ANALISIS KRIMINOLOGIS PEREDARAN GAMBAR PORNOGRAFI YANG DILAKUKAN MELALUI MEDIA GAME ONLINE DI KALANGAN SISWA DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS PEREDARAN GAMBAR PORNOGRAFI YANG DILAKUKAN MELALUI MEDIA GAME ONLINE DI

KALANGAN SISWA DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

AYU RHATNA PRATIWI

Kemajuan teknologi internet pada masa sekarang ini bagaikan pedang bermata dua. Dari semua keuntungan yang diperoleh melalui teknologi intenet, terdapat kerugian yang perlu dihindari, salah satunya adalah penyebaran gambar pornografi yang dilakukan melalui game online yang menjadi perhatian serius dari Pemerintah, karena pornografi mempunyai hubungan kuat dengan kemudahan proses produksi, manipulasi, penyebaran dan pemanfaatan internet sebagai sarana akses pornografi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apa saja faktor penyebab terjadinya peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media

game online di kalangan siswa di Bandar Lampung dan bagaimana upaya penanggulangan yang harus dilakukan.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling. Data yang terkumpul kemudian diproses dengan cara editing, interpretasi data, sistematis data, dan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media

game online yaitu, faktor perilaku yang menyimpang, rendahnya mental seseorang dan kebingungan, sedangkan faktor eksternal yaitu, faktor penyalahgunaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), faktor sarana dan fasilitas, faktor lingkungan, faktor kurangnya kontrol sosial, faktor dari kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemblokiran situs atau konten pornografi pada game online. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu, melalui jalur penal meliputi penegakkan hukum sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(2)

Elektronik, dan melalui jalur non penal dengan meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk melakukan pemblokiran peredaran game online

yang mencantumkan situs dan konten pornografi, berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk melakukan bimbingan dan pengarahan kepada siswa terhadap bahaya yang ditimbulkan dari pornografi pada game online

Adapun saran dalam penelitian ini adalah Pemerintah sebaiknya lebih mengoptimalkan kontrol pencegahan dan menyaring game online yang berkonten atau bersitus pornografi, serta bekerjasama dengan instansi-instansi yang terkait dan pihak orang-tua untuk turut andil melakukan pengawasan mengenai situs dan konten apa sajakah yang diakses oleh siswa.


(3)

ABSTRACT

CRIMINOLOGICAL ANALYSIS CIRCULATION OF PORNOGRAPHIC

IMAGES CARRIED THROUGH THE ONLINE GAME AMONG STUDENTS IN BANDAR LAMPUNG

By:

AYU RHATNA PRATIWI

Advances in Internet technology at the present time like a double-edged sword. Of all profits obtained through intenet technology, there are disadvantages that need to be avoided, one of which is the dissemination of pornographic images made through an online game that became a serious concern of the Government, because pornography has a strong relationship with the ease of the production process, manipulation, dissemination and use of the Internet as a means of access to pornography. The problem in this research is what are the factors that cause the circulation of pornographic images is done through the medium of online games among students in Bandar Lampung city and how prevention efforts should be done.

The method used is normative and empirical jurisdiction. Data used include primary data and secondary data. Sampling using purposive sampling method. The collected data is then processed by means of editing, interpretation of data, systematic data, and analyzed using qualitative analysis.

Based on the results of research and discussion of internal factors that cause the circulation of pornographic images is done through the medium of online gaming that is, factors that deviant behavior, lack of mental and confusion, while external factors, namely, the abuse factor developments in science and technology (science and technology), factor facilities and infrastructure, environmental factors, lack of social control factors, factors of less optimal control of the government in blocking pornographic content on the sites or online gaming. Prevention efforts that can be done is, through the penal covering law enforcement in accordance with the code of penal, Undang-Undang Number 44 Year 2008 on Pornography and Undang-Undang Number 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions, and through non penal path by asking the Ministry of


(4)

institutions to conduct guidance and direction to students on the harmful effects of pornography on online games.

The suggestions in this study is the Government should further optimize preventive control and filter online game with content or websites pornography, as well as in cooperation with the relevant agencies and the parents to contribute to conduct surveillance on the site and what are the content accessed by students.


(5)

Oleh

AYU RHATNA PRATIWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(6)

(7)

(8)

Ayu Rhatna Pratiwi dilahirkan di Bandar lampung pada tanggal 12 November 1993, yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Drs. Trimaya Budi Hajad Santoso dan Ibu Sri Mandarwati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Budaya Bandar Lampung pada tahun 1999, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 2 Sumberejo Kemiling Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Perintis 1 Bandar Lampung pada tahun 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) Jalur Undangan pada tahun 2011.


(9)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbilalamin...

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga terselesaikannya karya kecil ini dengan penuh usaha dan perjuangan dalam pembuatannya yang kupersembahkan untuk :

Ayahanda dan Ibunda tercinta

Drs. Trimaya Budi Hajad Santoso dan Sri Mandarwati Terima kasih untuk semuanya...

Telah merawat, menjaga, mendidik dan mencurahkan cinta dan kasih sayang yang besar serta telah memberikan doa dan dorongan yang tiada hentinya demi

keberhasilan dan kesuksesanku Kakak-kakakku tercinta

Bayu Prabowoseno S.H dan Shyntha Nourma Pratiwi S.H Terima kasih untuk segalanya...

Terima kasih untuk selalu ada dan siap membantu

Terima kasih atas perhatian dan cinta kasihnya kepadaku Dan Sahabat-sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka Serta Almamater tercinta Fakultas Hukum Unila


(10)

MOTO

Barangsiapa yang menapaki suatu jalan dalam rangka

mencari ilmu, maka Allah SWT akan memudahkan baginya

jalan ke Syurga

(H.R.Ibnu Majah & Abu Dawud)

Kesuksesan tidak dapat berjalan sendiri ke arah kamu,

tetapi kamulah yang harus berusaha menjemput kesuksesan

itu


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 12

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi... 14

B.Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan ... 17

C.Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan ... 24

D.Pengertian Pornografi ... 33

E. Permainan Online (Game Online) dan Sejarahnya ... 34

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 38

B.Jenis dan Sumber Data ... 39

C.Penentuan Populasi dan Sampel ... 40

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 41


(12)

B.Gambaran Umum ... 47 C.Faktor-faktor Penyebab Peredaran Gambar Pornografi Yang Dilakukan

Melalui Media Game Online Di Kalangan Siswa Di Bandar Lampung ... 50 D.Upaya-Upaya Yang Dilakukan Untuk Menanggulangi Peredaran Gambar

Pornografi Yang Dilakukan Melalui Media Game Online Di Kalangan

Siswa Di Bandar Lampung ... 62

V. PENUTUP

A.Simpulan ... 68 B.Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi pada masa sekarang ini bagaikan pedang bermata dua. Dari semua keuntungan yang diperoleh melalui intenet, ada juga kerugian yang perlu dihindari, salah satunya adalah pornografi. Anak-anak paling beresiko ketika mereka berulang kali terpapar gambar yang berlebihan dan berpotensi adiktif. Meningkatnya kemudahan masyarakat untuk mengakses informasi dan banyaknya kesempatan dalam mendapatkan berbagai peralatan canggih memberikan efek yang cukup mengkhawatirkan bagi moral dan etika bagi kehidupan. Salah satu dampak negatif dari pemanfaatan internet adalah penyebaran gambar pornografi yang menjadi perhatian serius dari Pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia.1

Penyebaran pornografi saat ini erat hubunganya dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi internet. Sistem jaringan internet yang dapat menjangkau berbagai daerah terpencil yang juga memiliki akses internet, menjadikan media komunikasi menggunakan jaringan internet jadi pilihan banyak masyarakat di Indonesia saat ini. Semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang mulai

1

Ridwan Sanjaya, Parenting Untuk Pornografi di Internet, Jakarta, Elex Media Computerindo,


(14)

menggunakan berbagai aplikasi dalam internet seperti dimanfaatkan oleh pembuat

websites porno dengan mengedarkan websitesnya yang disisipkan dalam tampilan jejaring sosial yang digunakan dalam bentuk informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan hal yang tidak baik. Secara sederhana internet didefinisikan sebagai jaringan global yang mengkoneksikan jutaan komputer. Melalui internet jutaan orang dapat saling berhubungan secara sistematis dalam dunia maya, sehingga saat ini dunia maya tidak hanya sebatas menghadirkan informasi, hiburan, dan pendidikan, tetapi sanggup memenuhi sejumlah kebutuhan manusia seperti pertemanan, penghargaan dan cinta.2

Internet diibaratkan sebagai perpustakaan yang di dalamnya menyimpan berbagai macam informasi berupa teks, grafik, audio, gambar maupun animasi dalam bentuk media elektronik. Pornografi juga merupakan salah satu masalah yang serius di Indonesia, terutama mengenai penyebaran pornografi melalui media

online. Kemajuan teknologi internet yang sangat cepat dan mudahnya cara menggunakannya, memungkinkan siapa saja dapat menggunakan internet. Bahkan anak-anak usia sekolah dasar sudah pandai menggunakan internet untuk mengakses informasi apa saja yang mereka inginkan, tidak terkecuali informasi yang berhubungan dengan pornografi, salah satu fungsinya dapat digunakan sebagai sarana hiburan yaitu bermain disebut game online.3

Permainan online ini dimainkan oleh lebih dari satu pemain (multiplayer) secara bersamaan, dimana saja, dan kapan saja dengan menggunakan laptop ataupun

2

Jumiran, Modul Pembelajaran Internet, Tanggamus, Dinas Pendidikan, 2005, hlm. 1

3


(15)

komputer yang didukung dengan koneksi internet. Perangkat yang dibutuhkan pun tidak banyak, cukup dengan perangkat komputer biasa seperti; mouse, mouse pad, keyboard, dan speaker atau headphone. Jelas ada perbedaan yang sangat besar antara anak yang mengenal dan tahu bermain game online dengan anak yang sama sekali tidak mengetahui permainan online. Banyak remaja dan anak-anak yang masih di bawah umur sehingga membawa sebuah perubahan besar terhadap jenis permainan anak sekarang ini. Perbedaan yang sangat jelas ketika mengingat anak-anak dahulu bermain kelereng, layangan, catur, yoyo, gasing dan bola. Kemudian dibandingkan dengan sekarang yang hampir semua anak yang sudah mngenal

game online tidak lagi tertarik untuk bermain permainan tersebut.4

Permainan online sudah sewajarnya sangat digemari oleh semua kalangan dan beredar di beberapa negara hingga saat ini. Salah satu penelitian di Amerika yang diungkapkan dalam Journal Pediatrics bahwa 2/3 dari total semua rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah (6-18 tahun) mempunyai komputer di rumahnya dan sekitar 59% diantaranya memanfaatkan untuk bermain game online. Kebanyakan remaja di Indonesia menggunakan internet untuk bermain game online. Anak-anak ataupun remaja begitu mudah tertarik dalam permainan online

karena salah satu penyebabnya yaitu mereka diberikan dengan pilihan dari jenis permainan yang beragam atau variatif. Pembicaraan mengenai pornografi di internet saat ini sedang ramai terutama pornografi yang terdapat pada game online, bahkan akan terus menjadi bahan diskusi yang menarik mengingat masalah pornografi disebut-sebut sama tuanya dengan peradaban manusia di

4

Ayu Rini, Menanggulangi Kecanduan Game Online, Jakarta: Penerbit Pustaka Mina, 2011, hlm.


(16)

muka bumi ini, isu ini mempunyai relasi kuat dengan kemudahan proses produksi, manipulasi, penyebaran dan pemanfaatan internet sebagai sarana akses pornografi, serta bagaimana kita menyikapinya.5

Dari beberapa kasus yang terkait dengan pemanfaatan teknologi terdapat banyak sekali peredaran gambar atau konten pornografi pada game online. Internet yang memfasilitasi anak dengan berbagai game online yang mempunyai banyak pilihan. Mulai dari Caunter Strike, game-game lain dengan karakter berbusana

sexy, tidak ada yang menjamin anak di bawah umur untuk tidak memainkannya. Salah satu game online yang mempunyai unsur-unsur pornografi secara jelas adalah seperti game online 7Sins dirilis pada tahun 2005, game online ini memperlihatkan cara-cara atau tahap-tahap dalam persetubuhan dan para pemain diberikan kebebasan untuk mengatur skenario persetubuhan tersebut. Selain itu

game online Rape Play juga mempunyai unsur-unsur pornografi, dimana dalam

game tersebut pemain ditugaskan melakukan adegan persetubuhan sebanyak-banyaknya, serta menyediakan pilihan untuk melakukan tindakan aborsi bila diperlukan.6

Salah satu kasus yang terjadi baru-baru ini adalah terdapat 6 (enam) siswa-siswa yang terjaring razia karena ketahuan membolos saat jam sekolah untuk bermain

game online di warnet Empire Z dijalan Gajahmada Bandar Lampung. 6 (enam) siswa SMA Negeri 1 Bandar Lampung ini kemudian dibawa kesekolah untuk diberikan pembinaan dan diserahkan kepada pihak orang-tua. Warung internet

5

Ibid., hal. 52

6


(17)

merupakan tempat favorit bagi para siswa untuk tidak sekolah. Game online

memberikan dampak negatif bagi anak-anak dan remaja seperti, meninggal karena terlalu kecanduan dan keseringan bermain game online, melakukan sex bebas yang terinspirasi dari gambar pornografi yang terdapat dalam game online. Diperlukan suatu penyadaran bagi setiap siswa agar dapat mengetahui dampak negatif dari penyalahgunaan internet terutama game online.7

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai upaya yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyebaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media

game online, game online merupakan kegiatan yang termasuk ke dalam transaksi yang dikases internet tanpa adanya tatap muka antara para pihak atau pemainnya. Hal ini yang menyebabkan seseorang merasa mudah dan nyaman melakukan transaksi dan penyalahgunaan melalui internet. Berdasarkan pasal 1 angka 2 dan angka 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Sedangkan akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.

Banyaknya peredaran pornografi ditanggapi oleh pemerintah dengan mengesahkan kembali Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sebagai upaya dari pemerintah untuk mengatasi penyebarannya. Undang-Undang ini terdiri dari delapan bab, dimana pada Bab IV dijelaskan pencegahan

7


(18)

penyebaran pornografi di masyarakat. Pada bab tentang pencegahan juga dijelaskan peran Pemerintah Daerah dalam mencegah penyebaran pornografi yang terdapat dalam Pasal 18 dan 19 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Kriminologis Peredaran Gambar Pornografi Yang Dilakukan Melalui Media Game Online Di Kalangan Siswa Di Bandar Lampung.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa di Bandar Lampung? b. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap peredaran gambar pornografi

yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa di Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menjaga penulisan dari penelitian ini tidak menyimpang dan tetap sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka peneliti menganggap perlu adanya pembatasan masalah. Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa dengan lokasi penelitian di beberapa sekolah dan warnet (warung internet) di Bandar Lampung.


(19)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa di Bandar Lampung.

b. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis apa saja upaya penanggulangan yang sudah dilakukan pemerintah dalam peredaran gambar pormografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa di Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah:

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum pidana pada umumnya, dan secara khusus mengenai peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui game online di kalangan siswa di Bandar Lampung

b. Kegunaan Praktis

Diharapkan dapat menjadi rujukan dan tambahan kepustakaan bagi praktisi maaupun akademisi dalam rangka mencegah, memberantas, dan menangani penyebaran gambar pornografi terutama yang dilakukan melalui media game


(20)

online dan dapat menggugah para mahasiswa khususnya mahasiswa fakultas hukum untuk lebih menyikapi fenomena yang terjadi.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang di maksud dengan kerangka teori adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang dijadikan dasar untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang di anggap relevan oleh peneliti.8

Sebagai sebuah konstruksi tindak pidana KUHP menggunakan istilah untuk pornografi dengan: tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan (pasal 282 dan 283) dan tulisan, gambar, atau benda yang mampu membangkitkan/merangsang nafsu birahi (Pasal 533).

Dalam beberapa game online, sudah menjadi hal yang biasa ketika tubuh perempuan dijadikan objek oleh para pemainnya. Bahkan dalam berbagai situs komunitas pecinta game online, seringkali diadakan pemilihan karakter perempuan dalam game online mana yang paaling sesuai dan menarik. Perempuan dengan pakaian tidak baik dan memberikan keseksian yang sudah menjadi visualisasi andalan dalam game online. Ini menunjukan bahwa, perempuan itu sendiri seolah-oleh adalah objek yang diperjualkan dan dapat dibeli.9

8

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Indonesia Press, 1995, hlm. 124

9

http://www.videogamesindonesia.com/signature/vgi-talks-pornografi-dalam-game.php (Diakses 1 Oktober 2014 14:15 WIB)


(21)

Teori penyebab terjadinya kejahatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association)

Teori ini dibangun dengan tujuan untuk menjelaskan pembawa tingkah laku kejahatan. Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial. Adapun kekuatan teori ini bertumpu pada beberapa aspek-aspek berikut:

1. Teori ini relatif mampu menjelaskan sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial

2. Teori ini mampu menjelaskan bagaimana seseorang karena adanya melalui proses belajar menjadi jahat

3. Teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional.10

2. Teori Penyimpangan Budaya

Teori ini memusatkan perhatian kepada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Teori ini juga memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas pada kelas bawah.Proses penyesuaian diri dengan sistem nilai kelas bawah yang menentukan

10

Soedjono Dirdjosisworo, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung, CV Mandar Maju, 1994,


(22)

tingkah laku di daerah-daerah kumuh, menyebabkan benturan dengan hukum-hukum masyarakat.11

3. Teori Lingkungan

Teori lingkungan disebut juga dengan mazhap Perancis yang dipelopori oleh seseorang sarjana Perancis yang bernama A. Lacassagne berpendapat bahwa penyebab dari suatu kejahatan yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling manusia yang merupakan salah satu pemberian untuk kejahatan. Adaikata si penjahat itu adalah kuman, maka ia tidak berarti apa-apa, barulah apabila kuman itu mejumpai pembenihan yaitu unsur dari luar baru ia dapat berkembang.12

Sementara itu faktor-faktor lain yang menyebabkan seseorang melakukan suatu kejahatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

a. Faktor internal diantaranya : (1) perilaku yang menyimpang, (2) rendahnya mental, (3) kebingungan.

b. Faktor eksternal, diantaranya : (1) ekonomi, (2) agama, (3) lingkungan atau pergaulan, (4) keluarga, (5) sarana dan fasilitas

Upaya penanggulangan yang dilakukan agar peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online ini tidak semakin berkembang di masyarakat terutama di kalangan siswa adalah meminta bantuan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang lebih berwenang untuk melakukan usaha-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yaitu melakukan pencegahan,

11

Lilik Mulyadi, Kajian Kritis dan Analitis Terhadap Dimensi Teori-teori Kriminologi Dalam

Perspektif Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Modern, Jakarta, PT Djambatan, 2010, hlm. 7

12

Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, Cetakan Pertama, Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 156


(23)

pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi, dan juga tertera pada Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.13

2. Konseptual

Konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan di teliti.14

Untuk menghindari kesalahan pemahaman tentang pokok permasalahan pembahasan dalam skripsi ini, maka dibawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami skripsi ini. Konsep-konsep yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis adalah suatu proses berfikir manusia tentang suatu kejadian atau peristiwa untuk memberikan suatu jawaban atau peristiwa tersebut.15

b. Kriminologis adalah ilmu yang mempelajari sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan, sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan, tugas, kriminologi merupakan sasaran atau sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan

13

Pasal 17, 18 dan 19 Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 14

Soejono Soekanto, Op. Cit., hlm. 32

15

Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan., Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1991, hlm. 37


(24)

akibatnya mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan. 16

c. Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.17

d. Game Online adalah jenis permainan komputer yang memanfaatkan jaringan komputer LAN (Local Area Networking) atau internet, sebagai medianya.18

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian hukum ini penulis mencoba akan memaparkan sistematika penulisannya terlebih dahulu sebagai berikut ini :

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi penjelasan tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, dan sistematika penulisan hukum digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi penelitian secara garis besar.

16

D Soedjono, Sosio kriminologi, Awalan Ilmu-ilmu Sosial Dalam Studi Kepustakaan, Bandung, Amico, 1984, hlm. 3

17 Pasal 1

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

18


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan secara singkat mengenai tinjauan umum kriminologis tentang peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online

di kalangan siswa dan faktor-faktor pennyebabnya serta upaya penanggulangan hukumnya bedasarkan Undang-Undang Pornografi.

III. METODOLOGI PENULISAN

Bab ini memuat metode penelitian yang meliputi langkah-langkah yang di ambil dalam penelitian ini adalah pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur dan pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang berbagai hal yang terkait langsung dengan permasalahan dalam skripsi ini, akan dijelaskan apakah faktor penyebab peredaran gambar pornografi, serta bagaimanakah upaya penanggulangan peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa di Bandar Lampung.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dalam bab ini dimuat dan diuraikan secara singkat kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan permasalahan.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi

Secara etimologi, kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu kata ”crimen” dan ”logos”. Crimen berarti kejahatan, dan logos berarti ilmu. Sehingga kriminologi secara harafiah berarti ilmu yang mempelajari tentang kejahatan atau penjahat.14 Ilmu kriminologi memiiki hubungan yang sangat erat dengan hukum pidana. Dimana di antara ilmu kriminologi dan hukum pidana memiliki hubungan yang bersifat timbal-balik dan saling tergantung. Hukum pidana mempelajari akibat hukum dari perbuatan yang dilarang, sedangkan kriminologi mempelajari sebab dan cara menghadapi kejahatan.

Adapun beberapa definisi-definisi tentang pengertian serta pemahaman para pakar-pakar hukum tentang pengertian kriminologi, antara lain :

Menurut Soejono Dirjosisworo mengemukakan pengertian kriminologi sebagai berikut: Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari sebab akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan, sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan, tugas, kriminologi merupakan sasaran

14


(27)

atau sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya mempelajari cara-cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan”.15

Selanjutnya Bonger mendefinisikan bahwa: “Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya”.16

Menurut Wood, merumuskan definisi kriminologi bahwa: “Sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela”.17

Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan dari semua aspek kriminalitas terletak diantara ilmu-ilmu pengetahuan lain yang juga sibuk membahas aspek-aspek kriminalitas. Ilmu-ilmu pengetahuan terpenting yang dimaksudkan yaitu ilmu hukum pidana, sosiologi dan psikologi, yang semuanya saling berhubungan, dan bersama dengan kriminologi dipayungi sebagian oleh etika. Di samping itu kriminologi menggunakan sedikit banyak hasil-hasil dari ilmu-ilmu pengetahuan lain. Tetapi hubungan dengan ilmu-ilmu pengetahuan itu bersifat sepihak. Sebaiknya, terhadap ilmu hukum pidana, sosiologi, psikologi, dan etika dapat dikatakan hubungan timbal balik, dalam arti, bahwa kriminologi ada kalanya menggunakan hasil-hasil dari ilmu-ilmu tersebut, dan ada kalanya juga memberikan hasil-hasilnya sendiri kepada ilmu-ilmu tadi.

Objek kriminologi adalah yang melakukan kejahatan itu sendiri, yang dimana tujuannya adalah mempelajari apa sebabnya orang melakukan kejahatan, apakah

15

D Soedjono, Loc.cit, hlm. 3

16

Topo Santoso dan Eva Achajani Ulfa, Kriminologi, Cetakan Ketiga, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2003, hlm. 9

17


(28)

kejahatan itu timbul karena bakat orang itu adalah jahat atau disebabkan karena keadaan masyarakat sekitarnya baik keadaan sosiologis maka dapat diadakan tindakan-tindakan agar orang tidak berbuat demikian lagi dan mengadakan pencegahan disamping pemidanaan.

Ruang lingkup kriminologi yaitu kriminologi harus dapat menjelaskan faktor-faktor atau aspek-aspek yang terkait dengan kehadiran kejahatan dan menjawab sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan. Kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:

a. Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan;

b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya;

c. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana;18

Sedangkan menurut kriminologi mencakup tiga hal pokok, yakni :

1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana. Yang dibahas dalam proses pembuatan hukum pidana adalah:

a. Definisi kejahatan b. Unsur-unsur kejahatan

c. Relativitas pengertian kejahatan d. Penggolongan kejahatan

e. Statistik kejahatan

18


(29)

2. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws). Yang dibahas dalam etiologi kriminal adalah: a. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi;

b. Teori-teori kriminologi;

c. Berbagai perspektif kriminologi.

3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking laws).

Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga rekasi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention).19 Dalam bagian ketiga yang akan dibahas adalah perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum adalah:

a. Teori-teori penghukuman;

b. Upaya-upaya penanggulangan kejahatan, baik berupa tindakan prementif, preventif, represif dan rehabilitatif.

B. Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan

Ada beberapa teori sebab-sebab terjadinya kejahatan, antara lain adalah :

1. Teori Penyimpangan Budaya (Cultural Deviance Theories)

Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan dapat digolongkan dalam tiga wujud. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan. Wujud pertama merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat abstrak (tidak dapat diraba, dipegang, atau difoto), berada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan

19


(30)

hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakukan yang berfungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan tersebut dinamakan sistem sosial. Wujud kebudayaan ini dapat diobservasi, diambil gambar, dan didokumentasi dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi antara yang satu dengan yang lain. Sistem sosial merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret dalam bentuk perilaku dan bahasa. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia bersifat konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat dilihat, diraba, dan diambil gambar. Wujud kebudayaan yang ketiga ini disebut kebudayaan fisik (material culture).20 Ketiga wujud kebudayaan dalam realitas kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal mengatur dan memberikan arah kepada tindakan dan karya manusia. Ide-ide dan tindakan menghasilkan benda-benda yang merupakan kebudayaan fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu yang dapat mempengaruhi tindakan dan cara berpikir masyarakat.

Teori penyimpangan budaya terbentuk antara 1925 dan 1940. Teori ini memusatkan perhatian kepada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal. Secara global, actual dan representatif teori ini lahir, tumbuh, dan berkembang berdasarkan kondisi sosial. Teori ini juga memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas

20

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta, PT Gramedia, 1984,


(31)

pada kelas bawah. Proses penyesuaian diri dengan sistem nilai kelas bawah yang menentukan tingkah laku di daerah-daerah kumuh, menyebabkan benturan dengan hukum-hukum masyarakat. Teori penyimpangan budaya merupakan kejahatan seperangkat nilai-nilai yang ada di lingkungan yang kurang beruntung. Teori ini menyatakan bahwa kelas bawah orang memiliki seperangkat nilai yang berbeda, yang cenderung untuk bertentangan dengan nilai-nilai dari kelas menengah.

Akibatnya, ketika orang-orang kelas bawah sesuai dengan sistem nilai masyarakat kelas bawah sendiri mungkin melanggar norma-norma konvensional atau kelas menengah. Program berdasarkan teori penyimpangan budaya berkonsentrasi pada mengajar nilai-kelas menengah.21 Daerah-daerah yang tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik. Akan cenderung melahirkan daerah kejahatan. Di daerah-daerah yang demikian, perilaku menyimpang (kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian proses sosialisasi tersebut merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari kebudayaan yang menyimpang.22

Adapun teori penyimpangan budaya ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Ada hubungan langsung antara kondisi sosial suatu komunitas dengan

kenakalan dan tingkah laku kejahatan;

b. Masyarakat yang mempunyai angka tinggi dalam kejahatan mempunyai karekteristik sosial dan ekonomi yang rendah,

21

Lilik Mulyadi., Loc.Cit, hlm. 7

22


(32)

c. Status ekonomi tinggi pada masyarakat mapan, karena norma dan nilai mereka seragam dan konsisten. akibatnya angka kejahatannya rendah;

d. Masyarakat ekonomi rendah, norma dan nilainya tidak konsisten, akibatnya kejahatan yang menjadi alternatif pemecahannya;

e. Masyarakat yang mapan dan mempunyai konvensi tentang sistem nilai mempunyai angka kejahatan yang rendah;

f. Pada masyarakat status ekonomi rendah dimana mereka menghadapi kesulitan dan frustrasi, di dalamnya juga terdapat aneka ragam tradisi budaya dan angka kejahatan yang tinggi;

g. Kejahatan mempunyai akar didalam dinamika hidup;

h. Tingkah laku yang cenderung jahat berhubungan secara dinamis dengan masyarakatnya, namun juga nampaknya juga berkaitan dengan pola perkembangannya.23

2. Teori Lingkungan

Lingkungan tempat tinggal seseorang sangat berpengaruh terhadap karakter yang bersangkutan. Lingkungan juga merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya suatu kejahatan. Bonger berpendapat bahwa: “Harus diakui bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai pengaruh yang lebih besar sekali. Biarpun setiap kehidupan manusia bersifat khas sekali, dapat disetujui bahwa banyak orang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya amat sangat mengikuti keadaan lingkungan dimana mereka hidup”.24

23

http://koentjoro-psy.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/Kriminologi-1.pdf (Diakses 31 Desember 2014 20:00)

24


(33)

Teori lingkungan disebut juga dengan mazhap perancis yang dipelopori oleh seseorang sarjana Perancis yang bernama A. Lacassagne berpendapat bahwa penyebab dari suatu kejahatan yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling manusia yang merupakan salah satu pemberian untuk kejahatan. Adaikata si penjahat itu adalah kuman, maka ia tidak berarti apa-apa, barulah apabila kuman itu mejumpai pembenihan yaitu unsur dari luar baru ia dapat berkembang.25

Kemudian A.Lacassgne menyatakan bahwa kejahatan itu terjadi disebabkan oleh: a. Lingkungan yang memberikan kesempatan untuk melakukan kejahatan. b. Lingkungan pergaulan yang memberi contoh (teladan).

c. Lingkungan pergaulan yang berbeda- beda.

3. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association)

Teori ini dibangun dengan tujuan untuk menjelaskan pembawa tingkah laku kejahatan. Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.26 Adapun kekuatan teori ini bertumpu pada beberapa aspek-aspek berikut:

1. Teori ini relatif mampu menjelaskan sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial

25

Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, Cetakan Pertama, Bandung, Pustaka Setia, 2011, hlm 156

26


(34)

2. Teori ini mampu menjelaskan bagaimana seseorang karena adanya melalui proses belajar menjadi jahat

3. Teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional.

Beberapa tingkah laku kejahatan menurut teori ini, yaitu a. Bagaimana tingkah laku kejahatan itu dipelajari;

b. Tingkah laku kejahatan dipelajari melalui orang lain lewat proses komunikasi;

c. Bagian terpenting dari tingkahlaku kejatan terjadi di dalam hubungan personal yang intim dalam kelompok;

d. Ketika tingkah laku kejahatan dipelajari, didalam belajar termasuk didalamnya adalah teknik terlibat dalam kejahatan dan tujuan-tujuan tertentu, seperti motif, dorongan, rasionalisasi dan sikap;

e. Tujuan spesifik motif dan dorongan dipelajari dari definisi hukum pidana sebagai hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan pada hukum yang menyangkut kekerasan;

f. Seseorang menjadi nakal sebagai akibat pendefinisian hukum yang menyangkut kekerasan dinilai menyenangkan dibanding mereka yang mendefinisikan hukum yang menyangkut kekerasan sebagai tidak menyenangkan;

g. Perbedaan assosiasi dengan orang lain terjadi karena frekuensi, lama, prioritas dan intensitas yg terjadi dalam berhubungan dengan orang lain tersebut; h. Proses belajar tingkah laku kejahatan berassosiasi dengan pola-pola kriminal

dan anti kriminal termasuk didalamnya adalah seluruh mekanisme yang terlibat dalam proses belajar lain;


(35)

i. Meskipun perilaku kriminal adalah sebuah ekspresi dari kebutuhan dan nilai secara umum, namun kebutuhan dan nilai secara umum tersebut tidak dapat dijelaskan apabila perilaku non-kriminal juga merupakan sebuah ekspresi dari kebutuhan dan nilai secara umum yang sama.

4. Teori Kontrol Sosial

Teori ini meletakan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompok yang lemah ikatan sosialnya cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Manusia pada teori kontrol sosial dipandang sebagai makhluk yang memiliki moral murni. Oleh karena itu, manusia memiliki kebebasan untuk melakukan sesuatu.27

Pendapat mengenai kontrol sosial dikemukakan oleh Reiss yang menyatakan bahwa ada tiga komponen dari kontrol sosial yaitu kurangnya kontrol internal yang wajar selama masih anak-anak, hilangnya kontrol, dan tidak adanya norma-norma sosial atau konflik norma-norma-norma-norma yang dimaksud. Ada dua macam kontrol, yaitu personal kontrol dan sosial kontrol. Personal kontrol (internal kontrol) adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar seseorang tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan, sosial kontrol (eksternal kontrol) adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga dalam masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan yang menjadi efektif. Kontrol sosial baik personal kontrol maupun sosial kontrol menetukan seseorang dapat melakukan kejahatan atau tidak, karena pada keluarga

27


(36)

atau masyarakat yang mempunyai sosial kontrol yang disiplin maka kemungkinan terjadinya suatu kejahatan akan kecil, begitu juga sebaliknya apabila suatu keluarga atau masyarakat yang tidak mempunyai kontrol yang kuat maka kejahatan bisa saja mudah terjadi akibat dari tidak adanya disiplin tersebut.28

5. Teori Konflik

Pada dasarnya konsep ini menunjuk pada perasaan dan keterasingan khususnya yang timbul dari tidak adanya kontrol seseorang atas kondisi kehidupannya sendiri. Adanya legitimasi corak yang ada darikonflik yang ditimbulkan. Konflik ini didasarkan pada menghilangkan dominasi yang mengacaukan hubungan, masyarakat serta orang-orang yang dapat mengungkapkan kejahatannya satu sama lain. Dalam pandangan terhadap konflik dibagi menjadi tiga kelompok :

1. Penghindar Konflik 2. Menghadapi Konflik 3. Pembuat Konflik.29

C.Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan

Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan dalam melakukan penanggulangan kejahatan, yaitu

1. Penerapan hukum pidana (criminal law application)

2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

28

Romli Atmasasmita, Tindak Pidana, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung, PT

Eresco, 1992, hlm.32

29

http://junetbungsu.wordpress.com/2012/11/21/teori-kriminologi (Diakses 31 Desember 2014 22:00)


(37)

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mangenai kejahatan dan sosialisasi hukum melalui media massa (influencing views of society on crime and punishment/mass media).30

Dengan demikian maka upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu melalui jalur penal (hukum pidana) dan melalui jalur

non penal. Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat “represif” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sessudah kejahatan itu terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatklan pada sifat “preventif” (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan itu terjadi.31 Pada umumnya upaya penanggulangan penyebaran gambar pornografi melalui media game online di kalangan siswa dalam konteks kriminologis, menggunakan upaya sebagai berikut :32

1. UpayaRepresif (Penal)

Usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan seperti dengan pemberian hukuman agar pelaku jera, pencegahan serta perlindungan sosial. Penanggulangan secara represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya

30

Muladi dan Bardan Narwawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1992,

hlm 8

31

Bardan Narwawi Arief, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

Semarang, Bahan Seminar Kriminologi, 1991, hlm 1

32

Firganefi dan Deni Achmad, Hukum Kriminologi, Bandar Lampung, PKKPUU FH UNILA,


(38)

sangat berat. Dalam membahas upaya represif, tentu tidak terlepas dari sistem peradilan pidana di negara kita, dimana dalam sistem peradilan di Indonesia paling sedikit terdapat 5 (lima) sub sistem yaitu sub sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan berhubungan secara fungsional.

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana penal atau

represif pada hakekatnya dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :33 1. Tahap formulasi

Tahap penegakan hukum oleh badan pembuat undang-undang, tahap tersebut disebut juga sebagai tahap legislatif.

2. Tahap aplikasi

Tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan, tahap tersebut disebut juga sebagai tahap kebijakan yudikatif

3. Tahap eksekusi

Tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana, tahap tersebut disebut juga sebagai kebijakan eksekutif atau administratif.

Dalam pelaksanaan upaya represif dilakukan pula metode perlakuan (treatment)

dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya uraiannya sebagai berikut:34

33

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, hlm 9

34


(39)

1. Perlakuan (Treatment)

Perlakuan berdasarkan penerapan hukum yang membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya suatu perlakuan yaitu:

1. Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana, artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang yang belum terlanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai usaha pencegahan.

2. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.

Dapat disimpulkan bahwa perlakuan mengandung dua tujuan pokok, yaitu sebagai upaya pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku kejahatan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi di kemudian hari yang dapat merugikan masyarakat.

2. Penghukuman (Punishment)

Jika terdapat pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan perlakuan (treatment) karena suatu alasan tertentu, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum pidana. Indonesia telah menganut sistem permasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan, maka dengan sistem permasyarakatan hukuman yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum.

Dengan sistem permasyarakatan, disamping harus menjalani hukumannya di lembaga permasyarakatan, dididik dan dibina serta dibekali dengan suatu


(40)

keterampilan agar kelak setelah menjalani masa hukumannya dan kembali pada masyarakat dapat menjadi orang yang berguna, dan tidak kembali menjadi seorang yang meresahkan dan merugikan masyarakat sehingga kehidupan yang jalani setelah bebas dari penjara menjadi semakin baik karena kesadaran untuk melakukan berubah.

Di dalam Bab VII pasal 27 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa:35

Pasal 27

Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ataumentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya InformasiElektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Selain itu berkaitan dengan upaya penanggulangaan melalui sarana penal, Indonesia memiliki ketentuan undang-undang yang sekiranya dapat diterapkan terhadap peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online, yaitu : pada Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi36 dan pasal 43 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 37

35

Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

36

Pasal 17, 18 dan 19 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

37


(41)

Pasal 17

Dengan meminta bantuan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan wajib melakukan pencegahan, pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi.

Pasal 18

a. Melakukan pemutusan jaringan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet.

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19

a. Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c. Melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d. Mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.


(42)

Pasal 43 Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.


(43)

Pornografi dalam KUHP termasuk kedalam delik kesusilaan yang terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : Buku II Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan (Pasal 28 sampai dengan Pasal 30) dan Buku III Bab VI tentang Pelanggaran Kesusilaan (Pasal 532 sampai dengan Pasal 547). KUHP tidak memberikan batasan dan pengertian yang jelas mengenai pornografi, namun pornografi dalam KUHP merupakan bagian dari kejahatan terhadap kesusilaan, karena dari pornografi itu sendiri pada umumnya bertentangan dengan sifat kesusilaan yang ada di dalam masyarakat. Dengan ketentuan Pasal 282, Pasal 283, dan Pasal 533, maka ruang lingkup pornografi dalam KUHP dirumuskan sebagai segala perbuatan yang melanggar kesusilaan didalam dirinya.

2. Upaya Preventif (Non Penal)

Sebagai perwujudan penggunaan sarana penal, dalam konteks kriminalitas atau kejahatan tidak dapat dilepaskan dari usaha-usaha penanggulangan kejahatan melalui sarana non penal, yang berarti pula bahwa hukum pidana bukanlah satu-satunya tumpuan dan harapan dari usaha-usaha penanggulangan kejahatan. Hal tersebut antara laain berupa kebijakan kesejahteraan masyarakat (social welfare policy), kebijakan sosial (social policy) dan kebijakan perlindungan masyarakat

(social defence policy).38 Upaya penanggulangan non penal (pencegahan) dapat dilaakukan dalam bentuk kegiatan seperti: penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainyaa; peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; serta

38


(44)

kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara berkelanjutan oleh polisi dan aparat keamanan lainnya.39

Sangat beralasan bila upaya preventif lebih diutamakan karena upaya preventif

dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis. Kejahatan dapat kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi harus dilakukan, sedangkan faktor biologis dan psikologis merupakan faktor sekunder saja. Jadi yang paling utama dalam upaya preventif yaitu bagaimana melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan yang menyimpang, disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.

Ada 3 (tiga) komponen yang harus bekerjasama dalam memberantas permasalahan peredaran gambar pornografi terutama pada game online, yaitu: 1. Keluarga, dalam hal ini adalah peranan orang tua yang lebih bertanggung

jawab dalam memperhatikan tumbuh kembang anaknya sendiri. Orang tua harus slektif dalam hal tontonan, bacaan dan aktivitas yang menggunakan internet pada anak.

39


(45)

2. Lingkungan sekolah, harus lebih serius dalam menanggapi beredarnya gambar pornografi di kalangan pelajar, serta peran guru diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada anak didiknya tentang dampak buruk mengakses dan memainkan game online dengan konten pornografi.

3. Pemerintah, harus menyetop tayangan-tayangan yang menganduing unsur pornografi serta pemblokiran pada game online yang tidak layak dimainkan oleh para anak-anak dan remaja.

D.Pengertian Pornografi

Porno dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan sebagai cabul. Cabul diartikan sebagai keji dan kotor tidak senonoh (melanggar kesopanan daan kesusilaan). Sedangkan pornografi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut:

1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi.40

2. Bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi dan zinah.

Pengertian pornografi sendiri terdapat pada BAB I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

40Beberapa kata kunci seperti erotis-nafsu–berahi, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia berarti:

Erotis: (1) berkenaan dengan sensasi seks yang menimbulkan rangsangan; bersifat merangsang nafsu birahi (2) berkenaan dengan nafsu birahi; Nafsu: (1) keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat; (2) dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik; (3) selera, gairah atau keinginan; Birahi: perasaan cinta kasih antara dua orang yang berlainan jenis kelamin.


(46)

Pasal 1

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animal, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

E.Permainan Online (Game Online) dan Sejarahnya

Game adalah aktivitas yang dilakukan untuk relaksasi yang memiliki aturan yaitu ada yang menang dan ada pula yang kalah. Selain itu, game meiliki arti lain yaitu kontes, fisik atau mental, menurut aturan tertentu untuk sarana hiburan. Game online adalah sebuah game (permainan) yang dimainkan secara online via internet, bisa menggunakan PC (personil computer) memanfaatkan jaringan komputer (LAN atau internet) atau konsul game biasa seperti PS 3, PSP, X-Box

dan sejenisnya sebagai sarana medianya. Permainan online disediakan sebagai tambahan layanan dari perusahaan penyedia jasa online atau dapat diakses langsung melalui sistem yang disediakan dari perusahaan yang menyediakan permainan tersebut.

Menurut Andrew Rollings dan Ernest Adams, game online lebih tepat disebut sebagai sebuah teknologi, dibandingkan sebagai sebuah genre permainan game online adalah sebuah mekanisme untuk menghubungkan pemain bersama, dibandingkan pola tertentu dalam sebuah permainan.41

41


(47)

Permainan online terdiri dari berbagai jenis, dimulai dari permainan sederhana berbasis teks hingga permainan yang menggunakan grafik kompleks dan membentuk dunia virtual yang ditempati oleh banyak pemain sekaligus. Permainan online terdapat dua unsur, yaitu server dan client. Server melakukan administrasi permainan dan menghubungkan client, sedangkan client adalah pengguna permainan yang memakai kemampuan server. Game online disebut sebagai bagian dari aktivitas sosial karena pemain bisa saling berinteraksi secara virtual dan seringkali menciptakan komunitas maya.

Permainan online dimulai sejak tahun 1969, ketika permainan untuk dua orang dikembangkan dengan tujuan awal untuk pendidikan. Kemudian pada awal tahun 1970, sebuah sistem dengan kemampuan yang memadai, yang disebut Plato diciptakan untuk memudahkan siswa belajar secara online, dimana beberapa pengguna dapat mengakses komputer secara bersamaan menurut waktu yang diperlukan. Dua tahun kemudian, muncul Plato IV dengan kemampuan grafik baru, yang digunakan untuk menciptakan permainan untuk banyak pemain (multiplayer games). Permainan online benar-benar mengalami perkembangan setelah tahun 1995, pembatasan NSFNET (National Science Foundation Network) dihapuskan, membuat akses ke pusat game lengkap menggunakan internet. Kesuksesan moneter menghampiri perusahaan-perusahaan yang meluncurkan permainan ini, sehingga persaingan mulai tumbuh dan menjadikan permainan

online semakin berkembang hingga hari ini.42

42


(48)

Permainan online mulai hadir di Indonesia pada tahun 2001, dengan diluncurkannya Nexia Online, sebuah permainan RPG (Role Playing Game) keluaran Boleh Game dengan grafik sederhana berbasis 2D. Semenjak itu, permainan online di Indonesia sangat berkembang dengan adanya beberapa

provider game baru, seperti Redmoon (2002), Laghaim pada awal 2003, Ragnarok Online (RO) pada pertengahan 2003, dan Gunbound pada tahun 2004. Ragnarok Online (RO) merupakan salah satu permainan online yang sangat banyak dimainkan di Indonesia. Permainan ini berhasil membuat permainan online

mencapai penggunaan hingga membuat koneksi internet Indonesia terganggu karena kapasitas yang tersedia pada saat itu belum memadai. Para komunitas

gamer dapat memiliki komunitas apabila sering berinteraksi dalam sebuah permainan, dan kemudian bermain bersama. Selain bertemu di ranah virtual, suatu komunitas biasanya melakukan dan mengadakan suatu pertemuan anggota pada waktu-waktu tertentu.43

Pengguna game online di Indonesia juga cukup terbilang besar jumlahnya yaitu mencapai 6,5 juta orang atau bertambah sebesar 50 puluh ribu orang dari jumlah

gamer pada tahun 2014 yaitu 6 juta orang.44 Dari besarnya jumlah tersebut maka timbul kekhawatiran mengenai dampak yang dihasilkan dari permainan online ini. Kekhawatiran terhadap remaja dan anak-anak yang semakin tidak terarah dalam memanfaatkan teknologi internet tersebut. Nexia hanya membutuhkan spesifikasi komputer yang cukup kecil, dan dapat dimainkan diengan menggunakan Pentium 2 dengan minimal grafik 3D. Kemudian permainan ini ditutup pada tahun 2004

43

History of Online Games by Jessica Mulligan, http://akhatam.com (Diakses 1 Oktober 2014, 13:45 WIB)

44


(49)

karena lisensi yang tidak ingin memperpanjang dan pelukisan tokoh kartun yang dikritik tidak baik bagi anak.. Beberapa game online yang juga menjadi perdebatan disebabkan ada konten yang mengandung unsur pornografi hingga perzinahan adalah pada permainan online Idol Street, Playboy, 7 Sins, serta The Sims 3. Game online tersebut dapat dengan sangat mudah diakses oleh banyak orang baik anak-anak maupun orang dewasa. Dapat dikatakan semua situs untuk mengakses permainan yang dilengkapi oleh penggambaran yang tidak baik.45

Dari beberapa karakteristik umum dari media online yang telah dijelaskan, salah satunya adalah terhubung dengan sumber lain. Menurut Dikdik M. Arief Mansur dengan memperhatikan karakteristik internet yang demikian khusus, maka internet dapat menjadi media yang memudahkan seseorang untuk melakukan berbagai kejahatan online.46 Adanya sebuah faktor pendorong para pelaku kejahatan membuat sebuah kriminal baru bernama “Game Online Mengandung Unsur Pornografi”. Perbedaan antara peredaran gambar pornografi pada game online adalah peredaran gambar pornografi pada game online membutuhkan komputer yang menggunakan internet sebagai sarana penghubung dengan game online yang dimainkan oleh anak-anak.

45

http://www.videogamesindonesia.com/signature/vgi-talks-pornografi-dalam-game.php (Diakses 1 Oktober 2014 14:15 WIB)

46

Didik M. Arief Mansur, Cyberlaw Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, PT Refika


(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.35 Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum tertulis. Secara operasional pendekatan ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi literatur, dan mengkaji beberapa pendapat dari orang yang dianggap kompeten terhadap masalah pornografi di dalam game online.

Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara obyektif di lapangan baik berupa data, informasi, dan pendapat yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum, yang didapat melalui wawancara dengan akademisi yang berkompeten terkait dengan masalah yang penulisangkat dalam penelitian ini.

35


(51)

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.36 Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Penulis akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam perkara peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan cara melakukan studi kepustakaan, yakni melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri dari bahan hukum antara lain :

a. Bahan hukum primer yaitu terdiri dari ketentuan perundang-undangan:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informaasi dan Transaksi Elektronik

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

36Ibid.


(52)

Serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami seperti buku, literatur, jurnal, hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, biografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, hasil penelitian yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Responden dalam penelitian ini sebanyak 17 (tujuh belas) orang, yaitu :

1. Siswa SMA Negeri 7 Bandar Lampung : 5 orang

2. Siswa SMA Negeri 14 Bandar Lampung : 5 orang

3. Guru SMA Negeri 7 Bandar Lampung : 1 orang

4. Guru SMA Negeri 14 Bandar Lampung : 1 orang

5. Pengguna Warnet : 3 orang

6. Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung : 1 orang

7. Penyidik Polresta Bandar Lampung : 1 orang


(53)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur pengumpulan data

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dalam prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Studi Kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literatur, perundang-undangan, buku-buku, dokumen media massa dan pendapat sarjana dan ahli hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

b. Studi Lapangan untuk memperoleh data primer dengan cara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis kepada responden yang telah direncanaakaan sebelumnya.

2. Pengolahan data

Setelah semua data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian.

b. Interpretasi data, yaitu menghubungkan, membandingkan, dan menguraikan data serta mendeskripsikan dalam bentuk uraian untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.


(54)

c. Sistematisasi data, yaitu dengan menyusun dan menempatkan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memudahkan dalam analisis data.

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis yang diwujudkan dalam bentuk penjabaran dan fakta yang dihasilkan atau uraian secara terperinci yang akan menggambarkan dan memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari penelitian. interpretasi terhadap data yang diperoleh dalam bentuk kalimat yang disusun secara sistematis menarik kesimpulan digunakan metode induktif yaitu menguraikan data yang diperoleh dengan menempatkan hasil-hasil analisis secara khusus, kemudian ditarik kesimpulan secara umum


(55)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor internal yang menjadi penyebab dalam terjadinya kejahatan peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online

di kalangan siswa di Bandar Lampung yaitu, faktor perilaku yang menyimpang, rendahnya mental seseorang, kebingungan, sedangkan faktor eksternal yaitu, faktor sosial ekonomi, faktor sarana dan fasilitas

yang memadai, faktor lingkungan yang tidak baik, faktor perilaku yang menyimpang, faktor pendidikaan agama yang sangat kurang, faktor ketidaktahuan masyarakat, serta faktor kurang optimalnya penjatuhan sanksi pidana, namun faktor yang sering menjadi penyebab peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online adalah faktor sarana dan fasilitas, faktor penyalahgunaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), faktor lingkungan yang tidak baik, faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga serta masyarakat, faktor dari kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemblokiran iklan/situs/konten pornografi pada game online.


(56)

2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan peredaran gambar pornorafi yang dilakukan melalui media game online adalah dengan cara preventif dan represif. Upaya preventif dapat ditempuh dengan cara meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk melakukan pemblokiran peredaran game online yang mencantumkan situs dan konten pornografi, berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk melakukan bimbingan dan pengarahan kepada siswa terhadap bahaya yang ditimbulkan dari game online yang mengandung unsur pornografi serta memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa terdapat berbagai macam tindakan kejahatan peredaran gambar pornografi yang harus dihilangkan dan sanksi yang diberikan oleh undang-undang apabila terdapat masyarakat yang dengan sengaja melakukan tindakan penyebaran gambar pornografi dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa kegiatan melalui media internet telah dilindungi oleh undang-undang dan masyarakat dihimbau untuk tidak menyalahgunakan media internet terutama game online untuk mendukung kejahatan itu terjadi.

Sementara itu upaya represif yang akan dilakukan adalah dengan menegakkan hukum sesuai dengan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, orang-tua serta semua pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk menunjang dan menerapkan upaya-upaya


(57)

penanggulangan, baik dengan melakukan upaya secara preventif dan

represif.

B. SARAN

Berdasarkan kesmipulan diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Pemerintah harus lebih konsisten mengoptimalkan kontrol pencegahan dan

melakukan filtering atau menyaring mana saja game online yang berkonten atau bersitus pornografi

2. Pihak sekolah sebaiknya melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan lain dan instansi-instansi yang terkait untuk melakukan bimbingan dan pengarahan kepada siswa mengenai bahaya dari pornografi terutama pornografi yang terdapat pada game online.

3. Peran orang-tua yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang sang anak, khususnya harus melakukan pengawasan mengenai situs dan konten apa sajakah yang diakses oleh para anak, apakah situs tersebut berbahaya atau tidak terhadap pola pikir maupun kepribadian anak tersebut.

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 harus diterapkan dengan sunguh-sungguh dan upaya penegakkannya lebih ditingkatkan lagi dan diperketat. Dengan demikian Undang-Undang tersebut tidak boleh dikesampingkan begitu saja mengingat sangat luar biasa besarnya dampak negatif pornografi yang akan terus-menerus mempengaruhi moral bangsa dimasa-masa yang akan datang. Karena dalam tahap aplikasi serta sarana dan prasarana Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tahun 2008 ini akan mengungkapkan kasus-kasus yang belum maksimal ditanggulangi.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Abdulsyani, 1987, Sosiologi Kriminalitas, CV Remaja Karya, Bandung. Alam, A S, 2010, Pengantar kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar.

Andrew, Rollings, Ernest Adams, 2006, Fundamentals of Game Design, Prentice Hal.

Anwar, Yesmil, Adang, 2013, Kriminolog, PT Refika Aditama, Bandung.

Atmasasmita, Romli, 1992, Tindak Pidana, Teori dan Kapita Selekta Kriminolog,. PT Eresco, Bandung.

Bonger, W, 1982, Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Dirdjosisworo, Soedjono, 1984, Sosio Kriminologi (Awalan Ilmu Sosial Dalam

Studi Kepustakaan), Amico, Bandung.

Dirdjosisworo, Soedjono, 1994, Sinopsis Kriminologi Indonesia, CV Mandar Maju, Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Firganefi, Deni Achmad, 2013, Hukum dan Kriminologi, PKKPUU Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Gumilang A, 1993, Kriminalistik (Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan), Angkasa, Bandung.

Jumiran, 2005, Modul Pembelajaran Internet, Dinas Pendidikan, Tanggamus. Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT

Gramedia, Jakarta.

Didik, M Arief Mansur, 2009, Cyberlaw Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT Refika Aditama, Bandung.


(1)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor internal yang menjadi penyebab dalam terjadinya kejahatan peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online di kalangan siswa di Bandar Lampung yaitu, faktor perilaku yang menyimpang, rendahnya mental seseorang, kebingungan, sedangkan faktor eksternal yaitu, faktor sosial ekonomi, faktor sarana dan fasilitas yang memadai, faktor lingkungan yang tidak baik, faktor perilaku yang menyimpang, faktor pendidikaan agama yang sangat kurang, faktor ketidaktahuan masyarakat, serta faktor kurang optimalnya penjatuhan sanksi pidana, namun faktor yang sering menjadi penyebab peredaran gambar pornografi yang dilakukan melalui media game online adalah faktor sarana dan fasilitas, faktor penyalahgunaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), faktor lingkungan yang tidak baik, faktor kurangnya kontrol sosial dari keluarga serta masyarakat, faktor dari kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemblokiran iklan/situs/konten pornografi pada game online.


(2)

69

2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan peredaran gambar pornorafi yang dilakukan melalui media game online adalah dengan cara preventif dan represif. Upaya preventif dapat ditempuh dengan cara meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk melakukan pemblokiran peredaran game online yang mencantumkan situs dan konten pornografi, berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan untuk melakukan bimbingan dan pengarahan kepada siswa terhadap bahaya yang ditimbulkan dari game online yang mengandung unsur pornografi serta memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa terdapat berbagai macam tindakan kejahatan peredaran gambar pornografi yang harus dihilangkan dan sanksi yang diberikan oleh undang-undang apabila terdapat masyarakat yang dengan sengaja melakukan tindakan penyebaran gambar pornografi dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa kegiatan melalui media internet telah dilindungi oleh undang-undang dan masyarakat dihimbau untuk tidak menyalahgunakan media internet terutama game online untuk mendukung kejahatan itu terjadi.

Sementara itu upaya represif yang akan dilakukan adalah dengan menegakkan hukum sesuai dengan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, orang-tua serta semua pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk menunjang dan menerapkan upaya-upaya


(3)

70

penanggulangan, baik dengan melakukan upaya secara preventif dan represif.

B. SARAN

Berdasarkan kesmipulan diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Pemerintah harus lebih konsisten mengoptimalkan kontrol pencegahan dan

melakukan filtering atau menyaring mana saja game online yang berkonten atau bersitus pornografi

2. Pihak sekolah sebaiknya melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga pendidikan lain dan instansi-instansi yang terkait untuk melakukan bimbingan dan pengarahan kepada siswa mengenai bahaya dari pornografi terutama pornografi yang terdapat pada game online.

3. Peran orang-tua yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang sang anak, khususnya harus melakukan pengawasan mengenai situs dan konten apa sajakah yang diakses oleh para anak, apakah situs tersebut berbahaya atau tidak terhadap pola pikir maupun kepribadian anak tersebut.

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 harus diterapkan dengan sunguh-sungguh dan upaya penegakkannya lebih ditingkatkan lagi dan diperketat. Dengan demikian Undang-Undang tersebut tidak boleh dikesampingkan begitu saja mengingat sangat luar biasa besarnya dampak negatif pornografi yang akan terus-menerus mempengaruhi moral bangsa dimasa-masa yang akan datang. Karena dalam tahap aplikasi serta sarana dan prasarana Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tahun 2008 ini akan mengungkapkan kasus-kasus yang belum maksimal ditanggulangi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Abdulsyani, 1987, Sosiologi Kriminalitas, CV Remaja Karya, Bandung. Alam, A S, 2010, Pengantar kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar.

Andrew, Rollings, Ernest Adams, 2006, Fundamentals of Game Design, Prentice Hal.

Anwar, Yesmil, Adang, 2013, Kriminolog, PT Refika Aditama, Bandung.

Atmasasmita, Romli, 1992, Tindak Pidana, Teori dan Kapita Selekta Kriminolog,. PT Eresco, Bandung.

Bonger, W, 1982, Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Dirdjosisworo, Soedjono, 1984, Sosio Kriminologi (Awalan Ilmu Sosial Dalam

Studi Kepustakaan), Amico, Bandung.

Dirdjosisworo, Soedjono, 1994, Sinopsis Kriminologi Indonesia, CV Mandar Maju, Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Firganefi, Deni Achmad, 2013, Hukum dan Kriminologi, PKKPUU Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Gumilang A, 1993, Kriminalistik (Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan), Angkasa, Bandung.

Jumiran, 2005, Modul Pembelajaran Internet, Dinas Pendidikan, Tanggamus. Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT

Gramedia, Jakarta.

Didik, M Arief Mansur, 2009, Cyberlaw Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT Refika Aditama, Bandung.


(5)

Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Muladi, Barda Narwawi Arief, 1992, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung.

Mulyadi, Lilik, 2010, Kajian Kritis dan Analitis Terhadap Dimensi Teori-teori

Kriminologi dalam Perspektif Iilmu Pengetahuan Hukum Pidana Modern, PT

Djambatan, Jakarta.

Narwawi Arief, Barda, 1991, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan, Bahan Seminar Kriminologi, Semarang.

Noach, W M E, 1992, Kriminologi Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Praja, Juhaya S, 2011, Teori Hukum dan Aplikasinya, Cetakan Pertama, Pustaka Setia, Bandung.

Rini, Ayu, 2011, Menanggulangi Kecanduan Game Online, Pustaka Mina, Jakarta.

Sanjaya, Ridwan, 2010, Parenting Untuk Pornografi Di Internet, Elex Media Computerindo, Jakarta.

Santoso, Topo, Ulfa Eva Achajani, 2003, Kriminologi, Cetakan Ketiga, PT Grafindo Persada, Jakarta.

Sahetapy, 1992, Kriminologi Suatu Pengantar, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekanto, Soerjono, 1995, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia

Press, Jakarta.

Soesilo, R, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politea, Bogor. Syarifah, 2006, Kebertubuhan Perempuan Dalam Pornografi, Yayasan Kota Kita,

Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


(6)

Internet :

http//litbang-/media-penyebaran-pornografi.go.id

http://koentjoro-psy.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/Kriminologi-1.pdf http://oelhanifah.blogspot.com/2012/11/teori-interaksi-simbolik.html http://koentjoro-psy.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/Kriminologi-1.pdf http://junetbungsu.wordpress.com/2012/11/21/teori-kriminologi

http://id.wikipedia.org/wiki/Permainan_online http://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction http://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction

http://harianpilar-BandarLampung.com http://kaskus.co.id