2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer antara lain: tulisan atau pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan perjanjian, hukum jaminan, dan fidusia.
3. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer dan sekunder.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh
dengan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara yaitu: a.
Studi kepustakaan Library research. Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan
melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
b. Wawancara. Pedoman wawancara dengan nara sumber yang hanya berperan sebagai
informan. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai
pendukung penelitian hukum normatif dalam penulisan tesis ini.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
5. Analisis Data
Analisis data menurut Payton adalah ”sebuah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan kesatuan uraian dasar”.
54
Data sekunder yang telah diperoleh kemudian disistemasikan, diolah dan diteliti dan dianalisis dengan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif.
Menurut Lexy J Moleong, analsis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.
55
Sehingga dapat menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis tentang hasil dari penelitian ini.
Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
54
Patton, dalam Lexy J. Moleong, Op.cit, hal. 103.
55
Ibid, hal. 248.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
BAB II HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
A. Momentum Yuridis Lahirnya Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 BN.No.5847 hal 1B-3B tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
56
Jaminan Fidusia adalah merupakan Lembaga Jaminan yang bersifat hak kebendaan. Hal ini dapat kita lihat dari pengertian jaminan fidusia yang menyebutkan
bahwa Jaminan Fidusia itu memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia.
Jaminan dapat dibedakan yakni jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan. Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. Sedangkan
hak perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud memberikan hak
verhaal hak untuk meminta pemenuhan piutangnya kepada kreditur, terhadap hasil
56
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
41
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Jaminan yang bersifat perorangan memberikan hak verhaal kepada kreditur, terhadap benda
keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Ciri khas dari jaminan kebendaan ialah dapat dipertahankan dimintakan pemenuhan terhadap
siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya.
Hak tersebut selalu mengikuti bendanya droit de suite; zaaksgevolg, dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya haknya tetapi juga kewenangan untuk
menjual bendanya dan hak eksekusi.
57
Sifat jaminan kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian asesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk
mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank. Perjanjian asesoir adalah
perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Fidusia merupakan contoh dari perjanjian yang bersifat asesoir. Fidusia adalah sifat jaminan
yang mengikuti perjanjian pokok. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, diatur mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran ini adalah merupakan untuk pertama sekali dalam sejarah hukum di Indonesia, karena sebelum
adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia, fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses pendaftaran, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran.
57
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 39.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pendaftaran fidusia di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses terjadinya
Perjanjian Jaminan Fidusia. Selain itu Pendaftaran Jaminan Fidusia berfungsi untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan dan
pendaftaran memberikan hak yang didahulukan preferen kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Di samping itu pendaftaran fidusia merupakan salah satu wujud
dari asas publisitas. Pasal 11 ayat 1 UUJF menyebutkan ”bahwa benda yang dibebani jaminan
fidusia wajib didaftarkan”. Pasal 11 ayat 2 UUJF menyebutkan ”dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah Negara Republik
Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tetap berlaku”. Pasal ini menyatakan dengan tegas bahwa Jaminan Fidusia itu wajib didaftarkan.
Pasal 14 UUJF menyebutkan: 1. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima
fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
2. Sertifikat jaminan fidusia yang merupakan salinan buku daftar fidusia memuat
catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2. 3.
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia.
Berdasarkan bunyi Pasal 14 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah merupakan momentum yuridis lahirnya Jaminan Fidusia. Dengan
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
lahirnya Jaminan Fidusia, maka secara yuridis apa yang berlaku dan apa yang diatur didalam Undang-Undang Jaminan Fidusia mengikat para pihak sebagai hukum yakni
bagi pemberi fidusia, penerima fidusia, bagi pihak ketiga dan Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai apa hak-hak dan kewajiban dari pihak penerima fidusia, pemberi
fidusia, pihak ketiga dan Kantor Pendaftaran Fidusia serta apa akibat-akibat yang timbul apabila tidak mematuhi Undang-Undang Jaminan Fidusia.
B. Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Jaminan Secara Tertulis
Bentuk perjanjian jaminan mengenai berbagai macam lembaga jaminan dalam praktek perbankan di Indonesia senantiasa disyaratkan dalam bentuk tertulis,
sebagaimana tampak dalam formulirmodel-model tertentu dari Bank atau dituangkan dalam bentuk akte Notaris.
58
Dalam UUJF dinyatakan dengan tegas pada Pasal 5 ayat 1, yaitu ”pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam Bahasa
Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia”. Sebelum UUJF ada, pembebanan Jaminan Fidusia diperbolehkan dengan akta
di bawah tangan, namun setelah berlakunya UUJF maka akta di bawah tangan tidak diperbolehkan lagi dalam hal pembebanan Jaminan Fidusia. Akta di bawah tangan
tersebut tidak bisa dipakai untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Oleh karena Pendaftaran Jaminan Fidusia hanya boleh dilakukan oleh
penerima fidusia atau kuasanya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan
58
Ibid, hal. 40.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Fidusia yang mana pernyataan pendaftaran itu dilakukan dengan Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Notaris.
Alasan undang-undang
menetapkan akte bentuk notaris adalah:
a. Akte Notaris adalah akte otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna. b.
Objek Jaminan Fidusia pada umumnya adalah benda bergerak. c.
Undang-undang melarang adanya fidusia ulang.
59
Secara teoritis, fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum Formalitas Causa dan sebagai alat bukti Probationis causa.
60
Namun, dari segi kekuatan pembuktian akta, akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian lahir sesuai
dengan asas acta publica probant seseipsa, sedangkan akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta di bawah tangan
masih dapat dipungkiri. Dengan demikian, akta Notaris mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum yang lebih besar dari pada akta di bawah tangan.
61
Menurut Stein, manfaatnya perjanjian fidusia dilakukan secara tertulis dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Si pemegang Jaminan Fidusia demi kepentingannya akan menuntut cara yang
paling gampang untuk dapat membuktikan adanya penyerahan tersebut terhadap si debitur. Hal demikian penting untuk menjaga kemungkinan si debitur
meninggal sebelum si kreditur dapat melaksanakan haknya. Tanpa adanya akta
59
Ratnawati W Prasodjo, Op.cit, hal. 723.
60
Sudikno Mertukusumo, Op.cit, hal. 130.
61
Tan Kamello, Op.cit, hal. 130.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
akan sulit baginya untuk membuktikan hak-haknya terhadap ahli waris dari debitur.
2. Dengan adanya akta akan dapat dicantumkan janji-janji khusus antara debitur
dan kreditur yang mengatur hubungan hukum mereka. Perjanjian secara lisan tidak akan dapat menentukan secara teliti jika menghadapi keadaan yang sulit
yang kemungkinan timbul. 3.
Perjanjian yang tertulis dari fidusia sangat bermanfaat bagi si kreditur, jika ia akan mempertahankan haknya terhadap pihak ketiga.
62
Adapun isi dari Akta Jaminan Fidusia itu sekurangnya-kurangnya memuat identitas para pihak pemberi dan penerima fidusia, data perjanjian pokok yang
dijadikan Jaminan Fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
63
Pada Akta Perjanjian Fidusia dilampirkan daftar perincian barang-barang yang dipakai sebagai Jaminan Fidusia. Di mana dinyatakan bahwa lampiran yang memuat
barang-barang itu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari akta tersebut.
64
Penyebutan secara rinci benda-benda yang dijadikan jaminan dalam jaminan fidusia berkaitan dengan asas spesialitas yang pada umumnya dianut dalam suatu
pendaftaran yang mana maksud dari asas spesialitas itu adalah agar barang-barang yang dijadikan jaminan jelas dan terang mengenai rinciannya, tahun pembuatannya,
62
Mr. P.A Stein, dalam Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 40.
63
Pasl 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
64
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 41.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
merknya, typenya, nomor mesinnya, nomor rangkanya, nomor polisi dan lain-lainnya. Kesemuanya itu untuk memberikan kepastian hukum kepada penerima fidusia dan
pihak lain yang berkepentingan.
C. Asas-asas Hukum Jaminan Fidusia
Secara etimologi kata, bahwa asas ini dapat diterangkan sebagai berikut: 1.
Dasar, alas, pondamen; misalnya batu yang baik untuk rumah. 2.
Suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir berpendapat dan sebagainya; misalnya bertentangan dengan asas-asas hukum pidana; pada
asasnya saya setuju dengan usul saudara. 3.
Cita-cita yang menjadi dasar perkumpulan, negara dan sebagainya; misalnya membicarakan asas dan tujuannya.
65
Selanjutnya kata asas ini di dalam Bahasa Inggris disebut ”principle” erat hubungannya dengan istilah ”principium” latin. Principium menurut asal katanya
adalah permulaan, awal, mula, sumber, asal, pangkal, pokok, dasar.
66
Kata principle mempunyai arti:
1. Sumber atau asal sesuatu;
2. Penyebab yang jauh dari sesuatu;
3. Kewenangan atau kecakapan asli;
4. Aturan atau dasar bagi tindakan seseorang;
5. Suatu pernyataan hukum, aturan dan kebenaran yang dipergunakan sebagai
dasar untuk menjelaskan suatu peristiwa.
67
65
WJS Poerwardaminta, ”Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka, 1983, hal. 60.
66
K.Prent, dalam Syamsul Arifin, ”Falsafah Hukum”, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum, 1992, hal. 104.
67
Syamsul Arifin, Ibid, hal. 140.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Salah satu unsur dari sistem hukum jaminan adalah asas hukum. Dalam UUJF, pembentuk undang-undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum
Jaminan Fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu asas hukum jaminan dapat ditemukan dengan mencarinya dalam pasal-pasal
yang ada di dalam UUJF. Pertama, adalah asas bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai
kreditur yang diutamakan dari kreditur lainnya. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 ayat 2 UUJF. Kedudukan yang diutamakan tersebut adalah hak untuk mengambil
pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
68
. Kedudukan yang diutamakan di dalam Jaminan Fidusia berbeda dengan kedudukan yang diutamakan dalam Lembaga Jaminan kebendaan lainnya yakni dapat
kita lihat dalam Lembaga Jaminan Hak Tanggungan.
69
UUJF tidak menyebutkan apakah hak didahulukan tersebut juga lebih rendah dari piutang negara. Jawaban ini terletak kepada pendekatan sistem hukum jaminan
kebendaan, artinya apabila Jaminan Fidusia merupakan sub sistem hukum jaminan kebendaan, secara analogi piutang negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
kreditur pemegang Jaminan Fidusia.
70
68
Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
69
Dalam penjelasan umum angka 4 Undang-undang Hak Tanggungan meyebutkan bahwa jika debitur cidera janji, kreditur hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang
dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak
mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
70
Tan Kamello, Op.cit, hal, 160-169.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Kedua, adalah asas bahwa Hukum Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Dalam ilmu
hukum asas ini disebut ”droit de suite atau zaaksgevolg”. Adanya pengakuan asas ini di dalam UUJF menunjukkan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan
zaakelijk recht bukan merupakan hak perseorangan persoonlijkrecht. Hak kebendaan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah ”hak mutlak
atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
71
Jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa kepada para kreditur, karena para kreditur memiliki hak preferen, yaitu hak untuk didahulukan
preference rights dari pada kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda yang menjadi objek jaminan.
Dalam kepailitan debitur, kreditur mempunyai kedudukan sebagai kreditur separatis. Sebagai kreditur separatis, ia dapat bertindak seolah-olah tidak ada kepailitan
pada debitur, karena kreditur dapat melaksanakan haknya untuk melakukan parate eksekusi.
Sedangkan dalam hal jaminan perorangan berbeda dengan jaminan hak kebendaan. Jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan
hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya.
72
Jaminan perorangan
71
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 24.
72
Ibid, hal. 48.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
ini tidak memberi hak preferensi kepada kreditur, sehingga apabila debitur pailit maka kreditur akan bersaing dengan kreditur lain dalam pemenuhan kewajiban debitur.
Hak perorangan tidak mempunyai karakter droit de suite. Jika terjadi tumbukan antara hak kebendaan dengan hak perorangan, maka pada asasnya hak kebendaan lebih
kuat dari hak perorangan. Dalam karakter droit de suite terdapat prinsip hak yang tua didahulukan dari hak yang muda, maka hak kebendaan dimenangkan dari hak
perorangan, tak peduli apakah hak kebendaan itu terjadinya lebih dulu atau lebih belakangan dari hak perorangan.
73
Pengakuan asas bahwa hak jaminan fidusia mengikuti bendanya dalam tangan siapapun benda itu berada memberikan kepastian hukum bagi kreditur pemegang
Jaminan Fidusia untuk memperoleh pelunasan hutang dari hasil penjualan objek Jaminan Fidusia apabila debitur pemberi Jaminan Fidusia wanprestasi. Kepastian
hukum atas hak tersebut bukan saja benda Jaminan Fidusia masih berada pada debitur pemberi Jaminan Fidusia bahkan ketika benda Jaminan Fidusia itu telah berada pada
pihak ketiga. Pemberlakuan
asas droit de suite tidak berlaku terhadap semua objek Jaminan
Fidusia, tetapi terdapat pengecualiannya yakni tidak berlaku bagi objek Jaminan Fidusia berupa benda persediaan.
Ketiga, adalah asas bahwa jaminan fidusia adalah perjanjian asesoir. Maksudnya adalah jaminan fidusia tiak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti
perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan
73
Ibid.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang atau sering dikenal dengan perjanjian kredit.
Konsekwensi dari perjanjian Asesoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku,
maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian asesoir juga ikut batal.
74
Asas asesoir membawa konsekwensi terhadap pengalihan hak atas piutang
yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. Beralihnya hak tersebut didaftarkan
oleh kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia.
75
Keempat, adalah asas bahwa Jaminan Fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada kontinjen. UUJF mengatakan bahwa pembebanan Jaminan
Fidusia dapat berupa hutang yang telah ada maupun hutang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu.
76
Hutang yang akan timbul di kemudian hari kontinjen, misalnya hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam
rangka pelaksanaan bank garansi.
77
Kelima, adalah asas yang mengatakan bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.
74
Munir Fuady, Op..cit, hal. 19.
75
Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
76
Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
77
Penjelasan Pasal 7 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan undang-undang ini menjamin
fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ikhwal benda yang dapat dibebani jaminan fidusia bagi pelunasan hutang.
78
Keenam, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap bangunanrumah yang terdapat diatas tanah hak milik orang lain. Dalam ilmu hukum
asas ini dikenal dengan asas pemisahan horizontal. Artinya benda-benda yang merupakan kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah
yang bersangkutaan. Oleh karena itu, setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.
79
Pemilik suatu tanah tidak selamanya berarti dia pemilik bangunan di atas tanah tersebut. Misalnya
mengenai rumah susun. Ketujuh, asas jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan
objek Jaminan Fidusia. Detail subjek Jaminan Fidusia berisi identitas pemberi dan penerima fidusia. Detail objek Jaminan Fidusia berisi uraian mengenai benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
80
Uraian secara detail terhadap subjek jaminan dan objek Jaminan Fidusia di dalam ilmu hukum dikenal dengan asas spesialitas.
78
Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
79
Penjelasan Umum angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
80
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Kedelapan, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek Jaminan Fidusia. Kewenangan hukum tersebut harus
ada pada saat Jaminan Fidusia didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Asas ini sekaligus menegaskan bahwa pemberi Jaminan Fidusia bukanlah orang yang wenang
berbuat. Dalam UUJF asas ini belum dicantumkan secara tegas. Hal ini berbeda dengan jaminan Hak Tanggungan yang secara tegas dicantumkan dalam Pasal 8
UUHT.
81
Kesembilan, asas bahwa Jaminan Fidusia wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
82
Dalam ilmu hukum disebut dengan asas publisitas.
83
Dengan adanya asas publisitas ini maka melahirkan adanya kepastian hukum dari Jaminan
Fidusia. Kesepuluh, asas bahwa benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak
dapat dimiliki oleh kreditur penerima fidusia sekalipun ada janji untuk memiliki benda tersebut apabila debitur cidera janji, maka batal demi hukum.
84
Kesebelas, asas bahwa Jaminan Fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran
Fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian.
85
81
Tan Kamello, Op.cit, hal. 169.
82
Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
83
Asas Publisitas adalah asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia harus didaftarkan, hal ini bertujuan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijaminkan sedang
dilakukan pembebanan jaminan.
84
Pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
85
Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Keduabelas, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikad baik te goeder trouw, in good faith. Asas itikad baik
di sini memiliki arti subjektif sebagai kejujuran bukan arti objektif sebagai kepatutan seperti dalam hukum perjanjian. Dengan asas ini diharapkan bahwa pemberi Jaminan
Fidusia wajib memelihara benda jaminan, tidak mengalihkan, menyewakan dan menggadaikannya kepada pihak lain.
86
Ketigabelas, adalah asas bahwa Jaminan Fidusia mudah untuk dieksekusi.
87
Kemudahan eksekusi ini dapat dilihat dengan adanya mencantumkan irah-irah ”Demi Keadilan Yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada Setifikat Jaminan
Fidusia. Dengan titel eksekutorial ini menimbulkan konsekwensi yuridis bahwa Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal penjualan benda Jaminan Fidusia, selain melalui titel eksekutorial,
dapat juga dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan.
88
D. Fungsi dan Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia
Dasar hukum pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 12 ayat 2 dan 3 UUJF.
89
Kemudian pasal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 39 UUJF yang menyebutkan ”Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud
86
Tan Kamello,Op.cit, hal. 170.
87
Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
88
Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
89
Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menyebutkan “untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta
dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Ayat 3 menyebutkan ”Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berada dalam lingkup tugas
Departemen Kehakiman.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
dalam Pasal 12 ayat 2 dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 1 satu tahun setelah undang-undang ini diundangkan.
Kantor Pendaftaran Fidusia untuk pertama kali ditetapkan di Jakarta.
90
Yang kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun
2000 dibentuklah Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di setiap wilayah ibukota provinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Wilayah kerja Kantor Pendaftaran
Jaminan Fidusia ini meliputi wilayah kerja kantor wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang bersangkutan.
91
Kemudian lebih lanjut diatur di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa salah satu fungsi Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah menyelenggarakan pelayanan hukum. Pemerintah kemudian dalam hal ini Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengatur tentang fungsi dari bidang pelayanan hukum di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia tertuang di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M-01.PR.07.10 Tahun 2005 dalam Pasal 45 ayat 1 yang
isinya ada menyebutkan bahwa ”Sub bidang pelayanan hukum umum mempunyai tugas melakukan pelayanan pendaftaran fidusia.
Dengan dibentuknya Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di wilayah ibukota provinsi maka wilayah kerja kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum untuk masing-masing propinsi dialihkan menjadi wilayah
90
Lihat, Pasal 12 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
91
Pasal 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara
Republik Indonesia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak asasi Manusia di propinsi yang bersangkutan.
92
Menurut Kamus Besar Indonesia, ”fungsi” dapat diartikan sebagai ”jabatan atau pekerjaan yang dilakukan”.
93
Sedangkan menurut Imu Negara, ”fungsi” dapat diartikan sebagai ”pelaksana dari suatu tujuan yang hendak dicapai”.
94
Jika dihubungkan dari pengertian fungsi di atas, maka fungsi Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah menyelenggarakan pelayanan hukum terhadap
Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk terciptanya tertib hukum di dalam masyarakat, sebagaimana maksud yang hendak dicapai di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Jika kita lihat dari fungsi tersebut, maka Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia hanya bersifat administratif saja.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ”peranan” dapat diartikan sebagai ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.”.
95
Berdasarkan pengertian peranan tersebut, maka peranan Kantor Pendaftaran Fidusia KPF adalah:
a. Peranan pasif
Peranan KPF yang bersifat pasif ini ada kaitannya dengan fungsi KPF yang bersifat administratif, maksudnya adalah bahwa KPF hanya menunggu siapa saja
yang mau mendaftarkan jaminan fidusianya kepada KPF, dan karenanya tidak aktif mencari siapa yang mau mendaftarkan Jaminan Fidusia ke KPF, walaupun
di dalam Pasal 11 UUJF, Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
92
Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara
Republik Indonesia.
93
”Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Cetakan ke-4, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal. 245.
94
Samidjo, “Ilmu Negara”, Bandung: Armico, 2002, hal. 216.
95
“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Op.cit, hal. 245.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
b. Peranan KPF yang bersifat aktif ini ada kaitannya dengan fungsi KPF yang
bersifat substantif, maksudnya adalah bahwa ketika ada yang mendaftarkan Jaminan Fidusianya ke KPF, maka KPF berhak melakukan pengecekan setiap
permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia yang masuk ke KPF. Dalam hal misalnya permohonan pendaftaran tidak mencantumkan apa yang disebutkan
dalam Pasal 13 ayat 2 dua UUJF seperti data perjanjian pokok yang dijaminkan, uraian fisik benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai
penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, maka pihak KPF akan mengembalikan kepada pemohon untuk diperbaiki kembali dan
kemudian kalau sudah benar akan diproses sampai keluar Sertifikat Jaminan Fidusianya.
96
Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia wajib melaporkan secara berkala, kepada
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia jumlah Sertifikat Jaminan Fidusia dan pencoretan
Jaminan Fidusia yang dikeluarkan tiap bulan, paling lambat tanggal 5 lima bulan berikutnya.
Berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: C.HT.01.10-
22, menyebutkan bahwa :
96
Jurani Sulaiman, “Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Suatu Penelitian Di Kantor Wilayah
Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara”, Tesis, Medan: Magister Ilmu Hukum,Universitas Sumatera Utara, 2006, hal. 48.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1. Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia di seluruh Indonesia dalam melakukan pendaftaran wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Persyaratan Pendaftaran Jaminan Fidusia, yang merupakan kelengkapan
data terdiri atas: 1 Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia kepada Menteri secara
tertulis dalam bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya;
2 Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
3 Salinan Akta Jaminan Fidusia, dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam
hal Akta Jaminan Fidusia dibuat dalam bahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia;
4 Surat kuasa apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa
asing; dan 5
Bukti biaya Pendaftaran Fidusia. b. Kantor Pendaftaran Fidusia tidak boleh melakukan penilaian terhadap
kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan Pendaftaran Fidusia. c. Kantor Pendaftaran Fidusia hanya melakukan pengecekan data yang
tercantum dalam pernyataan Jaminan Fidusia apakah sudah sesuai dengan data yang tercantum dalam Akta Jaminan Fidusia, meliputi:
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1 Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, khusus untuk kolom
penerima fidusia tidak boleh diisi pihak lain seperti kuasa atau wakilnya;
2 Tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan
Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia; 3
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 4
Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; 5
Nilai penjaminan; dan 6
Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; serta 7
Tidak dipersyaratkan harus melampirkan bukti hak atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, seperti: invoice, faktur, kwitansi
pembelian BPKB, dan sebagainya. Dalam hal bukti hak tidak dapat diganti dengan surat pernyataan dari pemberi fidusia yang
menyatakan bahwa benar benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah miliknya dan surat pernyataan tersebut dilampirkan, apabila
penerima fidusia kreditur telah sepakat dan dituangkan dalam Akta Jaminan Fidusia.
d. Kantor Pendaftaran Fidusia mengecek apakah pernyataaan Pendaftaran
Jaminan Fidusia atau pernyataan perubahan Jaminan Fidusia sudah ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya.
2. Khusus tentang pengecekan data atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia harus dapat membedakan antara hak
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
kebendaan dan hak perorangan. Oleh karena objek Jaminan Fidusia bersifat kebendaanagunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan. Sehingga termin
proyek, sewa, kontrak, atau pinjam pakai, serta hak perorangan lainnya bukan merupakan pengertian benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
3. Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia di seluruh Indonesia dalam melakukan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Persyaratan perubahan hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan
fidusia,yang merupakan kelengkapan data, terdiri atas : 1
Permohonan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh
penerima fidusia, kuasa atau wakilnya; 2
Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang akan diubah; 3 Pernyataan perubahan Jaminan Fidusia yang ditandatangani oleh
penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya; 4
Salinan perubahan Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta Notaris atau akta di bawah tangan, dalam bahasa Indonesia. Dalam hal salinan
perubahan tersebut dibuat dalam bahasa asing, harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia;
5 Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa
asing; dan 6
Bukti biaya permohonan perubahan.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
b. Perubahan atas Sertifikat Jaminan Fidusia dapat diajukan oleh pemohon
penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya yang berbeda dengan permohonan pada saat Pendaftaran Fidusia;
c. Dalam hal perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat
Jaminan Fidusia dilakukan dengan akta Notaris, maka akta perubahan tersebut dapat dibuat di hadapan Notaris yang berbeda dengan Notaris
sebelumnya yang membuat Akta Jaminan Fidusia; d.
Kantor Pendaftaran Fidusia tidak boleh melakukan penilaian terhadap hal- hal yang dicantumkan dalam pernyataan perubahan Sertifikat Jaminan
Fidusia; e. Kantor Pendaftaran Fidusia hanya melakukan pengecekan data yang
tercantum dalam pernyataan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia apakah sudah sesuai dengan data yang tercantum dalam Akta Perubahan Jaminan
Fidusia, meliputi data mengenai hal-hal yang diubah dan data mengenai perubahannya, yaitu:
1 Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, khusus untuk kolom
penerima fidusia tidak boleh diisi pihak lain seperti kuasa atau wakilnya;
2 Tanggal, nomor Akta Perubahan Jaminan Fidusia, nama dan tempat
kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia; 3
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 4
Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
5 Nilai penjaminan; atau
6 Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
4. Bahwa Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di setiap ibukota propinsi wilayah
Republik Indonesia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan
Fidusia wajib memperhatikan kelengkapan data, terdiri dari atas: a. Permohonan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia
kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
b. Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang akan dimintakan permohonan
penghapusan atau pencoretan; c.
Pernyataan hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia atau pelepasan hak atas Jaminan Fidusia atau musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia oleh penerima fidusia, termasuk terjemahan pernyataaan tersebut ke dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing;
d. Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing; dan
e. Permohonan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia tidak
dikenakan biaya. 5.
Bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia pada kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia dalam memperoses sertifikat
pengganti wajib memperhatikan kelengkapan data, terdiri atas:
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
a. Permohonan sertifikat pengganti kepada menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau
wakilnya; b.
Sertifikat Jaminan Fidusia yang rusak; c. Surat keterangan kehilangan Sertifikat Jaminan Fidusia dari Kepolisian
Repubik Indonesia Minimal Kepolisian SektorPolsek; d. Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan
surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing; e.
Bukti biaya permohonan penggantian Sertifikat Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang.
6. Bahwa dalam rangka tertib administrasi dan memenuhi asas publisitas serta
untuk menghindari terjadinya fidusia ulang, Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh
Indonesia wajib: a.
Membuat data base tentang registrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksudkan dalam Surat Direktur Jenderal Administrasi
Hukum Umum Nomor: C.UM.02.02-31 tanggal 8 Juli 2002, untuk bahan laporan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum;
b. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dalam bentuk buku laporan dan disket atau CD-Room, dilengkapi dengan lampiran pernyataan pendaftaran jaminan fidusia,
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
pernyataan perubahan sertifikat jaminan fidusia, surat keterangan penghapusan atau pencoretan sertifikat jaminan fidusia dan atau surat
keterangan sertifikat pengganti. c.
Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai: 1
Jumlah pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia; 2
Jumlah pernyataan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia; 3 Jumlah surat keterangan penghapusan atau pencoretan Sertifikat
Jaminan Fidusia; 4
Jumlah sertifikat pengganti. 7.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia, dalam hal mengecek benda objek Jaminan Fidusia, sebagai berikut:
a. Bangunan yang didirikan di atas tanah hak milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia dengan syarat:
1 Ada bukti kepemilikan bangunan yang terpisah dengan kepemilikan
tanah; 2
Ada izin dari pemilik tanah. b. Bangunan yang didirikan di atas tanah dengan sertifikat hak pengelolaan
dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia dengan syarat: 1
Ada Akta Jual Beli bangunan; 2
Ada izin dari pihak yang memegang hak pengelolaan;
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
3 Ada pernyataan dari Bank yang bersangkutan penerima fidusia bahwa jika status tanah tersebut ditingkatkan dari hak pengelolaan
menjadi Hak Milik atau Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan, maka penerima fidusia harus mengajukan permohonan penghapusan
Sertifikat Jaminan Fidusia. 8.
Penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya dapat mengajukan permohonan mutasi arsipbuku daftar fidusia antar Kantor Pendaftaran Fidusia apabila pemberi
fidusia pindah alamat atau tempat kedudukan yang berbeda dengan wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dikeluarkannya Sertifikat Jaminan Fidusia
dengan syarat: a.
Permohonan diajukan kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya,
melalui Kantor Pendaftaran Fidusia yang menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia;
b. Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan;
c. Salinan perubahan Akta Jaminan Fidusia;
d. Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan dalam surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing;
e. Permohonan mutasi antar kantor pendaftaran fidusia tidak dikenakan biaya.
9. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan tentang pencabutan
arsipbuku daftar fidusia untuk disampaikan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan atau domisili yang baru dari pemberi fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
10. Kantor Pendaftaran Fidusia, berdasarkan permohonan penerima fidusia memberikan keterangan pada buku daftar fidusia bahwa Sertifikat Jaminan
Fidusia yang bersangkutan telah dimutasikan berdasarkan Surat Keterangan disebutkan tanggal dan nomornya.
11. Penerima fidusia menyampaikan berkas yang dicabut dan mengajukan permohonan perubahan kepada Menteri melalui Kantor Pendaftaran Fidusia di
tempat kedudukan atau domisili yang baru dari pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, atau
wakilnya, dengan melampirkan: a.
Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang akan diubah; b.
Pernyataan perubahan Jaminan Fidusia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
c. Salinan perubahan Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta Notaris atau
akta di bawah tangan, dalam bahasa Indonesia. Dalam hal salinan perubahan tersebut dibuat dalam bahasa asing, harus diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia; d. Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan
surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing; e.
Bukti biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia.
97
97
Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: C.HT.01.10-22
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
E. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
Prosedur dan tata cara Pendaftaran Fidusia dapat kita lihat dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pendaftaran Fidusia, yakni: 1.
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2. Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia melalui kantor oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia.
3. Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
4. Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
dilengkapi dengan: a.
Salinan akta Notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia; b.
Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan Pendaftaran Jaminan fidusia;
c. Bukti pembayaran biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.
5. Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan dengan mengisi formulir
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dilakukan dengan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya: 1.
Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi: Nama lengkap;
Tempat tinggaltempat kedudukan; Pekerjaan.
2. Tanggal dan nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat akta jaminan fidusia
3. Data perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin
dengan fidusia. 4.
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia Lihat penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999.
5. Penjamin.
6. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Dengan didaftarkannya dan dicatatkannya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran,
maka pada saat itu pulalah lahirnya Jaminan Fidusia tersebut maka dengan sendirinya hak kebendaan akan melekat.
Adapun ciri-ciri hak kebendaan dan hak perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoem Sofyan, adalah:
1. Hak kebendaan merupakan hak mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
2. Hak kebendaan itu mempunyai Zaaksgevolg atau Droit de suite hak yang
mengikuti artinya hak itu terus mengikuti bendanya di manapun juga dalam tangan siapapun juga barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang
mempunyainya. Sedangkan pada perseorangan tidak demikian halnya, hak perseorangan hanya dapat melakukan mempertahankan hak tersebut terhadap
seseorang, dengan adanya pemindahan hak atas benda tersebut maka lenyaplah, berhentilah hak perorangan tersebut.
3. Sistem yang terdapat pada hak kebendaan adalah mana yang lebih dulu
terjadinya, itu tingkatannya lebih tinggi dari pada yang terjadi kemudian. Pada hak perorangan mana yang lebih dulu terjadi kemudian itu sama saja
tingkatannya, dalam hak perorangan tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi.
4. Hak kebendaan mempunyai Droit de preference hak terlebih dahulu vruchtgebruiknya dapat dilakukan terhadap siapapun, tidak dipengaruhi
Faillissement. Tidak demikian dengan hak perorangan, dalam hal jatuh pailit maka orang yang mempunyai hak perseorangan itu membagikan aktiva yang
masih ada secara porsi masing-masing, seimbang dengan besarnya hak perseorangannya.
5. Hak kebendaan gugatannya itu disebut gugatan kebendaan, dan gugatan-gugatan tersebut dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang menggangu haknya. Pada
hak perorangan ini, orang hanya dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lawannya wederpartij.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
6. Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan. Pada hak perorangan kemungkinan untuk memindahkan hak
perorangan itu terbatas.
98
F. Hambatan-hambatan Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia
1. Hambatan Substantif