Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dari Perspektif Kebijakan Hukum Pidana

rehabilitasi sosial Pasal 127 ayat 3 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. e. Yang cukup menarik adalah apa yang tertera dalam pasal 128 Undang Undang No.35 Tahun 2009 dimana orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak melaporkan maka dapat dipidana dengan pidana kurungan 6 bulan atau denda 1 juta rupiah ayat 1, sedangkan untuk pecandu narkotika dibawah umur dan telah dilaporkan sebagaimana pasal 55 ayat 1 maka dia tidak dapat dipidana, kemudian untuk pecandu narkotika yang telah cukup umur dan sedang menjalani rehabilitasi medis juga tidak dituntut pidana ayat 3. f. Adanya ancaman hukuman bagi PPNS dan Penyidik PolriBNN yang tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada pasal 88 dan 89 PPNS dan pasal 87,89,90,912,3,dan pasal 92 1,2,3,4. 72

B. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dari Perspektif Kebijakan Hukum Pidana

1. Perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam Lingkup Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 dan Perumusan Ancaman Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dalam kenyataan dewasa ini tindak pidana narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat baik secara kuantatif 72 http:ferli1982.wordpress.com20110102kajian-umum-perbandingan-uu-no-22- tahun-1997-dengan-uu-no-35-tahun-2009-tentang-narkotika diakses pada Senin, 4 Januari 2011 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama dikalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya Tindak pidana narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang berkerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional dan internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana narkotika perlu diakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. 73 Perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam lingkup tindak pidana penyalahgunaan narkotika di atas telah diatur diatur mulai Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni : 74 a. Tindak Pidana yang berkaitan dengan penggolongan narkotika, dan prekusor narkotika, meliputi : 1. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dan bukan tanaman, narkotika golongan II. 2. Pengadaan dan peredaran narkotika golongan I, II, dan golongan III, yang tidak menaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu : 73 Ibid., halaman 60. 74 H. Siswanto S, op.cit., halaman 25-29. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Memproduksi, mengimpor, mengespor, atau menyalurkan narkotika golongan I, narkotika golongan II, narkotika golongan III. b. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I, narkotika golongan II, narkotka golongan III. c. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika golongan I, narkotika golongan II, narkotika golongan III. d. Menggunakan narkotika golonngan I terhadap orang lain, atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain, narkotika golongan I, narkotika golongan II, narkotika golongan III. e. Setiap penyalahguna narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III bagi diri sendiri. b. Tindak Pidana yang berkaitan dengan Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang belum sengaja tidak melapor atau setiap orang yang dengan sengaja adanya tindak pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 129. c. Dalam hal tindak pidana dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 129 yang dilakukan oleh Korporasi, atau dilakukan secara terorganisasi. d. membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakuka tindak pidana dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 dan Pasal 129 Undang-Undang ini. e. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri atau keluarga dari pecandu narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA f. Tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh para pejabat yang berkaitan dengan narkotika meliputi : 1. Pengurus indutri farmasi yang tidak melaksanakkan kewajiban dalam Pasal 45. 2. Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan persediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan masyarakat. 3. Pimpinan, lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. 4. Pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi narkotika golongan I bukan untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan. 5. Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan narkotika golongan I yaitu bukan untuk kepentingan pengemangan ilmu pengetahuan. 6. Mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. 7. Nahkoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 27 atau Pasal 28. 8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 88 dan Pasal 89. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat 2, dan ayat 3, dan Pasal 92 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4. 10. Kepala Kejaksaan Negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 91 ayat 1 ipidana penjara dan pidana denda. 11. Petugas Laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melakkan kewajiban tidak melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda. g. Ketentuan lain dalam rangka pemeriksaan terhadap tindak pidana Narkotika, meliputi : 1. Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 dan Pasal 129. 2. Pemberantasan pidana tersebut tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 20 Tahun. 3. Mengahalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika di muka sidang pengadilan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Narkotika dan prekusor narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana prekusor narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika dan tindak pidana prekusor narkotika dirampas untuk Negara. 5. Saksi yang memberikan keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika di muka pengadilan dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda. 6. Apabila pidana denda tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana narkotika dan tindak pidana pelaku prekusor narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paing lama dua tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar. 7. Setiap orang yang dalam jangka waktu tiga tahun melakukan pengulangan tindak pidana narkotika dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan sepertiga. 8. Melakukan kejahatan money londering yang diduga ada kaitaanya dengan tindak pidana narkotika, meliputi : 1. Menempatkan, membayarkan, atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, danatau mentransfer uang, harta, dan benda, atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berwujud, yang berasal dari tindak pidana narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika. 2. Menerima penempatan, pembayaran, atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian, atau penyamaran investas, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset, baik dalam bentuk benda bergerak mapun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, yang diketahui berdasar dari tindak pidana narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika. 9. Terhadap Warga Negara Asing yang melakukan tindak pidana narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika dan telah menjalani pidananya, dilakukan pengusiran ke luar wilayah Negara Republik Indonesia, dan setelah Warga Negara Asing yang telah diusir dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia. Demikian pula, Warga Negara Asing yang perah melakukan tindak pidana narkotika danatau tindak pidana prekusor narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia. Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat 4 empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni : 75 a. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai, atau meneyediakan narkotika dan prekusor narkotika ; 75 Ibid., halaman 256 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekusor narkotika; c. Ketegori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika; d. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit nerkotika dan prekusor narkotika. Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tetentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasien dapat memiliki, menyimpan dan atau membawa narkotika untuk dirinya sendiri. Pasien tersebut harus mempunyai bukti yang sah bahwa narkotika yang dimiliki, disimpan, danatau dibawa untuk digunakan diperoleh ssecara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Orang tua wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, danatau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA danatau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk pemerintah untuk mendapatkan pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 76 Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk Menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri. Selain melalui pengobatan danatau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau mayarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan ketentuan dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. 77 Di bidang pembinaan dan pengawasan, pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan narkotika. Pembinaan dimaksud melalui upaya : a. Memenuhi ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan pelayanan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah penyalahgunaan narkotika; 76 Ibid., halaman 257. 77 Ibid. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas; d. Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan e. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi pecandu nakotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan narkotika, Pengawasan dimaksud, meliputi : narkotika dan prekusor narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika; evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan, produksi, impor dan ekspor, peredaran, pelabelan, informasi, dan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketentuan lebih lanjut pembinaan dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengupayakan kerjasama dengan Negara lain danatau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika dan prekusor narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. 78 78 Ibid., halaman 258. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berikut akan dijelaskan menganai perumusan sanksi pidana dan jenis pidana penjara dan jenis pidana denda terhadap perbuatan-perbuatan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu : 1. Perbuatan tanpa hak melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan Narkotika golongan I, II dan III meliputi 4 empat kategori, yakni 1 berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekusor narkotika; 2 memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dan prekusor narkotika; 3 menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika; 4 membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan prekusor narkotika. Sistem pemidanaan penjara untuk narkotika golongan I, II, III paling minimal 2 tahun dan paling maksimal 20 tahun penjara, pengenaan pidana denda diberlakukan kepada semua golongan narkotika, dengan denda minimal Rp 400.000.000,- empat ratus juta rupiah dan paling maksimal Rp 8.000.000.000 delapan miliar rupiah, untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap narkotika dengan unsur-unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap-tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 13 satu pertiga. Penerapan pidana penjara dan pidana denda menutrut undang- undang-undang ini bersifat kumulatif, yakni pidana penjara dan pidana denda. 2. Ancaman Sanksi Pidana bagi Orang TuaWali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur yang tidak melaporkan kepada pusat kesehatan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masyarakat, rumah sakit, danatau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah, untuk menapatkan pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial tersebut, dapat dikenai ancaman pidana kurungan. Pasal 128 ayat 1 Sedangkan bagi pecandu narkotika yang sudah cukup umur yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 dua kali masa perawatan dokter di rumah sakit danatau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemeerintah tidak dituntut pidana. Pasal 128 ayat 2 3. Ancaman Sanksi Pidana bagi Orang yang Tidak Melaporkan adanya Tindak Pidana Narkotika diatur dalam ketentuan Pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan pidana dendan paling banyak Rp 50.000.000,- lima puluh juta rupiah, yang tidak melaporkan terjadinya perbuatan melawan hukum, yang meliputi : 1 memiliki, memyimpan, menguasai, menyediakan narkotika ; 2 memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan; 3 menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan; 4 menngunakan, memberikan untuk digunakan orang lain. Penerapan sanksi pidana tersebut, adalah bertujuan untuk memberikan efektivitas dari peran serta masyarakat. Peran serta ini mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya di mana masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab untuk membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Ancaman Sanksi Pidana terhadap Percobaan atau Permufakatan Jahat Melakukan tindak Pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika diatur dalam ketentuan Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menurut ketentuan Pasal tersebut pelakunya dipidana sesuai dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut 5. Ancaman Sanksi Pidana bagi Menyuruh, Memberi, Membujuk, memaksa dengan Kekerasan, Tipu Muslihat, Membujuk Anak diatur dalam ketentuan Pasal 133 ayat 1 dan 2 6. Ancaman Sanksi Pidana bagi Pecandu Narkotika yang tidak melaporkan diri ataupun keluaaganya kepada instalasi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial diatur dalam ketentuan Pasal 134 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 enam bulan dan pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- dua miliar rupiah. Demikian pula keluarga dari pecandu narkotika dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika diatur dalam Pasal 134 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 tiga bulan dan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000,- satu juta rupiah. Penerapan ketentuan pasal ini, adalah bertujuan untuk menghindari adanya perbuatan penyembuhan diri sendiri 7. Ancaman Sanksi Pidana bagi Hasil-hasil Tindak Pidana narkotika danatau Prekusor Narkotika, yang terdapat dugaan kejahatan money loundering diancam pidana penjara 5-15 Tahun atau 3-10 tahun, dan pidana denda UNIVERSITAS SUMATERA UTARA antara Rp 1000.000.000,- satu miliar rupiah sampai Rp 10.000.000,- sepuluh miliar rupiah atau Rp 500.000,- lima ratus juta rupiah atau Rp 5.000.000.000 lima miliar rupiah, yang terdapat dalam pasal 137 ayat 1 dan 2. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah disusun secara limitatif tentang perbuatan tindak pidana yang ada kaitannya dengan perbuatan pencucian uang, antara lain : tindak pidana korupsi, tindak pidaa narkotika, tindak pidana psikotropika, dan sebagainya. 8. Ancaman Sanksi Pidana bagi Orang yang Menghalangi atau Mempersulit Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perkara terhadap tindak pidana narkotika dikenakan ancaman paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 lima ratus juta rupiah yang terdapat dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tujuan penetapan pasal ini ialah, agar tujuan hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika agar terjaminnya ketersediaan narkotika untuk kepentingan pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi, mencegah adanya penyalahgunaan narkoyika, dan pemberantasan peredaran gelap narkotika dapat tercapai. Untuk membuat terang suatu perkara maka dibutuhkan keterangan saksi dan korban sehingga dapat mengungkapan pelaku tindak pidana. Pada umumnya para saksi dan korban takut memberikan kesaksian karena adanya ancaman atau intimidasi tertentu, sehingga perbuatan ini dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengahalangi dan menghasut, sert mempersulit jalannya penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan persidangan 9. Ancaman Sanksi Pidana bagi Nahkoda atau Kapten Penerbang Tidak Melaksanakan ketentuan Pasal 27 atau Pasal 28 pengangkutan narkotika dan pengangkutan udara diatur dalam ketentuan Pasal 139 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- seratus juta rupiah dan paling banyakRp 1000.000.000,- satu miliar rupiah. Ketentuan undang-undang ini bertujuan untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian serta kepentingan pelaporan pengangkutan narkotika antara Negara pengimporpengekspor narktika kepada Negara tuuan. Disamping itu, ketentuan ini untuk mencegah terajadinya kebocoran dalam pengangkutan narkotika yang mudah disalahgunakan oleh para pihak pengangkut narkotika dan prekusor narkotika. 10. Ancaman Sanksi Pidana bagi PPNS, Penyidik Polri, Penyidik, BNN yang tidak Melaksanakan Ketentuan tentang Barang Bukti diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat 1, di mana bagi PPNS untuk melaksanakan ketentuan Pasa 88 dan Pasal 89, yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun. Kewajiban PNS menurut Pasal 88 dan Pasal 89 yang melakukan penyitaan terhadap Narktika dan Prekusor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepada Penyidik BNN atau Penyidik UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Polri, dengan tembusan Kepala Kejaksaan negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan dan pada Pasal 140 ayat 2 Penyidik Polri atau Penyidik BNN yang melakukan penyitaan dan prekusor narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan, dan wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tebusannya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan, dan penyidik Polri atau Penyidik BNN bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada dibawah penguasaanya. 11. Ancaman Sanksi Pidana bagi Kepala Kejaksaan Negeri tidak Melaksanakan Ketentuan Pasal 91 ayat 1 dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum,di mana Kepala Kejaksaan Negeri memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang narkotika dan prekusor narkotika dari Penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam waktu paling lama 7 tujuh hari wajib menetapkan status barang sitaan narkotika dan prekusor narkotika untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan danatau dimusnahkan maka dapat dikenakan ancaman pidana paling singkat 1satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun serta ancaman denda paling sedikit Rp UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 100.000.000 seratus juta rupiah dan paling banyakk Rp 100.000.000,- satu miliar rupiah yang diatur dalam Pasal 141 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. 12. Ancaman Sanksi Pidana bagi Petugas Laboratorium yang Memalsukan Hasil Pengujian diatur aam Pasal 142 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dimana petugas tidak melaporkan hasil pengujian kepada penyidik dan penuntut umum, merupakan perbuatan melwan hukum dan dikenakan ancaman sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus ribu rupiah. Penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika atau prekusor narkotika, maka peranan laboratorium amat menentukan bagi kebenaran terjadinya tindak pidana narkotika, sehingga dapat menentukan unsur kesalahan sebagai dasar untuk menentukan pertanggungajawaban pidannya. Dalam kasus tertentu sering terjadinya pemalsuan hasil tes laboratorium, untuk mengehindarkan diri pelaku tindak pidana terhadap hasil tes laboratorium telah mengkonsumsi narkotika, atau menukarkan hasil tes laboratorium tersebut menjadi milik orang lain. 13. Ancaman Sanksi Pidana bagi Saksi yang Memberikan Keterangan Tidak Benar damal pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika di muka pengadilan yang diatur dalam Pasal 143 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Nerkotika diancam dengan penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda UNIVERSITAS SUMATERA UTARA paling sedikit Rp 60.000.000,- enam puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,- enam ratus juta rupiah. 14. Ancaman Sanksi Pidana bagi Setiap Orang yang Melakukan Pengulangan Tindak Pidana diatur dalam Pasal 144 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, di mana dalam jangka waktu 3 tiga tahun melakukan pengulangan tidak pidana maka ancaman pidana maksimum dari masing-masing pasal ditambah dengan 13 sepertiga. Ketentuan ini mempunyai tujuan untuk membuat jera pelaku tindak pidana, agar tidak mengulangi perbuatan pidana lagi. 15. Ketentuan Pidana bagi Setiap Orang yang Melakukan Tindak Pidana di Luar Wilayah Negara Republik Indonesia yang diatur dalam Pasal 145 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Warga Negara Indonesia yang berbuat salah satu dari kejahatan-kejahatan sebagaimana disebut dalam sub I pasal ini termasuk tindak pidana narkotika meskipun diluar Indonesia, dapat dikenakan undang-undang pidana Indonesia. 16. Putusan Pidana Denda yang tidak dapat dibayar oleh Pelaku Tindak Pidana yang diatur dalam Pasal 148 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika maka dilakukan penggantian pidana denda dengan pidana penara menurut ketentuan ini paling lama 2 dua tahun. 17. Ancaman sanksi bagi Pimpinan Rumah Sakit, Pimpinan Lembaga Imu Pengetahuan, Pimpinan Industri Farmasi, Pimpinan Pedagang Farmasi yang Malakukan Tindak Pidana yang diatur dalam pasal 147 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan pidana paling singkat 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA satu tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- seratus juta rupiah dan paling banyak Rp 1000.000.000,- satu miliar rupiah. 2. Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Pengadilan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dibentuk Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat dengan BNN. 79 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika. Berdasarkan undang-undang tersebut pula status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementrian LPNK dengan struktur vertikal ke provinsi dan kabupatenkota. Di provinsi dibentuk BNN Provinsi, dan di kabupatenkota dibentuk BNN kabupatenkota. BNN dipmpin oleh seorang kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden. 80 Tugas dari BNN secara spesifik diatur dalam Pasal 2 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 dan Pasal 70 Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 yaitu : 79 ibid., halaman 297. 80 AR. Sujono dan Bony Daniel, op. cit., halaman 36-37. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaaran gelap narkotika dan prekusor narkotika b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Negara Indonesia dalam penyalahgunaan dan pencegahan dan peredaran gelap pemberantasan nerkotikda dan prekusor narkotika d. Meningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika f. Memantau mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaa dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral,baik regional maupun internasioal, guna mencegah dan memberantas perearan gelap narkotika dan prekusor narkostika h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekusor narkotika i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyelahguaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika j. Membuat laporan tahunan menegani pelaksanaan tugas dan wewenang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dilakukan berdasarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Perkara penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya. Penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, dilakukan oleh pejabat Penyidik PNS, Penyidik Polri dan penyidik BNN. 81 Pengaturan Penyidik dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, diatur sebagai berikut : a. Penyidik dari Badan Narkotika Nasional, yang diatur mulai Pasal 75 sampai dengan pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diatur mulai Pasal 82 sampai dengan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika c. Penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia diatur mulai Pasal 87 sampai dengan Paal 95 tentang Narkotika 81 H. Siswanto S, op. cit., halaman 23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan demikian dapat diketahui bahwa kewenangan penyidikan oleh penyidik di BNN tidak berbeda jauh dengan kewenangan yang dimiliki oleh polri. 82 Menurut ketentuan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, ditentukan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Artinya bahwa segala aministrasi di bidang penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap mengacu kepada undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana kecuali aa ha lain diatur tersendiri dalam Undang- Undang nor 35 Tahun 2009 perihal pemeriksaan di luar dan dalam persidangan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 sebagai hukum formal dalam penegakan hukum terdiri atas empat 4 komponen penting yang masing-masing komponen merupakan subsistem dalam peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Lembaga Pemasyarakatan yang berperan dalam penegakan hukum. 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 merupakan landasan terselenggaranya proses peradilan pidana yang memberikan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat tersangkaterdakwa sebagai manusia yang hakiki, dengan mekanisme peradilan pidana dari proses penangkapan, 82 Ibid., halaman 23-24. 83 AR Sujono dan Bony Daniel, op.cit., halaman 141 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penggeledahan, penahanan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan serta diakhiri dengan pelaksanaan pidana pada lembaga pemasyarakatan. Tersangkaterdakwa tidak lagi dipandang sebagai objek pemeriksaan, melainkan telah ditempatkan sebagai subjek pemeriksaan. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 telah meletakkan dasar humanisme yang sangat menghindarkan diri dari perkosaan terhadap harkat dan martabat manusia. 84 Mengenai penyelidikan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak ada mengatur secara khusus untuk itu selain dari Pasal 71 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, sehingga harus kembali mengacu kepada hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, ditentukan bahwa penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberikan wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. 85 Rangkaian kegiatan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dilakukan menurut hukum acara yang diatur menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu : 86 1. Kewenangan Penyidikan Wewenang Penyidik BNN alam rangka melakukan penyidikan, ialah : 84 Ibid., halaman 142-143. 85 Ibid., halaman 146. 86 Ibid., halaman 298-309 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika b. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika c. Memanggil orang untuk didengan keterangannya sebagai saksi d. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka e. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika f. Memeriksa surat danatau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika g. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika h. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dan prekusor narkotika di seluruh wilayah jurisdiksi nasional i. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup j. Melakukan teknik penyidikan dan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA k. Memusnahkan narkotika dan prekusor narkotika l. Melakukan tes urin, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat DNA danatau tes bagian tubuh lainnya m. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka n. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman o. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat- alat perhubugan laiinya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika p. Melakukan penyegelan terhadap narkotika dan prekusor narkotika yang disita q. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti narkotika dan preusor narkotika r. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika s. Menghentikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyelahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika 2. Penangkapan Kewenangan melakukan penangkapan dalam pelaksanaan menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, dilakukan paling lama 3 x 24 jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik dan penagkapan tersebut dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Penyadapan Tindakan melakukan penyadapan, dilaksanakan seelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 tiga bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik. Penyadapan tersebut hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan, dan penyadapan tersebut dapat diperpanjang 1 satu kali untuk jangka waktu yang sama serta tata cara penyadapan dilaksankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dalam keadaan mendesak penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri terlebih dahulu, dan dalam waktu paling lama 1 x 24 jam, penyidik wajib meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan dan keadaan mendesak tersebut. Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan dilakukan oleh penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan. Tindakan ini adalah untuk menghargai hak asasi warga negara dan setiap tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 4. Wewenang Penyidik BNN, yakni : a. Mengajukan langsung berkas perkara tersangka, dan barang bukti termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum b. Memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan laiinya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika milik terssangka atau pihak lain yang terkait c. Untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa d. Untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika e. Meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang sesorang berpergian ke luar negeri f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi serta, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika yang sedang diperiksa h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian , penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri 5. Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan kementrian dan lembaga pemerintah nonkementrian, ialah : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Di samping itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaskud dalam undang-undang tentang hukum acara pidana berwenang melakukan penyidikan terhahadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika b. Termasuk pula penyidk negeri sipil di lingkungan kementrian atau lembaga pemerintah nonkementrian yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang narkotika dan prekusor narkotika, berwenang : a. Memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya dugaan penyalaggunaan narkotika dan prekusor narkotika b. Memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan prekusor narkotika c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang-orang atau badan hukum sehubungan dengan penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika d. Memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika e. Menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan dan prekusor narkotika f. Memeriksa surat danatau dokumen lain tentang adanya dugaan penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika g. Meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika UNIVERSITAS SUMATERA UTARA h. Menangkap orang yang diduga melakukan penyalahguaan narkotika dan prekusor narkotika i. Penyidik Polri, Penyidik BNN dan Penyidik PNS tertentu dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika 6. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan 1. Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika, penyidik Polri memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada BNN, begitu pula sebaliknya 2. Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika dan prekusor narkotika, penyidik pegawai negeri sipi tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Polri sesuai dengan undang-undang tentang hukum accara pidana 7. Masalah Alat Bukti Penyidik dapat memperoleh alat bukti, selain sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang hukum acara pidana. Alat bukti tersebut, berupa : a. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, dengan alat optic atau yang serupa dengan itu b. Data rekaman atau data informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak teratas pada : tulisan, suara, danatau gambar ; peta, rancangan, foto atau UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sejenisnya ; atau huruf, tanda angka, symbol, sandi, atau perforasi yang memiliki maksa dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya 8. Penyitaan Barang Bukti a. Penyidik Polri atau penyidik BNN yang melakukan penyitaan narkotika dan prekusor narkotika atau yang diduga narkotika dan prekusor narkotika, atau yang mengandung narkotika dan prekusor narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat : 1. Nama jenis, sifat, dan jumlah 2. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan 3. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika dan prekusor narkotika 4. Tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan b. Penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 jam sejak dilakukannya penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan c. Penyidik PNS tertentu yang melakukan penyitaan terhadap narkotika dan prekusor narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menyerahkan barang itaan tersebut beserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidik Polri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 jam seak dilakukannya penyiyaan dan tembusan berita acaranya disampaikan epada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas obat dan makanan d. Penyerahan barang sitaan tersebut dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 empat belas hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena factor geografis atau transportasi e. Penyidik Polri dan Penyidik PNS tertentu bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada dibawah penguasaanya. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caa penyimpanan, pengamanan, dan pengawasan narkotika dan prekusor narkotika yang disita diatur dalam Peraturan Pemerintah f. Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik Polri, penyidik BNN, penyidik PNS, menyisihkan sebagian kecil barang sitaan narkotika dan prekusor narkotika, untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 jamsejak dilakukan penyitaan g. Kepala Kejaksaan Negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang narkotika san prekusor narkotika dari penyidik Polri atau penyidik BNN, dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari UNIVERSITAS SUMATERA UTARA wajib menetapkan status barang sitaan narkotika dan prekusor narjotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pedidikan dan pelatihan, danatau dimusnahkan h. Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kapolri dalam waktu paling lama 5 lima hari terhitung sejak menerima penetapan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat i. Kepala BNN dan kapolri menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan j. Selain untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, status barang sitaan untuk pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagian kecil narkotika atau tanaman narkotika yang disita, dapat dikirimkan ke Negara lain, yang diduga sebagai asal narkotika atau tanaman narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal narkotika atau tanaman narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik 9. Pemusnahan Barang Bukti a. Barang sitaan narkotika dan prekusor narkotika yang beraa dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 tujuh hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari Kepala Kejaksaan egeri setempat b. Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada Penyidik BNN atau Penyidik Polri setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan kepala adan Pengawas Obat dan Makanan c. Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan dapat diperpanjang 1 satu kali untuk jangka waktu yang sama. Pemusnahan barang sitaan tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang memusnahkan narkotika dan prekusor narktika d. Penyidik Polri dan Penyidik BNN wajib memusnahkan tanaman narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan Untuk tanaman narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena factor geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan paling lama 14 empat belas hari e. Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman narkotika dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadolan, dilakukan denga pembuatan berita acara yang sekurang- kurangnya memuat : 1. Nama, jenis, sifat dan jumlah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan 3. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman narkotika 4. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan f. Sebagian kecil tanaman narkotika yang tidak dimusnahkan disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian g. Demikian pula, sebagian kecil tanaman yang tidak dimusnahkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentingan pengembangam ilmu pengetahuan dan teknologi h. Sedangkan sebagian kecil tanaman narkotika yang tidak dimusnahkan disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan i. Proses penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pemgadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang bukti menurut ketentuan batas waktu 3 x 24 jam sejak dilakukannya penyitaan, dan batas waku paling lama 7 tujuh hari sejak menerima penetapan pemusnahan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat j. Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terbukti bahwa barang sitaan yang telah dimusnahkan diperoleh atau dimiliki secara sah, epada pemilik barang yang bersangkutan diberikan ganti rugi oleh Pemerintah, besaran ganti rugi ditetapkan oleh pengadilan 10. Perlindungan KorbanPelapor a. Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor b. Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor UNIVERSITAS SUMATERA UTARA narkotika untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang dengan menyebut nama dan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor c. Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh Negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, danatau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara 12. Perampasan Barang Bukti a. Narkotika, pekusor narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika atau yang menyangkut narkotika dan prekusor narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk Negara b. Dalam hal alat atau barang yang dirampas adalah milik pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadian yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 empat belas hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama c. Seluruh harta kekayaan atau harta benda merupakan hasil tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosoal UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Perampasan asset tersebut dapat dilakukan ataa permintaan negara lainberdasarkan perjanjian antarnegara 13. Tindakan Hakim a. Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika, dapat memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan untuk menjalani pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, atau menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan untuk menjalani pengobatan danatau perawatan melaui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika b. Masa menjalani penggobatan danatau perawatan bagi pecandu narkotika berdasarkan penetapan untuk memerintahkan pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA TERHADAP TINDAK PIDANA PERMUFAKATAN JAHAT JUAL BELI NARKOTIKA Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675Pid.B2010PN.MDN dan Putusan No. 1.366Pid.B2011PN.MDN A. Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika sebagai Bentuk Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Menurut UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Tindak Pidana Permufakatan Jahat dalam KUHP diatur dalam Pasal 110 ayat 1 sampai dengan ayat 4. Permufakatan jahat samenspanning diatur secara khusus yaitu hanya terhadap kejahatan-kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 104, 106, 107 dan 108 KUHP. Artinya tindak pidana Permufakatan Jahat tidak dapat diberlakukan untuk semua tindak pidana yang ada dalam KUHP, jadi bersifat eksepsional pengeculian sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 110 KUHP tersebut. Pengertian Permufakatan jahat dalam KUHP dapat dilihat dalam Pasal 88 KUHP yang merupakan penafsiran otentik mengenai permufakatan jahat tersebut. Pasal 88 tersebut menyebutkan pengertian permufakatan jahat sebagai berikut :”Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan” Merujuk kepada pengertian Permufakatan Jahat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 88 KUHP tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa suatu 101 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA permufakatan jahat dianggap telah terjadi yakni segera setelah dua orang atau lebih mencapai suatu kesepakatan untuk melakukan kejahatan tersebut . 87 Disini permufakatan jahat merupakan tindak pidana sendiri, artinya orang telah dapat dinyatakan melakukan tindak pidana permufakatan jahat dengan adanya kesepakatan untuk melakukan tindak pidana-tindak pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 104,106, 107 dan 108 KUHP. Wirjono Prodjodikoro mengatakan sebagai bijzondere deelneming atau sebagai keturut sertaan yang sifatnya khusus. 88 yang dimaksud dengan keturut sertaan yang sifatnya khusus tersebut oleh Wirjono Prodjodikoro tidak dijelaskan lebih lanjut. Barang kali maksud pengertian yang disebutkan oleh Wirjono Prodjodikoro tersebut adalah bahwa permufakatan jahat tersebut memiliki kemiripan dengan keturut sertaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 KUHP, akan tetapi lebih bersifat khusus. Perbedaannya bahwa keturut sertaan dalam Pasal 55 KUHP para pelaku telah melakukan tindak pidana yang dilarang tersebut, sedangkan dalam permufakatan jahat tindak pidana belum dilakukan oleh pelaku. Jadi yang dihukum atau yang merupakan tindak pidana disini adalah niat yang ditandai adanya kata sepakat dari dua orang atau lebih untuk melakukan tindak pidana dalam ketentuan Pasal 104,106,107 dan 108 KUHP. Meskipun tindak pidana belum terlaksana tidak berarti permufakatan jahat sama dengan tindak pidana percobaan poging sebagaimana yang diatur dalam 87 P. A.F.Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Sinar Baru, Bandung, 1986, halaman 90. 88 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003, halaman 202. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pasal 53 KUHP. Dalam tindak pidana percobaan harus memenuhi 3 unsur yaitu niat, permulaan pelaksaan dan perbuatan tersebut tidak jadi selesai diluar kehendak pelaku. Apabila melihat rumusan tindak pidana permufakatan jahat, maka niat dalam permufakatan jahat telah dapat dihukum. Karena perbuatan persiapan voorbereiding dalam permufakatan jahat sendiri belum ada. Melihat bentuk dari permufakatan jahat tersebut timbul pertanyaan, mengapa permufakatan jahat terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 104,106,107 dan 108 KUHP harus dijatuhi hukuman? Hal ini dikarenakan pembuat undang-undang memandang kejahatan-kejahatan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 104,106,107 dan 108 KUHP tersebut telah dipandang sebagai kejahatan yang serius dan sangat berbahaya terutama terhadap keselamatan Negara. Oleh karena itu kejahatan yang disebut staatsgevaarlijke misdrijven kejahatan terhadap keselamatan Negara, sudah harus dicegah atau diberantas pada waktu kejahatan itu masih pada tingkat persiapan. Sesungguhnya dalam hukum pidana niat saja tidaklah dapat dihukum, akan tetapi karena kejahatan seperti yang disebutkan dalam Pasal 104,106,107 dan 108 dianggap sebagai kejahatan yang serius, maka dibuatlah tindak pidana permufakatan jahat terhadap pasal-pasal tersebut sebagai tindak pidana. Ketentuan ini yaitu permufakatan jahat dapatlah dikategorikan sebagai UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tatbestandausdehnungsgrund yang artinya dasar yang memperluas rumusan delik atau memperbanyak jumlah delik. 89 Karena delik pokoknya adalah ketentuan dalam Pasal 104,106, 107 dan 108 KUHP, sedangkan permufakatan adalah delik tambahan atau perluasan dari delik pokok tersebut. Sama halnya dengan tindak pidana percobaan poging juga merupakan Tatbestandausdehnungsgrund dari delik pokoknya. Misalnya percobaan dalam tindak pidana pencurian, disini pidana pokoknya adalah pencurian Pasal 362 KUHP sedangkan percobaan terhadap pencurian tersebut telah pula dianggap sebagai delik, inilah yang dimaksud dengan perluasan delik tersebut. Dalam perkembangan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, ternyata tindak pidana permufakatan jahat ini juga dimasukkan dalam ketentuan undang-undang pemberantasan Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 132 ayat 1. Mengenai pengertian Permufakatan Jahat ternyata Undang-Undang Nomor 35 Ttahun 2009 memberikan pengertian sendiri. Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 18 yang isinya sebagai berikut : Permufakatan jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika. 89 A.Z.Abidin Farid dan Andi Hamzah, Bentuk-bentuk Khusus Perwujuduan Delik dan Hukum Penintensier, Raja Grafindi, Jakarta, 2006, halaman 25. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pengertian Permufakatan jahat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 18 tersebut juga memiliki pengertian yang sama dengan Pasal 88 KUHP. Hanya saja dalam Pasal 1 angka 18 ada tambahan yaitu adanya frasa “perbuatan” dan frasa “ bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan”. Penambahan frasa “bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan”, dirasa bahwa tindak pidana narkotika yang telah terjadi semakin meluas, dimana tidak lagi diakukan secara perseorangan melainkan melibatkan banyak orang. Tindak Pidana Permufakatan Jahat dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 diatur dalam Pasal 132 ayat 1 sampai dengan ayat 3, yaitu : Pasal 132 1 Percobaan atas permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakuknya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 13 sepertiga. 3. Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 dua puluh tahun. Permufakatan jahat ini diatur secara khusus yaitu hanya terhadap kejahatan-kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 126, dan Pasal 129. Artinya tindak pidana Permufakatan Jahat tidak dapat diberlakukan untuk semua tindak pidana yang ada dalam undang-undang narkotika tersebut. Pasal-pasal yang berkaitan dengan permufakatan jahat jual beli Narkotika yang diatur secara khusus diatas adalah Pasal 114, Pasal 119, Pasal 124, dan Pasal 129, yaitu : 1. Pada Pasal 114 ayat 1 , Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan Pasal 114 ayat 2 Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi 5 lima batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 enam tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. 2. Pada Pasal 119 ayat 1, Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah dan Pasal 119 ayat 2 Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. 3. Pada Pasal 124 ayat 1, Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan Pasal 124 ayat 2 Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. 4. Pada Pasal 129 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum: a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Menurut undang-undang, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu : a. Narkotika Golongan I narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika Golongan II narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Narkkotika Golongan III narkotika yang berkhasiat pengoatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan imu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. 90

B. Kasus 1. Perkara Register No. 675Pid.B2010PN.Mdn

Dokumen yang terkait

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Mengenai Penyalahgunaan Metilon Salah Satu Senyawa Turunan Katinona sebagai Tindak Pidana Narkotika)

0 85 174

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kurir Narkotika dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Perkara Nomor 139/Pid.B/2010/PN.Kbm )

3 111 106

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 47 117

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 19

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 11

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 0 7

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 0 1

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 SERTA PUTUSAN HAKIM DI PENGADILAN NEGERI KISARAN

0 0 9

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/201

0 0 38

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA TERHADAP TINDAK PIDANA PERMUFAKATAN JAHAT JUAL BELI NARKOTIKA (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675Pid.B2010PN.Mdn dan Putusan No. 1.366Pid.B2011PN.Mdn) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi

0 0 10