2. Penyaluran Dana
Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan Bank Syariah tetap berpedoman kepada prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, bank
diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan
penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank
Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan kedalam 4 empat kelompok sebagai berikut:
a. Prinsip jual beli Bai’
b. Prinsip bagi hasil
c. Prinsip sewa menyewa
d. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
a. Prinsip jual beli
Bai’
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 tiga jenis prinsip jual beli bai’ yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan
modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut: Karim, 2004: 97 1
Bai’ al murabahah 2
Bai’ as-salam 3
Bai’ al-Istis
1 Bai’ al murabahah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Bai’ al murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh
nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang telah disepakati. Nasabah dalam hal ini dapat membeli jenis transaksi tunai, cicilan atau tangguhan.
Umumnya nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
2. Bai’ as-salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya delivery dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka secara tunai.
Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau hasil industri lainnya.
Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak
boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual dan produsen harus
bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti dengan barang yang sesuai dengan pesanan.
c. Bai’ Al-Istishna’
Bai’ Al-Istishna’ pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran dimuka, baik secara tunai, cicilan, atau
ditangguhkan. Untuk melakukan Bai’ Al-Istishna’ kontrak dilakukan ditempat
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai dengan spesifikasi pesanan yang
dilakukan dalam kontrak kemudian menjualnya kepada pembeli. Prinsip bai’ Al- Istishna’ ini merupakan bai’ as-salam namun dalam istishna’ pembayaran dapat
dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara tunai.
b. Prinsip Bagi Hasil