Masalah Perilaku Sosial Anak Retardasi Mental

1 Pendidikan untuk anak : lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan kejuruan. 2 Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika. 3 Pendidikan keluarga 4 Intervensi farmakologis

2.1.6 Masalah Perilaku Sosial Anak Retardasi Mental

Berdasarkan teori perkembangan psikososial menurut Erik H. Erickson, fase perkembangan manusia terdiri dari bayi sampai usia tua dan fase itu secara biologik dan psikologik individu mempunyai potensi kesiapan untuk maju ke taraf fungsional berikutnya yang lebih tinggi, bila dasar-dasar organik biologik tidak defektif dan mempunyai bawaan genetic endowment yang normal Kusumawardhani, 2013. Perilaku sosial menurut Sunaryo merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik orang tua, saudara, guru, maupun teman yang meliputi proses berpikir, beremosi, dan mengambil keputusan Jahja, 2011. Pada anak normal dalam melewati tahap perkembangan sosialnya dapat berjalan seiring dengan tingkat usianya. Namun, pada tiap tahapan perkembangan anak retardasi mental selalu mengalami kendala sehingga seringkali tampak sikap dan perilaku anak retardasi mental berada di bawah usia kalendernya dan ketika usia 5-6 tahun mereka belum mencapai kematangan untuk belajar di sekolah Bratanata, 1979 dalam Efendi, 2006. Universitas Sumatera Utara Anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan sehingga perilaku anak retardasi mental sering dianggap aneh oleh sebagian anggota masyarakat karena tindakannya tidak lazim dilihat dari ukuran normatif atau karena tingkah lakunya tidak sesuai dengan tingkat umurnya. Dilihat dari usia mereka memang dewasa, tetapi perilaku yang ditampilkan tampak seperti anak-anak. Akibatnya anak tunagrahita tidak jarang diisolasi dan kehadirannya ditolak lingkungan Kemis Rosnawati, 2013. Akibat dari sering mengalami kegagalan dan hambatan dalam memenuhi segala kebutuhannya, anak retardasi mental mudah frustasi dan pada gilirannya akan muncul perilaku menyimpang sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri, dan sebagai wujud penyesuaian sosial yang salah maladjusted. Bentuk penyesuaian yang salah tersebut seperti kompensasi yang berlebihan, pengalihan displacement, nakal delinquent, regresi, destruksi, agresif dan lain-lain Efendi, 2006. Tingkah laku anak retardasi mental menurut Kemis dan Rosnawati 2013, yaitu: 1. Hiperaktivitas seperti meraih obyek tanpa tujuan, tidak bisa diam dan duduk lama 2. Mengganggu teman anak lain dengan memukul, meludahi, mencubit teman, mengambil milik orang lain dan mengocehmengomel Universitas Sumatera Utara 3. Beralih perhatian yaitu sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatanpekerjaan dan cepat beralih perhatian atau merespon semua obyek yang ada di sekitarnya 4. Mudah frustasi yaitu menghentikan aktivitaspekerjaan jika tidak berhasil dan disalahkan orang lain teman, guru 5. Sering menangis yaitu menangis tanpa sebab yang jelas, menangis jika merasa terganggu dan tidak terpenuhi keinginannya 6. Merusak bendabarang seperti merobek buku, menggigit pensilpulpen, melempar barang, menggigit mejakursi, mencorat-coret meja, mengotori dinding, membanting pintujendela dan melempar kaca jendela 7. Melukai diri dengan membentur-benturkan kepala, memukul-mukul pipidagu, mengorek-ngorek luka di tangan atau kaki dan menjambak rambut 8. Meledak-ledak impulsif yaitu mudah marahtersinggung dan tidak kooperatif 9. Menarik diri yaitu pemalu, tidak ada keberanian dalam komunikasi dan berhadapan dengan orang lain, menutup wajah dan menundukkan kepala. Tingkah laku sosial tercakup hal-hal seperti keterikatan dan ketergantungan, hubungan kesebayaan, self concept, dan tingkah laku moral. Tingkah laku keterikatan dan ketergantungan adalah kontak anak dengan orang dewasa orang lain. Masalah keterikatan anak dan ketergantungan anak terbelakang telah diteliti oleh Zigler 1961 dan Steneman 1962, 1969. Ketika anak merasa takut, tegang dan kehilangan orang yang menjadi tempat bergantung, Universitas Sumatera Utara kecenderungan ketergantungannya bertambah. Berbeda dengan anak normal, anak retardasi mental lebih banyak bergantung pada orang lain, dan kurang terpengaruh oleh bantuan sosial Soemantri 2007. Mc Iver menggunakan Children’s Personality Quaestionare dan menyimpulkan ternyata anak retardasi mental laki-laki emosinya tidak matang, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, impulsif, lancang dan merusak. Anak retardasi mental perempuan mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri dan cenderung melanggar ketentuan. Anak retardasi mental cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial sehingga harus selalu dibimbing dan diawasi Somantri, 2007. 2.2 Kecemasan 2.2.1 Definisi Kecemasan