesitas) dan psoriasis baik pada populasi umum maupun pada keadaan klinis.

17-22

Neimann dkk. menyatakan bahwa resiko obesitas lebih tinggi pada pasien psoriasis derajat berat dibandingkan dengan derajat sedang.

8

Hensler dan Christopher’s melaporkan banyaknya porposi pasien psoriasis dengan obesitas yang dirawat-inap selama pengobatan. Berat badan pasien yang


(21)

ditimbang bila melebihi berat badan ideal mempunyai kecendrungan akan memperburuk psoriasis dalam kaitannya dengan porposi keterlibatan kulit, dan luasnya lesi psoriasis yang dihubungkan dengan IMT.

Naldi dkk. pada studi kasus-kontrol menyatakan, bahwa pada pasien psoriasis dengan IMT yang sedang (26-29) sedikit terjadi peningkatan resiko psoriasis, sedangkan pada psoriasis dengan obesitas (IMT >29) dapat terjadi peningkatan resiko psoriasis lebih dari dua kali.

24

9

Dukungan yang lebih lanjut untuk hubungan antara dua kondisi ini melalui suatu pengamatan bahwa obesitas lebih umum pada pasien psoriasis dengan keadaan klinis yang berat dibandingkan dengan keadaan klinis yang ringan. Akhir-akhir ini telah dilaporkan dapat terjadinya peningkatan prevalensi sindroma metabolik pada pasien psoriasis.

Studi Utah Psoriasis Initiative (UPI) menunjukkan bahwa prevalensi pasien psoriasis dengan obesitas hampir dua kali dibandingkan dengan populasi umum, serta adanya korelasi yang positif antara obesitas dan derajat keparahan psoriasis. Namun apakah dalam hal ini mengenai pada semua derajat keparahan psoriasis atau hanya pada psoriasis dengan derajat berat saja, masih belum jelas.

17

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa IMT mempunyai pengaruh terhadap derajat keparahan psoriasis. Peneliti berminat melakukan penelitian mengenai hubungan indeks massa tubuh dan skor PASI pasien psoriasis vulgaris, oleh karena sejauh ini penelitian mengenai hal tersebut belum pernah dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan.

25

1.2 Rumusan Masalah


(22)

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan IMT dan skor PASI pasien psoriasis vulgaris.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum :

Untuk menilai hubungan IMT dan skor PASI pasien psoriasis vulgaris 1.4.2 Tujuan khusus:

a. Mengetahui karakteristik demografi pasien psoriasis vulgaris, berdasarkan jenis kelamin, umur, durasi penyakit, status merokok, konsumsi alkohol dan keluhan rasa gatal.

b. Mengetahui IMT pasien psoriasis vulgaris

c. Mengetahui gambaran IMT berdasarkan karakteristik pasien psoriasis vulgaris; jenis kelamin, umur, status merokok, konsumsi alkohol dan keluhan rasa gatal.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Dalam bidang akademik/ilmiah:

Membuka wawasan mengenai hubungan IMT dan skor PASI pasien psoriasis vulgaris .

1.5.2 Untuk Dokter :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan bagi dokter, dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien psoriasis, supaya tidak hanya memberikan pengobatan saja, namun juga harus memperhatikan faktor-faktor kausatif lain, khususnya obesitas (IMT) yang


(23)

dapat meningkatkan insidensi dan derajat keparahan pasien psoriasis serta keberhasilan dalam pengobatan.

1.5.3 Dalam pengembangan penelitian:

Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya dalam menilai IMT pasien psoriasis vulgaris.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.I Psoriasis

2.1.1 Definisi psoriasis

Psoriasis ditandai dengan adanya hiperkeratosis dan penebalan lapisan epidermis yang diikuti dengan peningkatan vaskularisasi dan infiltrasi sel radang ke dermis, akibat proses tersebut maka tampak skuama, eritema dan indurasi.7 Penyakit ini tidak menular atau mengancam jiwa, namun pada hakekatnya mempengaruhi Health-Related Quality of Life (HRQoL) dan memiliki dampak negatif, baik fisik, psikologis dan psikososial.

2.1.2 Epidemiologi

7,26

Psoriasis dapat terjadi secara universal, namun prevalensinya bervariasi tergantung pada etnis dan demografis. Di Eropa kejadian tertinggi di Denmark (2.9 persen) dan Pulau Faeroe (2.8 persen), dengan rata-rata untuk seluruh Eropa Utara adalah 2 persen.4Di Amerika Serikat, prevalensinya sekitar 2.2 persen hingga 2.6 persen dengan rata-rata 150.000 kasus baru yang terdiagnosis setiap tahunnya. Di Jepang insidensinya sangat rendah (0,4 persen). Sedangkan pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan psoriasis tidak ditemukan.

Insidensi psoriasis pada laki-laki dan perempuan adalah sama, walaupun dalam beberapa studi dijumpai adanya deviasi yang minor. Beberapa studi telah dilaporkan bahwa onset usia lebih awal pada perempuan, tapi ini tidak secara universal. Tidak ada bukti adanya perbedaan morfologi psoriasis antara laki-laki dan perempuan.

1,2


(25)

Psoriasis dapat mengenai semua tingkatan usia. Namun yang paling sering timbul untuk pertama kalinya pada usia antara 15-30 tahun dan jarang dijumpai pada usia dibawah 10 tahun.2,6Penyakit ini cendrung menunjukkan manifestasi lebih awal pada pasien dengan riwayat keluarga yang menderita psoriasis.1-3,21,26

2.1.3 Etiologi dan Patogenesis Psoriasis

Etiopatogenesis psoriasis secara pasti belum diketahui, namun teori yang ada mengemukakan psoriasis merupakan penyakit autoimun yang ditandai adanya proliferasi epidermal dan pembuluh kapiler akibat pelepasan sitokin oleh limfosit.2,3 Adanya mekanisme genetik, metabolik dan imunologis yang dikombinasikan dengan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti stres, trauma, obesitas, infeksi, hormonal, alkohol, merokok, atau obat-obatan.

Pasien psoriasis seringdikaitkan dengan keterlibatan keluarga. Pada kembar identik memiliki tingkat kesesuaian 56-70% dalam studi yang berbeda, namun kedua faktor genetik dan lingkungan mempunyai pengaruh. Bukti lebih lanjut yang mendasari genetik memiliki hubungan yang kuat antara psoriasis dengan Human leucocyte antigen (HLA)-Cw6. Sedangkan dengan HLA B13, B17 dan DR7 memiliki hubungan yang lemah. Hubungan HLA dengan riwayat keluarga yang menderita psoriasis lebih sering terjadi sebelum usia 40 tahun.

6,27,28

Beberapa faktor lingkungan terlibat dalam patogenesis psoriasis. Meskipun hanya sebagian dari faktor tersebut yang tampaknya dapat memicu penyakit, sedangkan faktor lainnya menyebabkan eksaserbasi atau modifikasi dari penyakit ini. Peran dari faktor lingkungan pada psoriasis yang mungkin paling menentukan melalui kesesuaian penyakit yang tidak sempurna dalam kembar monozigot.

3


(26)

Beberapa pasien mengungkapkan bahwa stres dapat memicu timbulnya serangan pada psoriasis. Stres dapat dipicu oleh keadaan-keadaan yang dialami penderita dalam menghadapi ujian, kecelakaan, kekerasan seks dan kematian. Interval terjadinya stres sampai timbulnya flare berkisar antara 2 hari sampai dengan 1 bulan.

Trauma pada kulit akan menginduksi psoriasis pada kulit yang non lesi. Beberapa tipe cedera yang berbeda dapat menginduksi respon Koebnerpada psoriasis yang berasal dari gesekan atau garukan pada kulit dan bahkan setelah terjadinya sunburn.

6

Infeksi saluran pernafasan atas, terutama oleh streptokokus, berhubungan dengan flare penyakit, terutama tipe psoriasis gutata. Infeksi HIV sering memperburuk psoriasis.

6

Asupan rokok dan alkohol pada pasien psoriasis lebih tinggi daripada populasi umum. Namun hal ini masih kontroversial, apakah karena rasa malu akibat penyakit psoriasisnya sehingga mengarah pada kebiasaan mengkonsumsi rokok dan alkohol, atau karena rokok dan alkohol dapat memicu atau memperburuk penyakit. Mungkin kedua hal tersebut dapat saja terjadi.

3,6

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi psoriasis adalah obat-obatan seperti lithium, β-blocker, kloroquin, anti inflamasi non steriod, angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)dan gemfibrozil, interferon α dan ¥, serta imiquimod. Namun mekanisme yang dapat menyebabkan eksaserbasi belum diketahui, tetapi pada beberapa pasien tidak memberikan efek terhadap penyakitnya.

3,6

3,6 Oral kontrasepsi memperburuk penyakit pada beberapa pasien dan membaik pada pasien yang lain.3


(27)

2.1.4 Gejala Klinis

Psoriasis merupakan penyakit eritropapuloskuamosa dengan gambaran morfologi, distribusi serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasa berupa plak berwarna kemerahan berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.1-3Ukuran plak dapat bervariasi dari beberapa milimeter sampai mengenai sebagian besar badan atau anggota gerak. Kulit yang terkena biasanya berbatas tegas, sehingga mudah dibedakan dengan penyakit kulit lainnya. Permukaan plak biasanya berskuama, dan dengan garukan yang lembut akan menyebabkan skuama terangkat sehingga tampak adanya bintik-bintik perdarahan yang dikenal sebagai tanda Auspitz. Pengoresan skuama dengan menggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin.

Fenomena Koebner pada psoriasis dapat terjadi karena diinduksi oleh trauma (luka bedah atau garukan buatan, abrasi atau luka bakar) yang terjadi pada daerah yang non lesi, ini merupakan gambaran diagnostik yang membantu, namun tidak dijumpai pada semua pasien.

2

3

Reaksi Koebner biasanya terjadi 7-14 hari setelah trauma.6 Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis akan tetapi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Aktivitas psoriasis berfluktuasi berubah berdasarkan skala waktu bulan atau tahun dan dapat melibatkan daerah yang lebih luas pada satu waktu dibandingkan yang lainnya. Remisi yang lama dapat terjadi secara spontan atau mungkin disebabkan oleh pengobatan.

2,3

Selain dari presentasi klasik yang dipaparkan diatas terdapat beberapa tipe klinis psoriasis.

3

2


(28)

sekitar 90 persen pasien, ditandai lesi dengan skuama berwarna keputihan, plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas dengan distribusi yang simetris.

Psoriasis dapat mengenai semua bagian kulit, namun lokasi yang paling sering adalah pada kulit kepala, badan, siku, lutut, betis, umbilikus, sakrum dan genitalia.

2,7

2,3

Selain psoriasis vulgaris, bentuk lain psoriasis yang dijumpai adalah psoriasis gutata (eruptif), psoriasis pustular, psoriasis linier, psoriasis inversa (fleksura), psoriasis didaerah mukosa, psoriasis kuku, psoriasis artritis, dan psoriasis eritroderma.2,3,7

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis lesi pada kulit. Namun pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi.

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta elogasi rete ridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularisasi dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.

2


(29)

2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis (skor PASI)

Lesi pada psoriasis biasanya cukup jelas secara klinis sehingga relatif lebih mudah untuk melakukan kuantifikasi. Namun sayangnya kuantifikasi sederhana pada lesi bukan merupakan suatu penilaian yang lengkap pada derajat keparahan, sebab dampak lesi psoriasis berbeda pada pasien yang satu dengan lainnya.

Konsensus American Academy of Dermatology menyatakan bahwa setiap penentuan keparahan psoriasis membutuhkan perhatian khusus karena pengaruhnya terhadap kualitas hidup pasien.

29

29

(Psoriasis Area and Severity Index).

Salah satu tehnik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan PASI

Skor PASI merupakan kriteria pengukuran derajat keparahan atau perbaikan klinis yang paling sering digunakan pada psoriasis. Walaupun tampaknya ini merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya banyak menimbulkan kesulitan, sehingga diiperlukan pengukuran yang objektif, valid, konsisten dan terpercaya.

29,30

Psoriasis Area and Severity Index berupa suatu rumus kompleks yang diperkenalkan pertama kali pada studi penggunaan retinoid pada tahun 1978. PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa eritema, indurasi (ketebalan lesi) dan skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0-4 untuk setiap bagian tubuh: kepala, badan, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

29

Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian dijumlahkan, selanjutnya hasil penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area tubuh (0,1 untuk kepala, 0,2 untuk


(30)

ekstremitas atas, 0,3 untuk tubuh, dan 0,4 untuk ekstremitas bawah). Nilai yang didapat dikalikan dengan skor 0-6 yang menggambarkan luas area tubuh yang terlibat, sehingga didapatkan nilai total keseluruhannya.

Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United States Food and DrugAdministration (FDA)menggunakan 75% perbaikan pada skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.

22,23,29

Ada beberapa kesulitan dalam penggunaan skor PASI diantaranya; kesulitan dalam menentukan skor serta kurangnya korelasi dengan hasil akhir yang dilaporkan oleh pasien sendiri. Pengukuran luas permukaan tubuh bersifat tidak konsisten diantara para peneliti, sehingga menyebabkan variabilitas inter observer yang signifikan. Hal terpenting lainnya, skor PASI tidak secara jelas memperkirakan dampak dari penyakit terhadap pasien.

29,31

Sehingga ada beberapa variasi dari PASI yang telah dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan ini serta untuk mengurangi waktu dan usaha yang diperlukan dalam melakukan penilaian. Salah satu variasi yang menarik adalah meminta pasien melakukan PASI modifikasi terhadap dirinya sendiri. Penilaian ini disebut Self Administered PASI (SAPASI). SAPASI memiliki korelasi yang baik dengan PASI serta responsif terhadap terapi. SAPASI khususnya memberikan manfaat pada studi epidemiologi berskala besar dimana penilaian oleh dokter terhadap semua pasien dianggap tidak praktis.

29,31


(31)

2.2 Indeks Massa Tubuh

2.2.1 Definisi Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh merupakan variabel kompeks yang berkolerasi dengan tingkat adiposit, dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.9 Indeks massa tubuh dapat dinilai melalui suatu perhitungan berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan (TB) dalam meter (m)2, atau dengan menggunakan rumus IMT= BB/(TB)2 (kg/m2).8-15 Kriteria penggolongan status gizi yang dibagi atas 3 kategori, yaitu: IMT<25, normal; 25<IMT≤30, overweight; IMT >30, obesitas.

The World Health Organization (WHO) merekomendasikan klasifikasi menurut nilai batas IMT pada populasi dewasa dalam 3 kategori, dengan interpretasi nilai normal; IMT=18,5-24,9 kg/m

8

2

, overweight; IMT=25-29,9kg/m2, dan obesitas; IMT >30kg/(m)2.32

Obesitas merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan berat badan yang berlebih berkaitan dengan peningkatan deposit energi dalam bentuk lemak. Secara khusus berat badan yang berlebih ini dikaitkan dengan peningkatan massa lemak tubuh yang dideskripsikan terhadap tinggi badan pasien, dimana diagnosis dari berat badan yang berlebih (overweight) ditetapkan dengan menggunakan IMT yang didefinisikan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter.

2.2.2 Indeks Massa Tubuh dan psoriasis

Obesitas dikaitkan dengan kecenderungan terjadinya dislipidemia, resistensi insulin, hiperglikemia, hipertensi, dan radang kronis dengan tingkat rendah yang


(32)

memudahkan terjadinya peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.

Obesitas bukan merupakan gangguan primer, tetapi penyakit multifaktorial yang kompleks yang melibatkan faktor lingkungan dan genetik. Di antara faktor lingkungan, diet tampaknya menjadi kontributor yang penting pada obesitas.

8,10,13-17

15

Peningkatan inflamasi berkaitan dengan obesitas dapat berkontribusi terhadap resiko dan keparahan pada keadaan inflamasi.

Hubungan antara obesitas dan penyakit kulit tertentu, telah dikemukakan pada beberapa studi.

15,16

10

Pada kasus psoriasis, hal ini pertama kali dikemukakan pada studi epidemiologi di Eropa.24,33 Pada studi Scandinavian mengemukakan bahwa dijumpai prevalensi obesitas yang tinggi pada wanita yang menderita psoriasis dibandingkan yang tidak menderita psoriasis.33Pelopor studi Amerika (utah) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada pasien dengan psoriasis (34%) lebih tinggi dari pada populasi umum (18%).

Studi Neimann dkk. menyatakan bahwa resiko obesitas lebih tinggi pada pasien psoriasis dengan derajat yang berat dibandingkan dengan psoriasis derajat ringan.

25

Obesitas telah diketahui mempunyai kaitan dan dianggap dapat memperburuk psoriasis.

23

17

Obesitas baru-baru ini dianggap sebagai penyakit inflamasi kronis derajat ringan, yang ditandai dengan peningkatan kadar plasma dari sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor (TNF) α, interleukin (IL) 6 dan protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP).8,9 Hubungan antara psoriasis dan obesitas mungkin dapat dijelaskan melalui aktivasi inflamasi spesifik pada adiposit.9


(33)

Walaupun ada hubungan yang kuat antara obesitas dan psoriasis, namun etiologi dari hubungan ini masih belum jelas. Telah diketahui dengan adanya skuale psikososial, penarikan diri (pasien) dari lingkungan sosial dan kebiasaan seperti duduk terus-menerus/ tidak bergerak juga sering mengakibatkan keadaan yang semakin memburuk pada pasien psoriasis, obesitas pada kenyataannya mungkin berhubungan secara biokimia terhadap psoriasis melalui patofisisologi yang umum.8,16

2.3 Kerangka teori

2.4 Kerangka konsep

Psoriasis vulgaris Index Massa Tubuh Skor PASI Faktor Genetik

Faktor Lingkungan -stres

- obesitas(IMT) -trauma

-infeksi -hormonal -alkohol -merokok -obat-obatan

Psoriasis Skor PASI

(Derajat Keparahan) Faktor Imunologi

Gaya Hidup -Sedentarism

-Aktivitas fisik yang kurang -Koefisien pernafasan yang me↑

Ketidakseimbangan asupan makanan dan


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalahcross sectional study yang bersifat analitik observasional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitiandilaksanakanmulaibulan April 2014sampai bulan Juni 2014, bertempatdiPoliklinik IlmuKesehatanKulitdanKelaminRSUPH. Adam MalikMedan.

.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi target

Pasien psoriasis vulgaris. 3.3.2 Populasi terjangkau

Pasien psoriasis vulgaris yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan April 2014 sampai bulan Juni 2014.

3.3.3 Sampel

Pasien psoriasis vulgaris yang berobat ke Polikilinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan April 2014 sampai bulan Juni 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(35)

3.4 Besar Sampel

Untuk menghitung besarnya sampel penelitian, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Rumus :n = Jumlah sampel = � ��+��

0,5���(1+�) (1−�)�

� 2

+ 3

Kesalahan tipe I(α) = 5 %, hipotesis dua arah, maka Zα= 1,96 Kesalahan tipe II (β) = 20 %, maka Zβ = 0,842

*r = Koefisien korelasi = 0,5

* Nilai r diambil dari kepustakaan no. 8 Maka: n= 1,96+0,842 2

0,5 ln [(1 + 0,5)/ (1 - 0,5)]

+ 3

=30 orang

Besar sampel pasienpsoriasis yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak40 orang.

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.6 Identifikasi Variabel

3.6.1 Variabel bebas : IMT pasien psoriasis vulgaris 3.6.2 Variabel terikat : Skor PASI


(36)

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.I Kriteria inklusi :

a. Pasien yang didiagnosis secara anamnesis dan klinis sebagai pasien psoriasis vulgaris.

b. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent

3.7.2 Kriteria eksklusi :

a. Pasien psoriasis vulgaris yang sedang hamil dan menyusui b. Pasien psoriasis yang menderita penyakit kulit kronis lain seperti

dermatitis atopi, vitiligo, kanker kulit dan urtikaria.

c. Pasien psoriasis yang menderita penyakit lain seperti kanker, artritis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes melitus d. Tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak memberikan

informasi yang jelas.

3.8 Alat dan Bahan serta Cara Kerja 3.8.1 Alat dan Bahan

a. Formulir informasi penelitian b. Persetujuan mengikuti penelitian c. Status penelitian

d. Alat mengukur tinggi badan Stature meter 2M merek One Med e. Timbangan berat badan merek Seca


(37)

3.8.2Cara Kerja

a. Pengisian persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) oleh pasien.

b. Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan. Pencatatan data dasar meliputi identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan fisik (pengukuran tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)), pemeriksaan dermatologis yang meliputi pemeriksaan tetesan lilin dan tanda Auspitz.

c. Cara menentukan IMT

Pasien psoriasis yang telah diukur BB (kg) dan TB (m), kemudian dihitung IMT dengan menggunakan rumus, berikut ini

IMT= Berat Badan/(Tinggi Badan)2

d. Diagnosis klinis ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di PoliklinikIlmuKesehatanKulit danKelaminRSUP H.AdamMalikMedan.

.

e. Penentuan skor PASI. Cara menentukan skor PASI :

Tubuh pasien dibagi menjadi 4 area yaitu: kepala dan leher, ekstremitas atas, badan dan ekstremitas bawah. Diberi skor 0-4 untuk tingkat eritema, ketebalan lesi dan skuama, pada ke-4 area tersebut, dimana skor (0 = tidak ada; 1 = ringan; 2= sedang; 3 = berat; 4 = sangat berat). Dijumlahkan pada setiap area sehingga diperoleh nilai A1 untuk kepala, A2 untuk ekstremitas


(38)

atas, A3 untuk badan, A4 untuk ekstremitas bawah. A1 dikalikan dengan faktor pengali 0,1 untuk mendapatkan nilai B, A2 dengan 0,2 untuk mendapatkan nilai B2, A3 dengan 0,3 untuk mendapatkan nilai B3, A4 dengan 0,4 untuk mendapatkan nilai B4. Kemudian dikalikan dengan skor 0-6 yang menggambarkan luas area tubuh yang terlibat, dengan nilai(0= 0% ; 1= < 10% ; 2= 10 - < 30% ; 3= 30 - < 50%; 4= 50 - < 70%; 5= 70 - < 90%; 6= 90 – 100%). Sehingga didapatkan nilai C1, C2, C3, C4. Skor PASI adalah total nilai C1+C2+C3+C4.

3.9 Definisi Operasional 3.9.1 Psoriasis vulgaris:

Psoriasis vulgaris adalah penyakit peradangan kulit bersifat kronik residif, yangdiperantarai oleh sistem imun, dengan gejala klinis

berupa plak eritematosa yang berbatas tegas yang ditutupi oleh skuama yang tebal berwarna putih keperakan. Diagnosis psoriasis vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Diagnosis klinis psoriasis : plak eritema yang ditutupi skuama tebal berwarna putih keperakan dengan predikleksi pada daerah kulit kepala, garis perbatasan kepala dan rambut, disertai hasil pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz menunjukkan hasil positif.


(39)

a. Pemeriksaanfenomenatetesan lilin: gambaran garis putih seperti tetesan lilin yang tampak ketika skuama pada lesi psoriasis digores dengan pinggir gelas objek.

b. Tanda Auspitz : bintik-bintikperdarahan yang tampak ketika skuama pada lesi psoriasis diangkat sampai bersih dengan menggunakan ujung gelas objek.

3.9.2 Skor Psoriasis Area and severity Index (PASI) :

Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menilai derajat keparahan psoriasis berdasarkan eritema, ketebalan lesi, skuama dan luas area tubuh yang terlibat.

3.9.3 Indeks Massa Tubuh.

Perhitungan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter atau dengan rumus IMT= berat badan (kg)/ tinggi (m)2

3.9.4 Umur

, yang umum digunakan untuk kriteria menggolongkan berat badan yang dibagi atas 3 kategori, yaitu: IMT<25, normal; 25<IMT≤ 30, overweight; IMT >30, obesitas

Dinyatakan dalam tahun dari lahir sampai sampel terlibat dalam penelitian. Apabila lebih dari 6 bulan, umur dibulatkan ke atas dan apabila kurang dari 6 bulan, umur dibulatkan ke bawah. Data diperoleh berdasarkan anamnesis, KTP dan data diri lainnya.


(40)

3.9.5 Durasi Penyakit

Rentang waktu dari sejak subjek penelitian diketahui menderita psoriasis vulgaris sampai denganwaktu penelitian. Pada penelitian ini data diambil berdasarkan anamnesis.

3.9.6 Dermatitis atopi

Penyakit kulit kronis yang berhubungan dengan abnormalitas fungsibarier kulit dan sensitisasi alergen. Diagnosis berdasrkan penemuan klinis yang digambarkan oleh kriteria Hanifin dan Rajka.

3.9.7 Vitiligo

Penyakit kulit kronis dengan predisposisi multifaktorial yang menyebabkan kehilangan melanosit epidermal. Penyebab pasti belum diketahui, beberapa teori termasuk autoimun, sitotoksik, biokimia, neural dan mekanisme virus menyebabkan destruksi melanosit epidermal. Ditandai oleh makula depigmentasi yang membesar lambat, dan kejadian perkembangan lesi baru.

3.9.8 Penyakit keganasan

Penyakit yang ditandai dengan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali, dimana termasuk didalamnya adalah tumor-tumor ganas. Jika ada kecurigaan dari anamnesis, maka dirujuk kebagian yang terkait.


(41)

3.9.9 Urtikaria

Penyakit kulit kronis dengan lesiu kulit urtika dan reaksi peradangan berupa edema intrakutan lokalisata yang dikelilingi oleh area kemerahan (eritema) yang gatal. Dapat disebabkan oleh obat-obatan, makanan, berhubungan dengan mekanisme alergi yang tergantung IgE, atau faktor-faktor metabolik.

3.9.10 Artritis

Penyakit autoimun yang mengakibatkan peradangan kronis pada sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur–struktursendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. Umumnya menyerang sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut dan kaki. Jika ada kecurigaan dari anamnesis maka akan dirujuk ke bagian penyakit dalam.

3.9.11 Hipertensi

Kondisi kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.

3.9.12 Penyakit jantung koroner

Penyakit yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah kecil yang mengalirkan darah dan oksigen ke jantung. Hal ini disebabkan oleh pembentukkan plak di dinding arteri, dengangejala berupa nyeri dada, sesak nafas, dan mudah lelah setelah melakukan aktivitas fisik.Jika ada kecurigaan dari anamnesisi maka dirujuk ke bagian kardiologi.


(42)

3.9.13 Diabetes melitus

Kelainan metabolik dengan penyebab multifaktorial, dengan simptom berupa hiperglikemia kronis disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, protein, sebagai akibat dari defisiensi sekresi hormon insulin, dan transporter glukosa, atau keduanya. Ditandai dengan konsentrasi glukosa sewaktu >200mg/dL atau glukosa plasma puasa ≥ 126 mg?dL atau tes teloransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200mg/dL dan d iagnosis ditegakkan oleh dokter spesialis penyakit dalam.

3.9.14 Perokok:

Pasien adalah perokok aktif dan secara teratur mengisap minimal satu batang rokok perhari selama minimal satu bulan.

3.9.15 Konsumsi alkohol

Pasien yang mengkonsumsi alkohol secara rutin (perempuan >75 cc/h, laki-laki >200 cc/h) dalam kurun waktu ≥ 1 tahun.

3.9.16 Hamil

Merupakan periode yang dialami seorang wanita sejak terjadi konsepsi menghasilkan embrio yang berkembang menjadi fetus dalam uterus

3.9.17 Menyusui

Merupakan proses sekresi kelenjar mammae ibu setelah melahirkan bayi


(43)

3.10 Kerangka Operasional

IMT

Pasien yang datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan

Anamnesis Pemeriksaan klinis Pemeriksaan dermatologis

Sampel Psoriasis Vulgaris

Skor PASI

Kriteria inklusi dan eksklusi


(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini subyek penelitian yang diikut sertakan adalah pasien psoriasis vulgaris yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 40 orang subyek. Tujuan dari pada penelitian ini untuk menilai hubungan indeks massa tubuh dan skor PASI pasien psoriasis vulgaris.

Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan, dimulai dari bulan April 2014 hingga bulan Juni 2014.Semua subyek penelitian telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologis dan penilaian skor PASI, yang dilakukan pada hari yang sama.

4.1. Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris

Karakteristik pasien psoriasis vulgaris berdasarkan jenis kelamin, kelompokumur, durasi penyakit, status merokok, konsumsi alkohol dan keluhan gatal dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(45)

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Psoriasis Vulgaris (n=40)

Karakteristik Subyek Frekuensi n (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

19(47,5%) 21(52,3%)

Umur (tahun)

<20 20-29 30-39 40-49 50-59 >59 3(7,5%) 7(17,5%) 8(20,0%) 11(27,5%) 5(12,5%) 6(15,0%) Durasi Penyakit

<1 tahun 1-5 tahun 6-10 tahun >10 tahun 8(20,0%) 10(25,0%) 13(32,5%) 9(22,5%) Status Merokok Merokok Tidak Merokok 13(32,5%) 27(67,5%) Konsumsi Alkohol Alkohol Tdk Alkohol 6(15,0%) 34(85,0%) Keluhan Gatal Gatal Tdk gatal 38(95,0%) 2(5,0%)

Data karakteristik pasien psoriasis vulgaris disajikan pada tabel 4.1. Jumlah sampel yang diikut sertakan dalam penelitian ini adalah 40 pasien psoriasis vulgaris yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Berdasarkan jenis kelamin, insidensi pasien psoriasis vulgaris dijumpai perempuan lebih banyak (52,3%), daripada laki-laki (47,5%).

Penelitian pada populasi Swedia melaporkan bahwa insidensi psoriasis vulgaris lebih banyak dijumpai pada perempuan daripada laki-laki. Namun beberapa penelitian lainnya menunjukkan adanya variasi prevalensi psoriasis vulgaris berdasarkan jenis kelamin.34


(46)

Parisi dkk. dalam suatu tulisan studi sistematik, melaporkan bahwa tidak dijumpai adanya perbedaan prevalensi psoriasis vulgaris pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada populasi di Taiwan, Amerika serikat dan Norwegia.

Hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi psoriasis vulgaris.

34

Rentang umur pasien psoriasis vulgaris pada penelitian ini didapatkan berumur antara 18-78 tahun, dengan kelompok umur terbanyak dijumpai pada 40-49 tahun (27,5%) dan diikuti dengan kelompok umur 30-39 tahun (20,0%), sedikit dijumpai pada kelompok umur dibawah 20 tahun (7,5%).

34

Sinniah dkk. melaporkan pasien psoriasis vulgaris pada penelitian di Malaysia dijumpai terbanyak pada kelompok umur 40-60 tahun (17,2%) dan persentase lebih sedikit dijumpai pada kelompok umur yang lebih muda dan kelompok umur lebih dari 60 tahun (8,1%).

Gelfand dkk. menunjukkan bahwa prevalensi psoriasis tinggi pada umur muda dan secara perlahan meningkat pada umur 30-39 tahun. Psoriasis jarang terjadi pada yang berumur lebih muda dari 10 tahun dengan prevalensi 0,55%.

35

Coimbra dkk. melaporkan bahwa rata-rata onset umur terjadinya psoriasis vulgaris adalah 33 tahun.

36

Chang dkk. melaporkan prevalensi psoriasis meningkat lebih cepat pada pasien laki-laki yang berumur 30 tahun atau lebih dan mencapai puncaknya pada umur 70 tahun atau lebih tanpa memandang jenis kelamin.

21

Psoriasis pertama dapat muncul pada umur berapa pun; Namun, distribusi bimodal dari onset umur adalah karakteristik. Sebagian besar kasus, sekitar 75%,


(47)

dijumpai sebelum umur 40 tahun, dengan puncak pada umur 20-30 tahun. Kasus-kasus lainnya tampak pada umur 40 tahun. Pasien dengan onset penyakit dini cenderung memiliki riwayat keluarga positif psoriasis, sering dikaitkan dengan HLA-Cw6, dan penyakit yang lebih parah. Pasien dengan onset setelah umur 40 tahun biasanya memiliki riwayat keluarga negatif dan frekuensi alel Cw6 yang normal.

Durasi penyakit pasien psoriasis vulgaris, sebagian besar pasien telah menderita psoriasis vulgaris, selama 6-10 tahun (32,5%) dan diikuti dengan 1-5 tahun (25,0%), sedangkan persentase terendah dijumpai pada kelompok pasien psoriasis vulgaris yang menderita kurang dari 1 tahun (20%).

2,6,36,38

Durasi penyakit pada psoriasis terkait dengan peradangan kulit yang bersifat kronis residif dan komorbiditas penyakit lain seperti gangguan kardiovaskuler, psoriasis artritis ataupun gangguan kejiwaan.

Pada status merokok dan konsumsi alkohol pasien psoriasis vulgaris umumnya dijumpai tidak merokok (67,5%) dan tidak mengkonsumsi alkohol (85,0%)

1-3,38,39

Asupan rokok dan alkohol pada pasien psoriasis lebih tinggi daripada populasi umum. Namun hal ini masih kontroversial, apakah karena rasa malu akibat penyakit psoriasisnya sehingga mengarah pada kebiasaan mengkonsumsi rokok dan alkohol, atau karena rokok dan alkohol dapat memicu atau memperburuk penyakit. Mungkin kedua hal tersebut dapat saja terjadi.

Keluhan pasien psoriasis vulgaris, umumnya dijumpai dengan keluhan gatal (95%). Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis yang memiliki efek psikososioal yang berat. Kronisitas psoriasis, sering kambuh, tanpa penyembuhan yang


(48)

permanen, dengan gejala gatal, yang sering membuat hidup jadi sulit karena psoriasis.40

4.2Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris

Interpretasi Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2 Interpretasi Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris

Tabel 4.2 diatas menunjukkan indeks massa tubuh pasien psoriasis vulgaris didapatkan sebagian besar memiliki IMT<25 (57,5%), dan diikuti dengan 25<IMT≤30 (27,5%), sedangkan presentasi terendah didapatkan IMT>30 (15,0%).

Hal ini menunjukkan bahwa indeks massa tubuh pasien psoriasis pada penelitian ini sebagian besar memiliki status gizi yang normal.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Naldi dalam study kasus-kontrol, didapatkan bahwa prevalensi psoriasis dua kali lebih tinggi pada pasien dengan obesitas (IMT>30), dibandingkan dengan overweight (IMT<26).9

IMT Status Gizi Frekuensi n(%)

IMT <25 25<IMT≤30 IMT >30

Normal

Overweight

Obesitas

23(57,5%) 11(27,5%)

6(15,0%)


(49)

4.3 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.3 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin

IMT JenisKelamin IMT<25

(Normal)

25<IMT≤30 (Overweight)

IMT>30 (Obesitas)

Total Laki-laki

Perempuan

11(47,8%) 12(52,2%)

6(54,5%) 5(45,5%)

2(33,3%) 4(66,7%)

19(47,5%) 21(52,5%) Total 23(100%) 11(100%) 6(100%) 40(100%)

Tabel 4.3 di atas menunjukkan IMT berdasarkan jenis kelamin pasien psoriasis vulgaris, laki-laki lebih banyak dengan IMT <25 (57,9%) dan terendah adalah IMT>30 (10,5%) demikian juga pada perempuan lebih banyak dengan IMT <25 (57,1%) dan terendah adalah IMT >30 (19%).

Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin baik laki-laki dan perempuan paling banyak dijumpai dengan status gizi yang normal. Namun pada status gizi yang obesitas lebih banyak dijumpai pada perempuan, hal ini terkait dengan komposisi lemak tubuh yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan lebih rentan mengalami simpanan lemak.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Murray dkk. melaporkan IMT berdasarkan jenis kelamin pada pasien psoriasis memiliki perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.11


(50)

4.4 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Umur Tabel 4.4 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Umur

IMT Umur (tahun) IMT<25 (Normal) 25<IMT≤30 (Overweight) IMT>30 (Obesitas) Total

Tabel 4.4 diatas menunjukkan IMT berdasarkan umur, didapatkan pada kelompok umur <20 tahun mempunyai persentase yang sama untuk IMT <25, 25<IMT≤30, dan IMT>30 yaitu masing-masing (33,3%). Pada kelompok umur 20-29 tahun lebih banyak dengan 25<IMT≤30 (51,1%) dan tidak ada dengan IMT>30. Pada kelompok umur 30-39 tahun lebih banyak dengan IMT <25 (75%), sedangkan dengan 25<IMT≤30 dan IMT>30 mempunyai persentase yang sama (12,5%). Pada kelompok umur 40-49 tahun lebih banyak dengan IMT<25 (63,6%), sedangkan dengan 25<IMT≤30 dan IMT>30 mempunyai persentase yang sama (18,2%). Demikian juga pada kelompok umur 50-59 tahun lebih banyak dengan IMT<25 (60%) dan 25<IMT≤30 dan IMT>30 dengan persentase yang sama (20%). Pada kelompok umur >59 tahun lebih banyak dengan IMT <25 (50%) dan terendah adalah IMT>30 (16,7%).

Hal ini menunjukkan bahwa IMT pasien psoriasis vulgaris berdasarkan kelompok umur <20 tahun menunjukkan persentase yang sama untuk IMT <25,

< 20 20-29 30-39 40-49 50-59 >59 1(33,5%) 3(42,9%) 6(75,0%) 7(63,6%) 3(60,0%) 3(50,0%) 1(33,5%) 4(51,1%) 1(12,5%) 2(18,2%) 1(20,0%) 2(33,3%) 1(33,5%) 0(0,0%) 1(12,5%) 2(18,2%) 1(20,0%) 1(16,7%) 3(100%) 7(100%) 8(100%) 11(100%) 5(100%) 6(100%)


(51)

25<IMT≤30, dan IMT>30, kelompok umur 30 - >59 tahun banyak dijumpai dengan IMT<25, sedangkan pada kelompok umur 20-29 tahun banyak dijumpai dengan IMT 25<IMT≤30, hal ini dikaitkan karenaadanya peran faktor hormonal pada umur muda danseiring bertambahnya umur akan mengalami penurunan.

Seorang yang berumur lanjut cenderung mengalami penurunan berat badan. Kejadian obesitas cendrung meningkat pada umur dewasa dan mencapai puncaknya pada umur 45 tahun untuk laki-laki dan 74 tahun untuk perempuan; penurunan kejadian obesitas pada laki-laki di umur 45 tahun kemungkinan disebabkan karena tingginya angka kematian pada laki-laki dengan kelompok umur tersebut.41

4.5 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Status Merokok

Tabel 4.5 Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris berdasarkan Status Merokok

Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa umumnya banyak dijumpai pasien psoriasis vulgaris baik yang merokok dan tidak merokok dengan IMT <25, dengan persentase masing-masing (59,3%) dan (53,8%).

IMT Status Merokok IMT<25(N

ormal)

25<IMT≤30

(Overweight)

IMT>30 ( Obesitas)

Total

Merokok Tdk Merokok

7(53,8%) 16(59,3%)

5(38,5%) 6(22,2%)

1(7,7%) 5(18,5%)

13(100%) 27(100%)


(52)

Perkins, menduga asupan nikotin dari merokok dapat meningkatkan metabolisme sebagai mekanisme utama dan bukan karena menurunnya asupan energi akibat penekanan nafsu makan pada perokok.42

Jitnatrin dkk. pada penelitian di Thailand menyatakan bahwa pada perokok memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan yang tidak perokok atau yang sudah berhenti merokok pada kedua jenis kelamin.40

4.6Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Konsumsi Alkohol

Tabel 4.6 Indeks Massa TubuhPasien Psoriasis Vulgaris dan Konsumsi Alkohol

Tabel 4.6 diatas menunjukkan pada pasien psoriasis vulgaris baik yang mengkonsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi alkohol umumnya dijumpai dengan IMT <25 dengan persentase masing-masing (50%) dan (58,8%).

Breslow dan Smothers melaporkan bahwa laki-laki dan perempuan yang mengkonsumsi minuman beralkohol dalam kuantitas sedikit dan teratur (1 kali per hari dalam 3-7 hari per minggu) memilki IMT terendah, sedangkan mereka yang meminum minuman beralkohol dalam kuantitas banyak dan tidak teratur memilki IMT tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa IMT seseorang yang

IMT Konsumsi Alkohol IMT<25(N ormal) 25<IMT≤30 (Overweight) IMT>30 ( Obesitas) Total Alkohol Tdk Alkohol 3(50,0%) 20(58,8%) 2(33,3%) 9(26,5%) 1(16,7%) 5(14,7%) 6(100%) 34(100%)


(53)

terbiasa mengkonsumsi minuman beralkohol diduga berhubungan dengan seberapa sering dan banyak mereka mengkonsumsi alkohol.43

4.7 Indeks Massa TubuhPasien Psoriasis Vulgaris berdasarkan Keluhan Gatal

Tabel 4.7Indeks Massa Tubuh Pasien Psoriasis Vulgaris dan Keluhan Gatal

Gatal Tidak gatal

23( 60,5%) 0(0,0%)

10(26,3%) 1(50,0%)

5(13,2%) I(50,0%)

38(100%) 2(100%) Total 23(57,5%) 11(27,5%) 6(15,0%) 40(100%)

Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa pada pasien psoriasis vulgaris berdasarkan keluhan gatal banyak dijumpai dengan IMT <25, sedangkan pada keluhan yang tidak gatal didapatkan lebih banyak dengan 25<IMT≤30 dan

IMT>30.

Prignano dkk. menyatakan adanya korelasi intensitas rasa gatal dan indeks massa tubuh pada 40% pasien dengan 25<IMT≤30 dan 10% pasien dengan IMT >30.44

Pasien dengan IMT overweight atau obesitas mengalami rasa gatal yang intens dikaitkan dengan lipatan anatomi, disamping itu keringat yang berlebih dan kenaikan suhu tubuh pada pasien obesitas, dapat memperburuk rasa gatal.44

IMT Keluhan Gatal IMT<25(Norm

al)

25<IMT≤30

(Overweight)

IMT>30 ( Obesitas)


(54)

4.8 Hubungan Indeks Massa TubuhPasien Psoriasis Vulgaris dan skor PASI Hasil analisis hubungan Indeks Massa Tubuh dan skor PASI dengan menggunakan uji korelasi Spearman dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.8 Hubungan Indeks Massa TubuhPasien Psoriasis Vulgaris dan Skor PASI

*Uji korelasi Spearman

Tabel 4.8 menunjukkan hasil analisis statistik hubungan indeks massa tubuhpasien psoriasis vulgaris dengan skor PASI, berdasarkan uji analisis korelasi Spearman, didapatkan nilai kekuatan korelasi (r) =0,38 dengan arah korelasi positif dan nilai p=0,817 (p>0,05), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dan skor PASI.

Pada penelitian ini distribusi pasien psoriasis vulgaris lebih banyak dijumpai dengan IMT<25, hal ini terkait karena umumnya derajat keparahan pasien psoriasis vulgaris pada penelitian ini umumnya derajat ringan, selain itu derajat keparahan psoriasis tidak hanya dipengaruhi oleh IMT saja namun banyak faktor-faktor lingkungan lainnya seperti stres, trauma, infeksi dan lain-lain yang dapat mempengaruhi derajat keparahan psoriasis.

Hasil penelitian yang berbeda, didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lara dkk. yang melaporkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pasien dengan IMT overweight dan normal dibandingkan pasien dengan IMT obesitas dan normal.8

IMT

Skor PASI Kekuatan korelasi (r)*

Nilai p n

0,38 0,817 40


(55)

Neimann dkk. menyatakan bahwa resiko obesitas lebih tinggi pada pasien dengan psoriasis derajat berat. dibandingkan dengan psoriasis derajat sedang. Kelompok peneliti Bardazzi dari jumlah sampel 33 pasien dengan derajat keparahan psoriasis sedang sampai dengan berat dilaporkan memberikan respon yang baik terhadap terapi biologi dengan mengurangi IMT, bahkan

23


(56)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IMT pasien psoriasis vulgaris dan skor PASI.

2. Karakteristik pasien psoriasis vulgaris berdasarkan jenis kelamin dijumpai lebih banyak pada perempuan (52,3%) daripada laki-laki (47,5%) dengan kelompok umur terbanyak dijumpai pada 40-49 tahun (27,5%), sebagian besar kelompok pasien telah menderita psoriasis vulgaris, selama 6-10 tahun (32,5%) dan umumnya dijumpai tidak merokok (67,5%), dan tidak mengkonsumsi alkohol (85,0%), serta umumnya dijumpai dengan keluhan gatal (95%)

3. Sebagian besar pasien psoriasis vulgaris memiliki IMT<25 (normal) sebanyak (57,5%), dengan presentase terendah dengan IMT>30 (obesitas) sebanyak (15,0%).

4. Pasien psoriasis vulgaris dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan lebih banyak dijumpai dengan IMT<25(normal), dengan persentase masing-masing (57,9%) dan(57,1%). Demikian juga berdasarkan kelompok umur, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, serta keluhan rasa gatal lebih banyak dijumpai dengan IMT<25 (normal).


(57)

5.2Saran

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan kontrol untuk membandingkan antara indeks massa tubuh pada pasien psoriasis vulgaris dan kontrol.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menganalisa faktor-faktor lingkungan lainnya seperti stres, trauma dan infeksi yang dapat mempengaruhi skor PASI pada pasien psoriasis.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Langley R, Krueger G, Griffiths C. Psoriasis: Epidemiology, clinical features, and quality of life. Ann Rheum Dis 2005:64(Suplemen II):ii18-23.

2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York. McGraw-Hill;2008:169-93 3. Jones JB. Psoriasis. Medicine 2009;37(5):235-41

4. Voorhees AS, Fried R. Depression and quality of life in psoriasis. Postgraduate Medicine 2009;121:154-61

5. Ghajarzadeh M, Kheirkhan S, Ghiasi M, Hoseini N. Depression and Quality of life in psoriasis and psoriatic arthritis patients. Irianian Journal of Dermatology 2011;14:123-8

6. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis : Epidemiology. clinic in dermatology 2007;25:535-46

7. Jacoeb TNA, Psoriasis Gambaran klinis dan Penilaian Keparahan. Dalam: Tjarta A, Sularsito A, Kurniati DD, Rihatmaja R, penyunting. Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan Dermatitis Seboroik. Jakarta. FK UI. 2003:1-13.

8. Lara T, Federica R, Leonardo P, Gionata B, Francesca P. Severity of Psoriasis and Body Mass Index: The Cut off are Overweight Patients rather than Obese Ones. J Clin Exp Dermatol Res 2012;3:5

9. Naldi L, Chatenoud L,Linder D, Fortina AB, Peserico A, Virgili AR, et al. Cigarette Smoking, Body Mass Index, and Stressful Life Events as Risk Factors for Psoriasis: Results from an Italian Case-Control. Society for Investigative Dermatology 2005;125:61-7.

10. Farias MM, SerranoV, Cruzcdela. Psoriasis and obesity: A Review and Practical Recommendation. Actas Dermosifiliogr 2011;102(7):505-9.

11. Murray ML, Bergstresser PR, Adam-Huet B, Cohen JB. Relationship of Psoriasis Severity to Obesity using same-Gender Siblings as Controls for Obesity, Clinical and Experimental Dermatology 2008;34:140-4.

12. Wolk k, Mallbris L, Larsson P, Rosenbland A. Excessive Body Weight and Smoking Associates with a High Risk of Onset of Plaque Psoriasis. Acta Dermato-Venerologica 2009;89:492-97.

13. Damirel R, Genc A, Ucok K. Do Patients with Mild to Moderate Psoriasis Really have a Sedentary Lifestyle. International Journal of Dermatology 2013;52:1129-34.

14. Gisondi P, Giglio MD, Francesco VD. Weight Loss Improves the Response of Obese Patients with Moderate-to-Severe Chronic Plaque Psoriasis to Low –Dose Cyclosporine Therapy : a Randomized, Controlled, Investigator-blinded Clinical Trial. Am J Clin Nutr 2008;1242-7

15. Schroder H, marrugat J, Vila J, Covas MI, Elosua R. Adherence to the Traditional Mediterranean Diet is Inversly Associated with Body Mass Index and Obesity in Spanish Population.


(59)

16. Duarte GV, Cavalheiro CMA, Olievera MFSP, Follador I, Silva TS. Psoriasis and obesity: literature review and recomendations for management : An bras dermatol 2010;85(3):355-60.

17. Johnston A, Arnadottir S, Gudjonsson JE, Aphale A : Obesity in Psoriasis: Leptin and Resistin as Mediators of Cutaneus Inflamation. British journal of Dermatology 2008;159:342-50.

18. Cotterill JA, Finlay AY. General aspects of Treatment. Dalam: BurnsT, Breathnach SM, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-7. London: Blackwell Science. 2004:71.1-23

19. Budiastuti A, Sugianto R. Hubungan Umur dan Lama Sakit terhadap Derajat Keparahan Penderita Psoriasis. M Med Indones 2009;43(6):312-16

20. Sugianto YFR, Erdina HDP, Tjut NAJ, Oki S. Simposium Practical Management of Psoriasis. 2011Okt 29; Jakarta;2011

21. Coimbra S, Oliveira H, Figueiredo A, pereira PR, Silva AS. Psoriasis: Epidemiology, Clinical and Histological Features, Triggering Factors, Assessments of Severity and Psychosocial Aspects. Intechopen. 2004; 3:69-82.

22. Schmitt j, wozel G : The Psoriasis Area and Severity Index Is the Adequate Criterion to Dene Severity in Chronic Plaque- Type Psoriasis. Dermatology 2005;210:194-9

23. Neimann A, Shin D, Wang X, Margolis D, Troxel A, Gelfand M. Prevalence of Cardiovaskular Risk Factor in Patient with Psoriasis. J Am Acad Dermatol.2006;55:829-35

24. Henseler T, Christophers E. Diseases Concomitance in Psoriasis. J AM Acad Dermatol 1995;32:982-6

25. Herron MD, Hinckley M, Hoffman MS, Papenfuss J, Hensen CB. Impact of Obesity and Smoking on Psoriasis Presentation and Management. Arch Dermatol 2005; 141:1527-34.

26. Lin TY, See LC, Shen YM, Liang YC, Chang NH, Lin KY. Quality of life in patients with Psoriasis in Northern Taiwan. Chang Gung Medical Journal 2011;34:186-96

27. Camisa C.Pathogenesis of psoriasis. Dalam : Camisa C, Penyunting. Handbook of Psoriasis. Edisi ke-2. Blackwell Publishing:2004:45-60

28. Azzizadeh M, Malek M, Amiri M. Does prolactin indicate severity of psoriasis?. Iranian Journal of Dermatology 2009;12(III): 47-51

29. Feldman S, Krueger G. Psoriasis assesment tools in clinical trial. An Rheum. Dis.2005;64(II):65-8

30. Kenneth B. Clinical outcome measurements. Psoriasis and Psoriatic Arthrits-an integrated Approach. Edisi ke-1. New York. Springer :2005:125-8

31. Bonifati C, Berardesca E. Clinical outcome measures of psoriasis. Reumatismo 2007;59( 1):64-7.

32. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Reportof a WHO Consultation. World Health Organ Tech Rep Ser 2000;894:i-xii,1-253.

33. Lindergard B. Diseases Associated with Psoriasis in a General Population 0f 159,200 Middle-Aged, Urban, Native Swedes. Dermatologica.1986;172:298-304.


(60)

34. Parisi R, symmons DPM, Griffiths CEM, Ashcroft d. Global Epidemiology of Psoriasis: a Systematic Review of Incidence and Prevalence the Society for Investigative Dermatology. 2013; 133: 377-83.

35. Sinniah B, Devi S, Prashant D. Epidemiology of Psoriasis in Malaysia: A Hospital Based Study. Med J Malaysia 2010; 65(2):112-14.

36. Gelfand Jm, Weistein R, Porter SB, Neimann AL, Berlin JA Margolis DJ. Prevalence and Treatment of Psoriasis in the United Kingdom. Arch Dermatol 2005;141-53.

37. Chang Y, Chen T, Liu P, Chen Y, Huang Y. Epidemiological Study of Psoriasis in the National Health Insurance Database in Taiwan. Acta Derm Venereol. 2009;89:262-66

38. Richardson SK, Gelfand JM. Update on the Natural History and Systemic Treatment of Psorisis. Advances in Dermatology. Elsevier.2008 (21):171-96. 39. Neimann Al, Porter SB, Gelfand JM. The Epidemiology of Psoriasis. Expert

Rev. Dermatol.2006;1:63-75.

40. Jitnarin N, Kosulwat V, Boonpraderm A, Haddock CK, Poston WSC. The Relaxionsahip between Smoking, BMI, Physical Activity, and Dietary Intake among Thai Adults in Central Thailand. J Med Assoc Thai 2008;(91):7

41. Humayrah W.Faktor Gaya Hidup dalam Hubungannya dengan Resiko Kegemukan Orang Dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta dan Gorontalo.2010; 77-100.

42. Perkins KA. Weight Gain Following Smoking Cessation. J Consult Clin Psychol 1993;61:768-77.

43. Breslow, RA, and Smothers, BA. Drinking Pattern and Body Mass Index in Never Smokers;National Health Survey,199-200. American Journal of Epidemiology 2005;161(4),368-76

44. Prignano F, Ricceri F, Pescitelli L, Lotti T. Itch in Psoriasis: Epidemiology, Clinical Aspects and Treatment Option. Clinical Cosmetic and Investigational Dermatology 2009;2.

45. Bardazzi F, Balestri R, Balde E, Antonucci A, De TommasoS, Patrizi A. Correlation between BMI and PASI in Patients affected by Moderate to Severe Psoriasis undergoing Biologycal Therapy . Dermatol Ther. 2010;23 Suppl 1:514-9


(61)

LAMPIRAN 1.

NASKAH PENJELASAN KEPADA PESERTA PENELITIAN Selamat pagi/siang.

Perkenalkan nama saya dr. Irina Damayanti. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik dengan konsentrasi pada Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul “Hubungan skor Psoriasis Area and Severity Index dan Indeks Massa Tubuh pasien psoriasis vulgaris”.

Tujuan penelitian saya adalah untuk mengetahui hubungan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI) dan Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien psoriasis vulgaris.

Psoriasis merupakan penyakit kulit inflamasi dengan etiologi yang komplek berupa interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, herediter dan multifaktorial, yang memegang peranan dalam perkembangan psoriasis. Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, diet, IMT, stres dan infeksi dianggap sebagai faktor kausatif yang penting pada psoriasis.

Adapun untuk menilai hubungan skor PASI dengan IMT adalah melalui pengukuran Skor PASI, untuk menilai derajat keparahan psoriasis dan pengukuran IMT berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg) yang dibagi dengan tinggi badan dalam meterbujursangkar (m2

Pasien psoriasis mempunyai resiko yang lebih tinggi terjadinya gangguan metabolik tertentu, khususnya pada obesitas. Obesitas selain dikaitkan dengan meningkatkan insidensi dan keparahan psoriasis juga dapat mempengaruhi respon terhadap pengobatan.

), kemudian hasil kedua pengukuran tersebut dihubungan dan dinilai.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini, maka saya akan melakukan tanya jawab terhadap Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i untuk mengetahui identitas pribadi secara lebih


(62)

lengkap, melakukan pemeriksaan kelainan kulit untuk menilai skor PASI guna mengetahui derajat keparahan penyakitnya, dan diikuti dengan pengukuran indeks massa tubuh berdasarkan berat badan dan tinggi badan.

Keikutsertaan Ibu/Kakak/Adik/Saudari dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela. Bila tidak bersedia,Ibu/Kakak/Adik/Saudari berhak untuk menolak diikutsertakan dalam penelitian ini. Jika /Ibu/Kakak/Adik/Saudari bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini, mohon untuk menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian.

JikaIbu/Kakak/Adik/Saudari masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi saya.


(63)

LAMPIRAN 2.

PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ………... Jenis kelamin* :Laki-laki / perempuan

Umur : ……….

Alamat : ……….

selaku orang tua/keluarga dari* :

Nama : ……….

Jenis kelamin* :Laki-laki / perempuan

Umur : ……….

Alamat :………

dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dan mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah surat pernyataan persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Medan, 2014

Dokter pemeriksa

(dr. Irina Damayanti) ( )

* coret yang tidak perlu


(64)

LAMPIRAN 3.

STATUS PENELITIAN

Tanggal pemeriksaan : Nomor urut penelitian : Nomor catatan medik :

Nama :

IDENTITAS

Alamat :

Telp. :

Tempat tanggal lahir (hari, bulan, tahun) :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Bangsa/Suku : 1. Batak 2. Jawa 3. Melayu

4. Minangkabau 5. Tionghoa 6. Lainnya Agama : 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik

4. Hindu 5. Budha Pendidikan : 1. Belum sekolah2. SD / sederajat

3. SMP / sederajat4. SMA / sederajat 5. Perguruan tinggi

Pekerjaan :1. Pegawai Negeri Sipil / TNI / Polri 2. Pegawai swasta 3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja


(65)

Keluhan utama : ANAMNESIS

Riwayat perjalanan penyakit :

Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit terdahulu :

PEMERIKSAAN FISIK

• Tinggi badan : Status antropomentri

• Berat badan :

Status generalisata Keadaan umum :

• Kesadaran :

• Gizi :

• Tekanan darah :

• Frekuensi nadi :

• Suhu :

• Frekuensi pernafasan : Keadaan Spesifik :

• Kepala :


(66)

• Toraks :

• Abdomen :

• Genitalia :

• Ekstremitas :

• Lokalisasi :

Status dermatologikus

• Efloresensi :

• Pemeriksaan lain :

- Tanda Auspitsz :

- Fenomena tetesan lilin :

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

DIAGNOSIS BANDING :

DIAGNOSIS KERJA :

PENATALAKSANAAN :

PROGNOSIS

• Quo ad vitam :

• Quo ad functionam :


(67)

LAMPIRAN 4

Lembar Penilaian Psoriasis Area and Severity Index (PASI)

Nama penderita : Tanggal: No. Rekam Medis:

Skor lesi Eritema (E) Indurasi (I) Skuama (S)

Tidak ada Ringan Sedang Berat Sangat berat

skor 0 1 2 3 4

Skor area

Area 0 1-9% 10-29% 30-49% 50-69% 70-89% 90-100%

Skor 0 1 2 3 4 5 6

Skor lesi Kepala (a)

Badan (b)

Ekstremitas Atas (c)

Ekstremitas Bawah (d) Eritema (E)

Indurasi (I) Skuama (S) Jlh: E+I+S

% area yg terkena Skor area

Subtotal: Jlh x skor area

Area tubuh :

subtotal x ... x 0.1 x 0.3 x 0.2 x 0.4

Total a b c d


(68)

(69)

(70)

LAMPIRAN 7


(1)

Crosstabs

Jenis Kelamin * Indeks Massa Tubuh Crosstab

Indeks Massa Tubuh IMT<25

(Normal)

25>IMT>30 (Overweight)

IMT>30

(Obesitas) Total

JenisKelamin Laki-laki Count 11 6 2 19

Expected Count 10.9 5.2 2.8 19.0

% within JenisKelamin 57.9% 31.6% 10.5% 100.0%

Perempuan Count 12 5 4 21

Expected Count 12.1 5.8 3.2 21.0

% within JenisKelamin 57.1% 23.8% 19.0% 100.0%

Total Count 23 11 6 40

Expected Count 23.0 11.0 6.0 40.0

% within JenisKelamin 57.5% 27.5% 15.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .703a 2 .704

Likelihood Ratio .714 2 .700

N of Valid Cases 40

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,85.


(2)

KeluhanGatal * IMT5 Crosstabulation

IMT5 IMT<25(Normal)

25<IMT>30 (Overweight)

IMT>30

(Obesitas) Total

KeluhanGatal Gatal Count 23 10 5 38

Expected Count 21.8 10.4 5.7 38.0

% within KeluhanGatal 60.5% 26.3% 13.2% 100.0%

Tdk gatal Count 0 1 1 2

Expected Count 1.2 .6 .3 2.0

% within KeluhanGatal .0% 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 23 11 6 40

Expected Count 23.0 11.0 6.0 40.0

% within KeluhanGatal 57.5% 27.5% 15.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 3.317a 2 .190


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 3.317a 2 .190

Likelihood Ratio 3.772 2 .152

N of Valid Cases 40

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,30.

Usia * IMT5 Crosstabulation

IMT5 IMT<25(Normal)

25<IMT>30 (Overweight)

IMT>30

(Obesitas) Total

Umur2 <20 tahun Count 1 1 1 3

% within Umur2 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

20-29 tahun Count 3 4 0 7

% within Umur2 42.9% 57.1% .0% 100.0%

30-39 tahun Count 6 1 1 8

% within Umur2 75.0% 12.5% 12.5% 100.0%

40-49 tahun Count 7 2 2 11

% within Umur2 63.6% 18.2% 18.2% 100.0%

50-59 tahun Count 3 1 1 5

% within Umur2 60.0% 20.0% 20.0% 100.0%


(4)

% within Umur2 50.0% 33.3% 16.7% 100.0%

Total Count 23 11 6 40

% within Umur2 57.5% 27.5% 15.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6.504a 10 .771

Likelihood Ratio 7.095 10 .716

Linear-by-Linear Association .019 1 .892

N of Valid Cases 40

a. 17 cells (94,4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,45.

Statusmerokok * IMT5 Crosstabulation

IMT5

IMT<25(Normal)

25<IMT>30 (Overweight)

IMT>30

(Obesitas) Total

Statusmerokok Tdk Count 16 6 5 27

% within Statusmerokok 59.3% 22.2% 18.5% 100.0%

Ya Count 7 5 1 13

% within Statusmerokok 53.8% 38.5% 7.7% 100.0%

Total Count 23 11 6 40


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1.572a 2 .456

Likelihood Ratio 1.614 2 .446

N of Valid Cases 40

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,95.

KonsumsiAlkohol * IMT5 Crosstabulation

IMT5

IMT<25(Normal)

25<IMT>30 (Overweight)

IMT>30

(Obesitas) Total

KonsumsiAlkohol Tdk Count 20 9 5 34

% within KonsumsiAlkohol 58.8% 26.5% 14.7% 100.0%

Ya Count 3 2 1 6


(6)

Total Count 23 11 6 40 % within KonsumsiAlkohol 57.5% 27.5% 15.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .169a 2 .919

Likelihood Ratio .167 2 .920

N of Valid Cases 40

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,90.