perlakuan 0, 90, 180 dan 270 ji. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai
mortalitas M. plana mencapai 100. 6.Uji efektifitas nematoda
Steinernema sp. isolat lokal terhadap larva M.plana di laboratorium
Penelitian dilakukan dengan meletakkan larva M. plana instar 1, 2, dan 3 pada masing-masing toples sebanyak 10 ekor. Setiap larva pada masing-masing
toples diinokulasikan dengan nematoda sesuai dengan perlakuan dengan empat ulangan Gambar 2.
Gambar 2. Penelitian di Laboratorium Persentase kematian larva dihitung setiap hari setelah aplikasi.
7. Uji efektifitas nematoda Steinernema sp. terhadap larva M. plana di
lapangan.
Penelitian lapangan dilaksanakan di PTP4 kebun Adolina. Aplikasi dilaksanakan pada pagi hari pukul 06.15 Waktu Indonesia bagian Barat WIB
dan pada sore hari pukul 17.00 WIB. Sebelum aplikasi, dihitung terlebih dahulu jumlah larva pada masing-masing instar dan selanjutnya digunakan sebagai
populasi awal M. plana. Larva M. plana disemprot menggunakan handsprayer
19
Universitas Sumatera Utara
dengan cairan yang mengandung nematoda sesuai perlakuan. Pengamatan dilaksanakan satu hari setelah aplikasi dan diamati setiap hari sampai seluruh
larva mati. Peubah Amatan
1. Identifikasi nematoda
Identifikasi nematoda dilakukan untuk mengetahui jenis nematoda entomopatogen dari setiap sampel tanah yang digunakan.
2. Persentase mortalitas P M. plana:
Persentase mortalitas diamati di laboratorium dan di lapangan dengan menggunakan rumus :
P=
� �
�100 Keterangan : a = kematian larva akibat perlakuan
b = Jumlah larva seluruhnya Wahyono dan Tarigan, 2007
3. Populasi akhir Steinernema sp.
Populasi akhir Steinernema sp. yang terdapat dalam larva M. plana dihitung sejak kematian awal sampai akhir larva M. plana .dengan menggunakan
metode White Trap
20
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Identifikasi Nematoda Entomopatogen
. Hasil identifikasi nematoda Steinernema dari tiga lokasi yang diamati
dapat dilihat pada Gambar 3 a, b dan c. Dari Gambar terlihat tidak terdapat perbedaan penampilan yang mencolok antara nematoda entomopatogen yang
bersumber dari ketiga lokasi.
a b c Gambar 3. Steinernema sp. yang bersumber dari tiga lokasi a Langkat, b Deli
Serdang, c Serdang Bedagai. Berdasarkan karakter morofologi ketiga isolat dijumpai beberapa ciri-
ciri yang menunjukkan nematoda entomopatogen tersebut adalah Steinernema sp. Mulut berbentuk silindris seperti tong atau rongga seperti kerucut yang bagian
depannya terus terbuka. Nematoda berbentuk fusiform dan vernivorm, dengan mulut yang letaknya terminal dan berada pada lingkaran kepala dan nematoda ini
tidak mempunyai stilet Gambar 4.a.
Universitas Sumatera Utara
a b
Gambar 4. Bagian anterior a dan ekor b Steinernema sp. Posterior terdapat satu papilla tunggal, preanal dan ventral. Betina lebih
besar dari jantan. Stoma berbentuk silinder panjang dan melebar. Vulva menonjol keluar. Spikula relatif besar dan lebar Gambar 4.b.
Gejala kematian T. molitor dan larva M. plana
Hasil pengamatan menunjukkan terjadi perubahan warna kutikula pada T. molitor. Kutikula dari warna kuning menjadi coklat caramel. Hal ini disebabkan
adanya reaksi bakteri simbion Xenorhabdus spp. Grewal dan Ruisheng, 2007. Hasil penelitian terhadap gejala kematian larva M. plana di laboratorium
diperoleh satu hari setelah aplikasi HSA nematoda Steinernema sp. Infeksi oleh Steinernema sp. ditandai dengan terjadi perubahan perilaku larva M. plana.
Perubahan perilaku ini ditandai dengan M. plana menjadi hiperaktif kemudian mengalami kematian. Simoes dan Rosa 1996 mengemukakan bahwa serangan
nematoda entomopatogen menyebabkan perubahan perilaku pada serangga inang. Sebelum serangga yang terserang nematoda entomopatogen mengalami kematian,
22
Universitas Sumatera Utara
serangga akan bergerak hiperaktif selama lebih kurang tujuh menit, kemudian mengalami kematian.
a b
c
Gambar 5. Larva M. plana yang terinfeksi Steinernema sp. a gejala awal serangan ditandai larva berwarna coklat muda, b gejala serangan
lebih lanjut larva sedikit mengkerut dan berwarna coklat tua, c larva mengkerut dan berwarna kehitaman
Selain perubahan perilaku, larva yang terinfeksi juga megalami perubahan warna pada tubuhnya. Awalnya larva berwarna coklat muda Gambar 5a
kemudian berubah menjadi coklat tua dan dengan penampilan agak mengkerut Gambar 5b. Selanjutnya larva mengkerut dan berwarna kehitaman Gambar 5c.
Gejala lain yang dapat dilihat pada larva yang terinfeksi adalah tubuh larva menjadi lunak namun tidak hancur. Hasil ini sama dengan yang yang dilaporkan
oleh Simoes dan Rosa 1996 bahwa gejala serangan yang diakibatkan Steinernema sp. ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada kutikula
serangga inang, semula kutikula berwarna coklat muda berubah menjadi coklat
23
Universitas Sumatera Utara
karamel atau coklat tua, tubuh serangga menjadi lunak dan apabila dibedah jaringan tubuh menjadi cair tetapi tidak berbau busuk.
Penetrasi nematoda diawali dengan penemuan inang yang sesuai. Pada saat mendapatkan inang yang sesuai nematoda akan memasuki saluran pencernaan
dari larva serangga kemudian melakukan penetrasi kedalam hemosel inang Brown dkk, 2006. Nematoda juga dapat masuk melalui lubang-lubang alami
seperti spirakel, mulut, anus dan kutikula Shapiro dan Lewis, 1999. Nematoda juga dapat masuk ke dalam hemosel dengan melakukan penetrasi langsung
melalui kutikula larva serangga. Tanada dan Kaya 1993 mengemukakan pada saat nematoda masuk ke dalam hemosel, nematoda melepaskan bakteri ke dalam
hemolimfa. Secara bersama-sama nematoda dan bakteri simbionnya secara cepat membunuh larva serangga Gaugler, 2001; Poinar, 1983. Selanjutnya Boemare
dkk. 1996 mengemukakan bahwa bakteri simbion pada nematoda menghasilkan enzim dan toksin yang menyebabkan kematian pada serangga.
2. Mortalitas M. plana di laboratorium