METODOLOGI PENELITIAN Ethnic identity formation in local arena of political economy in the era of decentralization

Selain itu, penggunaan perspektif aktor-struktur agar pembacaan realitas sosial oleh peneliti mencerminkan proses “dialektika internalisasi-eksternalitas dan eksternalisasi-internalitas”. Proses dialektika tersebut adalah upaya memahami struktur obyektif yang ada di luar pelaku sosial eksterior dan segala sesuatu yang melekat pada diri pelaku sosial interior. Menurut Mutahir 2011:57 bahwa perspektif ini berupaya mendorong peneliti untuk mengamati dan mengalami yang ada di luar diri pelaku sosial teneliti eksterior teneliti bergerak dinamis secara dialektis dengan pengungkapan dari segala sesuatu yang telah diinternalisasi menjadi bagian dari diri pelaku sosial teneliti interior. Sehubungan dengan penelitian pembentukan formasi identitas etnik dalam arena ekonomi politik lokal pergulatan politik identitas etnik di Kendari, Sulawesi Tenggara, struktur obyektif yang ada di luar pelaku sosial eksterior tercermin melalui arena ekonomi politik yang dapat diamati melalui tiga hal, yakni: pertama, konteks ekterior praktik dominasi aktor berbasis etnik dalam struktur politik yang menekankan pada: a relasi aktor berbasis etnik dengan institusi politik seperti: lembaga legislatif dan lembaga partai politik. Disini, peneliti menyajikan obyektivikasi kuantitas aktor berbasis etnik dalam institusi politik legilatif, peran aktor legislatif dalam menentukan alokasi pengeluaran APBD, serta relevansinya terhadap “pengamanan” basis suara para aktor legislatif; dan b dominasi etnisitas dalam struktur politik juga tercermin dari sejarah keberadaan etnik, pelapisan sosial tradisional, etnik mayoritas, dan kekuasaan simbolik symbolic power yang tercermin dari kedudukan kelompok- kelompok etnik di Kendari. Selanjutnya yang kedua, dominasi etnisitas dalam struktur ekonomi tercermin melalui struktur Produk Domestik Regional Bruto PDRB menurut pengeluaran dan lapangan usaha. Untuk struktur PDRB 46 menurut pengeluaran, peneliti menekankan pada: a relasi dominasi aktor berbasis etnik dengan alokasi peruntukkan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD mulai dari level pemerintahan kota eksekutif hingga pemerintahan di level kecamatan dan kelurahan; b relasi dominasi aktor berbasis etnik dengan kemiskinan; dan 46 Umumnya PDRB digunakan untuk melihat agregat pereknomian di lokasi studi dan dinamikanya, serta struktur perekonomian daerah baik dari sisi lapangan usaha sektoral maupun pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah. c relasi dominasi aktor berbasis etnik dengan proyek pembangunan. Sementara itu, untuk struktur PDRB menurut lapangan usaha, peneliti menekankan pada: a relasi dominasi penguasaan lahan dan kepala keluarga berbasis etnik; b dominasi buruh tani dari etnisitas tertentu sebagai cermin lapangan kerja di sektor pertanian; dan c dominasi pelaku usaha berdasarkan etnisitas berdasarkan sektor lapangan usaha. Kemudian konteks eksterior yang ketiga adalah dampak dominasi etnisitas yang menyebabkan terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan di kelompok- kelompok etnik. Adapun posisi obyektif ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ada-tidaknya ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di kelompok etnik, serta perubahan ketimpangan distribusi pendapatan sebelum dan sesudah pilkada pertama di Kendari. 47 Kemudian untuk menelusuri konteks ini, peneliti melihat Indeks Gini IG masyarakat Kendari secara keseluruhan dan IG kelompok-kelompok etnik. Adapun muatan dari indeks tersebut, adalah mencermati hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima keluarga dengan total pendapatan berbasis etnik. Sementara itu, subyektivisme dari penelitian ini menekankan pada pelaku sosial interior yang tercermin melalui pemaknaan opus operatum dan modus operandi sebagai bentuk tindakan aktor yang dipengaruhi identitas etnik dan pengalaman pribadi. Pemahaman terhadap struktur subyektif ini memungkinkan peneliti memahami pembentukan identitas etnik, pertarungan, dan strategi yang dilakukan aktor berbasis etnik di arena ekonomi politik lokal. Dengan demikian, penggalian dan pemahaman eksterior dan interior tersebut diharapkan mampu menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini lihat Tabel 3.1. 47 Peneliti sengaja menempatkan momentum pilkada untuk mencermati sejauhmana desentralisasi kekuasaan sebagai kebijakan pemerintah berdampak terhadap kesejahteraan rakyat dalam konteks masyarakat majemuk polietnik. Untuk itu, perhitungan ketimpangan distribusi pendapatan melalui pendekatan Indeks Gini akan membantu peneliti menguraikan jawaban atas rumusan pertanyaan penelitian ini. Tabel 3.1. Sifat Penelitian yang Tercermin Melalui Eksterior dan Interior. Sifat Penelitian Konteks Pemaknaan Bagian 1. Obyektivisme Ekterior 1. Dominasi struktur politik yang menekankan pada: a Relasi aktor berbasis etnik dengan institusi politik; dan b Dominasi struktur politik mencerminkan sejarah keberadaan etnik, pelapisan sosial tradisional, etnik mayoritas, dan kekuasaan simbolik symbolic power 2. Dominasi ekonomi yang tercermin melalui PDRB pengeluaran dan sektor lapangan usaha. Untuk PDRB pengeluaran menekankan pada: a Relasi dominasi aktor berbasis etnik dengan alokasi peruntukkan belanja APBD mulai dari level pemkot eksekutif hingga pemerintahan di level kecamatan dan kelurahan; b Relasi dominasi aktor berbasis etnik dengan kemiskinan; dan c Relasi dominasi aktor berbasis etnik dengan proyek pembangunan. Sementara itu, PDRB sektoral lapangan usaha menekankan pada: a Relasi dominasi penguasaan lahan dan kepala keluarga berbasis etnik; b Dominasi buruh tani dari etnisitas tertentu sebagai cermin lapangan kerja di sektor pertanian; dan c Dominasi pelaku usaha berdasarkan etnisitas berdasarkan sektor. 3. Ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi antar etnik yang menekankan pada: a Gambaran ada-tidaknya ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi diinter dan antar etnik; dan b Perubahan ketimpangan distribusi pendapatan sebelum dan sesudah pilkada pertama di Kendari. 2. Subyektivisme Interior Pemaknaan terhadap opus operatum dan modus operandi sebagai bentuk tindakan aktor yang dipengaruhi identitas etnik dan pengalaman pribadi. Adapun pemahaman yang dihasilkan: a Pembentukan identitas etnik; b Pertarungan; dan c Strategi yang dilakukan aktor. Pendekatan dan Teknik Penelitian Berdasarkan uraian metode dan perspektif penelitian sebelumnya, maka pendekatan penelitian merupakan turunan dari metode dan perspektif tersebut. Adapun pendekatan yang dimaksud, antara lain: perhitungan Indeks atau Rasio Gini, 48 Kurva Lorenz, 49 analisis kuadran, 50 penelusuran dokumen, studi sejarah, studi kasus, dan riwayat hidup. Penggunaan pendekatan Indeks Gini dan Kurva Lorenz dimaksudkan melihat realitas ada-tidaknya ketimpangan distribusi pendapatan keseluruhan maupun kelompok-kelompok etnik di era desentralisasi. Sedangkan analisis kuadran digunakan untuk melihat sebaran dominasi struktur ekonomi pengeluaran dan sektor lapangan usaha berbasis kelompok etnik. Selanjutnya, penelusuran dokumen lebih memfokuskan pada dokumen- dokumen yang berkaitan dengan kondisi ekonomi politik lokal. Untuk dokumen kondisi ekonomi daerah penelitian, peneliti memfokuskan pada: Data Survei Ekonomi Nasional Susenas tahun 2005 dan 2010, Data Potensi Desa Podes dan Kelurahan tahun 2011 seperti: dominasi etnik berdasarkan kelurahandesa, Daerah Dalam Angka DDA Kota Kendari tahun 2010 seperti: PDRB berdasarkan sektorlapangan usaha, pengeluaran, dan PDRB per kapita per Kecamatan, laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah Kota Kendari tahun 2010 seperti: belanja APBD realisasi pemerintah yang diperuntukkan pada tingkat Kelurahan, Kecamatan, SKPD, dan 48 Indeks Gini atau Koefisien Gini Gini Ratio merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Angka Indeks Gini berkisar antara 0 sd 1, dimana ketimpangan semakin rendah apabila angka mendekati 0 nol dan sebaliknya, ketimpangan semakin tinggi apabila angka mendekati 1 satu. Lebih jelasnya Todaro 2000 mengatakan angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pandapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik paling merata, berkisar antara 0,20 sampai 0,35. Atau dengan kata lain kategori ukuran Indeks Gini, sebagai berikut: a 0 – 0,19 = sangat merata; b 0,20 – 0,35 = merata; c 0,36 – 0,45 = kurang merata agak timpang; c 0,46 – 0,70 = timpang; dan e 0,71 – 1 = sangat timpang. 49 Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Apabila kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal semakin lurus, maka distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal semakin lengkung, menggambarkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata Todaro 2000. 50 Analisis kuadaran biasanya digunakan untuk melihat distribusi atau tipologi yang terbentuk antara dua variabel yang tercermin melalui sumbu X dan Y. Adapun penentuan kuadran sepenuhnya ditentukan peneliti. berdasarkan perkiraan APBD per kapita, laporan kegiatan P2KP Kota Kendari jumlah Kepala Kelurga miskin berdasarkan Kelurahan dan Kecamatan, dan sejarah ekonomi Sulawesi Tenggara dan Kendari. Sedangkan dokumen terkait dengan kondisi politik lokal, peneliti memfokuskan: arsip daerah seperti sejarah pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari, sejarah keberadaan etnik, dan debat asal-usul kerajaan tradisional, dan laporan hasil pilkada Kota Kendari maupun Provinsi Sulawesi Tenggara. Adapun dokumen-dokumen di atas, diperoleh dari arsip pemerintahan daerah dan pusat, perpustakaan milik pribadi, dan laporan studi tentang dinamika pergulatan politik identitas etnik di Kendari Sulawesi Tenggara dan politik identitas yang terjadi di Indonesia. Selanjutnya, tujuan penggunaan pendekatan ini, pertama, peneliti dapat mengakumulasi informasi tentang kondisi ekonomi politik lokal melalui pemahaman tentang realitas sejarah dan dinamika politik identitas etnik di Sulawesi Tenggara; dan kedua, bahan pembanding dengan temuan yang peneliti peroleh di lapangan. Khusus pendekatan studi sejarah, peneliti lebih mengkhususkan pada sejarah politik tingkat lokal. 51 Dengan demikian, penggunaan pendekatan ini terkait dengan dua tujuan, pertama, menjelaskan keterkaitan peristiwa politik identitas etnik pada aras lokal dan nasional merujuk dinamika politik identitas etnik di Sulawesi Tenggara; dan kedua, menjelaskan pembentukan identitas etnik di arena ekonomi politik lokal. Untuk pendekatan studi kasus, difokuskan pada seputar kasus terpilih yang dikaji dan dikumpulkan secara mendalam Nisbet dan Watt 1994. Adapun kasus terpilih tersebut terkait dengan topik penelitian, yakni pemaknaan aktor terkait sejarah dan distingsi identitas etnik, kekuatan kepemilikan modal ekonomi, simbolik, budaya, dan sosial aktor, pengalaman relasi antar aktor berbeda etnik, dominasi ekonomi berdasarkan etnik, pertarungan yang terjadi antar aktor, strategi-strategi aktor, dan politik identitas saat berlangsungnya pilkada. Semua kasus-kasus tersebut dibingkai dalam frame 51 Sejarah politik yang dimaksud dalam penelitian ini sebagaimana diungkapkan oleh Kuntowijoyo 2003: 176-187. Kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah politik bukan lagi semata- mata menulis mengenai politik, tetapi tentang kekuasaan pada umumnya. Selanjutnya sejarah politik tingkat lokal adalah peristiwa nasional yang menjadi peristiwa lokal, bukan peristiwaperistiwa lokal yang tetap lokal, lokal yang meningkat menjadi nasional, atau nasional yang menjadi internasional. Dengan kata lain, sejarah tingkat lokal adalah kepanjangan dari peristiwa nasional. yang terjadi di arena ekonomi politik lokal. Dengan demikian, tujuan penggunaan pendekatan ini adalah memberikan pola spesifik kekuatan [identitas] etnik dan relasi antar etnik yang merupakan satu kesatuan dalam moda praktik di arena ekonomi-politik lokal. Terakhir pendekatan riwayat hidup. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menggali pengalaman individu-individu tertentu, sebagai warga dari suatu masyarakat yang sedang diteliti Koentjaraningrat 1985: 158; Denzin 1989: 10. Cakupan pendekatan ini adalah informasi berbagai sumber lain tentang kehidupan dan konteks sosial kehidupan individu tersebut Bertaux 1981: 7-8 dalam Sitorus 1998. Adapun tujuan penggunaan pendekatan tersebut adalah peneliti dapat merumuskan kedalaman makna tindakan aktor dalam arena ekonomi politik lokal dan makna identitas etnik yang dimiliki teneliti berdasarkan pengalaman hidupnya terkait dengan konteks sosial kehidupan teneliti. Secara garis besar, fokus pengamatan, pendekatan, dan tujuan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Kemudian dari pendekatan yang digunakan, diharapkan terkumpulnya dua jenis kelompok data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa dokumen seperti: laporan penelitian, buku, dan sejenisnya dan data statistik, meliputi: Potensi DesaKelurahan podes di Kendari – Sulawesi Tenggara, Sensus Sosial Ekonomi Nasional susenas, Kota Kendari Dalam Angka DDA Kota Kendari, Sulawesi Tenggara Dalam Angka DDA Sulawesi Tenggara, dan lain-lain. Sementara itu, data primer berupa wawancara tidak terstruktur, terstruktur, wawancara mendalam indept interview, dan focus group discussion FGD. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara lepas dengan teneliti, dimana peneliti menyiapkan terlebih dahulu pokok-pokok pertanyaan, karena yang dicari adalah keterangan dan penjelasan lebih dalam dari para teneliti yang terkait dengan topik penelitian. Tabel 3.2. Pendekatan Penelitian dan Tujuan Penggunaannya. Fokus Pengamatan Pendekatan Tujuan 1. Ekonomi PDRB berdasarkan sektorlapangan usaha dan pengeluaran Penelusuran dan analisis dokumen Memahami agregat pereknomian di lokasi studi dan dinamikanya, serta struktur perekonomian baik dari sisi lapangan usaha maupun pengeluaran pemerintah. Belanja APBD realisasi pemda berdasarkan kelurahan, kecamatan, dan SKPD Penelusuran dan analisis dokumen Mengetahui sebaran belanja APBD di tingkat kelurahan, kecamatan, dan SKPD yang disesuaikan dengan konteks aktor berbasis etnik disetiap tingkatan tersebut. Tingkat KK miskin Penelusuran dan analisis dokumen Mengetahui sebaran KK miskin di tingkat Kelurahan, Kecamatan, dan Kota yang disesuaikan berdasarkan basis etnisitasnya. Pelaku usaha menurut sektor Penelusuran dan analisis dokumen Mengetahui sebaran pelaku usaha berdasarkan basis etnisitasnya. Ketimpangan distribusi pendapatan berdasarkan etnisitas Perhitungan Indeks Gini Gini Ratio dan Kurva Lorenz Melihat ada-tidaknya ketimpangan distribusi pendapatan berbasis etnik maupun keseluruhan yang terjadi di lokasi studi. Data pendapatan merupakan proxi dari pengeluaran RT. 2. Politik Sejarah daerah dan dinamika politik [identitas] lokal Penelusuran dan analisis dokumen, analisis sejarah dan dinamika politik lokal, dan studi kasus • Mengakumulasi informasi tentang sejarah daerah dan dinamika politik lokal di lokasi studi; • Menjelaskan keterkaitan peristiwa politik identitas pada aras lokal dengan nasional merujuk kasus politik identitas etnik di lokasi studi; dan • Menjelaskan dampak kebangkitan politik identitas bagi kelompok-kelompok etnik. Lanjutan Tabel 3.2. Fokus Pengamatan Pendekatan Tujuan 2. Politik Dominasi etnik Penelusuran dokumen, analisis dokumen, dan studi kasus • Mengetahui sebaran etnik di tingkat kelurahan, kecamatan, kotakabupaten, provinsi, dan Indonesia; • Dominasi etnik dalam pengeluaran belanja APBD; • Dominasi etnik dalam struktur kekuasaan pemerintahan dan politik lokal; dan • Dominasi etnik dalam pengelolaan proyek pembangunan. Dinamika aktor politik lokal, meliputi: pertarungan, strategi, aktor berbasis identitas etnik Studi kasus dan riwayat hidup • Memberikan pola spesifik kekuatan [identitas] etnik dan relasi antar etnik di Kendari – Sulawesi Tenggara dalam kekuasaan ekonomi politik lokal di lokasi penelitian; • Mengenali bentuk pertarungan dan strategi aktor berbasis [identitas] etnik; • Merumuskan kedalaman identitas etnik yang dimiliki teneliti berdasarkan pengalaman hidupnya terkait dengan konteks kehidupan teneliti. 3. Ekonomi politik lokal Relasi antar variabel politik dengan variabel ekonomi di lokasi studi Analisis data, studi kasus, dan riwayat hidup • Mengetahui dan memahami relasi posisi obyektif aktor berbasis etnik dengan kemiskinan; • Mengetahui dan memahami relasi posisi obyektif aktor berbasis etnik dengan kekuasaan pemerintahan dan partai politik; • Mengetahui dan memahami relasi posisi obyektif aktor dengan dominasi alokasi belanja APBD; • Mengetahui dan memahami relasi sebaran suara pemilih, kemiskinan, dan kemenangan aktor; • Mengetahui dan memahami makna praktik-praktik aktor di arena ekonomi politik lokal. Sementara itu, wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan peneliti dengan terlebih dahulu merumuskan pertanyaan terbuka kepada teneliti. Rumusan pertanyaan tersebut terkait dengan tematik penelitian. Selanjutnya wawancara mendalam indepth interview dimaksudkan menjaring kompleksnya persoalan yang dilihat dan kemampuan pengetahuan yang dapat diketahui dari teneliti. Sedangkan FGD peneliti lakukan untuk mendalami tematik tertentu yang peneliti anggap perlu dilakukan pendalaman dan pengklarifikasian data yang diperoleh selama melakukan wawancara terstruktur dan indept interview. Dengan demikian, tujuan peneliti melakukan pendekatan-pendekatan tersebut adalah berupaya menyelami menjelajahi realitas bathin teneliti Hardiman 2003. Lokasi, Aras, dan Waktu Penelitian Penelitian tentang pembentukan identitas etnik dalam arena ekonomi politik lokal di era desentralisasi mengambil lokasi studi sebagai kasus penelitian bertempat di Kendari, Sulawesi Tenggara. Penentuan Sulawesi Tenggara khususnya Kota Kendari sebagai studi kasus penelitian didasarkan pada pertimbangan, yakni: pertama, terdapat kurang lebih dua puluh delapan etnik yang mendiami daerah ini. Dengan demikian, lokasi penelitian merupakan cerminan masyarakat majemuk polietnik di Indonesia; kedua, lokasi penelitian memiliki jejak-jejak histori pertemuan masyarakat majemuk berbasis kerajaan- kerajaan tradisional yang pernah berjaya; ketiga, lokasi penelitian mencerminkan konteks ekologi Indonesia, yakni “daratan” dan “kepulauan”; dan keempat, lokasi penelitian menggambarkan pergulatan politik identitas [etnik] yang secara tidak sadar saling meniadakan di arena ekonomi politik lokal. Selanjutnya, unit analisis dalam penelitian ini adalah aktor berbasis etnik. Meski di dalam penelitian ini, seringkali peneliti melakukan verifikasi data kepada komunitas etnik mayoritas yang mendiami Kendari, seperti etnik Tolaki, etnik Muna, etnik Bugis, dan etnik Buton. Agar memperoleh informasi yang komprehensif, penelitian ini dilakukan di tiga aras berbeda yang sekaligus menunjukkan lokasi penelitian, yaitu: mikro, meso, dan makro. Gambar 3.1. Sebaran Kelompok Etnik di Kota Kendari Berdasarkan Kecamatan Sumber: Diolah dari Potensi Desa dan Kelurahan 2011. Keterangan: 1= Aras Mikro; 2 = Aras Meso dan Makro Gambar 3.2. Pendekatan Penelitian yang Digunakan Selama di Lapangan. Peneliti Studi referensi dan data sekunder Informan Poli,si Informan Akademisi Informan Swasta Informan NGO Informan Birokrasi Praktik Ekonomi Politik Lokal Studi lapangan sesuai tematik Ethnic Community Wawancaran Tidak Terstruktur Wawancaran Terstruktur Riwayat Hidup Sejarah Politik Lokal Studi Kasus Wawancara Mendalam 1 2 7,81 6,25 4,69 6,25 4,69 7,81 7,81 3,13 4,69 0,00 3,00 6,00 9,00 Abeli Baruga Kadia Kambu Kendari Kendari Barat Mandonga Poasia Puwatu Wua-Wua P e r se n tas e Etn ik p e r K e lu r ah an Kecamatan di Kota Kendari Tolaki Bugis Muna Buton Bajo Pada aras mikro, unit analisis difokuskan pada komunitas etnik yang mendiami suatu tempat dalam satuan administrasi kecamatan di Kota Kendari peta Kendari dapat dilihat pada Lampiran 1. Di aras ini, peneliti memilih beberapa kecamatan dengan tipologi sebagai berikut: pertama, tipologi kecamatan yang memiliki sebaran dominan etnik lokal etnik Tolaki dan Muna. Adapun lokasi kecamatan yang dimaksud, meliputi: Kecamatan Abeli dimana unit analisis pilihan adalah Kelurahan Abeli etnik Tolaki dan Kecamatan Kendari dimana unit analisis pilihan adalah Kelurahan Gunung Jati etnik Muna. Tabel 3.3. Deskripsi Tahapan Penelitian. Tahapan Uraian 1. Persiapan a melakukan penelusuran dan mengumpulkan referensi yang sesuai dengan tematik penelitian; b melakukan analisis sebaran etnik di Sulawesi Tenggara; c mempersiapkan administratif penelitian; dan d menghubungi kandidat informan penelitian. 2. Pelaksanaan a pengambilan data sekunder untuk melengkapi data yang belum tersedia; b pengambilan data primer wawancara mendalam, terstruktur, dan tidak terstruktur dibeberapa level aras; c focus group discussion FGD; dan d diskusi partisipatif dengan informan penelitian. 3. Analisis dan penulisan laporan a mengidentifikasi temuan berdasarkan tematik penelitian; b melakukan analisis berdasarkan temuan penelitian; c menuliskan hasil penelitian berdasarkan panduan penulisan yang dikeluarkan SPs IPB; d konsultasi tulisan disertasi ke komisi pembimbing; e sidang komisi; dan f perbaikan tulisan draft disertasi berdasarkan masukan dari komisi pembimbing. 4. Pertanggungjawaban hasil penelitian a menyusun draft tulisan untuk jurnal terakreditasi maupun belum terakreditasi; b melakukan sidang komisi; c melakukan seminar hasil penelitian; d melakukan ujian tertutup; e melakukan ujian terbuka; f pengumpulan disertasi ke SPs IPB Kedua, tipologi kecamatan yang memiliki sebaran dominan etnik non-lokal dimana unit analisis pilihan adalah Kelurahan Sodoha etnik Bugis; dan ketiga, tipologi kecamatan yang memiliki sebaran seimbang antara etnik lokal-pendatang. Adapun kecamatan yang dimaksud adalah Kecamatan Mandonga dengan unit analisis pilihan adalah Kelurahan Labibia etnik Tolaki, Kelurahan Alolama etnik Muna, dan Kelurahan Mandonga etnik Bugis. Untuk sebaran etnik berdasarkan kecamatan di Kota Kendari dapat dilihat pada Gambar 3.1. Selanjutnya untuk aras meso dan makro, unit analisis difokuskan pada aktor yang mewakili kelompok etnik mayoritas Tolaki, Muna, Bugis, dan Buton yang berprofesi sebagai akademisi, swasta, politisi, birokrasi, dan Non-Goverment Organization NGO. Untuk itu, unit analisis penelitian ini tidak dibatasi satuan administrasi baik kabupaten, kecamatan maupun kelurahan, melainkan melintasi satuan administrasi tersebut. Kemudian aktor yang dipilih dijadikan sebagai informan atau teneliti yang akan peneliti amati opus operatum dan modus operandi praktik ekonomi politik lokal. Selanjutnya peneliti akan melakukan wawancara mendalam terstruktur maupun tidak terstruktur kepada informan atau teneliti perihal motif dan artikulasi aktor berdasarkan tematik yang diangkat dalam penelitian ini informasi informan atau teneliti dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya, penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012 yang terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: persiapan, pelaksanaan, analisis dan penulisan laporan, serta pertanggungjawaban hasil penelitian lihat Tabel 3.3 dan Lampiran 3 sebagai uraian research schedulle.

BAB IV KENDARI DALAM “BAYANG-BAYANG” IDENTITAS ETNIK

Sebelum Indonesia merdeka hingga penghujung kekuasaan Orde Lama, 52 Kendari bukanlah kota yang dikenal di daratan pulau Sulawesi. Berbeda dengan Konawe Unaaha, Muna, dan Buton lebih dikenal karena kedudukannya sebagai pusat kerajaan tradisional masa lalu. Tetapi karena posisi Kendari yang strategis, 53 kota ini kemudian diusung sebagai pusat pemerintahan Sulawesi Tenggara. 54 Secara geografis Kendari berada diantara 120 o 39’06”–122 o 23’06” BT dan 03 o 54’30”–04 o 03’11” LS yang membentang mengelilingi Teluk Kendari. Di sebelah selatan kota ini, berbatasan dengan Kecamatan Soropia; sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda; sebelah selatan berbatasan Kecamatan Moramo dan Kecamatan Konda; dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto dan Sampara. Kemudian dibandingkan dengan sebelas kabupatenkota di Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari adalah kota tersempit yang memiliki luas 0,78 persen atau 29.589 hektar. Sedangkan kabupaten yang terluas adalah Kolaka sebesar 18,14 persen atau 691.838 hektar lihat Gambar 4.1. Jumlah penduduk dan kepala keluarga KK di Kendari termasuk dalam peringkat 3 besar dari 12 52 Awalnya Hari Ulang Tahun HUT Kota Kendari diperingati setiap tanggal 27 September. Peristiwa yang disesuaikan peresmian Kendari sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari oleh Mendagri Yogie S. Memed. Oleh sebagian elit lokal menganggap bahwa HUT Kota Kendari yang diambil dari peristiwa tersebut sama saja membatasi makna keberadaan Kota Kendari. Untuk itu, merujuk publikasi Vosmaer tentang Kendari, maka HUT Kota Kendari diperingati setiap tahunnya pada tanggal 9 Mei sesuai dengan Peraturan Walikota No. 174 Tahun 2007 Asrun 2010. 53 Banyak orang mengatakan bahwa Kendari adalah pusat pemerintahan Kerajaan Laiwoi. Tapi menurut pendapat peneliti, pusat Kerajaan Laiwoi sesungguhnya bukanlah di Kendari, melainkan di Ranomeeto. Beberapa bukti sejarah mengatakan bahwa berdirinya Kerajaan Laiwoi tidak lepas dari campur tangan Belanda yang saat itu memiliki hubungan dekat dengan Sapati Tebawo di Ranomeeto. Hubungan dekat tersebut diikat dengan kepentingan yang sama, yaitu menumpas bajak-bajak laut Tobelo. Bukti lainnya, bahwa Ranomeeto sejak awal abad XIX telah menyatakan diri sebagai kerajaan berdaulat dengan nama Kerajaan Laiwoi dan mengadakan hubungan luar diantaranya dengan Belanda, yang ditandai dengan akte ikatan atau long contract 1858 Tamburaka et. al. 2004: 300-306. Adapun Kendari saat itu, sebagai pusat armada militer dan Pemerintahan Belanda, serta tempat dilakukannya berbagai perjanjian dengan pihak non- Belanda karena dianggap lebih strategis dibandingkan kota-kota taklukan Belanda lainnya. 54 Dibagian berikut dalam tulisan ini, akan diketengahkan polemik penentuan pusat ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara ketika Sulawesi Tenggara lepas dari provinsi induknya Sulawesi Selatan-Tenggara Sulselra. kabupaten di Sulawesi Tenggara dengan jumlah penduduk dan KK terbanyak, yaitu masing-masing sebesar 14,02 persen 317.865 jiwa dan 13,93 persen atau sebanyak 81.502 KK lihat Tabel 4.1. Kondisi ini, kemudian berimplikasi pada kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Sulawesi Tenggara, yaitu 881 jiwakm 2 BPS Prov. Sulawesi Tenggara 2010. Tabel 4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk dan Kepala Keluarga Berdasarkan KotaKabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. No. KotaKabupaten Jumlah Penduduk Jiwa Kepala Keluarga KK 1. Bau-Bau 133.598 5,89 33.942 5,83 2. Bombana 140.176 6,18 36.084 6,20 3. Buton 262.738 11,59 70.274 12,08 4. Buton Utara 55.923 2,47 13.742 2,36 5. Kendari 290.392 12,81 68.062 11,70 6. Kolaka 317.865 14,02 81.052 13,93 7. Kolaka Utara 125.158 5,52 31.935 5,49 8. Konawe 247.990 10,94 63.900 10,98 9. Konawe Selatan 270.611 11,94 69.825 12,00 10. Konawe Utara 53.574 2,36 14.225 2,45 11. Muna 273.000 12,04 70.143 12,06 12. Wakatobi 95.740 4,22 28.582 4,91 Jumlah 2.266.765 100 581.766 100 Sumber: Diolah dari Data Potensi Desa Kelurahan BPS 2011. Kepadatan penduduk Kendari yang tinggi dianggap wajar karena kota ini sejak lama dikenal sebagai kota perdagangan yang strategis dan menjanjikan bagi siapa saja. Data terakhir DDA Kota Kendari 2010 menyebutkan kekuatan perdagangan kota ini terletak pada perdagangan ekspor-impor dan perdagangan antar pulau. Pada tahun 2010, impor terbesar Kendari adalah pada komoditas bahan bakar mineral, yaitu mencapai 2.232.103 kilogram dengan nilai 1.205.147 US. Sedangkan ekspor terbesar adalah pada bijih logam, perak, dan abu sebesar 3.710.296.866 kilogram dengan nilai 44.441.601 US. Adapun perdagangan antar pulau lebih berorientasi barang-barang yang berasal dari hasil bumi dan laut, seperti: barang-barang hasil tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan hasil hutan. Sementara itu, hasil laut meliputi: ikan dan hasil-hasil lainnya. Semua ini, merupakan peluang ekonomi untuk meraih “rezki” bagi kelompok- kelompok etnik yang ada di Kota Kendari dan sekitarnya. Gambar 4.1. Luas Wilayah per KabupatenKota di Provinsi Sulawesi Tenggara Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka 2010. Jika ditelusuri lebih jauh, rupanya kekuatan perdagangan yang menjadi andalan kota ini tidak terjadi begitu saja. Melainkan warisan kesejarahan yang ada sejak lama. Penelusuran referensi menunjukkan Kendari adalah kota perdagangan yang mengekspor hasil-hasil bumi Laiwoi 55 berupa beras. Chalik dan Bhurhanuddin 1984 menyebutkan roda perdagangan Kendari saat itu dijalankan kelompok etnik Bugis 56 yang bertindak sebagai pedagang bermodal yang dibantu kelompok etnik lainnya, seperti: etnik Tolaki produsen hasil bumi, Muna, dan Buton buruh atau tenaga kasar di perdagangan. Inilah awal terbentuknya struktur masyarakat polietnik di Kendari yang terdiri dari empat 55 Menurut beberapa referensi menyebutkan Laiwoi adalah salah satu kerajaan pecahan Kerajaan Konawe dari daratan Sulawesi Tenggara yang kekuasaannya mencakup Kendari dan beberapa daerah sekitarnya. Dalam batasan kelompok etnik, Kerajaan Laiwoi merupakan kelompok etnik Tolaki Konawe yang pusat kerjaaannya pertama kali di Ranomeeto. Kemudian catatan Chalik dan Bhurhanuddin 1984 menyebutkan bahwa pada tahun 1927 Raja Laiwoi yang bernama Sao-Sao memindahkan ibukota swapraja dari Lepo-Lepo ke Kendari. 56 Pengakuan etnik Bugis sebagai kelompok etnik yang sudah lama berdiam di Kendari dibuktikan dari adanya tanda tangan perwakilan etnik Bugis yang diwakili kepala Suku Bugis pada “Perjanjian Ulularang” antara Raja Sao-Sao dengan Pemerintah Belanda Tamburaka et. al. 2004. 7,01 7,58 17,81 18,14 11,84 8,01 1,12 8,89 5,23 12,79 0,78 0,80 Buton Muna Konawe Kolaka KonaweSelatan Bombana Wakatobi KolakaUtara ButonUtara KonaweUtara Kendari Bau6Bau