Bagian bawah foam, diwakili oleh gambar C, memperlihatkan sel yang berbentuk bulat spherical dengan luas pori berbanding luas daerah yang relatif
kecil. Dinding sel terlihat tebal jika dibandingkan dengan luas sel yang terbentuk. Sedangkan bagian samping foam yang menempel di dinding crucible
gambar B menunjukkan perbedaan besar pori pada lapisan terluar dan lapisan yang lebih dalam. Lapisan terluar yang menempel pada crucible mempunyai sel
polyhedral tetapi relatif lebih kecil daripada sel yang terletak lebih kedalam. Pada sel yang terletak lebih dalam ini, memiliki bentuk sel polyhedral yang lebih besar
namun terlihat terelongasi sesuai arah pengembangan foam. Akibatnya, bentuk sel polyhedral mempunyai aspek rasio yang besar rasio diameter maksmin 1.
Seringkali, lapisan terluar ini cukup tipis, karena hanya memiliki satu lapisan sel saja
.
Kemudian pada bagian atas foam yang digambarkan pada A, terlihat bentuk sel yang memipih tegak lurus dengan arah foam. Lapisan kedua dibawah
sel yang memipih ini, lalu mempunyai bentuk polyhedral yang menyerupai bentuk tengah foam, akan tetapi ukurannya lebih kecil. Seringkali terlihat bentuk
polyhedral lebih mendekati equiaksial bulat sempurna.
4.2. Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Densitas Produk
Pengujian densitas bulk density terdiri dari tiga buah sampel, diamati dan diukur dengan menggunakan prinsip Archimedes dengan menggunakan
neraca dan mengacu pada standar ASTM 373-88, prosespenujian seperti pada gambar 4.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3
: Pengujian densitas dengan menggunakan prinsip archimides Keterangan :
A : Tali Penggantung
B : Baker Glass500 cc
C : Spesimen Uji
D : Neraca
Pada proses awal dilakukan penimbangan massa benda di udaramassa sample kering seperti penimbangan biasa sedangkan berikutnya adalah
penimbangan massa benda di dalam air. Dari hasil pengujian maka diperoleh data seperti pada tabel.
Tabel 4.1 :
Data hasil pengujian densitas
No. Massa Kering
m
s
gr Massa setelah di
rendam m
b
gr Massa
digantung m
g
gr Massa tali
penggantung m
k
gr
1 190
200 130
2.3 2
170 175
90 2.3
3 180
190 140
2.3
A B
C
D
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengacu pada data dari tabel 4.1, maka densitas produk dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
�
�� ����
= �
�
�
�
�
−�
�
− �
�
� � �
���
Dimana :
ρ
Al foam
= densitas massa jenis aluminium foam grcm
3
ρ
air
= densitas massa jenis air 1 grcm
3
m
s
= massa sampel kering gr m
b
= massa sample setelah direndam gr m
k
= massa penggantung gr m
g
= massa sampel dalam air gr Sehingga diperoleh data seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 :
Analisa kadar Mg pada Aluminium Foam terhadap densitas produk
Tahap I : Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Densitas Produk
No. W
Aluminium gr
Magnesium wt Al
W CaCO
3
3 wt Al gr
W Al- Powder
gr Rasio
CaCO
3
: Al- Powder
Densitas grcm
3
1 190
4 5,7
1,71 10 : 3
2,62 2
170 6
5,1 1,53
10 : 3 1.94
3 180
8 5.4
1.62 10 : 3
3.44
Dari data hasil analisa pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai densitas untuk aluminium foam dengan kadar 4 magnesium sebesar 2,62, untuk aluminium
foam dengan kadar magnesium 6 sebesar 1,94 dan aluminium foam dengan kadar magnesium 8 memiliki nilai densitas sebesar 3.44. hasil pengujian
densitas apabila di plot ke dalam grafik maka akan tampak seperti pada gambar 4.3
Lit. 2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4
: Grafik hasil pengujian densitas
Berdasarkan dari grafik pada gambar 4.3 Maka dapat dilihat bahwa pada aluminium foam dengan kadar Mg 8 nilainya lebih tinggi dari Al-alloy foam
dengan kadar Mg 4 dan 6. Hal ini dapat dikarenakan pori yang terbentuk pada aluminium foam Mg 8 tidak merata, masih terdapat bagian yang berupa
aluminium tanpa pori pejal. Bagian yang tidak berpori ini memiliki nilai berat yang lebih tinggi dibanding dengan Al foam 4 Mg dan 6 Mg, sehingga
mempengaruhi nilai densitas pada produknya.
4.3.Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Kekuatan Tekan Compressive Strength
Untuk menetukan nilai kekukatan tekan pada aluminium foam, dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM E9-89a Standard Test Methods of
Compression Testing of Metallic Materials at Room Temperature dengan
menggunakan mesin Universal Testing Machine UTM. Sebelumnya spesimen uji dibentuk dengan menggunakan kikir dan gerinda guna mendapatkan dimensi
2,62 1,94
3,44
1 2
3 4
5 10
D en
si ta
s
Kadar Mg
Densitas vs Kadar Mg
Densitas grcm3
Universitas Sumatera Utara
yang diinginkan, spesimen uji aluminium foam tidak dapat diproses dengan menggunakan mesin bubut sehingga untuk membentuk spesimen seperti
gambar 4.4 digunakan kikir dan gerinda.
Tabel 4.3
: dimensi spesimen berdasarkan standar ASTM E9-89a
Gambar 4.5
: Standar dimensiASTM E9-89a untuk spesimen uji tekan
Setelah diperoleh data dari hasil pengujian menggunakan mesin UTM, kemudian ditentukan kuat tekan dengan menggunakan persamaan berikut :
� = �
�
Untuk mendapatkan nilai regangan dari specimen makan dapan di ketahui dengan menggunakan persamaan berikut :
30 mm 15 mm
Universitas Sumatera Utara
100 x
Lo L
∆ =
ε
Dimana : ε= Regangan
L
f
= Panjang Akhir mm L
o
= Panjang Awalmm ∆L=Perpanjangan mm
Pengujian tekan dilakukan dengan meletakkan spesimen pada load cell dengan posisi horisontal, lalu diberikan beban hingga terjadi patahan di daerah
pinggang spesimen akibat dari pembebanan seperti tampak pada gambar 4.5 . Apabila telah tampak maka pengujian dihentikan dan dicatat beban maksimum
yang diterima. Namun apabila patahan belum terlalu tampak, maka pembebanan diteruskan sampai kemampuan maksimum mesin mendekati 2000 kgf.
Pembebanan yang diberikan dengan kecepatan 10 mm menit.
Gambar 4.6
: Spesimen aluminium foam yang diberikan beban Selanjutnya tabel 4.3 merupakan data hasil perhitungan nilai kekuatan tekan
pada aluminium foam setelah diuji dengan Universal Testing Machine.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3
: Analisa kuat tekan Aluminium Foam
Tahap II :
Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Kekuatan Tekan
Compressive Strength No
Magnesium wt
Aluminum Luas
mm
2
∆ L mm
Gaya N
Kuat Tekanan
MPa Strain
1. 4
322.21 1.16
12552,51 38.95
9.12 2.
6 373.40
1.05 16877,24
45.19 10.78
3. 8
367.94 1.00
18701,28 50.82
11.36
Berdasarkan data pada table 4.3 dapat dilihat bahwa tegangan pada aluminium foam dengan kadar magnesium 4 memiliki kekuatan tekan sebesar
38.95 MPa, apabila dilihat dari bentuk pori, specimen dengan kadar Mg 4 mempunyai pori yang merata. Jumlah pori ini sangat mempengaruhi kekuatan
mekanis pada produk. Berikut grafik yang menunjukkan nilai kekuatan tekan dan kadar magnesium pada aluminium foam.
Gambar 4.7
: Grafik kekuatan tekan aluminium foam
Untuk produk aluminium foam 6 dan 8 persebaran pori pada produk kurang begitu baik sehingga masih terdapat bagian yang padat, persebaran yang
tidak merata ini dapat di akibatkan karena tidak terdekomposisinya CaCO
3
secara
38,95 45,19
50,82
10 20
30 40
50 60
5 10
K e
k u
at an
T e
k an
M P
a
Kadar Mg
Kuat Tekan vs Kadar Mg
Kuat Tekanan MPa
Universitas Sumatera Utara
merata pada saat melebur, dekomposisi yang tidak merata dapat terjadi karena proses pengadukan yang kurang merata dan viskositas aluminium cair yang
kurang baik sehingga CaCO
3
tidak terdispersi secara homogen pada aluminium cair.
4.3.1.Analisa Patahan pada Sel Aluminium Foam Akibat Pembebanan Tekan
Ilustrasi dua dimensi dari foam dengan rute melt based, dijelaskan secara skematik di gambar berikut ini. Meskipun pada umumnya, distribusi keseragaman
sel hanya ditemukan dalam skala lokal, namun derajat ketidakseragaman ukuran, bentuk dan konfigurasi sel seperti halnya dengan densital lokal juga perlu
diperhatikan. Gambar 4.8 menunjukkan daerah tengah spesimen, yang mempunyai sel lebih kecil dan ketebalan dinding sel yang lebih tebal, menjadikan
daerah tersebut mempunyai densitas lokal yang lebih tinggi. Pada tahap pertama saat pembebanan tekan, yaitu ketika regangan dapat
kembali ke awal, deformasi elastis lazimnya terlokalisasi pada satu atau lebih pita sel yang tegak lurus pada arah penekanan, diperlihatkan pada gambar ….
Gambar 4.8
: Pemodelan awal penekanan aluminium David C. Curran ; 2003
Saat permulaan deformasi plastis, diperlukan kegagalan yang terjadi pada seluruh bidang sel spesimen secara melintang. Penekukan buckling pada
Universitas Sumatera Utara
permukaan sel, dan sisi datar pita sel, diperlihatkan secara skematik di gambar 4.8, dimana garis putus-putus menunjukkan area dimana kegagalan terjadi.
Gambar 4.9
: Pemodelan penekanan aluminium foam saat pita deformasi mulai terbentuk David C. Curran ; 2003
Permulaan gagal karena penekukan buckling yang simultan di sepanjang penampang area spesimen akan mengurangi pembebanan yang ditahan oleh foam.
Pada penekanan dengan laju konstan, maka yang terlihat di kurva tegangan regangan adalah penurunan yang tajam, terlihat pada gambar 4.10.
Gambar 4.10
: Pemodelan kegagalan aluminium foam secara getas dan ulet David C. Curran ; 2003
Kegagalan yang berkelanjutan setelah tahapan ini dapat dilanjutkan dengan perpatahan getas, atau dengan penekukan buckling, terlihat pada gambar 4.9.
Universitas Sumatera Utara
Jika tidak dengan mekanisme kegagalan, sisi yang berlawanan dari pita yang telah rusak, pada saat tertentu akan saling bertemu. Hal ini seperti tampak pada patahan
yang terjadi pada spesimen 6 Mg, dimana patahan seperti yang ditunjukkan gambar 4.11 membentuk daerah patahan.
Gambar 4.11
: Spesimen Al Foam yang mengalami patah getas
Secara alami sturuktur sel yang dibuat melalui rute melt based, mempunyai deviasi kisaran lokal densitas, ukuran sel, dan konfigurasi sel yang besar. Hal ini,
berakibat pada pita sel yang rusak tidak mampu menahan densifikasi secara simultan sepanjang lebar spesimen. Maka densifikasi akan lebih muncul pada
suatu bagian penampang melintang spesimen sebelum yang lain. Hal ini diilustrasikan pada gambar 4.12, dimana daerah yang mempunyai sel yang lebih
kecil, akan memadat sebelum area yang mengelilinginya, lalu tegangan ditransfer ke sel-sel tetangganya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12
: Pemodelan penekanan aluminium foam saat perambatan pita deformasiDavid C. Curran ; 2003
Secara alami, tipe struktur sel yang seperti ini, kontaknya akan bermula secara lokal. Hampir semua pembebanan eksternal yang diaplikasikan pada
spesimen akan disangga oleh bagian penampang melintang dari spesimen. Hal, ini menyebabkan peluluhan yang terlokalisasi pada daerah dimana tegangan
terkonsentrasikan. Yaitu, pada daerah dimana pembebanannya lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk menyebabkan peluluhan yang simultan pada
sebuah pita sel sepanjang penampang melintang spesimen. Gambar 4.13 Menujukkan daerah patahan akibat beban yang terkonsentrasi pada spesimen Al-
Mg foam dengan 4 Mg.
Gambar 4.13
: Daerah yang mendapatkan beban terkonsentrasi
Dari sini, akan terjelaskan bahwa bila hanya terdapat satu pita sel yang rusak sehingga terbentuk gerigi pertama, maka gerigi itu diperkirakan yang paling
Universitas Sumatera Utara
menonjol. Untuk semua tahapan selanjutnya, terutama untuk foam yang mempunyai keragaman sel pada penampang melintang, maka beragam pita sel
lokal juga akan mengalami kegagalan pada derajat regangan yang berbeda. Spesimen foam akan memperlihatkan kekuatan sisa setelah gerigi pertama, karena
pada regangan yangdiberikan, beberapa daerah pada sel akan mengalami puncak tegangan sebelum akhirnya gagal.
Pada gambar 4.14, permulaan pita gagal lain yang terpisah dimanapun pada spesimen tersebut, akan memerlukan tegangan tekan yang lebih tinggi diatas
permulaan tegangan plateau, yaitu ketika terjadi sampai permulaan densifikasi.
Gambar 4.14
: Pemodelan perambatan pita deformasiDavid C. Curran ; 2003
4.4.Analisa Kadar Mg Terhadap Kekerasan Hardness Aluminium Foam
Pengujian kekerasan terhadap spesimen dilakukan dengan metode Brinnel, dimana spesimen diberikan pembebanan sebesar 500 kg dengan bola indentor
berdiameter 5 mm, pembebanan dilakukan pada empat titik seperti tampak pada gambar 4.15.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.15
: A. Spesimen Al foam 4 Mg ; B. Spesimen Al foam 6 Mg ; C. Spesimen Al foam 8 Mg
Dan pada tabel 4.4 menunjukkan hasil pengujian kekerasan yang dari spesimen aluminium foam.
Tabel 4.4 : Analisa nilai kekerasan aluminium foam
Tahap III :
Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Kekerasan Hardness
Sampel Aluminium Foam Mg
Diameter Indentasi mm
BHN
4 3.20
60.5 3.20
60.5 3.20
60.5 3.30
56.8 Rata-rata
59.5
6 2.80
79.6 2.80
79.6 2.70
85.7 2.70
85.7 Rata-rata
82.6
8 3.00
69.1 2.90
74.1 2.90
74.1 2.90
74.1 Rata-rata
72.8
Dari data pada table 4.4 diperoleh nilai brinnel hardness number BHN untuk aluminium foam dengan kadar Mg 4 sebesar 59.5, alumunium foam 6
A B
C
Universitas Sumatera Utara
Mg sebesar 82.6 dan aluminium foam dengan kadar Mg 8 sebesar 72.8. Grafik untuk nilai BHN vs Kadar Mg pada aluminium foam seperti tampak pada gambar
4.16.
Gambar 4.16 :
Grafik Nilai Kadar Mg vs Nilai BHN untuk kekerasan Aluminium Foam
Dilihat dari grafik pada gambar 4.16, menujukkan bahwa nilai BHN untuk aluminium foam dengan kadar magnesiun dengan kadar 6 memiliki nilai 82.6
BHN yang berarti memiliki kekerasan paling baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Al-Mg foam dengan 6 Mg memiliki nilai kekerasan tertinggi di antara
Mg 4 dan 6.
4.5. Pembahasan