Gambaran Konsep Diri dan Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan
(2)
No Aktivitas penelitian Septem ber Oktob er Nove m b er Dese m be r Janu a r i Febr u a r i Mare t
April Mei Juni Juli
Minggu ke
1 Pengajuan judul penelitian
2 Menyusun Bab 1 3 Menyusun Bab 2 4 Menyusun Bab 3 5 Menyusun Bab 4 6 Menyusun
Kuesioner 7 Meyerahkan
proposal penelitian
8 Ujian sidang
proposal
9 Revisi proposal penelitian
10 Uji Validitas & Reliabilitas
11 Pengumpulan data responden
12 Analisa data
13 Pengajuan sidang skripsi
14 Ujian sidang skripsi
Diketahui, Dosen pembimbing
Mahnum Lailan Nst, S.Kep, Ns, M.Kep NIP : 197501132002122001
(3)
(4)
(5)
(6)
Lampiran 5
(7)
(8)
(9)
(10)
Lampiran 9
(11)
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Konsep diri dan Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental di YPAC kota Medan
Oleh :
Viki Afriani Siregar
Saya adalah mahasiswa Program S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi Konsep diri dan Kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di YPAC kota Medan. Saya mengharapkan jawaban yang anda berikan sesuai dengan pendapat anda tanpa dipengaruhi
oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat anda. Informasi yang anda berikan akan dipergunakan untuk mengembangkan pelayanan kesehatan khususnya ilmu keperawatan dan tidak akan digunakan untuk maksud-maksud lain selain penelitian ini.
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat bebas, anda bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Jika anda bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesediaan anda.
Terima kasih atas partisipasi anda dalam penelitian ini.
Medan, April 2016
Peneliti Responden
(Viki Afriani S) ( )
(12)
INSTRUMEN PENELITIAN GAMBARAN KONSEP DIRI DAN KECEMASAN KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI YPAC KOTA
MEDAN
Kode
A. Data Demografi Petunjuk pengisian :
Ibu/ Bapak diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang disediakan.
Usia : Tahun Pendidikan : ( ) SD
( ) SMP ( ) SMA
( ) Perguruan Tinggi
Status di keluarga : ( ) Ibu ( ) Bapak ( ) Pengasuh ( ) Lain-lain
... (Sebutkan)
Agama : ( ) Islam
( ) Kristen ( ) Hindu
( ) Budha ( ) khonghucu
(13)
Pekerjaan : ( ) PNS
( ) Pegawai Swasta ( ) Wiraswasta ( ) Bertani ( ) IRT
( ) Lain-lain...(Sebutkan)
Penghasilan keluarga : ( ) < Rp. 1.000.000 ( ) Rp. 1.000.000-2.500.000 ( ) > Rp. 2.500.000
(14)
Orang tua atau keluarga dapat memilih satu diantara 2 jawaban yang tersedia. Berilah tanda (√) pada kolom pilihan dibawah ini.
No Pernyataan Ya Tidak
1. GAMBARAN DIRI
Saya tetap senang dengan bentuk tubuh saya setelah memiliki anak retardasi mental.
2. Saya masih menyukai bentuk wajah saya.
3. Saya senang dengan penampilan saya saat ini.
4. Saya kecewa dengan gen yang dimiliki sehingga menghasilkan keturunan yang tidak normal. 5. Saya tetap bangga dengan diri
saya, walaupun memiliki anak yang tidak normal.
6. IDEAL DIRI
Saya menginginkan anak yang normal seperti yang dimiliki orang tua lainnya.
7. Saya ingin menjadi orang tua yang selalu memberikan kasih sayang dengan tulus kepada anak saya.
8. Saya selalu berusaha
memaksimalkan diridalam menjalankan fungsisebagai orang
tuadidalam keluarga.
9. Saya berharap hubungan saya dengan anak-anak tetap harmonis dan bahagia.
10. Saya ingin selalu terlihat tegar didepan anak saya dan orang lain.
11. HARGA DIRI
Meskipun saya memiliki anak retardasi mental, orang-orang disekeliling saya tidak pernah menghina saya.
12. Masyarakat di lingkungan sosial tetap mau menerima saya.
13. Sebagai orang tua, saya bangga karena memiliki anak retardasi mental.
14. Memiliki anak retardasi mental tidak menjadi penghalang dalam beraktivitas sehari-hari.
15. Saya malu jika orang lain mengetahui kalau memiliki anak
(15)
retardasi mental. 16.
PERAN
Sejak memiliki anak retardasi mental saya masih dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
17. Meskipun saya memiliki anak retardasi mental, saya masih mampu merawat anak dengan baik.
18. Saya masih mampu memenuhi kebutuhan anakdengan maksimal. 19. Sejak memiliki anak retardasi
mental, saya masih dapat melakukan kegiatan sosial dimasyarakat.
20. Saya pesimis menjadi orang tua yang baik bagi anak saya.
21. IDENTITAS DIRI
Memiliki anak retardasi mental tetap menjadikan saya sebagai orang tua yang seutuhnya.
22. Sebagai orang tua, saya berusaha untuk membahagiakan anak saya dengan maksimal.
23. Sebagai orang tua, saya merasa gagal karena tidak bisa memiliki anak yang normal.
24. Memiliki anak retardasi mental tidak menghalangi saya untuk bergaul dengan orang-orang yang ada disekeliling saya.
25. saya optimis akan selalu menjadi orang tua yang berguna bagi anak-anak.
(16)
Pilihlah salah satu jawaban sesuai dengan kondisi yang Bapak/ Ibu alami saat ini dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang tersedia.
No . Pernyataan Sam a sekal i tidak Kadang -kadang Cuku p sering Sanga t sering
1 Saya merasa
tenang
2 Saya merasa aman
3 Saya merasa
tegang
4 Saya merasa tersiksa
5 Saya merasa
senang
6 Saya merasa
kacau
7 Saya merasa khawatir yang berlebihan akhir-akhir ini
8 Saya merasa
yakin
9 Saya merasa
ketakutan
10 Saya merasa
nyaman
11 Saya merasa
percaya diri
12 Saya merasa
gugup
13 Saya merasa gelisah
14 Saya merasa bimbang/ ragu-ragu
15 Saya merasa
tenang sekali
16 Saya merasa
(17)
17 Saya merasa menyusahkan
18 Saya merasa
kebingungan
19 Saya merasa
kuat
20 Saya merasa
sesuatu menyenangka n
(18)
Nilai Validitas Instrumen V = ∑S
[n (c-1)] S = r- lo
Lo = Angka penilaian validitas yang terendah C = Angka penilaian valiitas tertinggi
Instrumen 1 (konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental) Peni
a a n
Item Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 1
S S S S S S S S S S
A 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
∑
S
2 2 2 2 2 3 3 3 3 3
V 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1
Item 1 : V = ∑S item 6 : V = ∑S [n (c-1)] [n (c-1)]
= 2 = 3
[1 (4-1)] [1 (4-1)]
= 0,66 = 1
(19)
RELIABILITY
/VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25
/SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=GUTTMAN
/SUMMARY=TOTAL. Reliability [DataSet0]
Warnings
ch of the following component variables has zero variance and is removed from the scale: P1, P2, P3, P5, P7, P8, P9, P10, P12, P14, P16, P17, P18, P19, P21, P22, P25
e determinant of the covariance matrix is zero or approximately zero. Statistics based on its inverse matrix cannot be computed and they are displayed as system missing values.
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
N %
ses
d 10 100.0
ludeda 0 .0
al 10 100.0
Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
mbda .702 .902 .802 .830 .868 .f Items 8
Item-Total Statistics
ale Mean if ItemDeleted
cale Variance if Item Deleted
rrected Item-Total Correlation
quared Multiple Correlation
onbach's Alpha if Item Deleted
5.00 2.667 .968 . .700
5.70 4.011 .053 . .834
5.00 2.667 .968 . .700
3 4.90 4.322 -.186 . .858
(20)
0 5.10 2.767 .733 . .740
3 5.00 2.667 .968 . .700
4 4.90 4.544 -.346 . .873
(21)
noresponden usia pendidikan
Stt d
Kel Agama pekerjaan
penhsilan kel
1 41 SMA IBU ISLAM IRT < 1.000.000
2 21 SMA IBU KRISTEN WIRASWASTA <1.000.000
3 40 SMA IBU ISLAM IRT <1.000.000
4 35 SMA IBU ISLAM IRT >2.500.000
5 45 SMA IBU ISLAM PNS >2.500.000
6 41 PT IBU ISLAM PEG SWAS 1-2,5
7 45 SMA IBU ISLAM IRT <1.000.000
8 21 SMA KAKAK ISLAM PEG SWAS 1-2,5
9 55 SD NENEK ISLAM WIRASWASTA 1-2.5
10 42 SMA IBU ISLAM IRT <1.000.000
11 42 SMA IBU ISLAM IRT <1.000.000
12 47 PT BAPAK KRISTEN WIRASWASTA 1-2,5
13 20 SMA KAKAK ISLAM WIRASWASTA 1-2,5
14 48 SD BAPAK BUDHA WIRASWASTA 1-2,5
15 42 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
16 24 SMA IBU KRISTEN IRT 1-2,5
17 43 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
18 52 SMA IBU ISLAM IRT <1.000.000
19 42 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
20 35 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
21 51 SMA BAPAK ISLAM WIRASWASTA >2.500.000
22 51 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
23 48 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
24 43 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
25 50 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
26 45 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
27 43 SMA IBU KRISTEN IRT 1-2,5
28 42 PT IBU ISLAM IRT I-2,5
29 41 SMA IBU ISLAM IRT >2.500.000
30 53 PT IBU ISLAM NOTARIS >2.500.000
31 48 SMA BAPAK ISLAM WIRASWASTA 1-2,5
32 49 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
33 39 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
34 43 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
35 48 SMA IBU KRISTEN WIRASWASTA >2.500.000
36 43 SMA IBU KRISTEN IRT 1-2,5
37 42 PT IBU ISLAM WIRASWASTA >2.500.000
38 38 SMA IBU ISLAM WIRASWASTA 1-2,5
39 43 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
40 42 SMA IBU ISLAM IRT 1-2,5
Lampiran 15
Rsp p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12
(22)
2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
6 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
7 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
10 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
11 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
12 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
13 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
14 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
15 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
16 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
17 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
18 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
19 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
20 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
21 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
22 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
23 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
24 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
25 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
26 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
27 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
28 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
29 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
30 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
31 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
32 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
33 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
34 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
35 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1
36 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
37 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
38 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
39 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
40 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
41 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
42 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
43 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
44 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
45 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
46 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
(23)
48 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
49 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
50 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
51 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
52 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
53 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
54 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
55 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
56 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
57 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
58 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1
59 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
60 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
61 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
Lampiran 16
(24)
1 3 3 3 1 3 1 2 2 1 3 2
2 3 4 2 2 3 2 2 3 2 3 3
3 2 2 1 1 1 1 1 2 3 2 2
4 3 4 2 1 3 2 2 3 2 3 3
5 1 2 2 1 3 1 1 2 2 2 3
6 2 2 1 1 3 1 2 2 1 2 2
7 3 3 1 1 3 1 2 3 1 3 3
8 3 3 1 1 3 1 2 3 1 3 3
9 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2
10 3 4 1 1 4 1 1 4 1 4 4
11 4 4 1 1 4 1 1 4 2 4 4
12 2 2 1 1 3 1 2 3 1 3 2
13 3 3 2 1 3 1 2 3 1 3 3
14 3 3 2 1 3 1 2 3 1 2 2
15 3 3 2 1 3 1 2 3 1 3 3
16 3 3 2 1 3 1 2 3 1 3 3
17 2 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2
18 3 3 1 1 3 2 2 3 1 3 3
19 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2
20 3 3 1 1 3 1 1 3 1 3 3
21 3 3 1 1 3 1 1 3 1 3 3
22 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2
23 3 3 1 1 3 1 1 3 1 3 3
24 3 3 1 1 3 1 2 3 1 3 3
25 3 3 2 1 1 2 2 2 1 3 3
26 2 2 1 1 2 1 2 3 1 2 2
27 2 3 1 1 3 1 1 3 1 3 2
28 3 3 1 1 3 1 1 3 1 3 3
29 3 3 2 1 3 1 2 3 1 3 3
30 2 3 1 1 3 1 2 3 1 3 3
31 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2
32 3 3 1 1 3 1 2 3 1 3 2
33 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2
34 3 3 1 1 3 1 2 3 1 3 2
35 2 2 2 2 3 1 2 2 1 2 4
36 3 3 2 1 3 1 2 3 1 3 3
37 3 3 2 1 3 1 2 3 1 3 3
38 3 3 1 1 3 1 2 3 1 3 3
39 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2
40 3 3 2 1 3 1 2 3 1 2 2
41 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
(25)
43 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
44 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
45 3 3 2 2 3 2 1 3 1 3 3
46 3 3 2 2 3 2 1 3 1 3 3
47 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
48 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
49 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
50 4 4 1 1 4 1 1 4 1 4 4
51 4 4 2 2 3 2 1 4 1 4 4
52 4 4 1 1 4 1 1 4 1 3 3
53 4 4 2 2 4 1 1 4 1 4 4
54 4 4 2 2 4 1 1 4 1 3 3
55 3 3 1 1 4 1 1 4 1 4 4
56 4 4 2 2 4 2 1 4 1 4 4
57 4 4 1 1 4 1 1 4 1 3 3
58 3 3 1 1 4 2 1 4 1 4 4
59 4 4 2 2 3 1 1 3 1 3 3
60 4 3 1 1 4 1 1 3 1 3 3
61 4 4 2 2 4 2 1 4 1 2 2
(26)
HASIL PERHITUNGAN DATA DEMOGRAFI
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
usia pendidikan tusdalamkeluarg a
agama pekerjaan penghasilan
lid 61 61 61 61 61 61
ssing 0 0 0 0 0 0
FREQUENCIES VARIABLES=USIA /ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet0]
Statistics USIA
lid 61
ssing 0
USIA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
lid
-35 23 37.7 37.7 37.7
-51 33 54.1 54.1 91.8
-60 5 8.2 8.2 100.0
(27)
pendidikan
requency Percent Valid Percent Cumulative Percent
lid
19 31.1 31.1 31.1
2 3.3 3.3 34.4
MA 40 65.6 65.6 100.0
tal 61 100.0 100.0
statusdalamkeluarga
requency Percent Valid Percent Cumulative Percent
lid
APAK 7 11.5 11.5 11.5
U 51 83.6 83.6 95.1
AKAK 2 3.3 3.3 98.4
ENEK 1 1.6 1.6 100.0
tal 61 100.0 100.0
agama
requency Percent Valid Percent Cumulative Percent
lid
UDHA 1 1.6 1.6 1.6
LAM 46 75.4 75.4 77.0
RISTEN 14 23.0 23.0 100.0
tal 61 100.0 100.0
pekerjaan
requency Percent Valid Percent Cumulative Percent
lid
T 34 55.7 55.7 55.7
OTARIS 1 1.6 1.6 57.4
G SWAS 2 3.3 3.3 60.7
NS 10 16.4 16.4 77.0
(28)
IRASWAS 13 21.3 21.3 100.0
tal 61 100.0 100.0
penghasilan
requency Percent Valid Percent Cumulative Percent
lid
000.000 7 11.5 11.5 11.5
00.000-2.500.000 30 49.2 49.2 60.7
500.000 24 39.3 39.3 100.0
tal 61 100.0 100.0
HASIL PERHITUNGAN KUESIONER KONSEP DIRI
RECODE konsep diri (0 thru 13=1) (14 thru 26=2) INTO konsep diri.
VARIABLE LABELS konsepdiri 'konsep diri'.
EXECUTE.
FREQUENCIES VARIABLES=konsep diri
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Statistics
Konsep diri
(29)
issing
0
Konsep diri
requency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
alid
sitif
61
100.0
100.0
100.0
HASIL PERHITUNGAN KUESIONER KECEMASAN
RECODE kecemasan (20 thru 39=1) (40 thru 59=2) (60 thru 80=3) INTO kecemasan. VARIABLE LABELS kecemasan 'kecemasan'.
EXECUTE.
FREQUENCIES VARIABLES=kecemasan /ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet0]
Statistics kecemasan
lid 61
ssing 0
kecemasan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent lid
gan 22 36.1 36.1 36.1
dang 39 63.9 63.9 100.0
(30)
Lampiran 18
TAKSASI DANA
1. Persiapan Proposal dan Perbaikan Proposal
- Kertas dan tinta print Rp 100.000 - Fotocopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 50.000 - Perbanyak proposal dan Penjilidan Rp 50.000 - Konsumsi saat sidang proposal Rp100.000
2. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
- Penggandaan Kuesioner Rp 50.000
-Transportasi Rp 50.000
- souvenir Rp 210.000
3. Persiapan Skripsi
- Kertas dan tinta print Rp 150.000
- Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp 100.000
- CD Rp 10.000
- Konsumsi saat sidang skripsi Rp 300.000
(31)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Benny. dkk., (2014). Penerimaan Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental di SLB YPAC Padang. Jurnal Kesehatan Andalas; 3(2). Diunduh 26 Oktober
2015 dari
Choiriyyah. dkk., (2011). Persepsi Orang Tua Terhadap Pemberian Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Retardasi Mental. Evidence based practice in nursing science: Unique, diversity, and innovution. Diunduh 20 Oktober 2015 dari Portal Garuda.com.
Depkes. (2009). Anak dengan tunagrahita perlu pendekatan khusus. Diunduh Desember 2015, depkes.go.id.
Departemen Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI. Departemen Kesehatan RI. (2004). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta : Depkes RI
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Anak. Pedoman pelayanan kesehatan anak di sekolah luar biasa bagi petugas kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2010.
Elfindri. Dkk., (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Baduose Media Jakarta.
Hastuti Rahmah dan Zamralita. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Retardasi Mental Ringan. Jurnal Ilmiah Psikologi “ARKHE” 2004; 9(2): 90-100.
Hartati. (2008). Konsep Diri dan Kecemasan Wanita Penderita Kanker Payudara Di Poli Bedah Onkologi RSUP Haji Adam Malik Medan: Skripsi
Karasavvidis., et al. (2011). Mental Retardation and Parenting Stress. International Journal Of Caring Sciences(Januari-April Vol 4 Issue 1).
Kozier, Erb, Berman & Snyder. (2010). Fundamental keperawatan: konsep, proses, & praktek, Edisi 7. Alih bahasa oleh Widayanti, E. Jakarta: EGC.
(32)
Listiyaningsih. Dkk., (2009). Kepercayaan Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Tunagrahita. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Maulik, P. K. 2013. Epidemiology of Intelectual disability. Diunduh Oktober
2015 dar
Ndraha, F. N. 2014. Gambaran Tingkat Kecemasan Orang Tua dalam Menghadapi Perilaku Sosial Anak Retardasi Mental (YPAC) Medan.Diunduh Desember 2015 dari Repository USU.com.
Norhidayah., Wasilah., & Husein. 2013. Gambaran Kejadian Kecemasan Ibu Penderita Retardasi Mental Sindromik Di SLB-C Banjarmasin. Jurnal kedokteran (Vol. 9 No. 1).
Novitasari. dkk., (2012). Efektivitas Pelaksanaan Program Pembinaan Dan Pendidikan Anak Tunagrahita Di SLB-C YPAC Di Kota Medan. Diunduh 26 Oktober 2015 dari Portal Garuda. Com.
Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Petik., Czeizel., Bánhidy., &Czeizel. (2012). A study of the risk of mental retardation among children of pregnant women who have attempted suicide by means of a drug overdose.J Inj Violence Res. 2012 Jan; 4(1): 10-19.
Pieter, Herri Zan., Janiwarti, Bethsaida., & Saragih, Marti. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.
Pieter, Zan Herri. & Lubis, Namora Lumanggo. (2010). Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, process, and pratice. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed 7. Alih bahasa oleh Renata Komalasari. Jakarta: Salemba Medika.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research: Principles and Methods (7th ed). Philadelphia: Lippincott.
Purba, Jenny Marlindawani., Wahyuni, Sri Eka., Daulay, Wardiyah., & Nasution, Mahnum Lailan. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press.
Salbiah. (2003). Konsep Diri. Dapat diakses di 27 Oktober 2015.
Saryono. (2011).Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Bantul: Nuha Medika.
(33)
Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif.
Jakarta: Bumi Aksara.
Satun, S. & Agus Citra. (2008). Panduan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga.
Jakarta: Salemba Medika.
Setyowati,Sri. &Muwarni, Arita. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga.
Jogyakarta : Mitra Cendikia.
Stuart, G. W. & Sundden Sandra J. (1987). Prinsiple and pratice of psychiatric nursing, 3 edition.
Spiers, Al. & Zain, Sidhartani. (1992). Ilmu Kesehatan Anak Untuk Perawat. Semarang: IKIP Semarang Press.
Suliswati. dkk., (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tomb, David A. (2004). Buku Saku Pediatrik. Jakarta: EGC.
Triana & Andriany. (2010). Family Stress And Coping With Mentally Retarded Child In SLB C And SLB C1 Widya Bhakti Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan UNDIP.
Tsuraya. (2013). Kecemasan Orang Tua Yang Memiliki Anak Terlambat Bicara (Speech Delay). Skripsi
Tuegeh. dkk., (2012). PeranKeluarga Dalam Memandirikan Anak Retardasi Mental Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Manado. Jurnal JUIPERDO (vol 1. No 1).
Widiyanto. dkk., (2013). Konsep Diri Orang Tua Dengan Anak Retardasi Mental Di SLB Negeri Wiradesa Pekalongan. Diunduh 23 Oktober 2015 dari Portal Garuda.com.
(34)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Pada skema kerangka konseptual dapat dilihat bahwa sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak retardasi mental dimana peneliti akan mengidentifikasi konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di YPAC kota Medan.
Skema 1 : Kerangka konseptual penelitian Konsep diri
keluarga yang memiliki anak retardasi mental :
• Gambaran diri • Ideal diri • Harga diri • Peran • Identitas diri
- Positif - Negatif
Kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi
mental
- Ringan - Sedang - Berat
(35)
3.2 Definisi Operasional Variabel penelitian Tabel 3.1 Definisi operasional variabel penelitian
No Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala 1. Variabel
Independen: - Konsep diri Keluarga yang memiliki anak retardasi mental - Kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental Gambaran perasaan dan kesan ibu dan bapak yang memiliki anak retardasi mental terhadap dirinya dalam berperilaku dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Perasaan khawatir yang dialami oleh ibu dan bapak yang memiliki anak retardasi mental terhadap perkembangan anak maupun sosialisasinya di lingkungann sosial. Kuesioner sebanyak 25 pernyataan dengan pilihan jawaban : 1. Ya 2. Tidak
Kuesioner sebanyak 20 pernyataan 4 pilihan jawaban berupa; 1= Sama sekali tidak 2= Kadang- kadang 3= Cukup sering 4=Sangat sering Positif = 14-26 Negatif = 0-13 20-39= cemas ringan 40-59= cemas sedang 60-80= cemas berat Ordinal Ordinal
(36)
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Sesuai tujuan penelitian maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Elfindri. dkk, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah dari jumlah keseluruhan keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang bersekolah diYayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan pada tahun 2015. Dari hasil survey awal yang telah dilakukan pada (4 November 2015), didapat laporan tentang jumlah populasi anak retardasi mental kategori ringan maupun sedang yang bersekolah di YPAC kota Medan pada tahun 2015 SD berjumlah 67 orang, tetapi yang masih aktif ada 61 siswa SD (data dari SLB C YPAC kota Medan, 2015).
b. Sampel Penelitian
Penentuan jumlah sampel ditentukan sesuai dengan Arikunto (2010) yang menjelaskan bahwa, jika jumlah anggota subjek dalam populasi hanya meliputi antara 100 hingga 150 orang atau dibawah 100 dan dalam pengumpulan data peneliti menggunakan angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil seluruhnya. Sehingga yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 67 orang keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang berada di Sekolah Dasar (SD) karena anak retardasi mental yang berada di SD tersebut awal menjalani tingkat pendidikan sehingga memungkinkan keluarga lebih cemas terhadap
(37)
lingkungan yang baru bagi anak mereka dan juga memungkinkan untuk terlihatnya respon ataupun perilaku keluarga terhadap anak tersebut. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) kota Medan. Adapun yayasan ini dipilih peneliti karena yayasan ini termasuk SLB yang memiliki pelayanan rehabilitas yang cukup memadai sehingga banyak anak berkebutuhan khusus termasuk retardasi mental yang dididik di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan serta lokasi YPAC tersebut dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga diperkirakan lokasi ini memiliki jumlah sampel yang cukup untuk bisa dilakukan penelitian. Serta disamping itu juga pertimbangan efisiensi biaya penelitian dan waktu dimana lokasi penelitian ini dilakukan dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Mei 2016 dan pengumpulan data dilakukan pada bulan April 2016.
4.4 Pertimbangan Etik
Objek penelitian ini adalah manusia maka pertimbangan etik sangat penting. Penelitian ini akan dilakukan setelah proposal disetujui oleh institusi pendidikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance dari komisi etik penelitian kesehatan fakultas keperawatan usu dan izin pengumpulan data diperolah dari Kepala Sekolah SLB-C YPAC kota Medan. Penelitian ini mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaannya untuk dijadikan objek penelitian. Lembar persetujuan (Informed concent) ditandatangani berdasarkan keinginan objek penelitian. Peneliti akan menjelaskan tujuan, sifat, dan manfaat penelitian. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. Untuk menjaga kerahasiaan maka kuesioner yang diberikan akan diberi kode tertentu tanpa
(38)
nama dan hanya peneliti yang mempunyai akses terhadap informasi tersebut (Nursalam, 2009).
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari responden. Kuesioner terdiri dari 3 bagian yaitu data demografi yang berisi identitas keluarga yang memiliki anak retardasi mental, konsep diri yang dimodifikasi oleh peneliti dari penelitian Hartati (2008), serta kuesioner kecemasan diadopsi dari Spielberger (1983).
a. Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi responden meliputi usia, pendidikan, status di keluarga, agama, pekerjaan dan penghasilan keluarga. Data demografi responden tidak akan dianalisis hanya untuk mengetahui karakteristik responden.
b. Kuesioner Konsep Diri
Kuesioner konsep diri yang digunakan adalah berupa pernyataan-pernyataan yang memberikan gambaran konsep diri dari responden. Kuesioner ini terdiri dari 25 butir pernyataan yang disusun berdasarkan penelitian Hartati (2008) yang telah dimodifikasi peneliti yaitu terdiri dari 5 butir pernyataan untuk masing-masing komponen konsep diri. Pernyataan-pernyataan tersebut tersusun atas pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan tentang gambaran diri terdiri dari pernyataan positif (no: 1,2,3,5) dan pernyataan negative (no: 4), pernyataan tentang ideal diri terdiri dari pernyataan positif (no: 7,8,9,10) dan pernyataan negative (no: 6), pernyataan tentang harga diri terdiri dari pernyataan positif (no: 11,12,13,14) dan pernyataan positif (no: 15), pernyataan tentang peran terdiri dari pernyataan positif (no: 16,17,18,19) dan pernyataan tentang identitas diri terdiri dari pernyataan positif (no: 21,22,24,25) dan pernyataan negative (no: 23). Setiap pernyataan memiliki dua alternative jawaban yakni “ya” dan “tidak”, bila pernyataan positif
(39)
jawabannya (ya) diberi nilai 1dan jika (tidak) diberi nilai 0, sebaliknya jika jawabannya (ya) diberi nilai 0 dan jika jawabannya (tidak) diberi nilai 1. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 25 dan terendah adalah 0.
c. Kuesioner Kecemasan
Kuesioner kecemasan merupakan kuesioner yang berisikan bagaimana gambaran kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan yang diadopsi dari Spielberger (1983) , yang meliputi sembilan pernyataan positif adalah nomor 1, 2, 5, 8, 10, 11, 15, 16, 19 dan 20 dengan jawaban : “Sama sekali tidak” diberi nilai 1, “kadang-kadang” diberi nilai 2, “Cukup sering” diberi nilai 3, dan “Sangat sering” diberi nilai 4 ; serta sebelas penyataan negatif dengan nomor 3, 4, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 17 dan 18. Kategori kecemasan (ansietas): cemas ringan= 20-39, cemas sedang= 40- 59, dan cemas berat= 60-80.
4.6 Metode Pengumpulan Data
Data penelitian diambil di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan pada bulan Maret. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara yang pertama peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi S1 ilmu keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Setelah itu mengurus dan mendapatkan ethical Clearence dari Fakultas Keperawatan USU, agar peneliti dapat mengirimkan permohonan izin pengambilan data yang diperoleh dari fakultas ke tempat penelitian (YPAC kota Medan).Setelah mendapat persetujuan dari YPAC kota Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti dapat langsung menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner.Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani Informed Consent
(surat persetujuan). Setelah itu peneliti melakukan pemberian informasi terhadap kuesioner yang diberikan kepada responden. Selama melakukan pengisian kuesioner responden diberi
(40)
kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak difahami.Selanjutnya data yang diperoleh dikumpulkan untuk dianalisa.
4.7 Validitas Instrumen
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid juga apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Nursalam, 2009). Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (a valid measure if it succesfully measure the phenomenon) (Siregar, 2013).
Instrumen kecemasan tidak dilakukan uji validitas oleh peneliti dikarenakan mengadopsi dari Spielberger (1983). Sementara untuk instrumen konsep diri dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti dari penelitian Hartati (2008), oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas. Uji validitas akan dilakukan dengan uji content validity (validitas isi) oleh seorang dosen ahli keperawatan jiwa, dalam hal ini uji validitas dilakukan oleh ibu Jenny Marlindawani Purba, S.Kp, MNS, PhD selaku orang yang ahli mengenai keperawatan jiwa Program Studi Ilmu Keperawatan USU.
4.8 Uji Reliabilitas
Reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula (Siregar, 2013). Uji reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat
(41)
dipercaya juga (Arikunto, 2013). Uji Reliabilitas dilakukan dengan menggunakan KR-20 untuk kuesioner konsep diri danCronbach Alphauntuk kuesioner kecemasan dalam program komputerisasi. Uji reliabilitas akan dilakukan pada 30 orang responden di SDLB Al Azhar Medan sesuai kriteria. Suatu instrumen dikatakan reliabel bila koefisiennya 0,70 atau lebih (Polit & Beck, 2012) dan digunakan pada kuesioner kecemasan. Untuk KR-20 r > 0,7 dikatakan reliable (Siregar, 2013) digunakan pada kuesioner konsep diri.
4.9 Rencana Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap, dimulai dengan (editing) untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian memberi kode (Coding)
untuk memudahkan melakukan tabulasi, selanjutnya memasukkan (entry) secara komputerisasi dan dilakukan pengolahan data.
Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan komputerisasi untuk mengetahui frekuensi dan persentase data. Hasil analisa data demografi, data konsep diri, dan data kecemasan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
(42)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 2 Mei sampai dengan 24 Mei 2016 dengan jumlah responden sebanyak 61 keluarga atau orang tua yang memiliki anak retardasi mental.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian disajikan meliputi karakteristik responden, konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental, dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental. 5.1.1 Karakteristik Responden
Dari 61 keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang menjadi responden penelitian, diketahui bahwa usia responden terbanyak berada pada rentang 36-51 tahun, yaitu sebanyak 33 responden (54,1%) dan pendidikan responden terbanyak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 40 responden (65,6%). Keluarga yang pada umumnya menjadi responden adalah Ibu, yaitu sebanyak 51 responden (83,6%), beragama islam 46 responden (75,4). Sebagian besar responden bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga 34 responden (55,7%), pada umumnya responden mengungkapkan bahwa penghasilan keluarga Rp 1.000.000-2.500.000,- yaitu sebanyak 30 responden (49,2%). Hasil penelitian mengenai karakteristik responden secara singkat dapat dilihat pada table 5.1.
(43)
Table 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N= 61).
Karakteristik f %
Usia
- 20-35 - 36-51 - 52- 60
23 33 5 37,7 54,1 8,2 Pendidikan
- SD - SMP - SMA
- Perguruan Tinggi 2 0 40 19 3,3 0 65,6 31,1 Status Dalam Keluarga
- Bapak - Ibu - Kakak - Nenek
7 51 2 1,6 11,5 83,6 3,3 1,6 Agama
- Budha - Islam - Kristen
1 46 14 1,6 75,4 23,0 Pekerjaan
- IRT - Notaris - Peg. Swasta - PNS
- POLRI - Wiraswasta
34 1 2 10 1 13 55,7 1,6 3,3 16,4 1,6 21,3 Penghasilan Keluarga
- < 1.000.000 -
1.000.000-2.500.00 - > 2.500.00
7 30 24 11,5 49,2 39,3
5.1.2 Konsep Diri Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental
Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada 61 orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang menjadi responden penelitian diperoleh bahwa dari 61
(44)
responden tersebut memiliki konsep diri positif, yaitu 61 orang responden (100,0%). Konsep diri negatif tidak dimiliki oleh orang tua atau keluarga yang ada di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada table 5.2.
Table 5.2 Distribusi frekuensi konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N= 61).
NO Konsep Diri Keluarga keluarga yang memiliki
anak retardasi mental
f %
1. Positif 61 100,0
2. Negatif 0 0,0
Konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang terdiri dari beberapa komponen yakni gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Gambaran diri
Hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 61 responden (100,0%) memiliki gambaran diri yang positif hal ini dapat dilihat pada table 5.3. Analisa data yang menunjukkan gambaran diri responden yang positif didukung oleh ungkapan responden yaitu (100,0%) mengungkapkan bahwa mereka tetap bangga dengan dirinya, walaupun memiliki anak yang tidak normal (n=61), (100,0%) tetap senang dengan bentuk tubuh setelah memiliki anak retardasi mental (n=61), (100%) mengungkapkan masih menyukai bentuk wajah mereka (n=61), (100,0%) tetap senang dengan penampilan mereka hingga saat ini (n=61), (96,7%) mengungkapkan tidak kecewa dengan gen yang dimiliki (n=59).
(45)
b. Ideal diri
Hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 61 responden (100%) memiliki ideal diri yang realitas. Analisa data yang menunjukkan ideal diri orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang realitas didukung oleh ungkapan responden yang menyatakan bahwa (100%) ingin menjadi orang tua yang selalu memberikan kasih sayang dengan tulus kepada anaknya (n= 61), (100%) selalu berusaha memaksimalkan diri dalam menjalankan fungsi sebagai orang tua (n= 61), (100%) berahap hubungan dengan anaknya tetap harmonis dan bahagia (n= 61), (100%) ingin selalu terlihat tegar di depan anaknya (n= 61), dan (98,3%) masih menginginkan anak yang normal seperti dimiliki orang lain (n= 60).
c. Harga diri
Hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 61 responden (100%) memiliki harga diri yang tinggi, hal ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa (98,3%) mengungkapkan selama memiliki anak retardasi mental, orang-orang disekeliling tidak pernah menghina mereka (n= 60), (100%) bahwa masyarakat di lingkungan sosial tetap menerima mereka (n= 61), (90,1%) menyatakan bahwa mereka bangga memiliki anak retardasi mental (n= 55), (98,3%) mengatakan anak retardasi mental tidak menjadi penghalang dalam beraktivitas sehari-hari (n= 60), (95,0%) tidak malu memiliki anak retardasi mental (n= 58). Data tersebut dapat dilihat pada table 5.3.
d. Peran
Hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 61 responden (100%) memiliki kepuasan dalam peran yang dijalankannya. Analisa data yang menunjukkan hasil tersebut adalah (100%) masih mampu melakukan pekerjaan dengan baik walaupun mereka memiliki anak yang tidak normal (n=61), (100%) masih mampu merawat anak dengan baik (n=61), (100%) masih mampu memenuhi kebutuhan anak dengan maksimal (n=61), (100%)
(46)
masih dapat melakukan kegiatan sosial dimasyarakat (n=61), (93,4%) tidak pesimis menjadi orang tua yang baik buat anaknya (n=57). Data tersebut dapat dilihat pada table 5.3.
e. Identitas diri
Hasil penelitian diketahui bahwa dari keseluruhan responden (100%), 61 responden (100%) memiliki kejelasan identitas hal ini dapat dilihat pada table 5.3. Analisa data yang menunjukkan kejelasan identitas didukung oleh (100%) mengatakan bahwa memiliki anak retardasi mental tetap menjadikan mereka orang tua seutuhnya (n=61), (100%) mengungkapkan bahwa mereka berusaha untuk membahagiakan anaknya dengan maksimal (n=61), (95,0%) bahwa mereka merasa tidak gagal karena tidak bisa memiliki anak yang normal (n=58), (98,3%) mengatakan bahwa memiliki anak retardasi mental tidak menghalangi mereka untuk bergaul dengan orang-orang yang ada disekelilingnya (n=60), (100%) mengatakan optimis akan selalu menjadi orang tua yang berguna bagi anak-anak mereka (n=61).
Distribusi frekuensi dan persentase gambaran konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan dapat dilihat pada table 5.3.
Table 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase gambaran konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N=61)
Konsep diri f %
1. Gambaran diri Positif
Negatif 2. Ideal diri
Realitas Tidak realitas 3. Harga diri
Tinggi Rendah 4. Peran
61 0 61 0 61 0 100 0 100 0 100 0
(47)
Kepuasan peran Ketidakpuasan peran 5. Identitas diri
Kejelasan identitas Ketidakjelasan Identitas
61 0 61 0
100 0 100 0
5.1.3 Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa responden kecemasan dari 61 orang responden keluarga yang memiliki anak retardasi mental dengan 3 kategori kecemasan yaitu ringan, sedang, berat diperoleh data bahwa sebagian besar mereka mengalami kecemasan sedang yakni sebanyak 39 responden (63,9%), dan sebagian lagi mereka menunjukkan kecemasan yang ringan yaitu sebanyak 22 responden (36,1%) serta kecemasan berat tidak dirasakan oleh keluarga (0%). Data tersebut dapat dilihat pada table 5.4 dibawah ini.
Table 5.4 Distribusi frekuensi kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N=61).
No Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental
f %
1. Ringan 22 36,1
2. Sedang 39 63,9
3. Berat 0 0
Table 5.5 menunjukkan bagaimana perasaan responden yang memiliki anak retardasi mental. Terdapat 61 responden penelitian sebanyak 28 responden (45,9%) menyatakan mereka cukup tenang dalam menghadapi anak retardasi mental, 28 responden (45,9%) mengungkapkan bahwa mereka cukup merasa aman dalam merawat anak retardasi mental, 32 responden (52,4%) mengungkapkan bahwa mereka cukup senang memiliki dan merawat anak mereka yang tidak normal, 29 responden (47,5%) menyatakan bahwa mereka cukup yakin dalam merawat anak retardasi mental, 31 responden (50,8%) mengungkapkan bahwa mereka cukup nyaman dalam hal
(48)
merawat dan memiliki anak retardasi mental, 27 responden (44,2%) menyatakan bahwa mereka cukup percaya diri dalam merawat anak retardasi mental, 35 responden (57,3%) menyatakan cukup tenang sekali dalam menghadapi dan merawat anak retardasi mental, 29 responden (47,5%) mengungkapkan bahwa mereka kadang-kadang merasa puas dalam merawat anak mereka yang tidak normal, 25 responden (40,9%) menyatakan bahwa mereka kadang-kadang merasa kuat dalam menghadapi dan merawat anak retardasi mental, 28 responden (45,9%) mengungkapkan bahwa mereka cukup merasakan sesuatu yang menyenangkan dalam merawat dan menghadapi anak retardasi mental, 31 responden (50,8%) menyatakan sama sekali tidak tegang dalam merawat dan menghadapi anak retardasi mental, 44 responden (72,1%) menyatakan tidak sama sekali merasa tersiksa dan kacau dalam menghadapi anak retardasi mental, 34 responden (55,7%) menyatakan bahwa mereka tidak sama sekali merasa khawatir yang berlebihan akhir-akhir ini terhadap anak mereka, 56 responden (91,8%) mengungkapkan bahwa mereka sama sekali tidak merasa ketakutan dalam memiliki dan menghadapi anak retardasi mental, 37 responden (60,6%) menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak merasa gugup dan gelisah dalam merawat anak retardasi mental, 49 responden (80,3%) menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak merasa bimbang atau ragu-ragu dalam hal merawat dan membimbing anak retardasi mental, 58 responden (95,0%) menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak merasa menyusahkan untuk merawat anak mereka yang tidak normal, dan 56 responden (91,8%) mengungkapkan bahwa mereka sama sekali tidak merasa kebingungan dalam merawat anak mereka.
\
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang gambaran konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan.
(49)
Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental adalah berusia 36-51 tahun sebanyak 33 responden (54,1%), hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Teugeh (2012) bahwa semakin tua umur seseorang, maka pengalaman dalam mengajari dan mendidik anak mereka semakin banyak, pengalaman diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, sehingga orang tua mampu mendidik anak mereka yang mengalami retardasi mental dengan baik.
Tingkat pendidikan responden mayoritas orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental adalah SMA yakni 40 orang (65,6%), sedangkan responden yang berpendidikan perguruan tinggi 19 orang (31,1%) bahkan yang berpendidikan hanya di SD 2 orang (3,3%). Menurut Judha dan Cokorda (2013) semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka pengetahuan maupun informasi yang diperoleh akan semakin tinggi pula, termasuk keluarga anak retardasi mental dapat mengetahui informasi tentang kelainan yang dialami oleh anaknya dengan baik. Tingkat pendidikan orang tua juga mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dalam menghadapi anak-anaknya artinya orang tua yang berpendidikan akan bersikap lebih baik.
Hasil penelitian yang didapat tentang status dalam keluarga mayoritas terbanyak adalah seorang ibu yakni 51 orang (83,6%), sedangkan seorang bapak hanya 7 orang (11,5%) serta seorang nenek ada 1 orang (1,6%) dan kakak ada 2 orang (3,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian Teugeh, Rompas, dan Ransun (2012) bahwa jenis kelamin berpengaruh dalam hal peranan, biasanya Ibu lebih berperan dalam mendidik dan mengasuh anak, selain itu ibu adalah seorang yang paling dekat atau yang paling sering berhubungan dengan anak didalam keluarga.
Konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental memiliki konsep diri positif, yakni sebanyak 61 orang (100%) atau semua yang menjadi responden peneliti. Menurut Benny,Nurdin, dan Chundrayetti (2014)
(50)
banyak ibu yang memiliki anak retardasi mental tidak memperlihatkan indikasi penolakan terhadap anak, disamping itu ibu menunjukkan perhatian dan cinta yang besar terhadap anaknya karena faktor terbesar yang melatarbelakangi penerimaan ibu adalah agama, dimana orang tua yang lebih intens dalam melakukan praktek agama cenderung bersikap lebih menerima anak-anak mereka yang terhambat secara fisik. Hal ini juga didukung oleh Listiyaningsih dan Dewayani (2009) yaitu faktor lingkungan memberikan pengaruh paling besar terhadap kepercayaan diri orang tua dari anak retardasi mental, faktor lingkungan dapat diartikan sebagai lingkungan sosial, yaitu keberadaan orang-orang di sekitar orang tua anak retardasi mental, misalnya : tetangga, keluarga, dan anggota masyarakat yang lain dapat mendukung orang tua tersebut.
a. Gambaran diri
Hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh 61 responden (100%) tetap senang dengan bentuk tubuhnya setelah memiliki anak retardasi mental, 61 responden (100%) menyatakan mereka tetap bangga dengan dirinya, walaupun memiliki anak yang tidak normal, 61 responden (100%) masih menyukai bentuk wajah mereka , 61 responden (100,0%) tetap senang dengan penampilan mereka hingga saat ini, 59 responden (96,7%) mengungkapkan tidak kecewa dengan gen yang dimiliki. Menurut Widiyanto dan Afif (2013) gambaran diri dipengaruhi oleh sikap, nilai cultural dan sosial terhadap anak retardasi mental, lingkungan yang tidak mengucilkan anak retardasi mental dari pergaulan layak menjadi dari bagian masyarakat dan mendapatkan pendidikan yang sama di masyarakat sehingga gambaran diri orang tua dengan anak retardasi mental yang baik disebabkan faktor kondisi sosial termasuk nilai dan budaya masyarakat setempat dalam menerima kondisi anak retardasi mental.
(51)
b. Ideal diri
Hasil penelitian juga didapatkan bahwa 61 responden (100%) memiliki ideal diri yang realitas. Analisa data yang menunjukkan ideal diri orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental yang realitas didukung oleh ungkapan responden yang menyatakan bahwa 61 responden (100%) ingin menjadi orang tua yang selalu memberikan kasih sayang dengan tulus kepada anaknya, 61 responden (100%) selalu berusaha memaksimalkan diri dalam menjalankan fungsi sebagai orang tua, 61 responden (100%) berahap hubungan dengan anaknya tetap harmonis dan bahagia, 61 responden (100%) ingin selalu terlihat tegar di depan anaknya, dan 60 responden (98,3%) masih menginginkan anak yang normal seperti dimiliki orang lain. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiyanto dan Afif (2013) ideal diri yang baik disebabkan oleh lingkungan keluarga atau masyarakat mampu menerima anak retardasi mental dan beradaptasi dengan lingkungannya. Penelitian Listiyaningsih dan Dewayani mengungkapkan bahwa orang tua yang mampu memahami situasi yang dihadapi saat ini dan kondisi anak, serta menyesuaikan ambisi atau terhadap anak memiliki kepercayaan diri dan ambisi yang wajar.
c. Harga diri
Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan bahwa. 60 responden (98,3%) mengungkapkan selama memiliki anak retardasi mental, orang-orang disekeliling tidak pernah menghina mereka, 61 responden (100%) bahwa masyarakat di lingkungan sosial tetap menerima mereka, 55 responden (90,1%) menyatakan bahwa mereka bangga memiliki anak retardasi mental, 60 responden (98,3%) mengatakan anak retardasi mental tidak menjadi penghalang dalam beraktivitas sehari-hari, 58 responden (95,0%) tidak malu memiliki anak retardasi mental. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Widiyanto dan Afif (2013) bahwa orang tua dengan anak retardasi mental disebabkan oleh munculnya perasaan malu bertemu dengan orang lain karena mempunyai anak yang tidak normal dan tidak dapat menjadikan anak retardasi mental sebagai suatu kebanggan.
(52)
d. Peran
Hasil penelitian didapat sebanyak 61 responden (100%) masih mampu melakukan pekerjaan dengan baik walaupun mereka memiliki anak yang tidak normal, 61 responden (100%) masih mampu merawat anak dengan baik, 61 responden (100%) masih mampu memenuhi kebutuhan anak dengan maksimal, 61 responden (100%) masih dapat melakukan kegiatan sosial dimasyarakat, 57 orang (93,4%) tidak pesimis menjadi orang tua yang baik buat anaknya. Hal ini sesjalan dengan penelitian Widiyanto dan Afif (2013) peran orang tua yang baik karena adanya kebutuhan terhadap aktualisasi diri dalam menjalankan peran baik sebagai orang tua, pekerja, atau sebagai anggota masyarakat.
e. Identitas diri
Hasil penelitian juga didapatkan 61 responden (100%) mengatakan bahwa memiliki anak retardasi mental tetap menjadikan mereka orang tua seutuhnya , 61 responden (100%) mengungkapkan bahwa mereka berusaha untuk membahagiakan anaknya dengan maksimal, 58 responden (95,0%) bahwa mereka merasa tidak gagal karena tidak bisa memiliki anak yang normal, 60 responden (98,3%) mengatakan bahwa memiliki anak retardasi mental tidak menghalangi mereka untuk bergaul dengan orang-orang yang ada disekelilingnya, 61 responden (100%) mengatakan optimis akan selalu menjadi orang tua yang berguna bagi anak-anak mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiyanto dan Afif (2013) menyatakan bahwa orang tua yang memiliki identitas personal yang kuat akan memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya dan juga identitas diri orang tua dengan anak retardasi mental yang baik disebabkan orang tua selalu bersikap terbuka pada keluarga.
(53)
Kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan yang dialami oleh orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental adalah mayoritas sedang yakni sebanyak 39 responden (63,9%) kemudian diikuti dengan kecemasan ringan sebanyak 22 responden (36,1), dan kecemasan berat tidak ada 0%. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Norhidayah (2013) tentang kecemasan pada ibu penderita retardasi mental sindromik di SLB-C Banjarmasin didapat bahwa dari 68 responden yang memenuhi kriteria sebagai orang tua dari anak retardasi mental mayoritas mengalami kecemasan sebanyak 59,26% dan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 40,74% dan kecemasan semakin meningkat akibat dari perilaku dan emosi anak retardasi mental yang tidak terkontrol.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 29 responden (47,5%) mengungkapkan bahwa mereka kadang-kadang merasa puas dalam merawat anak mereka yang tidak normal. Menurut Triana dan Andriany (2010) bahwa orang tua yang kadang-kadang merasa puas karena sudah memberikan bimbingan dan merawat anak sebaik mungkin, dan ada anak retardasi mental yang mudah menerapkan apa yang diajarkan orang tuanya dan ada pula yang tidak.
Hasil penelitian juga didapat bahwa 61 responden 100% mengungkapkan bahwa mereka cukup sering merasa tenang, aman,senang, dan percaya diri akan merawat dan menghadapi anak retardasi mental. Sejalan dengan penelitian Triana dan Andriany (2010) yang menyatakan bahwa ada orang tua yang menggunakan dua jenis koping yaitu emotion focused coping , yaitu mencari dukungan sosial dari keluarga dan menggunakan pengobatan alternatif untuk anaknya, dukungan keluarga dapat meningkatkan semangat dan perasaan yang positif terhadap anak retardasi mental.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan status keuangan pada keluarga yang memiliki anak retardasi mental (Norhidayah, 2013). Hal ini juga dikuatkan pendapat Tarwoto (2010) bahwa beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress dan cemas pada diri seseorang yakni : lingkungan yang asing, kehilangan
(54)
kemandirian sehingga mengalami ketergantungan dan memerlukan bantuan orang lain, masalah biaya, dan kurangnya informasi. Hasil penelitian juga menunjukka bahwa 40 responden (65,6%) adalah pendidikan SMA, orang tua cukup mendapatkan informasi dari pendidikan yang pernah didapatkan maupun informasi yang didapat dari lingkungan sehingga pengetahuan orang tua cukup baik untuk menghadapi dan merawat anak retardasi mental.
Menurut Norhidayah, Wasilah dan Husein (2013) usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan pada keluarga yang memiliki anak retardasi mental. Adanya tingkat usia yang berbeda dan tahapan hidup maka dapat mempengaruhi persepsi pemahaman dan penerimaan anak retardasi mental. Usia yang semakin bertambah dapat menerima adanya anak retardasi mental karena semakin bertambah usia seseorang tingkat spiritualnya semakin tinggi dan lebih banyak memiliki pengalaman dalam menghadapi anak retardasi mental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 33 responden (54,1%) berada pada rentang usia 36-51 tahun, 23 responden (37,7) berada pada rentang usia 20-35 dan 5 responden (8,2%) berada pada rentang 52-60 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitiam Teugeh (2012) bahwa semakin tua umur seseorang, maka pengalaman dalam mengajari dan mendidik anak mereka semakin banyak, pengalaman diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, sehingga orang tua mampu mendidik anak mereka yang mengalami retardasi mental dengan baik.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah ibu rumah tangga (IRT) yakni 34 responden (55,7%) , 10 responden (16,4%) sebagai PNS dimana penghasilan keluarga 1.000.000-2.500.000/ bulan yakni sebanyak 30 responden (49,2%), penghasilan tersebut cukup membiayai pendidikan anak retardasi mental yang dibina di YPAC kota Medan, orang tua yang memiliki anak retardasi mental membutuhkan biaya yang cukup untuk menyekolahkan sang anak, anak retardasi mental tidak bisa menjamin akan senantiasa naik kelas per semesternya, tergantung kemampuan dan cara komunikasi anak. Oleh karena itu orang tua harus menyediakan biaya yang cukup untuk terapi persemesternya (YPAC,2016).
(55)
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan.
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 61 orang.
Hasil penelitian mayoritas responden (100%) memiliki konsep diri yang positif, dan tidak ada yang memiliki konsep diri yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki anak retardasi mental memiliki gambaran diri yang postif (100%), mengalami ideal diri yang realitas (100%), mengalami harga diri yang tinggi (100%), mengalami kepuasaan peran (100%) dan memiliki kejelasan identitas (100%).
Berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini mengalami kecemasan sedang (63,9%), dan sebagian mengalami kecemasan ringan (36,1%) serta kecemasan berat tidak ada (0%).
6.2 Rekomendasi
6.2.1 Praktek Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental mayoritas positif dan mengalami kecemasan sedang dan ringan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan peran sertanya
(56)
dimasyarakat dalam memberikan informasi kesehatan berupa penyuluhan, khususnya mengenai kesehatan anak retardasi mental dan memberikan motivasi kepada keluarga sehingga mereka dapat mengambil keputusan dan mau memberikan pendidikan dan terapi untuk anak retardasi mental. 6.2.2 Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi mahasiswa keperawatan tentang pentingnya meningkatkan dan mempertahankan konsep diri yang positif dan menurunkan kecemasan pada keluarga yang memiliki anak retardasi mental, serta dalam melakukan asuhan keperawatan dapat lebih optimal, komprehensif dan lebih peka terhadap psikologis orang tua atau keluarga, sehingga keluarga yang memiliki anak retardasi mental dapat menerima kondisi anaknya. 6.2.3 Penelitian Keperawatan Selanjutnya
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental atau anak berkebutuhan khusus lainnya dengan jumlah sampel yang representatif, sehingga memudahkan bagi petugas kesehatan untuk menumbuhkan dan mempertahankan konsep diri yang positif pada keluarga yang memiliki anak retardasi mental dan meminimalisir kecemasan yang dialami mereka.
(57)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental
2.1.1 Pengertian Retardasi Mental
Keterbelakangan mental (mental retardation, MR) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptif), yang mulai tampak pada awal kelahiran. Pada mereka yang mengalami mental retardation memiliki keterbelakangan dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan adaptasi sosial. Diperkirakan ada sekitar tiga persen dari total penduduk dunia mengalami keterbelakangan mental (Pieter, dkk, 2011).
Mark Durand (2007 dalam Pieter, Janiwarti dan Saragih, 2011) mengatakan bahwa
mental retardation adalah bentuk keterbelakangan fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata yang disertai oleh defisit fungsi adaptasi, seperti kegagalan dalam mengurus diri sendiri dan timbulnya perilaku menentang (okupasional).
Menurut DSM-IV-TR (2004) mental retardation merupakan gangguan fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata dengan skor IQ-70 ataupun kurang. Mental retardation ditandai dengan defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif, seperti bidang komunikasi, mengurus dirinya sendiri, home living, keterampilan sosial, interpersonal, dan keterampilan akademik.
2.1.2 Ciri-ciri Klinis Retardasi Mental
Menurut DSM-IV-TR (2004) ciri-ciri klinis mental retardation:
1. Orang yang memiliki fungsi intelektual yang secara signifikan berada di tingkat subaverage (IQ < 70).
(58)
2. Orang yang memiliki defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang timbul secara bervariasi. Tanda-tanda umum dari mental retardation adalah kesulitan dalam berkomunikasi, kesulitan dalam mengurus diri sendiri atau rumah, kesulitan dalam membina relasi sosial atau personal, rendahnya kemampuan akademis, kesehatan dan keselamatan.
3. Umur onset, yakni timbulnya mental retardation pada usia 18 tahun. Batasan ini ditetapkan sebagai identifikasi gangguan pada fase-fase perkembangan berikutnya. Selanjutnya menurut DSM-IV-TR, ciri-ciri klinis mental retardation diselaraskan dengan tingkatan kemampuannya, yakni:
a. Retardasi Mental Katagori Ringan
Retardasi mental kategori ringan disebut juga dengan mental retardation kategori mild
(ringan) dengan tingkat IQ=50-70, memiliki fungsi intelegensi yang secara signifikan berada pada subaverage ke bawah. Penderitanya membutuhkan bantuan yang cukup terbatas dan tak membutuhkan bantuan total. Dia masih bisa mandiri dengan tingkat pengawasan yang minimal dan masih memiliki prestasi yang memadai. Akan tetapi mereka masih sangat tergantung pada pendidikan, pelatihan, dan dukungan masyarakat.
Anak dengan retardasi mental ringan masih dapat membaca hingga kelas empat sampai enam sekolah dasar. Meskipun dia memiliki kesulitan membaca, tetapi dia masih mampu mempelajari pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membutuhkan pengawasan, bimbingan, dan pelatihan khusus. Penderita retardasi mental tidak memiliki kelainan fisik yang signifikan, tetapi mereka kerap kali menderita epilepsi.
b. Retardasi Mental Kategori Sedang
Retardasi mental kategori sedang disebut juga dengan mental retardation kategori
(59)
bantuan yang cukup terbatas, tidak membutuhkan bantuan total, masih mampu mandiri dengan tingkat pengawasan yang cukup minimal, masih memiliki prestasi yang memadai dan tergantung pola pendidikan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan masyarakat.
Anak yang memiliki retardation mental IQ=36-51 jelas sekali memiliki keterbatasan dan keterlambatan dalam belajar bicara dan keterlambatan dalam perkembangan lainnya, seperti duduk. Dengan melalui pelatihan dan dukungan masyarakat (lingkungan), penderita retardasi mental masih dapat hidup mandiri untuk taraf keterampilan dan kebutuhan tertentu.
c. Retardasi Mental Kategori Berat
Retardasi mental kategori berat disebut juga dengan mental retardation kategori
severe (berat) dengan tingkat skor IQ=20-25 dan IQ=30-45, memiliki keterampilan komunikasi formal yang sangat terbatas, sehingga tidak pernah bicara lisan dan jika adapun bicaranya hanya sebatas satu atau dua kata. Penderitanya membutuhkan bantuan khusus dan total, seperti mandi, berpakaian, dan makan. Penderitanya total membutuhkan bantuan
living home, tidak memiliki keselamatan, kesehatan apalagi keterampilan akademik. d. Retardasi Mental Kategori Sangat Berat
Retardasi mental kategori sangat berat disebut juga mental retardation kategori
profound (sangat berat) dengan tingkat skor IQ=20-25, tidak memiliki keterampilan komunikasi formal, sehingga tidak pernah bicara lisan sama sekali, tak pernah belajar menggunakan bicara sebagai media komunikasi, dan tidak mampu menggunakan alternatif bahasa isyarat atau alat komunikasi lainnya. Dia sangat sulit belajar akibat disfungsi kognitif dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi sehingga aktivitas sehari-harinya sangat total membutuhkan bantuan living home, keselamatan, kesehatan dan keterampilan akademiknya sama sekali tidak ada.
(60)
Anak-anak mental retardation dalam kategori sangat berat (IQ ≤ 19) biasanya tidak dapat berjalan, berbicara, ataupun memahami orang lain. Angka harapan hidup anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental relatif pendek dan tergantung pada faktor penyebabnya. Biasanya semakin berat mental retardation, maka semakin kecil angka harapan hidupnya.
2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Retardasi Mental
Adapun 5 faktor penyebab retardasi mental menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) yaitu :
a. Trauma (Sebelum dan Sesudah Lahir)
Faktor perkembangan dan kelahiran yang dimaksudkan ialah faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan selama pranatal, perinatal, dan postnatal. Faktor pranatal, yakni akibat penyakit, keracunan dari bahan-bahan kimia, obat-obatan yang tidak terkendali dalam penggunaanya, penggunaan alkohol (fetal alcohol sindrom), drugs, rokok, dan malanutrisi selama kandungan. Faktor perinata, yakni pengaruh dari kesulitan melahirkan atau kelahiran yang kurang oksigen (hipoksia). Faktor postnatal, yakni akibat infeksi atau virus, luka atau pencederaan pada otak atau cacat pada kepala.
b. Infeksi (Bawaan dan Sesudah Lahir) dan Kelainan Kromosom
Infeksi bawaan sesudah lahir yang menyebabkan mental retardation yaitu: rubela kongenitalis, meningitis, sitomegalo, ensefalitis, toksoplasmosis kongenitalis, listeriosis, dan HIV.Sementara kelainan kromosom yang menyebabkan mental retardation adalah kesalahan pada jumlah kromosom (sindrom Down), defek pada kromosom (sindrom X yang rapuh, sindrom Aangelman, sindrom Prader-Willi), translokasi, dan sindrom cri du chat.
(61)
Kelainan genetik yang menyebabkan retardasi mental adalah galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, leukodistrofi metakromatik adrenoleukodistrof, sindrom Lesch-Nyhan, sindrom rett, dan sklerosis tuberosa. Sementara faktor-faktor metabolik yang dapat menyebabkan retardasi mentaladalah sindrom Reye, dehidrasi hipernatremik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia, dan diabetes melitus.
d. Akibat Keracunan
Pemakaian alkohol, kokain, amfetamina, dan obat lainnya pada ibu hamil. Serta keracunan metil merkuri (timah hitam) juga dianggap memberikan konstribusi besar sebagai penyebab retardasi mental.
e. Gizi dan Lingkungan
Faktor-faktor penyebab retardasi mental yang berkaitan dengan aspek gizi yaitu kwasiorkor, maramus dan malnutrisi.Sementara faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam pembentukan retardasi mental adalah kemiskinan, deprivasi sosial, lingkungan rumah dengan sikap tidak memperdulikan anak atau adanya penelantaran anak, budaya (culture familial retardation), atau lingkungan yang menghasilkan bahan-bahan kimia beracun dan berbahaya.
(62)
2.1.4 Klasifikasi Tingkatan Retardasi Mental
Tabel 2.1 Klasifikasi menurut Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) sebagai berikut:
TINGKAT KISARAN
IQ KEMAMPUAN PRASEKOLAH (SEJAK LAHIR-5 TAHUN) KEMAMPUAN USIA SEKOLAH (6-20 TAHUN) KEMAMPUAN MASA DEWASA (21 TAHUN KEATAS) Ringan 52-68 Dapat membangun
kemampuan sosial & komunikasi koordinasi otot sedikit terganggu dan sering kali tidak terdiagnosis. Dapat mempelajari pelajaran kelas enam pada akhir usia belasan tahun. Dapat dibimbing ke arah pergaulan sosial dan dapat dididik.
Biasanya dapat mencapai
kemampuan kerja & bersosialisasi yang cukup, tetapi ketika mengalami stres sosial ataupun ekonomi, memerlukan bantuan. Moderat 36-51 Dapat berbicara &
belajar berkomunikasi kesadaraan sosial kurang dan koordinasi otot cukup. Dapat mempelajari beberapa kemampuan sosial & pekerjaan. Dapat belajar berpergian sendiri di tempat-tempat yang dikenalnya dengan baik. Dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan melakukan pekerjaan yang tidak terlatih atau semi terlatih di bawah
pengawasan. Memerlukan pengawasan & bimbingan ketika mengalami stres sosial maupun ekonomi yang ringan. Berat 20-35 Dapat
mengucapkan beberapa kata. Mampu mempelajari kemampuan untuk menolong diri sendiri. Tidak memiliki kemampuan Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi. Dapat mempelajari kebiasaan hidup sehat sederhana. Dapat memelihara diri sendiri di bawah pengawasan. Dapat melakukan beberapa kemampuan perlindungan diri dalam lingkungan yang terkendali.
(63)
2.1.5 Bentuk-Bentuk Retardasi Mental
a. Alcohol syndrom,Yaitu mental retardation yang diakibatkan bahan kimia dan obat-obatan, seperti penylalanin. (Hellekson, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011).
a. Lesch-Nyhan syndromadalah mental retardation yang diakibatkan gangguan cerebral palsy
(spastisitas, pengencangan otot). Ciri-ciri Lesch-Nyhan syndrome ditandai dengan perilaku mencederai diri sendiri, seperti menggigit-gigit jari atau bibir. Gangguan ini hanya dideritai oleh anak laki-laki, karena yang bertanggung jawab adalah gen resesif, yakni ketika gen berada di kromosom X pada laki-laki tidak memiliki gen normal untuk menyeimbangi dan karena laki-laki tidak memiliki kromosom X yang kedua.
b. Down syndromeadalah bentuk mental retardation akibat adanya abnormalitas kromosom 21 yang memberikan penampilan fisik yang khas, seperti wajah mongoloid (Scherenberger, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih 2011). Ciri-ciri khas down syndrome adalah mata sipit dan mengarah keatas, hidung rata, mulut kecil dengan langit-langit datar sehingga lidah menjulur keluar, ada malformasi jantung bawaan, mengarah demensia Alzheimer (≥ 40 tahun). Gangguan otak pada Down syndrome menyebabkan hendaya ingatan dan gangguan kognitif lainnya. Selain akibat penyimpangan kromosom, faktor pendukung lain yang dapat menyebabkan Down syndrome adalah akibat usia ibu yang terlalu tua atau terlalu muda untuk mengandung. ekspresif atau hanya sedikit. Koordinasi otot jelek. Sangat berat 19 atau kurang Sangat terbelakang. Koordinasi ototnya sedikit sekali. Mungkin memerlukan perawatan khusus. Memiliki beberapa koordinasi otot, kemungkinan tidak dapat berjalan atau berbicara. Memiliki beberapa
koordinasi otot & berbicara. Dapat merawat diri tetapi sangat terbatas. Memerlukan perawatan khusus.
(64)
c. Fragile X syndromemenurut Dykens (1998 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) adalah bentuk mental retardation ini akibat penyimpangan atau cacat pada kromosom X yang berkaitan dengan masalah-masalah belajar, hiperaktif, menghindar tatapan mata,
perseverative speech dan ciri-ciri fisik yang tidak lazim, seperti telinga, buah zakar, lingkaran kepala yang besar. Estimasi gangguan ini diperkirakan 1 di antara 2.000 laki-laki. d. Cultural familial retardation, yaitu bentuk mental retardation yang ringan dan disebabkan
oleh pengaruh lingkungan dan kombinasi pengaruh biologis dengan psikososial, seperti akibat penganiayaan fisik, penelantaran dan deprivasi sosial. Ciri-ciri orang yang cultur familial retardation adalah memiliki skor IQ= 50-70, memiliki keterampilan adaptif yang cukup baik, namun tidak berpotensi untuk mengembangkan keterampilannya, memiliki keterlambatan dalam perkembangan.
2.1.6 Cara Penanganan Retardasi Mental
Pieter, Janiwarti, dan Saragih (2011) cara penanganan mental retardation secara biologis untuk saat ini bukan pilihan utama. Secara umum, penanganan pada mental retardation harus paralel, yakni dengan mengajarkan berbagai keterampilan yang dibutuhkan agar mereka dapat produktif dan mandiri. Perlu kita ketahui bahwa para penderita mental retardation yang sangat mereka butuhkan ialah agar mereka dapat berpartisipasi dengan cara-cara tertentu dalam masyarakat, bersekolah bahkan memiliki harapan untuk dapat bekerja dan memperoleh kesempatan menjalin hubungan sosial yang lebih berarti. Dengan kemajuan teknologi dan pendidikan memberikan peluang yang lebih baik dan realitis dalam kehidupan bagi para penderita mental retardation.
Mark Durand dan David H. Barlow (2007) mengatakan, bahwa hingga saat ini belum ada obat medis khusus yang bisa menyembuhkan gangguan mental retardation. Akan tetapi, usaha pencegahan dan penanganannya lebih menunjukkan pada perubahan keterampilan yang lebih berarti dalam kehidupan mereka.
(65)
a. Penanganan Behavioral
Penanganan gangguan mental retardation pertama kali diintroduksikan pada tahun 1960 yang menekankan pada pengajaran keterampilan melalui inovasi perilaku (behavior),
seperti dengan mengajarkan mereka keterampilan untuk mandi, berpakaian dan buang air. (Wilson, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Keterampilan perilaku seperti ini dipecahkan menjadi bagian-bagian lebih kecil (task analysis) dan mereka diajarkan dengan memberikan pujian-pujian atau penguatan (reinforce). Keberhasilan mengajarkan keterampilan dapat diukur dari tingkat kemandirian yang dicapai dengan memanfaatkan keterampilan yang telah diajarkan.
b. Latihan Komunikasi
Latihan komunikasi sangat penting bagi penderita mental retardation. Langkah awal yang perlu diketahui yaitu bagaimana membuat kebutuhan yang dapat memberikan rasa puas dalam berbagai aktivitasnya. Tujuan latihan ini berbeda bagi setiap penderita, tergantung pada tingkat keterampil yang dimilikinya. Bagi penderita mental retardationringan, tujuannya pada aspek artikulasi dan pengorganisasian bicara. (Abbeduto, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Sementara penderita mental retardation dengan disabilitas paling berat, tipe latihan komunikasi dapat memberikan tantangan baru karena penderitanya memiliki keragaman defisit fisik dan kognitif yang membuat komunikasi lisan sangat sulit atau bahkan mustahil dilakukan. (warren, dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011). Menurut Reichle (1992 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) Namun bagi para terapis yang ahli dan kreatif tentu memiliki alternatif yang lebih mudah, misal menggunakan bahasa isyarat yang lazim digunakan penderita disabilitas pendengaran dan menggunakan argumentatif strategi komunikasi melalui buku-buku bergambar yang menandakan permintaan atau menunjukkan terhadap suatu objek tertentu.
(66)
c. Support Employment
Bellamy (1988 dalam Pieter, Janiwarti, dan Saragih, 2011) mengatakan salah satu metode yang mengajarkan penderita mental retardation agar dapat berpartisipasi dalam dunia pekerjaan secara memuaskan dan berkompetisi. (Bellamy, Rhodes, Mank, dan Albin, 1988). Terlepas dari besarnya biaya yang terkait, maka dengan metode ini bukan hanya menempatkan penderitanya dalam satu pekerjaan yang bermakna, tetapi yang terpenting adalah membuat mereka untuk dapat menjadi orang yang produktif, mandiri, dan berguna bagi masyarakat.
2.2 Konsep Diri
2.2.1 Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Sedangkan menurut Kozier dan Snyder (2010) konsep diri merupakan citra mental individu. Konsep diri positif penting untuk kesehatan mental dan fisik individu. Individu yang memiliki konsep diri positif lebih mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal, dan juga lebih mampu menerima atau beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi sepanjang hidupnya
Menurut Potter (2005) konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Ketidaksesuaian antara
(67)
aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi sumber stress atau konflik. Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatkan konsentrasi.
2.2.2 Komponen-komponen Konsep Diri a. Gambaran Diri (Body image)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Menurut Potter & Perry (2009) gambaran atau citra tubuh (body image) meliputi perilaku yang berkaitan dengan tubuh, termasuk penampilan, struktur, atau fungsi fisik. Rasa terhadap citra tubuh termasuk semua yang berkaitan dengan seksualitas, feminitas dan maskulinitas, berpenampilan muda, kesehatan dan kekuatan.
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima reaksi dari tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan. Gambaran diri (Body image) berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya, pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standart perilaku serta mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi (Tarwoto & Wartonah, 2010).
(1)
Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyakmembantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan Ilmu Pengetahuan khususnya profesi keperawatan.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Medan, Juni 2016
(2)
vi DAFTAR ISI
Halamanjudul ...i
Halaman persetujuan Orisinilitas ...ii
Halaman Persetujuan Skripsi ...iii
Abstrak ...iv
Prakata...v
Daftar isi...vii
Daftar skema ...ix
Daftar tabel...x
BAB 1. PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar belakang ...1
1.2 Tujuan penelitian ...5
1.3 Rumusan masalah ...6
1.4 Manfaatpenelitian ...6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...8
2.1 Retardasi mental ...8
2.1.1 Pengertian retardasi mental ...8
2.1.2 Ciri-ciri klinis retardasi mental ...9
2.1.3 Faktor-faktor penyebab retardasi mental ...11
2.1.4 Klasifikasi tingkatan retardasi mental ...14
2.1.5 Bentuk-bentuk retardasi mental ...15
2.1.6 Cara penanganan retardasi mental ...17
2.2 Konsep diri ... 20
2.2.1Pengertian konsep diri... 20
2.2.2Komponen-komponen konsep diri ...21
2.2.3 Faktor-faktor mempengaruhi konsep diri ...24
2.2.4 Kriteria kepribadian sehat ... 25
2.2.5 Karakteristik konsep diri rendah ... 25
2.2.6 Konsep diri keluarga anak retardasi mental ... 26
2.3 Kecemasan ... 27
2.3.1 Pengertian kecemasan ... 27
2.3.2 Tanda-tanda umum kecemasan ... 28
2.3.3 Tingkat kecemasan... 28
2.3.4 Faktor-faktor penyebab cemas ... 30
2.3.5 Cara mengatasi cemas ... 31
2.3.6 Tindakan keperawatan cemas kepada individu... 33
2.3.7 Kecemasan keluarga anak retardasi mental ... 34
2.4 Keluarga ... 35
2.4.1 Pengertian Keluarga ... 35
2.4.2 Struktur Keluarga ... 36
2.4.3 Tipe-tipe Keluarga ... 38
2.4.4 Fungsi Keluarga ... 40
2.4.5 Peran Keluarga ... 41
(3)
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 44
3.1 Kerangka konseptual ...44
3.2 Definisi operasional ...45
BAB 4. METODE PENELITIAN ... 38
4.1 Desain penelitian ...46
4.2 Populasi dan sampel penelitian ...46
4.3 Lokasi dan waktu penelitian ...47
4.4 Pertimbangan etik ...47
4.5 Instrumen penelitian...47
4.6 Metode pengumpulan data ...50
4.7 Validitas instrumen ...50
4.8 Uji realibilitas...51
4.9 Analisa data ...52
BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...53
5.1 Hasil Penelitian ...53
5.1.1 Karakteristik Responden ...53
5.1.2 Konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental ...55
5.1.3 Kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental ...60
5.1.4 Pembahasan...64
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...71
6.1 Kesimpulan ...71
6.2 Saran ...71
(4)
viii Lampiran-lampiran
Lampiran 1. Jadwal Tentatif Penelitian Lampiran 2. Lembar Bukti Bimbingan Lampiran 3. Inform consent
Lampiran 4. Kusioner Data Demografi Lampiran 5. Kuisoner Konsep Diri Lampiran 6. Kuisioner Kecemasan Lampiran 7. Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 8. Data Kasar Demografi Responden Lampiran 9. Hasil Data Demografi
Lampiran 10: Data Kasar Konsep Diri Lampiran 11: Hasil Konsep Diri Lampiran 12: Data Kasar Kecemasan Lampiran 13: Hasil Kecemasan Lampiran 14: Komisi Etik
Lampiran 15: Lembar Persetujuan Validitas Lampiran 16: Lembar Validitas Konsep Diri Lampiran 17: Lembar Perhitungan Konsep Diri Lampiran 18: Surat Permohonan Survey Awal Lampiran 19: Surat Balasan Survey Awal Lampiran 20: Surat Permohonan Uji Reliabilitas Lampiran 21: Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 22: Surat Balasan Izin Penelitian Lampiran 23: Taksasi Dana
(5)
DAFTAR SKEMA
... Halaman
(6)
x DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Definisi operasional variable penelitian
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N= 61)
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N= 61).
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi hasil penilaian jawaban pernyataan keluarga yang memiliki anak retardasi mental terhadap gambaran konsep diri (N= 61).
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N=61).
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pernyataan Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kota Medan tahun 2016 (N= 61).