Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak kebendaan.

1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Asas ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan. 2. Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun, setiap orang harus menghormati hak tersebut. 3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk menyerahkan bendanya. 4. Asas mengikuti Droit de suite, bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya di tangan siapapun berada. 5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan 6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat ditentukan.

7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara

totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda. 8. Asas pelekatan asesi, yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda pokoknya. 9. Asas besit merupakan title sempurna, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini hanya berlaku bagi benda bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan asas-asas umum itu sebagai berikut: 30 30 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Hukum Benda”, Yogyakarta: Liberty, 1981, hal. 36-40. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum pemaksa Dwingend recht jadi tidak dapat disampingi. 2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat dipindahkan. 3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan. 4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek. 5. Asas tidak dapat dipisahkan Onsplitbaarheid, yang berhak tidak dapat memindahtangankan sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya. 6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda. 7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak gadai atas barang miliknya sendiri. 8. Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring. 9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya harus dengan pendaftaran di dalam register umum.

10. Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak kebendaan.

Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan yang ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari arti dan fungsi jaminan itu sendiri. Oleh karena tidak dapat menemukan rumusan tentang Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya dirumuskan sebagai berikut: “Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi”. 31 Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan perorangan jaminan pihak ketiga. Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum jaminan yaitu: “Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.” 32 Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam Darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah: “Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.” 33 Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok perjanjian kredit atau pembiayaan oleh debitur dan kreditur. Hukum jaminan dewasa ini masih bersifat dualistis, yaitu di samping masih berlaku ketentuan jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata yang berlaku sebagai hukum positif, juga berlaku ketentuan hukum jaminan adat yang biasanya dijumpai di pedesaan. Politik Perbankan Indonesia mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan tidak 31 Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. 32 J Satrio, ”Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 3. 33 Mariam Darus Badrulzaman, “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan”, Hukum Bisnis, volume 11. 2000. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 pada hukum adat, karena ketentuan hukum adat kurang memadai dan tidak tegas. 34 Dengan demikian dikenalnya lembaga perbankan dan pembiayaan, maka masyrakat adat semakin mengenal pula hukum jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata. Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. 35 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh debitur, maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang. Undang-undang sebenarnya telah memberikan fungsi jaminan sebagai sarana perlindungan bagi kreditur. Perlindungan terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata sebagai berikut: Pasal 1131: “Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Pasal 1132: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut 34 Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. 35 J Satrio, Op.cit, hal. 3. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.” Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan jaminan secara umum, dikatakan demikian oleh karena di sini undang-undang memberikan perlindungan yang sama bagi semua kreditur dalam hak dan kedudukan yang sama. Di sini berlaku asas paritas creditorum, di mana pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara proporsional sesuai dengan besar atau kecilnya piutang. Dikatakan jaminan secara umum juga oleh karena tidak ada perikatan secara khusus yang dibuat antara kreditur dan debitur untuk mengikat suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang disebut sebagai jaminan secara khusus. 36 Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan 36 Oey Hoey Tiong, Op.cit, hal. 14. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 Pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan Zakelijkezekerheids dan jaminan perorangan Persoonlijkezekerheids. Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 2, Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia merupakan kreditur yang preferen dan memiliki sifat zaaksgevolg. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya. 37 Jaminan Fidusia juga menganut asas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Menurut teori fidusia, pemberi fidusia menyerahkan secara kepercayaan hak miliknya sebagai jaminan hutang kepada penerima fidusia. Penyerahan hak milik atas benda Jaminan Fidusia tidaklah sempurna sebagaimana pengalihan hak milik dalam perjanjian jual beli. Yang ditonjolkan dalam penyerahan yuridis sudah terjadi. Sebagai hak kebendaan, Jaminan Fidusia mempunyai hak didahulukan terhadap kreditur lain Droit de Preference untuk mengambil pelunasan piutangnya 37 Tan Kamello, Op.cit, hal. 21-22. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia. 38 Ruang lingkup Jaminan Fidusia adalah jaminan terhadap benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan kepemilikannya secara hukum baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar yang tidak termasuk dalam lingkup jaminan Hak Tanggungan atau Hipotik. 39 Beberapa prinsip utama dalam Jaminan Fidusia yakni: a. Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya; b. Pemegang fidusia berhak untuk mengeksekusi barang jaminan jika ada wanpestasi dari debitor; c. Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang sudah dilunasi; d. Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pemberi fidusia. 40 Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali. Dengan demikian, dari apa yang telah disampaikan di atas, maka Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang dan hal ini juga sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 4 UUJF yaitu ”Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat 38 Ibid, hal. 29. 39 Bernadette Waluyo, ”Jaminan Fidusia UU No.421999”, Pro Justitia, Th XVIII No.3, Juli 2000, hal. 87. 40 Munir Fuady, Op.cit, hal. 151. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 menimbulkan hutang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam-meminjam maupun perjanjian lainnya. Berkaitan dengan asas dari Jaminan Fidusia tersebut, bahwa objek Jaminan Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitor cidera janji. Obyek yang terdapat di dalam jaminan fidusia meliputi: a. Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan; b. Benda berwujud dan tidak berwujud; c. Benda bergerak dan tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak Tanggungan, Hipotik; d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada; e. Benda persediaan inventory, stok barang dagangan. 41 Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, maka semua benda milik debitur, bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sebenarnya ketentuan ini sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitor. Akan tetapi, pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut: 1. Benda tidak khusus. Dalam hal ini di dalam Pasal 1131 KUHPerdata tidak menunjuk terhadap suatu barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitor 2. Benda tidak diblokir. Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut tidak dapat dialihkan kecuali dengan izin pihak kreditor. 41 Ibid, hal. 23. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 3. Jaminan tidak mengikuti benda. Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor, maka hak kreditor tetap melekat pada benda tersebut, terlepas di tangan siapa pun benda tersebut berada. 4. Tidak ada kedudukan preferens dari kreditor. Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata, maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus yang bersifat kebendaan, oleh hukum diberikan hak preferens. Artinya, kreditornya diberikan kedudukan yang lebih tinggi didahulukan pembayaran hutangnya yang diambil dari hasil penjualan benda jaminan hutang. 42 Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum. 43 Melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri yang sempurna dari Jaminan Fidusia, sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan right in rem yang menyandang asas droit de suite, yang berdasarkan ketentuan pada Pasal 20 UUJF. 42 Munir Fuady, “Pengantar Hukum Bisnis”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 138. 43 Tan Kamello, Op.cit, hal. 213. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 Hak kebendaan dari Jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya Sertifikat Jaminan Fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia yang bisa didaftarkan adalah Jaminan Fidusia yang mana pembebanan benda yang dijadikan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaril. Pendaftaran Jaminan Fidusia yang mana Jaminan Fidusianya tidak dibuat dengan akta notaril akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak dapat didaftarkan. Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum formalitas causa dan sebagai alat bukti. probationis causa. 44 Dengan demikian, Akta Jaminan Fidusia yang dibuat di bawah tangan akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak bisa didaftarkan karena Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta dibawah tangan masih dapat dipungkiri. Akta di bawah tangan juga tidak mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum. Konsekwensi yuridis dari tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perorangan Persoonlijke karakter. 45 Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya. 46 44 Sudikno Mertukusumo, “Hukun Acara Perdat”, Yogjakarta: Liberty ,1982, hal. 121-122. 45 Tan Kamello, Op.cit, hal. 30. 46 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan”, Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman R.I, 1980, hal. 47. Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008 Pendaftaran dilakukan setelah Akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pihak pemberi fidusia. Terhadap objek Jaminan Fidusia yang berada di luar wilayah Indonesia pendaftaran tetap dilakukan di mana kedudukan pemberi fidusia.

2. Konsepsional