Analisis Kasus Studi Kasus Bank Mandiri ECW Neloe, Mantan Dirut Bank Mandiri

Penyertaan Modal Negara pada modal saham Bank Mandiri antara lain berasal dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, Penyertaan Modal Negara tersebut mengandung arti pemisahan kekayan negara yang dipisahkan, dipisahkan dari sistem pengelolaan dan pertanggung jawaban APBN. Modal yang telah disetor pada BUMN Persero Bank Mandiri akan menjadi harta kekayaan Bank Mandiri selaku badan hukum yang mandiri dan selanjutnya tunduk pada mekanisme berdasarkan hukum korporasi. Dengan demikian maka modal pemerintah pada Bank Mandiri akan diperlakukan sama seperti investor lain selaku pemegang saham. Yang mempengaruhi terhadap kontrol perusahaan adalah jumlah saham yang dimiliki, semakin besar persentase kepemilian saham terhadap perusahaan maka akan semakin besar pula kewenangan untuk mengendalikan perusahaan melalui mekanisme RUPS.

4. Analisis Kasus

Mencermati kasus ECW Neloe pada Bank Mandiri sungguh menarik oleh karena pihak-pihak yang terlibat menangani kasus hukum ini mengajukan berbagai argumentasi hukum untuk memperkuat dalil-dalilnya. Berbagai peraturan perundang-undangan dikemukakan, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sekarang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, belum lagi doktrin-doktrin hukum dari para ahli hukum terkenal sampai dengan ahli filsafat dunia, seperti yang dikemukakan oleh PengacaraPenasehat Hukum ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan M Sholeh Tasripan, OC Kaligis Associates, 221 dalam di awal pembelaannya menulis: ..Yves R Simon, adalah salah seorang ahli filsafat dunia yang banyak menulis buku. Buku-bukunya antara lain berjudul “The Traditional of Natural Law, Practical Knowledge, A Critique of Moral Knowledge”. Buku itu diterbitkan oleh Fordham Universiry Press New York. Berikut kutipan sang ahli mengenai justice atau keadilan: “One can define justice only if one has judged that to each should be rendered his due”, yang terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut: “Keadilan baru dapat tercapai, apabila setiap pelaku diadili secara benar”. Disini tersirat dengan jelas bahwa PengacaraPenasehat Hukum ECW Neloe cs dari sudut pandangnya merasa proses hukum dilakukan tidak dengan benartidak pada semestinya. Apakah demikian? Pemahaman tentang pengertian keadilan sangat sulit ditemukan arti keadilan yang dapat diterima oleh semua kalangan, oleh karena adil bagi satu orang belum tentu dirasakan adil oleh yang lain. Namun demikian, proses untuk menemukan keadilan harus ada batas akhirnya untuk menjamin adanya kepastian hukum. 221 OC Kaligis, Kumpulan Kasus Menarik 1, Jakarta: OC Kaligis Associates, 2007, hlm. 567 Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 Argumen-argumen hukum yang dikemukakan para pihak yang terlibat dalam proses hukum ECW Neloe antara lain diajukan oleh: a. Jaksa Penuntut Umum mendakwa 222 ECW Neloe cs atas dasar adanya kerugian negara sebagaimana dirumuskan Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi tidak ada yang salah. Perumusan pengertian Keuangan Negara dalam undang-undang tersebut menganut paham pengertian Keuangan Negara yang luas, yaitu bahwa Penyertaan Modal Negara pada Bank Mandiri merupakan kekayaan negara. Sehingga apabila Bank Mandiri selaku BUMN Persero yang modalnya dari Penyertaan Modal Negara yang dipisahkan yang berasal dari APBN mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, maka disitu patut diduga adanya kerugian negara. Sepanjang Pasal-pasal yang terkait pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum dicabut maka selama itu pula pihak Kejaksaan memiliki dasar hukum. b. PengacaraPenasehat Hukum ECW Neloe cs mengajukan pembelaan dengan menitik beratkan pada argumentasi hukum 223 bahwa yang dilakukan oleh 222 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Primer: Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, Subsidiar: Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP, Lebih Subsidiar: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, Lebih Subsidiar lagi: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP 223 Kesimpulan pembelaan PengacaraPenasehat hukum ECW Neloe, OC Kaligis Associates, angka 2: Bahwa perbuatan-perbuatan Para Terdakwa hanya merupakan sebagian dari proses pemberian kredit kepada PT CGNPT Tahta Medan, baik dalam pemberian Fasilitas Bridging Loan, maupun pada pemberian fasilitas kredit investasi, novasi sampai dengan rescheduling. Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 ECW Neloe dengan Bank Mandiri sebagai subyek hukum yang mandiri melakukan perbuatan hukum dalam ranah hukum privat yaitu melakukan pengikatan kredit antara kreditur dengan debitur dengan barang jaminan. Apabila dalam transaksi bisnis antara mereka tedapat salah satu pihak wanprestasi maka harus juga diselesaikan dengan mekanisme hukum privat bukan hukum pidana korupsi. Hal ini terlihat jelas dalam pembelaan yang diajukan: 224 ..andaikatapun perbuatan-perbuatan Para Terdakwa dianggap sebagai perbuatan-perbuatan yang tidak tunduk pada hukum Perdata - quod non -, maka tidaklah tepat apabila perbuatan Para Terdakwa masuk dalam area hukum Pidana, khususnya dalam kaitan Tindak Pidana Korupsi.. Penulis sependapat dengan argumentasi hukum yang diajukan, namun demikian pembahasan teori-teori hukum korporasi menyangkut pembelaan direksi ECW Neloe klien yang dibela menjabat sebagai Direksi Bank Mandiri pada waktu kasus terjadi melalui prinsip-prinsip business judgmen rule tidak mendapat porsi yang memadai dalam pembelaan yang dilakukan oleh PengacaraPenasehat Hukum ECW Neloe. Apakah pembelaan yang demikian ini masuk pada strategi pembelaan tidak terungkap dengan jelas. Namun demikian hasilnya dapat diketahui dari putusan Majelis hakim tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan terdakwa. Meski putusan dicapai melalui dissenting opinion, putusan akhirnya adalah membebaskan terdakwa dengan pertimbangan hukum yang dominan seperti 224 OC Kaligis Associates, Op.cit, hlm.617 Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 yang diajukan oleh Pengacarapenasehat hukum terdakwa ECW Neloe. Atas putusan tersebut pihak Kejasaan Agung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. c. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Majelis kasasi Mahkamah Agung yang diketuai Ketua MA Bagir Manan, dalam putusan Nomor 1144 KPid2006 mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Majelis menyatakan Neloe, Pugeg, dan Tasripan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Masing-masing dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam konteks putusan MA tersebut penulis membatasi bahasan terkait putusan MA tersebut dengan tanggung jawab Direksi Bank Mandiri pada pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya khususnya selaku pemutus akhir pemberi kredit kepada PT CGN berdasarkan prinsip-prinsip pembelaan direksi yang berlaku dalam hukum korporasi melalui mekanisme business judgment rule. Menjadi tugas direksi memimpin operasional perusahaan sehari-hari untuk mengejar keuntungan. Namun apakah demikian mengelola perusahaan pasti mendapatkan keuntungan? Tidak seorang pun dapat memastikan dan menjamin setiap usaha akan selalu mendapatkan keuntungan atau kalau di bidang jasa keuangan perbankan bahwa setiap Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 pemberian kredit kepada si berhutang akan selalu lancar pengembaliannya. Bisnis pada dasarnya adalah risiko, bagaimana jika perusahaan mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya? Apakah direksi harus selalu bertanggung jawab? Adalah tidak adil apabila perusahaan mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya direksi harus selalu bertanggung jawab. Direksi yang telah melaksanakan tugas dengan baik, penuh dengan kehati- hatian, melaksanakan secara profesional dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar Perusahaan, aturan perusahaan apabila perusahaan tetap mengalami kerugian, maka direksi harus dilindungi. Memperhatikan hal-hal tersebut menarik untuk menganalisis Keputusan Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa dan menghukum ECW Neloe, I wayan Pugeg, dan M Sholeh Tasripan selaku Direksi Bank Mandiri, karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada Bank Mandiri. ECW Neloe dalam kedudukannya sebagai Direktur Utama Bank Mandiri berdasarkan undang-undang Perseroan Terbatas adalah merupakan subyek hukum yang bertanggung jawab dalam pengurusan Bank Mandiri dan representasi keluar. Bank Mandiri sebagai badan hukum merupakan subyek hukum mandiri persona standi in judicio, penyandang hak dan kewajiban yang diakui hukum sebagai layaknya manusia sebagai subyek hukum natuurlijk persoon, dapat melakukan transaksi-transaksi bisnis seperti jual beli, sewa menyewa dsb. Berdasarkan teori Organ badan Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 hukum ini adalah ciptaan manusia rechtpersoon, personalitas badan hukum ini diakui oleh negara yang dalam gerak operasionalnya diwakili oleh direksi sebagai organ perseroan. Pertimbangan hukum 225 yang utama dari hakim Agung yang memeriksa kasus ECW Neloe menilai, bahwa direksi selaku pemutus kredit tidak bertindak dengan hati-hati, jujur dan cermat dalam memutus pemberian kredit kepada PT CGM. Kredit diajukan oleh PT CGN cukup besar senilai Rp160.000.000.000,- seratus enam puluh milyar. Sesuai dengan standar operational procedure yang ada di Bank Mandiri diperlukan analisis kredit yang mendalam memerlukan waktu sekitar satu bulan, dalam kenyataan direksi selaku pemutus kredit mengambil keputusan dalam waktu yang singkat dua hari. Sementara itu Peraturan Bank Mandiri mengenai penyaluran kredit sebagaimana diatur dalam artikel 520 Kebijakan Perkreditan PT. Bank Mandiri KPBM Pebruari 2000, yang mengatur : Mengingat tanggung jawab pemutus kredit tersebut di atas berkaitan erat dengan kemungkinan 225 Putusan Kasasi MA No. 1144 KPid2006, angka 2, hlm.3 menyatakan: Bahwa kenyataannya para Terdakwa selaku pemutus kredit telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum sebagaimana tersebut di atas pada saat menyetujui pemberian kredit kepada PT, Cipta Graha Nusantara yang tertuang dalam Nota Analisa Kredit Bridging Loan No. CGR.CRM3142002 tanggal 23 Oktober 2002 perihal Permohonan fasilitas Bridging Loan yang diajukan oleh saksi Edyson selaku Direktur Utama PT. Cipta Graha Nusantara sejumlah Rp.160 milyar yang mana para Terdakwa tidak memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan Pemohon kredit, karena pada tanggal 23 Oktober 2002 Terdakwa E.C.W. NeIoe memanggil saksi Fachrudin Yasin ke ruang kerjanya dan pada saat itu saksi Susanto Lim Pemilik Domba Mas Group ada di Ruang Kerja Terdakwa. Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 suatu debitur menjadi tetap lancar atau menjadi bermasalah, kepada para officer pemutus kredit diminta melaksanakan hal-hal sebagai berikut : Memastikan bahwa setiap kredit yang diberikan telah memenuhi norma-norma umum perbankan dan telah sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu : a. Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit PPK; b. Memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit; c. Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah. Majelis hakim Kasasi berpendapat 226 berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya para Terdakwa selaku pemutus kredit sebelum menyetujui pemberian kredit haruslah mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam untuk memperoleh keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai yang diperjanjikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perban kan. ECW Neloe selaku Direksi Bank Mandiri dalam prinsip fiduciary of duty merupakan orang yang dipercaya oleh pemegang saham untuk melakukan pengurusan Bank Mandiri dengan itikad baik dan hati-hati serta kejujuran. Selaku Direksi ECW Neloe tidak hanya bertanggung jawab melakukan pengurusan untuk kepentingan dan tujuan Bank Mandiri tetapi 226 Ibid, hlm.3 Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 juga tugas representasi baik di dalam maupun diluar pengadilan. Dalam kenyataannya ECW Neloe selaku pemutus kredit tidak melakukan itu. Memutus kredit dalam waktu yang singkat, 227 bertindak sembrono dan tidak 227 Ibid, hlm. 163-166: Bahwa ternyata terbukti dipersidangan, Terdakwa dalam proses dan pemutusan pemberian kredit pada PT. Cipta Graha Nusantara, telah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perbankan UU No. 10 Tahun 1998 dan Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri KPBM tahun 2000 yaitu melanggar asas kehati-hatian dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dimana asas kehati-hatian Bank harus memenuhi 5 C yaitu : Character, Condition of econ ari, Terdakwa sebagai pemutus kredit menyetujui . Put. No. 1144 KPid2006 perkreditan yang sehat, hal mana h didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat, an fakta dan data yang disampaikan debitur; Ketidakc D 10.855.298,52 equivalen dengan Rp. ha Nusantara ternyata lebihi 1 milyar harus ada audit dari Akuntan Publik Terdaftar” ; omy, Capital, Collateral, dan Capacity, dan tujuan pemberian kredit adalah harus pada sektor produktif dan dalam rangka pemberian kredit, Bank harus ada analisis yang mendalam, ada kemampuan untuk pengembalian dari pihak debitur dan tidak melanggar asas perkreditan yang sehat. Bahwa perbuatan Terdakwa yang menyetujui pemberian kredit pada PT. Cipta Graha Nusantara yang tertuang dalam nota analisis Kredit Bridging Loan No. CGR RM 3142002 tanggal 23 Oktober 2002 yang hanya diproses dalam waktu 2 h memberikan kredit dengan tidak memenuhi norma-norma umum perbankan dan tidak sesuai dengan asas kehati-hatian dan asas Hal. 163 dari 185 hal telah melanggar Artikel 520 KPBM 2000, yaitu : 1 Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit PPK ; 2 Memastikan bahwa pemberian kredit tela dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit ; 3 Meyakini bahwa kredit yang akan diberikan dapat dilunasi pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah ; Dalam proses dan pemutusan pemberian kredit, Terdakwa telah menyetujui analisis kredit yang dibuat saksi Susana Indah Kris Indriati yang dibuat dalam 1 satu hari yang jelas secara prosedural telah menyimpang dari kebiasaanketentuan yang membutuhkan waktu minimal 1 minggu sd 1 bulan. Perbuatan Terdakwa yang tidak menilai data dan fakta sesuai dengan Undang-Undang, yang mengakibatkan analisis dilakukan dengan tidak cermat, keliru, yang jelas melanggar asas kehati-hatian Pasal 2 UU No. 71992 yang telah diubah dengan UU No. 101998 tentang PerbankanArtikel 530 KPBM tahun 2000, yaitu pemutus kredit harus bertindak hati-hati sesuai dengan asas kehati-hatian UU Perbankan dan secara cermat meneliti kebenar ermatan dan kekeliruan tersebut terlihat dan dicantumkannya nama PT.Manunggal Wiratama sebagai pemenang lelang, asset kredit atas nama PT. Tahta Medan, padahal kenyataan pemenang adalah PT. Tri Manunggal Mandiri Persada PT. TMMP ; Bahwa Terdakwa sebagai pemutus kredit tidak melakukan pertimbangan yang cukup tentang kelayakan jumlah permohonan kredit yang akan dibiayai Terdakwa tidak melakukan penelitian seksama berapa sesungguhnya harga asset kredit PT. Tahta Medan secara riil, namun langsung menyetujui bridging loan sebesar Rp. 160.000.000.000, sedangkan secara riil harga asset adalah Rp. 97.000.000.000,-yang sebenarnya dapat dibuktikan dari asset kredit PT. Tahta Medan yang dibeli oleh PT. Tri Manunggal Mandiri Persada PT. TMMP sejumlah US 97.000.000.000,-sehingga kelebihan kredit Rp. 63.000.000.000,-; PT. Cipta Gra tidak pernah menyetorkan kewajibannya self finacingsebesar Rp. 22.500.000.000,-dan gagal membeli sahamtake over PT. PengelolaInvestama Bank Mandiri ; Bahwa ketentuan KPBM PT. Bank Mandiri Bab VI Buku 15 ditegaskan bahwa : “debitur dalam pemberian kredit PT. Bank Mandiri “harus” mempunyai neraca laba rugi 3 tahun terakhir dan neraca tahun sedang berjalan atau neraca pembukuan bagi perusahaan yang baru berdiri” ; “dan untuk kredit yang me Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 hati-hati. Selaku profesional seharusnya sudah mengetahui dan patut harus menduga bahwa perbuatan Terdakwa dalam pemberian kredit pada saksi Edyson PT. CGN haruswajib memenuhi atau tidak melanggar undang- undang Perbankan UU No. 10 Tahun 1998 dan ketentuan khusus PT. Bank Mandiri yang dituangkan dalam KPBM. Pada saat terjadinya kasus Bank Mandiri undang-undang korporasi yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Prinsip-prinsip kehati-hatian dalam mengelola perusahaan telah diatur dalam Pasal 85 menetapkan: Bahwa Terdakwa sebagai pemutus kredit tidak memeriksa PT. Cipta Graha Nusantara merupakan perusahaan baru, ternyata tidak pernah menyerahkan neraca pembukuan, dan saham yang disetor hanya Rp. 600.000.000,-; Bahwa dalam KPBM ditegaskan : “Debitur harus menyerahkan daftar jaminan, status kepemilikan, dan harus ada pengikatan secara notariil sebelum kredit dikucurkan” ; Proses penyerahan daftar jaminan, oleh saksi Edyson dalam proses dan sampai pengucuran kredit, tidak melaksanakan ketentuan tersebut KPBM Bab IV Sub B bukti 3 b tentang pengikatannamun Terdakwa sebagai pemutus kredit tetap memberikan kredit bridging loan, sampai kredit investasi ; Bahwa didalam Nota Analisa Bridging Loan, sumber pelunasan kredit Bridging loan sejumlah Rp. 160 milyar dan kredit investasi yang akan diberikan dalam rangka refinancing pembelian asset kredit PT. Tahta Medan sebesar Rp. 165 milyar ; Terdakwa sebagai pemutus kredit, secara berturut-turut menyetujui Nota Analisa kredit tentang fasilitas kredit a.n. PT. Cipta Graha Nusantara sebesar Rp. 160 milyar dengan tujuan pembelian asset kredit BPPN a.n. PT. Tahta Medan dan Rp.5 milyar untuk pembangunan Tiara Tower Hotel; Bahwa didalam nota analisis ditegaskan tentang jaminan kredit yaitu : -Jaminan utama tagihan PT. Tahta sebesar USD 31.012.961,09 diikat dengan fiducia. -Jaminan tambahan 3 buah rumah, Ternyata dalam pelaksanaannya jaminan atas kredit tersebut sebuah rumah secara notariil baru diikat di notaris tahun 2005, tetapi tidak didaftarkan di BPN ; Pengikatan jaminan seharusnya dilakukan sebelumseketika dikirimnya kredit, dan pelaksanaannya ternyata jaminan diikat setelah terjadi masalah. Terdakwa jelas telah melakukan perbuatan yang melawan hukum bersama sama saksi Edyson, Cs ; Bahwa terbukti kredit investasi sampai perkara aquo disidik belum dilunasi, sehingga negara dirugikan, dan penyebabnya bukan karena hubungan keperdataan, atau wanprestasi tetapi karena terjadi pelanggaran atas asas kehati-hatian serta asas perkreditan yang sehat, yang dilakukan oleh Terdakwa ; Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 1 Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota direksi bertanggung jawab secara penuh 2 secara pribadi fiduciary relationship yang melahi kerugian tersebut disebab apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Dalam tugas pengurusan yang dilakukan direksi, Fred BG Tumbuan 228 mengatakan: tugas pengurusan perusahaan oleh undang-undang dipercayakan kepada direksi sehingga melahirkan “fiduciary responsibility pada direksi”. Maka tidak salah bilamana dikatakan bahwa antara perseroan dan direksi terdapat hubungan fidusia atau kepercayaan rkan “fiduciary duties” bagi direksi yaitu “ duty of loyalty and good faith” dan “duty of care, skill and diligence”. Berkaitan dengan tugas pengurusan perseroan yang dipercayakan kepada direksi, perlu diperhatikan bahwa tidak wajar dan tidak adil mengharapkan apabila mewajibkan direksi untuk menjamin bahwa perseroan yang pengurusannya ditugaskan kepada direksi pasti untung. Oleh karena itu, dan inipun ditegaskan dalam UUPT, direksi hanya dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila kan oleh kesalahan atau kelalaian direksi karena tidak menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. 229 228 Fred BG Tumbuan Op.cit, hlm.20 229 Lihat Pasal 97 ayat 2 dan ayat 3 UUPT Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 Dalam undang-undang yang baru sebagai ganti dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 92 ayat 2 menetapkan bahwa”Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandangnya tepat, dengan batas yang ditentukan dalam UUPT dan AD. Kewenangan ini serupa dengan “duty to retain bagai perbandingan penulis sajikan di sini makna business judgment rule se Section ther officer of a company who makes a business alent general b.do not have a material personal interest in the subject-matter of the c. inform them selves about the subject-matter of the judgment to the d.rationlly believe that the judgment is in the best interests of the dengan doktrin tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat 5 discretion” yang merupakan bagian dari “duties of loyalty and good faith” yang wajib dilaksanakan oleh Board of Directors perseroan semisal di Australia dan Inggris. Se bagaimana di atur dalam Corporation Act 2001 Australia. Dalam 180 2 terdapat aturan hukum tentang business judgment rule sebagai berikut : “A director or o judgment is taken to have met the requirements of the statutory duty of care and diligence contain in sec 180 1 and their equiv law duties, in respect of the judgement if they : a.make the judgment in good faith a proper purpose; and judgment; and extent they reasonably believe to be appropriate; and company” 230 Dalam pengertian business judgment rule ketentuan serupa yang mirip 230 Pamela Hanrahan, et.al, dikutip dari Fred BG Tumbuan, Op.cit, hlm.21. Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 huruf b, c, dan d, sedangkan pada huruf a merupakan ketentuan tambahan dalam UUPT, merupakan ketentuan yang sudah jelas, artinya apabila direksi mela ibadi atau tanggung renteng. 231 t : bersangkutan dengan itikat baik dan kehati-hatian empunyai benturan . di keada dan b “a failure to expressly acknowledge that directors should not be liable for decitions made in good faith and with due care, may lead to failure kukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan bisnisnya harus bertanggung jawab secara pr Ketentuan selengkapnya Pasal 97 ayat 5 menetapkan 4 empat kriteria kumulatif sebagai beriku a. kerugian perseroan bukan karena kesalahan atau kelalaian anggota direksi yang bersangkutan; b. anggota direksi yang telah melakukan pengurusan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. anggota direksi yang bersangkutan tidak m kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang telah mengakibatkan kerugian; dan d anggota direksi yang bersangkutan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Sungguh ironis dan bahkan akan merugikan perseroan bilamana terja an dimana penilaian atas tanggung jawab direksi tidak mengindahkan erpedoman pada “business judgment rule”sehingga berakibat bahwa: 231 Lihat Pasal 97 ayat 3 UUPT Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 by the company and its directors to take advantage of opportunities that involves responsible risk taking”. 232 Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal-pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata, direksi artinya semua anggota direksi secara pribadi dapat ikut dipertanggungjawabkan atas kerugian yang diderita pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Khusus mengenai arti dan cakupan perbutan melawan hukum sebaiknya diperhatikan bahwa perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan atau kelalaian tidak melakukan yang seharusnya dilakukan yang : 233 a. melanggar hak orang lain; atau b. bertentangan dengan kewajiban pelaku; atau bertentangan dengan kesusilaan baik; atau c. bertentangan dengan kehati-hatian zorgvuldigheid yang patut dilaksanakan terhadap keselamatan orang lain atau barang miliknya. Oleh karena itu apabila direksi mengadakan perjanjian atas nama perseroan sedang diketahui bahwa perseroan tidak akan mampu memenuhi kewajibannya berkenaan dengan perjanjian yang dibuat maka perbuatan direksi dimaksud adalah perbuatan melawan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada direksi. Tanggung jawab tersebut juga dapat menimpa Dewan Komisaris apabila mereka menjabat selaku direksi karena direksi lowong dan dalam kedudukan tersebut melakukan perbuatan atas 232 Fred BG Tumbuan, Loc.cit. 233 Ibid, hlm. 21 Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 nama perseroan yang merugikan pihak ketiga, 234 dan bahkan juga pemegang saham yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan. 235 Direksi bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan sehari-hari sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, termasuk dalam lingkup ini adalah formulasi dan eksekusi business plan, anggaran tahunan dan kebijakan, pemantauan dan pengelolaan risiko, pengelolaan aktiva, sumber daya dan reputasi perusahaan, serta rekrutmen sumber daya manusia. Dalam konteks pengucuran kredit dari Bank Mandiri kepada PT CGN, H Masuhud Ali 236 mengatakan untuk mengendalikan kegiatan perkreditan, bank menggunakan pedoman yang disebut dengan Pedoman Pelaksanaan Kredit dan Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri. 237 Dalam kenyataan sesuai 234 Lihat Pasal 118 UUPT 235 Lihat Pasal 3 ayat 2 c UUPT 236 H Masyhud Ali, Op.cit, hlm.413 237 Elemen penting dari kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut : a Proses Persetujuan Kredit Persetujuan kredit tetap menggunakan prinsip four-eye principle. Keputusan kredit dibuat bersama secara independen oleh unit bisnis dan unit manajemen risiko. Usulan kredit dibahas dan disetujui atau ditolak melalui Rapat Komite Kredit dengan anggota terdiri dari Unit Bisnis dan Unit Manajemen Resiko, sesuai dengan kewenangan yang disusun berdasarkan besar kredit yang diberikan secara grup. b Pemegang Kewenangan Memutus Kredit Wewenang pemutusan kredit sebelumnya diatur melekat pada jabatan. Jadi siapa saja yang menduduki jabatan tertentu, secara otomatis diberikan wewenang sesuai jabatan tersebut. Ketentuan itu berubah mulai bulan Juni 2005, di mana kewenangan memutus kredit sekarang diberikan atas dasar individu atas nama berdasarkan kompetensi, integritas, dan kemampuan pejabat yang bersangkutan. c Kolektibilitas Kredit Bank Mandiri telah menerapkan Peraturan Bank Indonesia mengenai kolektibilitas kredit PBI 722005 dengan menerapkan konsep one entity dan one project dalam menentukan tingkat kolektibilitas kredit. Selain itu, penentuan kolektibilitas kredit ditetapkan atas dari prinsip tiga pilar Bank Indonesia, yaitu dilihat dari kelancaran pembayaran kewajiban, penilaian kondisi keuangan perusahaan, dan prospek usaha. d Portofolio Guideline Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008 dengan fakta yang terungkap di pengadilan pedoman tersebut tidak dilakukan oleh direksi pemutus akhir kredit. Terkait dengan penerapan GCG di lingkungan BUMN seharusnya Direksi ECW Neloe selaku Direksi Bank Mandiri meyakini bahwa melalui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat atau Good Corporate Governance dengan melakukan pengurusan persero sesuai dengan undang- undang, Anggaran Dasar, dan peraturan persero yang ada merupakan hal mendasar untuk mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan para investor serta untuk mencapai sasaran persero dengan cara yang berintegritas. Dari fakta-fakta yang terungkap di pengadilan hal itu tidak dilakukan. ECW Neloe mantan Direksi Bank selaku pemutus kredit tidak melaksanakan fungsinya sebagai seorang pemegang amanah trustee pada prinsip fiduciary of duty, dalam hukum korporasi dikenal dengan tidak melakukan standard of care sehingga melanggar duty of care. Pelanggaran terhadap prinsip duty of care direksi harus bertanggung jawab pribadi secara tanggung renteng. Bank Mandiri menerapkan sistem Portofolio Guideline yang merupakan bagian dari Pedoman Pelaksanaan Kredit PPK. Portofolio Guideline merupakan klasifikasi sektor ekonomi yang ditetapkan berdasarkan tingkat risiko dan imbal hasil masing-masing sektor tersebut. Portofolio Guideline dapat digunakan sebagai acuan untuk mendukung proses pemilihan prospek nasabah dan membantu dalam pendalaman analisis kredit proses dan persetujuan kredit. Dengan adanya Portofolio Guideline ini, bank dapat mengendalikan komposisi portofolio kredit agar dapat menghindarkan bank dari bahaya risiko konsentrasi. Pengendalian risiko konsentrasi sendiri merupakan syarat yang harus dilaksanakan bank dalam memenuhi ketentuan pilar II dari Basel II. Selain aplikasi sistem rating untuk menentukan klas nasabah dari sisi risiko, proses persetujuan kredit juga menggunakan analisis kredit dengan mengimplementasikan prinsip 5 C, yaitu Character, karakter, Capital modal, Collateral jaminan, Capacity kapasitas, and Condition of the Economy kondisi ekonomi. Selain itu, analisis kredit juga mempertimbangkan aspek legal, pemasaran, teknis, sosial-ekonomi, lingkungan, dan risiko. Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian penulis terhadap tiga permasalahan dalam tesis, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai jawaban atas tiga permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara PMN pada BUMN Persero adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN untuk selanjutnya dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dan pembinaan selanjutnya serta pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pada hukum korporasi. Secara yuridis, PMN yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi menjadi bagian dari kekayaan negara, tetapi menjadi kekayaan perseroan itu sendiri selaku badan hukum yang mandiri persona standi in judicio. Perseroan memperoleh status sebagai badan hukum pada saat akta penediriannya mendapatkan pengesahan Menteri Hukum dan HAM. Di sini terjadi pemisahan kekayaan antara kekayaan pemegang saham dan perseroan. Dengan karakteristik yang demikian, tanggung jawab pemerintah selaku pemegang saham atas kerugian atau utang perseroan juga terbatas yaitu sebesar modal PMN yang disetor. Pada saat negara melalui representasi pemerintah Kusmono: Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian, 2008. USU e-Repository © 2008