rehabilitasi  sosial  Pasal  127  ayat  3  Undang-Undang  No.  35  Tahun 2009.
e.  Yang  cukup  menarik  adalah  apa  yang  tertera  dalam  pasal  128  Undang Undang  No.35  Tahun  2009  dimana  orang  tua  atau  wali  pecandu  yang
belum  cukup  umur  yang  tidak melaporkan  maka  dapat  dipidana  dengan pidana  kurungan  6  bulan  atau  denda  1  juta  rupiah  ayat  1,  sedangkan
untuk pecandu narkotika dibawah umur dan telah dilaporkan sebagaimana pasal 55 ayat 1 maka dia tidak dapat dipidana, kemudian untuk pecandu
narkotika yang telah cukup umur dan sedang menjalani rehabilitasi medis juga tidak dituntut pidana ayat 3.
f.  Adanya  ancaman  hukuman  bagi  PPNS  dan  Penyidik  PolriBNN  yang tidak  menjalankan  kewajibannya  sebagaimana  dimaksud  pada  pasal  88
dan 89 PPNS dan pasal 87,89,90,912,3,dan pasal 92 1,2,3,4.
72
B.  Tindak  Pidana  Penyalahgunaan  Narkotika  dari  Perspektif  Kebijakan Hukum Pidana
1.  Perbuatan-perbuatan  yang  termasuk  dalam  Lingkup  Tindak  Pidana Penyalahgunaan  Narkotika  menurut  Undang-Undang  No.35  Tahun
2009 dan  Perumusan  Ancaman  Tindak  Pidana  Penyalahgunaan Narkotika
Dalam kenyataan dewasa ini tindak pidana narkotika di dalam masyarakat menunjukkan  kecendrungan  yang  semakin  meningkat  baik  secara  kuantatif
72
http:ferli1982.wordpress.com20110102kajian-umum-perbandingan-uu-no-22- tahun-1997-dengan-uu-no-35-tahun-2009-tentang-narkotika diakses  pada  Senin,  4 Januari
2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maupun kualitatif dengan korban yang meluas,  terutama dikalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya
Tindak  pidana  narkotika  tidak  lagi  dilakukan  secara  perseorangan melainkan  melibatkan  banyak  orang yang  secara  bersama-sama  bahkan
merupakan  satu  sindikat  yang  terorganisasi  dengan  jaringan  yang  luas  yang berkerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional dan internasional.
Berdasarkan  hal  tersebut  guna  peningkatan  upaya  pencegahan  dan pemberantasan tindak  pidana  narkotika  perlu  diakukan  pembaharuan  terhadap
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
73
Perbuatan-perbuatan  yang  termasuk  dalam  lingkup  tindak  pidana penyalahgunaan narkotika  di  atas  telah  diatur  diatur  mulai  Pasal  111  sampai
dengan  Pasal  148 Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika, yakni :
74
a. Tindak Pidana yang berkaitan dengan penggolongan narkotika, dan prekusor narkotika, meliputi :
1. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika  golongan  I  dalam  bentuk  tanaman,  dan  bukan  tanaman,
narkotika golongan II. 2. Pengadaan  dan  peredaran  narkotika  golongan  I,  II,  dan  golongan  III,
yang tidak menaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
73
Ibid.,  halaman  60.
74
H. Siswanto S, op.cit., halaman  25-29.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Memproduksi,  mengimpor,  mengespor,  atau  menyalurkan  narkotika golongan I, narkotika golongan II, narkotika golongan III.
b. Menawarkan  untuk  dijual,  menjual,  membeli,menerima,  menjadi perantara  dalam  jual  beli,  menukar  atau  menyerahkan  narkotika
golongan I, narkotika golongan II, narkotka golongan III. c. Membawa,  mengirim,  mengangkut,  atau  mentransit  narkotika
golongan I, narkotika golongan II, narkotika golongan III. d. Menggunakan  narkotika  golonngan  I  terhadap  orang  lain,  atau
memberikan  narkotika  untuk  digunakan  orang  lain,  narkotika golongan I, narkotika golongan II, narkotika golongan III.
e. Setiap  penyalahguna  narkotika  golongan  I,  golongan  II,  dan golongan III bagi diri sendiri.
b. Tindak Pidana yang berkaitan dengan Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang belum sengaja tidak melapor atau setiap orang yang
dengan sengaja adanya tindak pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 129. c.    Dalam  hal  tindak  pidana  dalam  Pasal  111  sampai  dengan  Pasal  129  yang
dilakukan oleh Korporasi, atau dilakukan secara terorganisasi. d.    membujuk  anak  yang  belum  cukup  umur  untuk  melakuka  tindak  pidana
dalam  Pasal  111  sampai  dengan  Pasal  126  dan  Pasal  129  Undang-Undang ini.
e.  Pecandu  narkotika  yang  sudah  cukup  umur  dan  dengan  sengaja  tidak melaporkan diri  atau  keluarga dari  pecandu  narkotika  yang  dengan sengaja
tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
f. Tindak  pidana  narkotika  yang  dilakukan  oleh  para  pejabat  yang  berkaitan
dengan narkotika meliputi : 1. Pengurus  indutri  farmasi  yang  tidak  melaksanakkan  kewajiban  dalam
Pasal 45. 2. Pimpinan  rumah  sakit,  pusat  kesehatan  masyarakat,  balai  pengobatan,
sarana  penyimpanan  persediaan  farmasi  milik  pemerintah,  dan  apotek yang  mengedarkan  narkotika  golongan  II  dan  III  bukan  untuk
kepentingan masyarakat. 3. Pimpinan,  lembaga  ilmu  pengetahuan  yang  menanam,  membeli,
menyimpan atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
4. Pimpinan  industri  farmasi  tertentu  yang  memproduksi  narkotika golongan I bukan untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan.
5. Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan narkotika golongan I yaitu bukan untuk kepentingan pengemangan ilmu pengetahuan.
6. Mengedarkan  narkotika  golongan  II  dan  III  bukan  untuk  kepentingan pelayanan  kesehatan  danatau  bukan  untuk  kepentingan  pengembangan
ilmu pengetahuan. 7. Nahkoda  atau  kapten  penerbang  yang  secara  melawan  hukum  tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 27 atau Pasal 28. 8. Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  secara  melawan  hukum  tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 88 dan Pasal 89.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal
91 ayat 2, dan ayat 3, dan Pasal 92 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4.
10. Kepala  Kejaksaan  Negeri  yang  secara  melawan  hukum  tidak melaksanakan  ketentuan  dalam  Pasal  91  ayat  1  ipidana  penjara  dan
pidana denda. 11. Petugas  Laboratorium  yang  memalsukan  hasil  pengujian  atau  secara
melawan  hukum  tidak  melakkan  kewajiban  tidak  melaporkan  hasil pengujiannya  kepada  penyidik  atau  penuntut  umum,  dipidana  dengan
pidana penjara dan pidana denda. g. Ketentuan lain dalam rangka pemeriksaan terhadap tindak pidana Narkotika,
meliputi : 1.
Percobaan  atau  permufakatan  jahat  untuk  melakukan  tindak  pidana narkotika  dan prekusor narkotika  dalam Pasal 111 sampai  dengan Pasal
126 dan Pasal 129. 2.
Pemberantasan  pidana  tersebut  tidak  berlaku  bagi  tindak  pidana  yang diancam  dengan  pidana  mati,  pidana  penjara  seumur  hidup  atau  pidana
penjara 20 Tahun. 3.
Mengahalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan  perkara  tindak  pidana  narkotika  danatau  tindak  pidana
prekusor narkotika di muka sidang pengadilan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Narkotika  dan  prekusor  narkotika  serta  hasil-hasil  yang  diperoleh  dari
tindak  pidana  prekusor  narkotika  danatau  tindak  pidana  prekusor narkotika,  baik  berupa aset  dalam  bentuk  benda bergerak  maupun  tidak
bergerak,  berwujud  atau  tidak  berwujud  serta  barang-barang  atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika dan
tindak pidana prekusor narkotika dirampas untuk Negara. 5.
Saksi  yang  memberikan  keterangan  tidak  benar  dalam  pemeriksaan perkara  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor  narkotika  di  muka
pengadilan dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda. 6.
Apabila  pidana  denda  tidak  dapat  dibayar  oleh  pelaku  tindak  pidana narkotika  dan  tindak  pidana  pelaku  prekusor  narkotika,  pelaku  dijatuhi
pidana  penjara  paing  lama  dua  tahun  sebagai  pengganti  pidana  denda yang tidak dapat dibayar.
7. Setiap  orang  yang  dalam  jangka  waktu  tiga  tahun  melakukan
pengulangan  tindak  pidana  narkotika  dalam  Pasal  111  sampai  dengan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan sepertiga.
8. Melakukan  kejahatan  money  londering yang  diduga  ada  kaitaanya
dengan tindak pidana narkotika, meliputi : 1. Menempatkan,  membayarkan,  atau  membelanjakan,  menitipkan,
menukarkan, menyembunyikan
atau menyamarkan,
menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, danatau mentransfer  uang,  harta,  dan  benda,  atau  aset  baik  dalam  bentuk
benda  bergerak  maupun  tidak  bergerak,  berwujud  atau  tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berwujud,  yang  berasal  dari  tindak  pidana  narkotika  danatau  tindak pidana prekusor narkotika.
2. Menerima  penempatan,  pembayaran,  atau  pembelanjaan,  penitipan, penukaran, penyembunyian, atau penyamaran investas, simpanan atau
transfer,  hibah,  waris,  harta  atau  uang,  benda  atau  aset,  baik  dalam bentuk benda bergerak mapun tidak bergerak, berwujud maupun tidak
berwujud,  yang  diketahui  berdasar  dari  tindak  pidana  narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika.
9. Terhadap  Warga Negara  Asing yang melakukan  tindak  pidana  narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika dan telah menjalani pidananya,
dilakukan  pengusiran  ke  luar  wilayah  Negara  Republik  Indonesia,  dan setelah Warga Negara Asing yang telah diusir dilarang masuk kembali ke
wilayah Negara Republik Indonesia. Demikian pula, Warga Negara Asing yang  perah  melakukan  tindak  pidana  narkotika  danatau  tindak  pidana
prekusor  narkotika  di  luar  negeri,  dilarang  memasuki  wilayah  Negara Republik Indonesia.
Di  dalam  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika, terdapat  4  empat  kategorisasi  tindakan  melawan  hukum  yang  dilarang  oleh
undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni :
75
a. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai, atau meneyediakan narkotika dan prekusor narkotika ;
75
Ibid., halaman  256
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Kategori kedua,
yakni perbuatan-perbuatan
berupa memproduksi,
mengimpor,  mengekspor,  atau  menyalurkan  narkotika  dan  prekusor narkotika;
c. Ketegori  ketiga,  yakni  perbuatan-perbuatan  berupa  menawarkan  untuk dijual,  menjual,  membeli,  menerima,  menjadi  perantara  dalam  jual  beli,
menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika; d. Kategori  keempat,  yakni perbuatan-perbuatan  berupa  membawa,  mengirim,
mengangkut, atau mentransit nerkotika dan prekusor narkotika. Untuk  kepentingan  pengobatan  dan  berdasarkan  indikasi  medis,  dokter
dapat memberikan narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tetentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.  Pasien  dapat  memiliki,  menyimpan  dan  atau  membawa  narkotika untuk  dirinya  sendiri.  Pasien  tersebut  harus  mempunyai  bukti  yang  sah  bahwa
narkotika  yang  dimiliki,  disimpan,  danatau  dibawa  untuk  digunakan  diperoleh ssecara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Orang tua wali dari pecandu narkotika
yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah  sakit,  danatau  lembaga  rehabilitasi  medis  dan  rehabilitasi  sosial  yang
ditunjuk  oleh  pemerintah  untuk  mendapatkan  pengobatan  danatau  perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pecandu  narkotika  yang  sudah  cukup  umur  wajib  melaporkan  diri  atau dilaporkan  oleh  keluarganya  kepada  pusat  kesehatan  masyarakat,  rumah  sakit,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
danatau  lembaga  rehabilitasi  medis  dan  rehabilitasi  sosial  yang  ditunjuk pemerintah  untuk  mendapatkan  pengobatan  danatau  perawatan  melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
76
Rehabilitasi  medis  pecandu  narkotika  dilakukan  di  rumah  sakit  yang ditunjuk  Menteri.  Lembaga  rehabilitasi  tertentu  yang  diselenggarakan  oleh
instansi  pemerintah  atau  masyarakat  dapat  melakukan  rehabilitasi  medis pecandu  narkotika  setelah  mendapat  persetujuan  Menteri.  Selain  melalui
pengobatan  danatau rehabilitasi  medis,  penyembuhan  pecandu  narkotika  dapat diselenggarakan  oleh  instansi  pemerintah  atau  mayarakat  melalui  pendekatan
keagamaan dan tradisional. Rehabilitasi  sosial  mantan  pecandu  narkotika  diselenggarakan  baik  oleh
instansi  pemerintah maupun oleh  masyarakat.  Pelaksanaan ketentuan dimaksud diatur  dengan  Peraturan  Menteri  yang  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan
di bidang sosial.
77
Di bidang pembinaan dan pengawasan, pemerintah melakukan pembinaan terhadap  segala  kegiatan  yang  berhubungan  dengan  narkotika.  Pembinaan
dimaksud melalui upaya : a. Memenuhi  ketersediaan narkotika  untuk  kepentingan  pelayanan  kesehatan
danatau pengembangan pelayanan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah penyalahgunaan narkotika;
76
Ibid., halaman  257.
77
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Mencegah  generasi  muda  dan  anak  usia  sekolah  dalam  penyalahgunaan narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan
narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas; d. Mendorong  dan  menunjang  kegiatan  penelitian  danatau  pengembangan
ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  di bidang  narkotika  untuk  kepentingan pelayanan kesehatan; dan
e. Meningkatkan  kemampuan  lembaga  rehabilitasi  medis  bagi  pecandu nakotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pemerintah  melakukan  pengawasan  terhadap  segala  kegiatan  yang berkaitan  dengan  narkotika,  Pengawasan  dimaksud,  meliputi  :  narkotika  dan
prekusor  narkotika  untuk  kepentingan  pelayanan  kesehatan  danatau pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi;  alat-alat  potensial  yang  dapat
disalahgunakan  untuk  melakukan  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor narkotika;  evaluasi  keamanan,  khasiat,  dan  mutu  produk  sebelum  diedarkan,
produksi, impor dan ekspor, peredaran, pelabelan, informasi, dan penelitian dan pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi.  Ketentuan  lebih  lanjut
pembinaan dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah  mengupayakan  kerjasama  dengan  Negara  lain  danatau  badan
internasional  secara  bilateral  dan  multilateral,  baik  regional  maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika dan prekusor
narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
78
78
Ibid., halaman 258.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berikut  akan dijelaskan  menganai  perumusan  sanksi  pidana  dan  jenis pidana  penjara  dan  jenis  pidana  denda  terhadap  perbuatan-perbuatan  tindak
pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu : 1. Perbuatan  tanpa hak melawan  hukum yang berkaitan  dengan  penggolongan
Narkotika  golongan  I,  II  dan  III  meliputi  4  empat kategori,  yakni  1 berupa  memiliki,  menyimpan,  menguasai  atau  menyediakan  narkotika  dan
prekusor  narkotika;  2  memproduksi,  mengimpor,  mengekspor  atau menyalurkan  narkotika  dan  prekusor  narkotika;  3  menawarkan  untuk
dijual,  menjual,  membeli,  menerima,  menjadi  perantara  dalam  jual-beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika; 4 membawa,
mengirim,  mengangkut,  atau  mentransit  narkotika  dan  prekusor  narkotika. Sistem  pemidanaan  penjara  untuk  narkotika  golongan  I,  II,  III  paling
minimal  2  tahun  dan  paling  maksimal  20  tahun  penjara,  pengenaan  pidana denda  diberlakukan  kepada  semua  golongan  narkotika,  dengan  denda
minimal Rp 400.000.000,- empat ratus juta rupiah dan paling maksimal Rp 8.000.000.000  delapan  miliar  rupiah,  untuk  jenis-jenis  pelanggaran
terhadap  narkotika  dengan  unsur-unsur  pemberatan  maka  penerapan  denda maksimum  dari  tiap-tiap  pasal  yang  dilanggar  ditambah  dengan  13  satu
pertiga.  Penerapan  pidana  penjara dan  pidana  denda  menutrut  undang- undang-undang  ini  bersifat  kumulatif,  yakni  pidana  penjara  dan  pidana
denda. 2. Ancaman Sanksi Pidana bagi Orang TuaWali dari Pecandu Narkotika yang
belum  cukup  umur yang  tidak  melaporkan  kepada  pusat  kesehatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat,  rumah  sakit,    danatau  lembaga  rehabilitasi  medis  dan rehabilitasi  sosial  yang  ditunjuk  oleh  pemerintah,  untuk  menapatkan
pengobatan  danatau  perawatan  melalui  rehabilitasi  medis  dan  rehabilitasi sosial tersebut, dapat dikenai ancaman pidana kurungan. Pasal 128 ayat 1
Sedangkan  bagi  pecandu  narkotika  yang  sudah  cukup  umur  yang  sedang menjalani  rehabilitasi  medis  2  dua  kali  masa  perawatan  dokter  di  rumah
sakit  danatau  lembaga  rehabilitasi  medis  yang  ditunjuk  oleh  pemeerintah tidak dituntut pidana. Pasal 128 ayat 2
3. Ancaman Sanksi Pidana bagi Orang yang Tidak Melaporkan adanya Tindak Pidana Narkotika diatur dalam ketentuan Pasal 131  Undang-Undang Nomor
35  Tahun  2009  tentang  Narkotika  dengan  pidana  penjara  paling  lama  1 satu  tahun dan pidana dendan  paling banyak Rp 50.000.000,- lima  puluh
juta  rupiah,  yang  tidak  melaporkan  terjadinya  perbuatan  melawan  hukum, yang  meliputi  :  1  memiliki,  memyimpan,  menguasai,  menyediakan
narkotika  ;  2  memiliki,  menyimpan,  menguasai,  menyediakan;  3 menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual
beli,  menukar,  atau  menyerahkan;  4  menngunakan,  memberikan  untuk digunakan  orang  lain.  Penerapan  sanksi  pidana  tersebut,  adalah  bertujuan
untuk  memberikan  efektivitas  dari  peran  serta  masyarakat.  Peran  serta  ini mempunyai  kesempatan  yang  seluas-luasnya  di  mana  masyarakat
mempunyai  hak  dan  tanggung  jawab  untuk  membantu  pencegahan  dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor
narkotika.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Ancaman  Sanksi  Pidana  terhadap  Percobaan atau  Permufakatan  Jahat Melakukan  tindak  Pidana  Narkotika  dan  Prekusor  Narkotika  diatur  dalam
ketentuan Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,  menurut  ketentuan  Pasal  tersebut  pelakunya  dipidana  sesuai
dengan  pidana  penjara  yang  sama  sesuai  dengan  ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut
5. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  Menyuruh,  Memberi,  Membujuk,  memaksa dengan Kekerasan, Tipu Muslihat, Membujuk Anak diatur dalam ketentuan
Pasal 133 ayat 1 dan 2 6. Ancaman Sanksi Pidana bagi Pecandu Narkotika yang tidak melaporkan diri
ataupun  keluaaganya  kepada  instalasi  rehabilitasi  medis  dan  rehabilitasi sosial diatur dalam ketentuan Pasal 134  ayat 1 Undang-Undang Nomor 35
Tahun  2009  tentang  Narkotika  dipidana  dengan  pidana  kurungan  paling lama  6  enam  bulan  dan  pidana  denda  paling  banyak  Rp  2.000.000.000,-
dua miliar rupiah. Demikian pula keluarga dari pecandu  narkotika dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika diatur dalam Pasal 134 ayat 2
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika  dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan dan pidana denda paling banyak
Rp  1.000.000,- satu  juta  rupiah. Penerapan  ketentuan  pasal  ini,  adalah bertujuan untuk menghindari adanya perbuatan penyembuhan diri sendiri
7. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  Hasil-hasil  Tindak  Pidana  narkotika  danatau Prekusor  Narkotika,  yang  terdapat  dugaan  kejahatan  money  loundering
diancam  pidana  penjara  5-15  Tahun  atau  3-10  tahun,  dan  pidana  denda
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antara  Rp  1000.000.000,- satu  miliar  rupiah  sampai  Rp  10.000.000,- sepuluh  miliar  rupiah  atau  Rp  500.000,- lima  ratus  juta  rupiah  atau  Rp
5.000.000.000  lima  miliar  rupiah,  yang terdapat  dalam  pasal  137  ayat  1 dan  2.  Dalam  Pasal  2  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  2003  Tentang
Tindak  Pidana  Pencucian  Uang,  telah  disusun  secara  limitatif tentang perbuatan  tindak  pidana  yang  ada  kaitannya  dengan  perbuatan  pencucian
uang,  antara  lain  :  tindak  pidana  korupsi,  tindak  pidaa  narkotika,  tindak pidana psikotropika, dan sebagainya.
8. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  Orang  yang  Menghalangi  atau  Mempersulit Penyidikan,  Penuntutan  dan  Pemeriksaan  Perkara  terhadap  tindak  pidana
narkotika dikenakan ancaman paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 lima  ratus juta rupiah yang terdapat  dalam
Pasal  138  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika. Tujuan penetapan pasal ini ialah, agar tujuan hukum dalam Undang-Undang
Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika  agar  terjaminnya  ketersediaan narkotika  untuk  kepentingan  pengobatan  dan  pengembangan  ilmu
pengetahuan  teknologi,  mencegah  adanya  penyalahgunaan  narkoyika,  dan pemberantasan  peredaran  gelap  narkotika  dapat  tercapai.  Untuk  membuat
terang suatu perkara maka dibutuhkan keterangan saksi dan korban sehingga dapat  mengungkapan  pelaku  tindak  pidana.  Pada  umumnya  para  saksi  dan
korban takut memberikan kesaksian karena adanya ancaman atau intimidasi tertentu, sehingga perbuatan ini dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengahalangi  dan  menghasut,  sert  mempersulit  jalannya  penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan persidangan
9. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  Nahkoda  atau  Kapten  Penerbang  Tidak Melaksanakan ketentuan Pasal 27 atau Pasal 28 pengangkutan narkotika dan
pengangkutan  udara  diatur  dalam  ketentuan  Pasal  139    Undang-Undang Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika,  dengan  ancaman  pidana  paling
singkat  1  satu  tahun  dan  paling  lama  10  sepuluh  tahun,  serta  pidana denda  paling  sedikit  Rp  100.000.000,- seratus  juta  rupiah  dan  paling
banyakRp  1000.000.000,-    satu  miliar  rupiah.  Ketentuan  undang-undang ini  bertujuan  untuk  kepentingan  pengawasan  dan  pengendalian  serta
kepentingan pelaporan
pengangkutan narkotika
antara Negara
pengimporpengekspor  narktika  kepada  Negara  tuuan.  Disamping  itu, ketentuan  ini  untuk  mencegah  terajadinya  kebocoran  dalam  pengangkutan
narkotika yang mudah disalahgunakan oleh para pihak pengangkut narkotika dan prekusor narkotika.
10. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  PPNS,  Penyidik  Polri,  Penyidik,  BNN  yang tidak Melaksanakan Ketentuan tentang Barang Bukti diatur dalam ketentuan
Pasal 140 ayat 1, di mana bagi PPNS untuk melaksanakan ketentuan Pasa 88 dan Pasal 89, yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 satu
tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun. Kewajiban PNS menurut Pasal 88 dan  Pasal  89  yang  melakukan  penyitaan  terhadap  Narktika  dan  Prekusor
Narkotika  wajib  membuat  berita  acara  penyitaan  dan  menyerahkan  barang sitaan  tersebut beserta  berita acaranya  kepada Penyidik BNN atau  Penyidik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Polri,  dengan  tembusan  Kepala  Kejaksaan negeri  setempat,  Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan
makanan    dan  pada    Pasal  140  ayat  2  Penyidik  Polri  atau  Penyidik  BNN yang    melakukan  penyitaan  dan  prekusor  narkotika  wajib  melakukan
penyegelan dan membuat berita acara penyitaan, dan wajib memberitahukan penyitaan  yang  dilakukannya  kepada  Kepala  Kejaksaan  Negeri  setempat
dalam  waktu  paling  lama  3  x  24  jam  sejak  dilakukan  penyitaan  dan tebusannya  disampaikan  kepada  Kepala  Kejaksaan  negeri  setempat,  Ketua
Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan,  dan  penyidik  Polri  atau  Penyidik  BNN  bertanggung  jawab  atas
penyimpanan  dan  pengamanan  barang  sitaan  yang  berada  dibawah penguasaanya.
11. Ancaman Sanksi Pidana bagi Kepala Kejaksaan Negeri tidak Melaksanakan Ketentuan  Pasal  91  ayat  1  dianggap  telah  melakukan  perbuatan  melawan
hukum,di  mana  Kepala  Kejaksaan  Negeri  memiliki  kewajiban  untuk melaksanakan ketentuan setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan
barang  narkotika  dan  prekusor  narkotika  dari  Penyidik  Polri  dan  Penyidik BNN  dalam  waktu  paling  lama  7  tujuh  hari  wajib  menetapkan  status
barang  sitaan  narkotika  dan  prekusor  narkotika  untuk  kepentingan pembuktian  perkara,  kepentingan pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan
teknologi,  kepentingan  pendidikan  dan  pelatihan  danatau  dimusnahkan maka  dapat  dikenakan  ancaman  pidana  paling  singkat  1satu  tahun  dan
paling  lama  10  sepuluh  tahun  serta  ancaman  denda  paling  sedikit  Rp
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100.000.000 seratus juta rupiah dan paling banyakk Rp 100.000.000,- satu miliar  rupiah  yang  diatur  dalam  Pasal  141  Undang-Undang  Nomor  35
Tahun 2009. 12. Ancaman Sanksi Pidana bagi Petugas Laboratorium yang Memalsukan Hasil
Pengujian diatur  aam  Pasal  142  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009, dimana  petugas  tidak  melaporkan  hasil  pengujian  kepada  penyidik  dan
penuntut  umum,  merupakan  perbuatan  melwan  hukum  dan  dikenakan ancaman  sanksi  pidana  berupa  pidana  penjara  paling  lama  7  tujuh  tahun
dan pidana denda paling banyak lima ratus ribu rupiah. Penyidikan terhadap penyalahgunaan  narkotika  atau  prekusor  narkotika,  maka  peranan
laboratorium  amat  menentukan  bagi  kebenaran  terjadinya  tindak  pidana narkotika,  sehingga dapat menentukan  unsur kesalahan sebagai dasar  untuk
menentukan pertanggungajawaban  pidannya.  Dalam  kasus  tertentu  sering terjadinya  pemalsuan  hasil  tes  laboratorium,  untuk  mengehindarkan  diri
pelaku  tindak  pidana  terhadap  hasil  tes  laboratorium  telah  mengkonsumsi narkotika,  atau  menukarkan  hasil  tes  laboratorium  tersebut  menjadi  milik
orang lain. 13. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  Saksi    yang  Memberikan  Keterangan  Tidak
Benar  damal  pemeriksaan  perkara  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor narkotika di muka pengadilan yang diatur dalam Pasal 143 Undang-Undang
nomor  35  tahun  2009  tentang  Nerkotika    diancam  dengan penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
paling  sedikit  Rp  60.000.000,- enam  puluh juta  rupiah  dan  paling  banyak Rp 600.000.000,- enam ratus juta rupiah.
14. Ancaman  Sanksi  Pidana  bagi  Setiap  Orang  yang  Melakukan  Pengulangan Tindak  Pidana  diatur  dalam  Pasal  144  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun
2009,  di  mana  dalam  jangka  waktu  3  tiga  tahun  melakukan  pengulangan tidak  pidana  maka  ancaman  pidana  maksimum  dari  masing-masing  pasal
ditambah  dengan  13  sepertiga.  Ketentuan  ini  mempunyai  tujuan  untuk membuat jera pelaku tindak pidana, agar tidak mengulangi perbuatan pidana
lagi. 15. Ketentuan Pidana bagi Setiap Orang yang Melakukan Tindak Pidana di Luar
Wilayah  Negara  Republik  Indonesia  yang  diatur  dalam  Pasal  145  Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Warga Negara Indonesia
yang berbuat salah satu dari kejahatan-kejahatan sebagaimana disebut dalam sub  I  pasal  ini  termasuk  tindak  pidana  narkotika  meskipun  diluar
Indonesia, dapat dikenakan undang-undang pidana Indonesia. 16. Putusan Pidana Denda yang tidak dapat dibayar oleh Pelaku Tindak  Pidana
yang diatur dalam Pasal 148 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika  maka dilakukan penggantian pidana denda  dengan pidana penara
menurut ketentuan ini paling lama 2 dua tahun. 17. Ancaman  sanksi  bagi  Pimpinan  Rumah  Sakit,  Pimpinan  Lembaga  Imu
Pengetahuan, Pimpinan Industri Farmasi, Pimpinan Pedagang Farmasi yang Malakukan  Tindak  Pidana  yang  diatur  dalam  pasal  147  Undang-Undang
Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika  dengan  pidana  paling  singkat  1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
satu  tahun  dan  paling  lama  10  tahun  dan  pidana  denda  paling  sedikit  Rp 100.000.000,- seratus  juta  rupiah  dan  paling  banyak  Rp  1000.000.000,-
satu miliar rupiah.
2. Penyidikan,  Penuntutan,  dan  Pemeriksaan  Pengadilan  Tindak  Pidana Penyalahgunaan  Narkotika  menurut  Undang-Undang  No.35  Tahun
2009
Dalam  rangka  pencegahan  dan  pemberantasan  penyalahgunaan  dan peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor  narkotika  dengan  Undang-Undang
Nomor  35  Tahun  2009  dibentuk  Badan  Narkotika  Nasional  yang  selanjutnya disingkat dengan BNN.
79
Berdasarkan  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tersebut,  BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan
prekusor  narkotika.  Berdasarkan undang-undang  tersebut
pula status
kelembagaan  BNN  menjadi  Lembaga  Pemerintah  Non  Kementrian  LPNK dengan  struktur  vertikal  ke  provinsi  dan  kabupatenkota.  Di  provinsi  dibentuk
BNN  Provinsi,  dan  di  kabupatenkota  dibentuk  BNN  kabupatenkota.  BNN dipmpin  oleh  seorang  kepala  BNN  yang  diangkat  dan  diberhentikan  presiden.
BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden.
80
Tugas  dari  BNN  secara  spesifik  diatur  dalam  Pasal  2  angka  1 Peraturan Presiden  Republik  Indonesia  Nomor  23  Tahun  2010  dan  Pasal  70  Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2009 yaitu :
79
ibid., halaman   297.
80
AR. Sujono dan Bony Daniel, op. cit.,  halaman  36-37.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai  pencegahan dan pemberantasan  penyalahgunaan  dan  peredaaran  gelap  narkotika  dan
prekusor narkotika b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekusor narkotika c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Negara  Indonesia dalam
penyalahgunaan  dan  pencegahan  dan  peredaran  gelap  pemberantasan nerkotikda dan prekusor narkotika
d. Meningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu  narkotika,  baik  yang  diselenggarakan  oleh  pemerintah  maupun
masyarakat e. Memberdayakan  masyarakat  dalam  pencegahan  penyalahgunaan  dan
peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika f.
Memantau  mengarahkan,  dan  meningkatkan  kegiatan  masyarakat  dalam pencegahan  penyalahgunaa  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor
narkotika g. Melakukan  kerja  sama  bilateral  dan  multilateral,baik  regional  maupun
internasioal, guna mencegah dan memberantas perearan gelap narkotika dan prekusor narkostika
h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekusor narkotika i.
Melaksanakan  administrasi  penyelidikan  dan  penyidikan  terhadap  perkara penyelahguaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika
j. Membuat laporan tahunan menegani pelaksanaan tugas dan wewenang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang  pengadilan  terhadap penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor  narkotika
dilakukan  berdasarkan  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan,  kecuali ditentukan  lain  dalam  undang-undang  ini.  Perkara  penyalahgunaan  narkotika
dan  peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor  narkotika,  termasuk  perkara  yang didahulukan  dari  perkara  lain  untuk  diajukan  ke  pengadilan  guna  penyelesaian
secepatnya. Penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika  dan  prekusor  narkotika,  dilakukan  oleh  pejabat  Penyidik  PNS,
Penyidik Polri dan penyidik BNN.
81
Pengaturan Penyidik dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, diatur sebagai berikut :
a. Penyidik  dari  Badan  Narkotika  Nasional,  yang  diatur  mulai  Pasal  75 sampai  dengan  pasal  81  Undang-Undang  Nomor  35  tahun  2009
tentang Narkotika b. Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil  tertentu  yang  diatur  mulai  Pasal  82
sampai  dengan  Pasal  86  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009 tentang Narkotika
c. Penyidik  kepolisian  Negara  Republik Indonesia diatur  mulai  Pasal  87 sampai dengan Paal 95 tentang Narkotika
81
H. Siswanto S, op. cit., halaman  23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dengan  demikian  dapat  diketahui  bahwa  kewenangan  penyidikan  oleh penyidik  di  BNN  tidak  berbeda  jauh  dengan  kewenangan  yang  dimiliki  oleh
polri.
82
Menurut  ketentuan  Pasal 73  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009, ditentukan  bahwa  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang
pengadilan  terhadap  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan prekusor  narkotika  dilakukan  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan,
kecuali  ditentukan  lain  dalam  undang-undang  ini.  Artinya  bahwa  segala aministrasi  di  bidang  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang
pengadilan,  tetap  mengacu  kepada  undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1981 tentang Hukum Acara pidana kecuali aa ha lain diatur tersendiri dalam Undang-
Undang nor 35 Tahun 2009 perihal pemeriksaan di luar dan dalam persidangan. Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  Undang-Undang  Nomor  8
Tahun 1981 sebagai hukum formal dalam penegakan hukum terdiri atas empat 4  komponen  penting  yang masing-masing  komponen  merupakan  subsistem
dalam peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Lembaga Pemasyarakatan yang berperan dalam penegakan hukum.
83
Undang-Undang Nomor
8 Tahun
1981 merupakan
landasan terselenggaranya  proses  peradilan  pidana  yang  memberikan  perlindungan
hukum  terhadap harkat dan martabat tersangkaterdakwa  sebagai manusia yang hakiki,  dengan  mekanisme  peradilan  pidana  dari  proses  penangkapan,
82
Ibid., halaman  23-24.
83
AR Sujono dan Bony Daniel, op.cit., halaman 141
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penggeledahan,  penahanan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  persidangan  serta diakhiri  dengan  pelaksanaan  pidana  pada  lembaga  pemasyarakatan.
Tersangkaterdakwa tidak lagi dipandang sebagai objek pemeriksaan, melainkan telah  ditempatkan  sebagai  subjek  pemeriksaan.  Dengan  demikian,  maka  dapat
dikatakan bahwa undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 telah meletakkan dasar humanisme yang sangat menghindarkan diri dari perkosaan terhadap harkat dan
martabat manusia.
84
Mengenai penyelidikan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak ada mengatur  secara  khusus  untuk  itu  selain  dari  Pasal  71  Undang-Undang  Nomor
35  Tahun  2009,  sehingga  harus  kembali  mengacu  kepada  hal-hal  yang  diatur dalam  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1981  tentang  Hukum  Acara  Pidana.
Dalam  Pasal  1  angka  4  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1981,  ditentukan bahwa  penyelidik  adalah  pejabat  polisi  Negara  Republik  Indonesia  yang
diberikan wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
85
Rangkaian kegiatan  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang pengadilan  terhadap  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan
prekusor  narkotika  dilakukan  menurut  hukum  acara  yang  diatur  menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :
86
1. Kewenangan Penyidikan Wewenang Penyidik BNN alam rangka melakukan penyidikan, ialah :
84
Ibid., halaman 142-143.
85
Ibid., halaman 146.
86
Ibid., halaman 298-309
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Melakukan  penyelidikan  atas  kebenaran  laporan  serta  keterangan tentang  adanya  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan
prekusor narkotika b. Memeriksa
orang atau
korporasi yang
diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika c. Memanggil orang untuk didengan keterangannya sebagai saksi
d. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor  narkotika  serta  memeriksa
tanda pengenal diri tersangka e. Memeriksa,  menggeledah,  dan  menyita  barang  bukti  tindak  pidana
dalam penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor narkotika
f. Memeriksa  surat  danatau  dokumen  lain  tentang  penyalahgunaan  dan
peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika g. Menangkap
dan menahan
orang yang
diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika h. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap narkotika dan prekusor
narkotika dan prekusor narkotika di seluruh wilayah jurisdiksi nasional i.
Melakukan  penyadapan  yang  terkait  dengan  penyalahgunaan  dan peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor  narkotika  setelah  terdapat
bukti awal yang cukup j.
Melakukan  teknik  penyidikan  dan  pembelian  terselubung  dan penyerahan di bawah pengawasan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
k. Memusnahkan narkotika dan prekusor narkotika l.
Melakukan  tes  urin,  tes  darah,  tes  rambut,  tes  asam  dioksiribonukleat DNA danatau tes bagian tubuh lainnya
m. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka n. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman
o. Membuka  dan memeriksa setiap barang kiriman melalui  pos dan alat- alat  perhubugan  laiinya  yang  diduga  mempunyai  hubungan  dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika p. Melakukan  penyegelan  terhadap  narkotika  dan  prekusor  narkotika
yang disita q. Melakukan  uji  laboratorium  terhadap  sampel  dan  barang  bukti
narkotika dan preusor narkotika r.
Meminta  bantuan  tenaga  ahli  yang  diperlukan  dalam  hubungannya dengan  tugas  penyidikan  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap
narkotika dan prekusor narkotika s. Menghentikan
apabila tidak
cukup bukti
adanya dugaan
penyelahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika 2. Penangkapan
Kewenangan melakukan penangkapan dalam pelaksanaan menangkap dan menahan  orang  yang  diduga  melakukan  penyalahgunaan  dan  peredaran  gelap
narkotika  dan  prekusor  narkotika,  dilakukan  paling  lama  3  x  24 jam  terhitung sejak  surat  penangkapan  diterima  penyidik  dan  penagkapan  tersebut  dapat
diperpanjang paling lama 3 x 24 jam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.  Penyadapan Tindakan  melakukan  penyadapan,  dilaksanakan  seelah  terdapat  bukti
permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 tiga bulan terhitung sejak surat  penyadapan  diterima  penyidik.  Penyadapan  tersebut  hanya  dilaksanakan
atas  izin  tertulis  dari  ketua  pengadilan,  dan  penyadapan  tersebut  dapat diperpanjang  1  satu  kali  untuk  jangka  waktu  yang  sama  serta  tata  cara
penyadapan  dilaksankan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang- undangan.
Dalam  keadaan  mendesak  penyidik  harus  melakukan  penyadapan, penyadapan  dapat  dilakukan  tanpa  izin  tertulis  dari  ketua  pengadilan  negeri
terlebih  dahulu,  dan  dalam  waktu  paling  lama  1  x  24 jam,  penyidik  wajib meminta  izin  tertulis  dari  ketua  pengadilan  negeri  mengenai  penyadapan  dan
keadaan  mendesak  tersebut.  Teknik  penyidikan  pembelian  terselubung  dan penyerahan di bawah pengawasan dilakukan oleh penyidik atas perintah tertulis
dari  pimpinan.  Tindakan  ini  adalah  untuk  menghargai  hak  asasi  warga  negara dan  setiap  tindakan  yang  dilakukan  dapat  dipertanggungjawabkan  secara
hukum. 4. Wewenang Penyidik BNN, yakni :
a. Mengajukan  langsung  berkas  perkara  tersangka,  dan  barang  bukti termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum
b. Memerintahkan  kepada  pihak  bank  atau  lembaga  keuangan  laiinya untuk  memblokir  rekening  yang  diduga  dari  hasil  penyalahgunaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan  peredaran  gelap  narkotika  dan  prekusor  narkotika  milik terssangka atau pihak lain yang terkait
c. Untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa
d. Untuk  mendapat  informasi  dari  Pusat Pelaporan  dan  Analisis Transaksi  Keuangan  yang  terkait  dengan  penyalahgunaan  dan
peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika e. Meminta  secara  langsung  kepada  instansi  yang  berwenang  untuk
melarang sesorang berpergian ke luar negeri f.
Meminta  data  kekayaan  dan  data  perpajakan  tersangka  kepada instansi terkait
g. Menghentikan  sementara  suatu  transaksi  keuangan,  transaksi perdagangan,  dan  perjanjian  lainnya  atau  mencabut  sementara  izin,
lisensi  serta,  serta  konsesi  yang  dilakukan  atau  dimiliki  oleh tersangka  yang  diduga  berdasarkan  bukti  awal  yang  cukup  ada
hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika yang sedang diperiksa
h. Meminta  bantuan  Interpol  Indonesia  atau  instansi  penegak  hukum negara lain untuk melakukan pencarian , penangkapan, dan penyitaan
barang bukti di luar negeri 5. Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan kementrian
dan lembaga pemerintah nonkementrian, ialah :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Di  samping  itu,  Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil  tertentu  sebagaimana dimaskud  dalam  undang-undang  tentang  hukum  acara  pidana
berwenang melakukan
penyidikan terhahadap
tindak pidana
penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika b. Termasuk  pula  penyidk  negeri  sipil  di  lingkungan  kementrian  atau
lembaga  pemerintah  nonkementrian  yang  lingkup  tugas  dan tanggungjawabnya  di  bidang  narkotika  dan  prekusor  narkotika,
berwenang : a. Memeriksa  kebenaran  laporan  serta  keterangan  tentang  adanya
dugaan penyalaggunaan narkotika dan prekusor narkotika b. Memeriksa  orang  yang  diduga  melakukan  penyalahgunaan  dan
prekusor narkotika c. Meminta  keterangan  dan  bahan  bukti  dari  orang-orang  atau  badan
hukum  sehubungan  dengan  penyalahgunaan  narkotika  dan  prekusor narkotika
d. Memeriksa  bahan  bukti  atau  barang  bukti  perkara  penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika
e. Menyita  bahan  bukti  atau barang bukti  perkara  penyalahgunaan  dan prekusor narkotika
f. Memeriksa  surat  danatau  dokumen  lain  tentang  adanya  dugaan
penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika g. Meminta
bantuan tenaga
ahli untuk
tugas penyidikan
penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
h. Menangkap  orang yang diduga  melakukan  penyalahguaan  narkotika dan prekusor narkotika
i. Penyidik  Polri,  Penyidik  BNN  dan  Penyidik  PNS  tertentu  dapat
melakukan  kerja  sama  untuk  mencegah  dan  memberantas penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika
6. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan 1. Dalam  melakukan  penyidikan  terhadap  penyalahgunaan  narkotika  dan
prekusor  narkotika,  penyidik  Polri  memberitahukan  secara  tertulis dimulainya penyidikan kepada BNN, begitu pula sebaliknya
2. Dalam  melakukan  penyidikan  terhadap  penyalahgunaan  narkotika  dan prekusor  narkotika,  penyidik  pegawai  negeri  sipi  tertentu  berkoordinasi
dengan penyidik BNN atau penyidik Polri sesuai dengan undang-undang tentang hukum accara pidana
7. Masalah Alat Bukti Penyidik dapat memperoleh alat bukti, selain sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang tentang hukum acara pidana. Alat bukti tersebut, berupa : a. Informasi  yang  diucapkan,  dikirimkan,  diterima,  atau  disimpan  secara
elektronik, dengan alat optic atau yang serupa dengan itu b. Data  rekaman  atau  data  informasi  yang  dapat  dilihat,  dibaca,  danatau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik  yang  tertuang  di  atas  kertas,  benda  fisik  apapun  selain  kertas
maupun  yang  terekam  secara  elektronik,  termasuk  tetapi  tidak  teratas pada  :  tulisan,  suara,  danatau  gambar  ;  peta,  rancangan,  foto  atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sejenisnya  ; atau huruf, tanda angka,  symbol, sandi, atau perforasi yang memiliki maksa dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya 8. Penyitaan Barang Bukti
a. Penyidik Polri atau penyidik BNN yang melakukan penyitaan narkotika dan  prekusor  narkotika  atau  yang  diduga  narkotika  dan  prekusor
narkotika,  atau  yang  mengandung  narkotika  dan  prekusor  narkotika wajib  melakukan  penyegelan  dan  membuat  berita  acara  penyitaan  pada
hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat : 1. Nama jenis, sifat, dan jumlah
2. Keterangan  mengenai  tempat,  jam,  hari,  tanggal,  bulan,  dan  tahun dilakukan penyitaan
3. Keterangan  mengenai  pemilik  atau  yang  menguasai  narkotika  dan prekusor narkotika
4. Tanda  tangan  dan  identitas  lengkap  penyidik  yang  melakukan penyitaan
b. Penyidik  wajib  memberitahukan  penyitaan  yang  dilakukannya  kepada kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 jam
sejak  dilakukannya  penyitaan  dan  tembusannya  disampaikan  kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan c. Penyidik PNS tertentu yang melakukan penyitaan terhadap narkotika dan
prekusor  narkotika  wajib  membuat  berita  acara  penyitaan  dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyerahkan  barang  itaan  tersebut  beserta  berita  acaranya  kepada penyidik BNN atau penyidik Polri setempat dalam waktu paling lama 3 x
24  jam  seak  dilakukannya  penyiyaan  dan  tembusan  berita  acaranya disampaikan  epada  Kepala  Kejaksaan  Negeri  setempat,  Ketua
Pengadilan Negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas obat dan makanan
d. Penyerahan  barang  sitaan  tersebut  dapat  dilakukan  dalam  waktu  paling lama  14  empat  belas  hari  jika  berkaitan  dengan  daerah  yang  sulit
terjangkau karena factor geografis atau transportasi e. Penyidik  Polri  dan  Penyidik  PNS  tertentu  bertanggung  jawab  atas
penyimpanan  dan  pengamanan  barang  sitaan  yang  berada  dibawah penguasaanya.  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  syarat  dan  tata  caa
penyimpanan,  pengamanan,  dan  pengawasan  narkotika  dan  prekusor narkotika yang disita diatur dalam Peraturan Pemerintah
f. Untuk  keperluan  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang
pengadilan,  penyidik  Polri,  penyidik  BNN,  penyidik  PNS,  menyisihkan sebagian  kecil  barang  sitaan  narkotika  dan  prekusor  narkotika,  untuk
dijadikan  sampel  guna  pengujian  di  laboratorium  tertentu  dan dilaksanakan  dalam  waktu  paling  lama  3  x  24  jamsejak  dilakukan
penyitaan g. Kepala  Kejaksaan  Negeri  setempat  setelah  menerima  pemberitahuan
tentang penyitaan barang narkotika san prekusor narkotika dari penyidik Polri atau penyidik BNN, dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
wajib  menetapkan  status barang sitaan  narkotika dan  prekusor  narjotika tersebut
untuk kepentingan
pembuktian perkara,
kepentingan pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  kepentingan  pedidikan
dan pelatihan, danatau dimusnahkan h. Barang  sitaan  untuk  kepentingan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan
teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kapolri dalam waktu
paling  lama  5  lima  hari  terhitung  sejak  menerima  penetapan  dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat
i. Kepala  BNN  dan  kapolri  menyampaikan  laporan  kepada  Menteri
mengenai  penggunaan  barang  sitaan  untuk  kepentingan  pendidikan  dan pelatihan
j. Selain untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang
pengadilan, status barang sitaan  untuk pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagian kecil narkotika
atau  tanaman  narkotika  yang  disita,  dapat  dikirimkan  ke  Negara  lain, yang  diduga  sebagai  asal  narkotika  atau  tanaman  narkotika tersebut
untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal narkotika atau tanaman  narkotika  dan  jaringan  peredarannya  berdasarkan  perjanjian
antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik 9. Pemusnahan Barang Bukti
a. Barang  sitaan  narkotika  dan  prekusor  narkotika  yang  beraa  dalam penyimpanan  dan  pengamanan  penyidik  yang  telah  ditetapkan  untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dimusnahkan  dalam  waktu  paling  lama  7  tujuh  hari  terhitung  sejak menerima penetapan pemusnahan dari Kepala Kejaksaan egeri setempat
b. Penyidik  wajib  membuat  berita  acara  pemusnahan  dalam  waktu  paling lama 1 x 24 jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan
berita acara tersebut kepada Penyidik BNN atau Penyidik Polri setempat dan  tembusan  berita  acaranya  disampaikan  kepada  Kepala  Kejaksaan
Negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan kepala adan Pengawas Obat dan Makanan
c. Dalam  keadaan  tertentu,  batas  waktu  pemusnahan  yang  berada  dalam penyimpanan  dan  pengamanan  penyidik  yang  telah  ditetapkan  untuk
dimusnahkan  dapat  diperpanjang 1 satu  kali untuk jangka waktu  yang sama.  Pemusnahan  barang  sitaan  tersebut  dilaksanakan  berdasarkan
ketentuan tentang memusnahkan narkotika dan prekusor narktika d. Penyidik  Polri  dan  Penyidik  BNN  wajib  memusnahkan  tanaman
narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 jam sejak saat ditemukan,  setelah  disisihkan  sebagian  kecil  untuk  kepentingan
penyidikan,  penuntutan,  pemeriksaan  di  sidang  pengadilan,  dan  dapat disisihkan  untuk  kepentingan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan
teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan Untuk  tanaman  narkotika  yang karena  jumlahnya  dan  daerah  yang sulit
terjangkau  karena  factor  geografis  atau  transportasi,  pemusnahan dilakukan paling lama 14 empat belas hari
e. Pemusnahan  dan  penyisihan  sebagian  tanaman  narkotika  dilakukan untuk  kepentingan  penyidikan,  penuntutan,  pemeriksaan  di  sidang
pengadolan,  dilakukan  denga  pembuatan  berita  acara  yang  sekurang- kurangnya memuat :
1. Nama, jenis, sifat dan jumlah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Keterangan  mengenai  tempat,  jam,  hari,  tanggal,  bulan  dan  tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan
3. Keterangan  mengenai  pemilik  atau  yang  menguasai  tanaman narkotika
4. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan
f. Sebagian  kecil  tanaman  narkotika  yang  tidak  dimusnahkan  disimpan
oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian g. Demikian  pula,  sebagian  kecil  tanaman  yang  tidak  dimusnahkan  untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentingan pengembangam
ilmu pengetahuan dan teknologi h. Sedangkan  sebagian  kecil  tanaman  narkotika  yang  tidak  dimusnahkan
disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan i.
Proses  penyidikan,penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang  pemgadilan tidak  menunda  atau menghalangi  penyerahan  barang  bukti  menurut
ketentuan  batas  waktu  3  x  24  jam  sejak  dilakukannya  penyitaan,  dan batas  waku  paling  lama  7  tujuh  hari  sejak  menerima  penetapan
pemusnahan  dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat j.
Apabila  berdasarkan  putusan  pengadilan  yang  telah  memperoleh kekuatan  hukum  tetap  terbukti  bahwa  barang  sitaan  yang  telah
dimusnahkan  diperoleh  atau  dimiliki  secara  sah,  epada  pemilik  barang yang  bersangkutan  diberikan  ganti  rugi  oleh  Pemerintah,  besaran  ganti
rugi ditetapkan oleh pengadilan 10. Perlindungan KorbanPelapor
a. Di  sidang  pengadilan,  saksi  dan  orang  lain  yang  bersangkutan  dengan perkara  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor  narkotika  yang  sedang
dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor
b. Sebelum  sidang dibuka,  hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan  dengan  perkara  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
narkotika  untuk  tidak  melakukan  perbuatan  yang  dilarang  dengan menyebut nama  dan  alamat  pelapor  atau  hal  yang  memberikan
kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor c. Saksi,  pelapor,  penyidik,  penuntut  umum,  dan  hakim  yang  memeriksa
perkara  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor  narkotika  beserta keluarganya  wajib  diberi  perlindungan  oleh  Negara  dari  ancaman  yang
membahayakan  diri,  jiwa,  danatau  hartanya,  baik  sebelum,  selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara
12. Perampasan Barang Bukti a. Narkotika,  pekusor  narkotika,  dan  alat  atau  barang  yang  digunakan  di
dalam  tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor  narkotika  atau  yang menyangkut  narkotika  dan prekusor  narkotika serta  hasilnya dinyatakan
dirampas untuk Negara b. Dalam  hal  alat  atau  barang  yang  dirampas  adalah  milik  pihak  ketiga
yang  beritikad  baik,  pemilik  dapat  mengajukan  keberatan  terhadap perampasan tersebut kepada pengadian yang bersangkutan dalam jangka
waktu  14  empat  belas  hari  setelah  pengumuman  putusan  pengadilan tingkat pertama
c. Seluruh harta  kekayaan atau harta benda merupakan hasil tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari
tindak  pidana  narkotika  dan  prekusor  narkotika  berdasarkan  putusan pengadilan  yang  telah  memperoleh  kekuatan  hukum  tetap,  dirampas
untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan  penyalahgunaan  peredaran  gelap  narkotika  dan
prekusor narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosoal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Perampasan  asset  tersebut  dapat  dilakukan  ataa  permintaan  negara lainberdasarkan perjanjian antarnegara
13. Tindakan Hakim a. Hakim  yang  memeriksa  perkara  Pecandu  Narkotika,  dapat  memutus
untuk  memerintahkan  yang  bersangkutan  untuk  menjalani  pengobatan danatau  perawatan melalui rehabilitasi  jika  pecandu narkotika  tersebut
terbukti  bersalah  melakukan  tindak  pidana  narkotika,  atau menetapkan untuk  memerintahkan  yang  bersangkutan  untuk  menjalani  pengobatan
danatau  perawatan  melaui  rehabilitasi  jika  pecandu narkotika  tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika
b. Masa  menjalani  penggobatan  danatau  perawatan  bagi pecandu narkotika  berdasarkan  penetapan  untuk  memerintahkan  pengobatan
danatau  perawatan  melalui  rehabilitasi,  diperhitungkan  sebagai  masa menjalani hukuman.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III PENERAPAN  UNDANG-UNDANG  NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA TERHADAP  TINDAK PIDANA PERMUFAKATAN JAHAT JUAL BELI NARKOTIKA Analisis Putusan
Pengadilan Negeri No. 675Pid.B2010PN.MDN dan Putusan  No. 1.366Pid.B2011PN.MDN
A. Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika sebagai  Bentuk Tindak  Pidana  Penyalahgunaan  Narkotika  Menurut  UU  No.35  Tahun
2009 Tentang Narkotika
Tindak  Pidana  Permufakatan  Jahat  dalam  KUHP  diatur  dalam  Pasal  110 ayat  1  sampai  dengan  ayat  4.  Permufakatan  jahat  samenspanning  diatur
secara  khusus  yaitu  hanya  terhadap  kejahatan-kejahatan  sebagaimana  diatur dalam Pasal 104, 106, 107 dan 108 KUHP. Artinya tindak pidana Permufakatan
Jahat  tidak  dapat  diberlakukan  untuk  semua  tindak  pidana  yang  ada  dalam KUHP,  jadi  bersifat  eksepsional pengeculian  sebagaimana  yang  disebutkan
dalam Pasal 110 KUHP tersebut. Pengertian Permufakatan jahat dalam KUHP dapat dilihat dalam Pasal 88
KUHP  yang  merupakan  penafsiran  otentik  mengenai  permufakatan  jahat tersebut.  Pasal  88  tersebut  menyebutkan  pengertian  permufakatan  jahat
sebagai berikut  :”Dikatakan  ada  permufakatan  jahat,  apabila  dua  orang  atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan”
Merujuk  kepada  pengertian  Permufakatan  Jahat  sebagaimana  disebutkan dalam  Pasal  88  KUHP  tersebut,  dapatlah  disimpulkan  bahwa  suatu
101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
permufakatan  jahat  dianggap  telah  terjadi  yakni  segera  setelah  dua  orang  atau lebih mencapai suatu kesepakatan untuk melakukan kejahatan tersebut
.
87
Disini  permufakatan  jahat  merupakan  tindak  pidana  sendiri,  artinya orang  telah  dapat  dinyatakan  melakukan  tindak  pidana  permufakatan  jahat
dengan  adanya  kesepakatan  untuk  melakukan  tindak  pidana-tindak  pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 104,106, 107 dan 108 KUHP.
Wirjono  Prodjodikoro mengatakan  sebagai  bijzondere  deelneming atau sebagai keturut sertaan yang sifatnya khusus.
88
yang  dimaksud  dengan  keturut  sertaan  yang  sifatnya  khusus  tersebut oleh  Wirjono  Prodjodikoro  tidak  dijelaskan  lebih  lanjut.  Barang  kali  maksud
pengertian  yang  disebutkan  oleh  Wirjono  Prodjodikoro  tersebut  adalah  bahwa permufakatan  jahat  tersebut  memiliki  kemiripan  dengan  keturut  sertaan
sebagaimana  yang  diatur  dalam  Pasal  55 KUHP,  akan  tetapi  lebih  bersifat khusus. Perbedaannya bahwa keturut sertaan dalam Pasal 55 KUHP para pelaku
telah  melakukan  tindak  pidana  yang  dilarang  tersebut,  sedangkan  dalam permufakatan  jahat  tindak  pidana  belum  dilakukan  oleh  pelaku.  Jadi  yang
dihukum  atau  yang  merupakan  tindak  pidana  disini  adalah  niat  yang  ditandai adanya  kata  sepakat  dari  dua  orang  atau  lebih  untuk  melakukan  tindak  pidana
dalam ketentuan Pasal 104,106,107 dan 108 KUHP. Meskipun tindak pidana belum terlaksana tidak berarti permufakatan jahat
sama dengan tindak pidana percobaan poging sebagaimana yang diatur dalam
87
P.
A.F.Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Sinar Baru, Bandung, 1986, halaman  90.
88
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003,  halaman 202.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pasal 53 KUHP. Dalam tindak pidana percobaan harus memenuhi 3 unsur yaitu niat,  permulaan  pelaksaan  dan  perbuatan  tersebut  tidak  jadi  selesai  diluar
kehendak  pelaku.  Apabila  melihat  rumusan  tindak  pidana  permufakatan  jahat, maka  niat  dalam  permufakatan  jahat  telah  dapat  dihukum.  Karena  perbuatan
persiapan voorbereiding dalam permufakatan jahat sendiri belum ada. Melihat  bentuk  dari  permufakatan  jahat  tersebut  timbul  pertanyaan,
mengapa   permufakatan  jahat  terhadap  ketentuan-ketentuan  dalam  Pasal 104,106,107  dan  108  KUHP  harus  dijatuhi  hukuman?  Hal  ini  dikarenakan
pembuat  undang-undang  memandang  kejahatan-kejahatan  tindak  pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 104,106,107 dan 108 KUHP tersebut telah
dipandang  sebagai  kejahatan  yang  serius  dan  sangat  berbahaya  terutama terhadap  keselamatan  Negara.  Oleh  karena  itu  kejahatan  yang  disebut
staatsgevaarlijke  misdrijven kejahatan  terhadap  keselamatan  Negara,  sudah harus  dicegah  atau  diberantas  pada  waktu  kejahatan  itu  masih  pada  tingkat
persiapan. Sesungguhnya dalam hukum pidana niat saja tidaklah dapat dihukum, akan
tetapi  karena  kejahatan  seperti  yang  disebutkan  dalam  Pasal  104,106,107  dan 108  dianggap  sebagai  kejahatan  yang  serius,  maka  dibuatlah  tindak  pidana
permufakatan  jahat  terhadap  pasal-pasal  tersebut  sebagai  tindak  pidana. Ketentuan  ini  yaitu  permufakatan  jahat  dapatlah  dikategorikan  sebagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tatbestandausdehnungsgrund yang  artinya  dasar  yang  memperluas  rumusan delik atau memperbanyak jumlah delik.
89
Karena  delik  pokoknya  adalah  ketentuan  dalam  Pasal  104,106,  107  dan 108 KUHP, sedangkan permufakatan adalah delik tambahan atau perluasan dari
delik  pokok  tersebut.  Sama  halnya  dengan  tindak  pidana  percobaan  poging juga  merupakan  Tatbestandausdehnungsgrund  dari  delik  pokoknya.  Misalnya
percobaan  dalam  tindak  pidana  pencurian,  disini  pidana  pokoknya  adalah pencurian  Pasal  362  KUHP  sedangkan  percobaan  terhadap  pencurian  tersebut
telah pula dianggap sebagai delik, inilah yang dimaksud dengan perluasan delik tersebut.
Dalam  perkembangan  peraturan  perundang-undangan  yang  ada  di Indonesia, ternyata tindak pidana permufakatan jahat ini juga dimasukkan dalam
ketentuan  undang-undang  pemberantasan  Narkotika  yaitu  Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 132 ayat 1.
Mengenai  pengertian  Permufakatan  Jahat  ternyata  Undang-Undang  Nomor  35 Ttahun 2009 memberikan pengertian sendiri. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1
angka 18 yang isinya sebagai berikut : Permufakatan  jahat  adalah  perbuatan  dua  orang  atau  lebih  yang
bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta  melakukan,  menyuruh,  menganjurkan,  memfasilitasi,  memberi  konsultasi,
menjadi  anggota suatu  organisasi  kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika.
89
A.Z.Abidin Farid dan Andi Hamzah, Bentuk-bentuk Khusus Perwujuduan Delik dan Hukum Penintensier, Raja Grafindi,  Jakarta, 2006, halaman  25.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengertian  Permufakatan  jahat  sebagaimana  disebutkan  dalam  Pasal  1 angka 18 tersebut juga memiliki pengertian yang sama dengan Pasal 88 KUHP.
Hanya  saja  dalam  Pasal  1  angka  18  ada tambahan  yaitu  adanya  frasa “perbuatan”  dan  frasa  “  bersekongkol  atau  bersepakat  untuk  melakukan,
melaksanakan,  membantu,  turut  serta  melakukan,  menyuruh,  menganjurkan, memfasilitasi,  memberi  konsultasi,  menjadi  anggota  suatu  organisasi  kejahatan
Narkotika, atau mengorganisasikan”. Penambahan  frasa  “bersekongkol  atau  bersepakat  untuk  melakukan,
melaksanakan,  membantu,  turut  serta  melakukan,  menyuruh,  menganjurkan, memfasilitasi,  memberi  konsultasi,  menjadi  anggota  suatu  organisasi  kejahatan
Narkotika, atau mengorganisasikan”, dirasa bahwa tindak pidana narkotika yang telah  terjadi  semakin  meluas,  dimana  tidak  lagi  diakukan  secara  perseorangan
melainkan melibatkan banyak orang. Tindak  Pidana  Permufakatan  Jahat  dalam  Undang-undang  No.  35  Tahun
2009  diatur dalam Pasal 132  ayat 1 sampai dengan ayat 3, yaitu : Pasal 132
1    Percobaan atas  permufakatan  jahat  untuk  melakukan  tindak  pidana Narkotika  dan  Prekusor  Narkotika  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
111,  Pasal  112,  Pasal  113,  Pasal  114,  Pasal  115,  Pasal  116,  Pasal  117, Pasal  118,  Pasal  119, Pasal  120,  Pasal  121,  Pasal  122,  Pasal  123, Pasal
124,  Pasal  125,  Pasal  126,  dan  Pasal  129,  pelakuknya  dipidana  dengan pidana  penjara  yang  sama  sesuai  dengan  ketentuan  sebagaimana
dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.       Dalam  hal  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  111,  Pasal 112,  Pasal  113, Pasal  114, Pasal  115, Pasal  116, Pasal  117, Pasal  118,
Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,  Pasal  126,  dan  Pasal  129  dilakukan  secara  terorganisasi,  pidana
penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 13 sepertiga. 3.
Pemberatan  pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  2  tidak  berlaku bagi  tindak  pidana  yang  diancam  dengan  pidana  mati,  pidana  penjara
seumur hidup, atau pidana penjara 20 dua puluh tahun. Permufakatan  jahat ini diatur  secara  khusus  yaitu  hanya  terhadap
kejahatan-kejahatan  sebagaimana  diatur  dalam  Pasal  111  sampai  dengan  Pasal 126,  dan  Pasal  129.  Artinya  tindak  pidana  Permufakatan  Jahat  tidak  dapat
diberlakukan  untuk  semua  tindak  pidana  yang  ada  dalam  undang-undang narkotika tersebut.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan permufakatan jahat jual beli  Narkotika yang  diatur  secara  khusus diatas  adalah Pasal  114,  Pasal  119,  Pasal  124,  dan
Pasal 129, yaitu  : 1. Pada  Pasal  114 ayat  1  ,  Setiap  orang  yang  tanpa  hak  atau  melawan
hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara  dalam  jual  beli,  menukar,  atau menyerahkan  Narkotika
Golongan  I,  dipidana  dengan pidana  penjara  seumur  hidup  atau  pidana penjara  paling singkat  5  lima  tahun  dan  paling  lama  20  dua  puluh
tahun  dan  pidana  denda  paling  sedikit Rp1.000.000.000,00  satu  miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan  Pasal  114  ayat  2 Dalam  hal  perbuatan  menawarkan  untuk  dijual, menjual, membeli,  menjadi  perantara  dalam  jual  beli,  menukar,
menyerahkan,  atau  menerima  Narkotika  Golongan  I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1
satu  kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon  atau  dalam bentuk bukan  tanaman beratnya  5  lima  gram,  pelaku  dipidana  dengan  pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 enam  tahun  dan  paling  lama  20  dua puluh  tahun  dan  pidana  denda
maksimum  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  1  ditambah  13 sepertiga.
2. Pada  Pasal  119 ayat    1,  Setiap  orang  yang  tanpa  hak  atau  melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli,
menerima, menjadi  perantara  dalam  jual  beli,  menukar,  atau  menyerahkan
Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat  tahun  dan  paling  lama  12  dua  belas  tahun  dan  pidana  denda
paling  sedikit  Rp800.000.000,00  delapan  ratus  juta  rupiah  dan  paling banyak  Rp8.000.000.000,00  delapan  miliar  rupiah  dan  Pasal  119  ayat
2  Dalam  hal  perbuatan  menawarkan  untuk  dijual,  menjual,  membeli, menerima,  menjadi  perantara  dalam  jual  beli,  menukar,  atau
menyerahkan  Narkotika  Golongan  II  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat 1  beratnya  melebihi  5  lima  gram,  pelaku  dipidana  dengan  pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima  tahun  dan  paling  lama  20  dua  puluh  tahun  dan  pidana  denda
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maksimum  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  ditambah  13 sepertiga.
3. Pada  Pasal  124 ayat  1,  Setiap  orang  yang  tanpa  hak  atau  melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara  dalam  jual  beli,  menukar,  atau menyerahkan  Narkotika Golongan  III,  dipidana  dengan pidana  penjara  paling  singkat  3  tiga
tahun  dan  paling lama  10  sepuluh  tahun  dan  pidana  denda  paling sedikit Rp600.000.000,00  enam  ratus  juta  rupiah  dan  paling banyak
Rp5.000.000.000,00  lima  miliar  rupiah  dan  Pasal  124  ayat  2 Dalam hal  perbuatan  menawarkan  untuk  dijual,  menjual, membeli,  menerima,
menjadi  perantara  dalam  jual  beli, menukar,  atau  menyerahkan Narkotika  Golongan  III sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  beratnya
melebihi  5 lima  gram,  pelaku  dipidana  dengan  pidana  penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana
denda  maksimum  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  1  ditambah  13 sepertiga.
4. Pada Pasal 129 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun  dan  paling  lama  20  dua  puluh  tahun  dan  denda  paling  banyak
Rp5.000.000.000,00  lima  miliar  rupiah  setiap  orang  yang  tanpa  hak atau melawan hukum:
a. Memiliki,  menyimpan,  menguasai,  atau  menyediakan  Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
c. Menawarkan  untuk  dijual,  menjual,  membeli,  menerima,  menjadi perantara  dalam  jual beli,  menukar,  atau  menyerahkan  Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. Membawa,  mengirim,  mengangkut,  atau  mentransito  Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika.
Menurut undang-undang, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman  atau  bukan  tanaman,  baik  sintetis  maupun  semisintetis  yang  dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.
Dalam  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu :
a. Narkotika  Golongan  I  narkotika  yang  hanya  dapat  digunakan  untuk tujuan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  tidak  digunakan  dalam
terapi  serta  mempunyai  potensi  sangat  tinggi  mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika  Golongan  II  narkotika  yang  berkhasiat  pengobatan digunakan  sebagai  pilihan  terakhir  dan  dapat  digunakan  dalam  terapi
danatau  untuk  tujuan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Narkkotika  Golongan  III  narkotika  yang  berkhasiat  pengoatan  dan banyak  digunakan  dalam  terapi  danatau  untuk  tujuan  pengembangan
imu  pengetahuan  serta  mempunyai  potensi  ringan  mengakibatkan ketergantungan.
90
B. Kasus 1. Perkara Register No. 675Pid.B2010PN.Mdn