dokter dapat memberikan narkotika golongan II atau golongan III dalam jumlah terbatas  dan  sediaan  tertentu  kepada  pasien  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan. Sehubungan  dengan  upaya  pengobatan,  pasien  dapat memiliki,  menyimpan,  danatau  membawa  narkotika  untuk  dirinya  sendiri  dan
harus  mempunyai  bukti  yang  sah  bahwa  narkotika  yang  dimiliki,  disimpan, danatau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
44
3. Kebijakan penanggulangan Kejahatan
Secara  gradual  dan  fundamental,  terminologi  “kebijakan”  berasal  dari istilah  policy inggris  atai  politiek belanda.  Terminologi  itu  dapat  diartikan
sebagai  prinsip-prinsip  umum  yang  berfungsi  untuk  mengarahkan  pemerintah dalam  arti  luas  termasuk  penegak  hukum  dalam  mengelolah,  mengatur  atau
menyelesaikan  urusan-urusan  publik,  masalah-masalah  mayarakat  atau  bidang- bidang  penyusunan  peraturan  perundang-undangan  dan  mengalokasikan
hukumperaturan  dengan  suatu  tujuan  umum  yang  mengarah  pada  upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat warga negara.
45
Kejahatan atau tindak kriminil merupakan salah satu bentuk dari “prilaku meyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. terhadap
masalah kemanusiaan dan masalah kemasyarakatan yang tertua ini telah banyak usaha-usaha  penanggulangan  yang  dilakukan  dengan  berbagai  cara.  Salah  satu
44
http:gunarta.blogdetik.com20100504konsekuensi-bagi-pelaku-penyalahgunaan- narkotika-dan-prekursor-narkotika diakses pada Selasa, 04 Mei 2010
45
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Djambantan, Jakarta, 2007, halaman 26.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
usaha  pencegahan  dan  pengendalian  kejahatan  itu  ialah  menggunakan  hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.
46
Sudarto  menyebutkan  bahwa  kebijakan  penanggulangan  kejahatan  dapat disebut  dengan  kebijakan  kriminal,  kebijakan  kriminal  itu  mempunyai  tiga  arti
yaitu :
47
a. Dalam  arti  sempit,  ialah  keseluruhan  asas  dan  metode  yang  menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;
b. Dalam  arti  luas, ialah  keseluruhan fungsi dari  aparatur  penegak  hukum, termasuk di dalamnya cara kerja pengadilan dan polisi;
c. Dalam  arti  paling  luas  yang  beliau  ambil dari  Jorgen  Jopesen  islah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan
badan-badan  resmi,  yang  bertujuan  untuk  menegakkan  norma-norma sentral dari masyarakat.
Beliau  juga  memberikan  pengertian  singkat  bahwa  kebijkan  kriminal merupakan  “suatu  usaha  yang  rasional  dari  masyarakat  dalam  menanggulangi
kejahatan”. Kebijakan  atau  upaya  penanggulangan  kejahatan  pada  hakikatnya
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat social walfare. Oleh kerena itu
dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ialah “perlindungan  masyarakat  untuk  mencapai  kesejahteraan  masyarakat”. Dengan
46
Muladi dan  Barda  Nawawi,  Teori-Teori  dan  Kebijakan  Pidana,  Alumni,  Bandung, 1998, halaman 148.
47
Barda Nawawi Arief,  Bunga  Rampai  Kebijakan  Hukum  Pidana,  PT  Citra  Aditya Bakti, Bandung, 1996, halaman 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
demikian  dapatlah  dikatakan,  bahwa  politik  kriminal  pada  hakikatnya  juga merupakan  bagian  dari  integral  sosial  yaitu  kebijakan  atau  upaya  untuk
mencapai kesejahteraan sosial.
48
Kebijakan  penanggulangan  kejahatan  dapat  dilakukan  melalui  dua pendekatan, yaitu pendekatan  penal penerapan hukum pidana  dan pendekatan
non  penal  pendekatan  di  luar  hukum  pidana.  Integrasi  dua  pendekatan  ini diisyaratkan dan diusulkan dalam United Nations Congress on the Prevention of
Crime and the Treatment of Offenders. Hal ini dilatarbelakangi bahwa kejahatan adalah  masalah sosial  dan  masalah  kemanusiaan.  Oleh  karenanya  upaya
penanggulangan  kejahatan  tidak  hanya  dapat  mengandalkan  penerapan  hukum pidana  semata,  tetapi  juga  melihat  akar  lahirnya  persoalan  kejahatan  ini  dari
persoalan sosial, sehingga kebijakan sosial juga sangat penting dilakukakan.
49
Berikut  akan  dijelaskan  dua  pendekatan  kebijakan  penanggulangan kejahatan di atas adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Non-Penal Non-Penal Policy Kebijakan  Penanggulangan  Kejahatan  lewat  jalur  “non  penal”  lebih
bersifat  tindakan  pencegahan  sebelum  terjadinya  kejahatan.  Oleh  karena,  itu sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya
kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara  langsung  atau  tidak  langsung  dapat  menimbulkan  atau  menumbuh
suburkan  kejahatan.  Dengan  demikian  dilihat  dari  kebijakan  penanggulangan
48
Ibid., halaman  2.
49
Mahmud  Mulyadi,  Criminal  Policy Pendekatan  Integral  Penal  Policy  dan  Non Penal  Policy  dalam  Penanggulangan  Kejahatan  Kekerasan  , Pustaka  Bangsa  Press,    Medan,
2008, halaman  51.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kejahatan,  maka  usaha-usaha  non  penal  ini  mempunyai  kedudukan  yang strategis  dan  memegang  peranan  kunci  yang  harus  diintensifkan  dan
diefektifkan.
50
Usaha-usaha non-penal  ini misalnya penyantunan  dan penyelidikan  sosial dalam  rangka  mengembangkan  tanggung  jawab  sosial  warga  masyarakat,
penggarapan  kesehatan  jiwa  masyarakat  melalui  pendidikan  moral,  agama  dan sebagainya,  peningkatan  usaha-usaha  kesejahteraan  anak  dan  remaja,  kegiatan
pratoli dan pengawasan lainnya secara kontiniu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya.
Tujuan utama dari usaha-usaha non-penal itu adalah memperbaiki kondisi- kondisi sosial tertentu.
Dengan  pendekatan  integral  inilah diharapkan  agar  perencenaan  kondisi sosial  benar-benar  dapat  berhasil.  Dan  dengan  demikian  diharapkan  pula
tercapainya  hakekat  tujuan  kebijakan  sosial  yang  tertuang  dalam  rancana pembangunan  nasional  yaitu  “kualitas  lingkungan  hidup  yang  sehat  dan
bermakana.”.
51
2. Kebijakan Hukum Pidana Penal Policy Istilah  “kebijakan”  berasal  dari  bahasa  Inggris  “policy” atau  bahasa
Belanda  “politiek” istilah  ini  dalam  bahasa  Indonesia  sering  diterjemahkan dalam kata “politik”, oleh karena itu kebijakan hukum pidana biasa disebut juga
dengan politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak  terlepas  dari  pembicaraan  mengenai  politik  hukum  secara  keseluruhan
50
Ibid., halaman 55.
51
Muladi dan Barda Nawawi, op.cit., halaman 160.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Oleh karena itu sangat penting utuk dibicarakan tentang politik hukum.
52
Ruang  lingkup  kebijakan  hukum  pidana  ini  sesungguhnya  meliputi masalah  yang  cukup  luas,  yaitu  meliputi  evaluasi  terhadap  substansi  hukum
pidana  yang berlaku  saat  ini  untuk  pembaharuan  substansi  hukum  pidana  pada masa yang  akan  datang,  dan  bagaimana  penerapan  hukum  pidana  ini  melalui
Komponen Sistem Peradilan  Pidana, serta tidak kalah pentingnya adalah  upaya pencegahan  terhadap  kejahatan.  upaya  pencegahan  ini  berarti  bahwa  hukum
pidana  juga  harus  menjadi  salah  satu  instrumen  pencegah  kemungkinan terjadinya  kejahatan.  Upaya  pencegahan  ini  juga  berarti  bahwa  penerapan
hukum  pidana  harus  mempunyai  pengaruh  yang  efektif  untuk  mencegah sebelum suatu kejahatan terjadi.
53
Ada  dua  masalah  sentral  dalam  kebijakan  penanggulangan  kejahatan dengan menggunakan sarana penal hukum pidana ialah masalah penentuan :
a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana b. Sanksi  apa  yang  sabaiknya  digunakan  atau  dikenakan  kepada  si
pelanggar Penganalisaan  terhadap  dua  masalah  di atas  tidak  dapat  dilepaskan  dari
konsepsi bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan bagian integral dari kebijakan sosial. Ini berarti bahwa pemecahan masalah-masalah tersebut di
52
Mahmud Mulyadi ,op.cit., halaman 65.
53
Ibid., halaman  67.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atas  harus pula  diarahkan untuk  mencapai  tujuan-tujuan  tertentu  dari kebijakan sosial yang telah ditetapkan.
54
Tujuan-tujuan  tertentu yang dimaksudkan  di atas adalah  tujuan  akhir  dari kebijakan  penanggulangan  kejahatan  ialah  “perlindungan  masyarakat”  untuk
mencapai  tujuan  utama  yang  sering  disebut  dengan  berbagai  istilah  misalnya “kebahagiaan warga masyarakatpenduduk”,  kehidupan kultural yang sehat  dan
menyegarkan, kesejahteraan masyarakat atau untuk mencapai keseimbanagan. Dengan memperhatikan  tujuan-tujuan  tersebut,  maka  wajarlah  apabila
kebijakan  penanggulangan  kejahatan merupakan  bagian  integral  dari  rencana pembangunan nasional.
55
F. Metode Penelitian