Tanggung Jawab Direksi Persero, Penyertaan Modal Negara

(1)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSERO

PADA PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA

DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

TESIS

Oleh

KUSMONO

067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ABSTRACT

Partnership Company as a legal intitution (rechtpersoon/legal person) is a limited Partnership under private law (Law number 40, 2007 about Limited Partnership). However, based on the source of capital which comes form separable national wealth, it is under public law (Law number 17, 2003 about National Finance). The main goal of a Partnership Company of State-Owned Enterprise is doing business to get profit. Business means risk, does not always gain profit but also loss. A problem rises when business decision made by management leads to financial loss; which law should work (public or private), how is the concept of separable national wealth on the capital of Partnership Company, does the loss of the company become the loss of the country, how is the concept of management’s responsibility.

One of the goals of a country to be manifested is to boost the public prosperity. In the frame of attaining the goal, the government has the obligation to create the national economic development through State-Owned Enterprises (SOEs) by involving national capital in the SOEs. SOEs comprises Public Corporate (Perum) and Partnership Company (Persero). The involvement of the national capital in Partner Company is implemented by the government by providing funds from APBN which are separable national wealth, and then is based on the mechanism of rules valid in the law of corporation. The separable national wealth when deposited , at that time, becomes the capital of the Partnership Company of SOEs and is not part of national wealth anymore. The country, in this case, acts as investor and stakeholder. The national wealth is the pieces of share itself.

The financial loss of a Partnership Company is not indeed the loss of the country. The position of government in Partnership Company cannot be said to represent the country as the public corporate body. It is because when the government as the public corporate body decides to involve its capital in Partnership Company of SOEs, at that time the immunity of public and the government is missing and has no legal relation to the national finance which has changed into shares.

The defense made by the management of Partnership Company of SOEs, who can perform duties by GCG, in good faith, in duty of care and in duty of loyalty, when having the financial loss in its business transaction, can be done through the doctrine of business judgment rule which is strictly accommodated in UUPT.

Keyword: The responsibility of Partnership Company management, The involvement of National Capital


(3)

ABSTRAK

Persero sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk Persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir mendapatkan keuntungan. Bisnis adalah risiko, tidak selamanya akan mendapat keuntungan, namun dapat juga membawa risiko kerugian. Permasalahan muncul apabila keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi ternyata membawa kerugian bagi Persero ketentuan hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik ataukah hukum privat, bagaimana konsepsi pemisahan kekayaan negara yang dipisahkan pada modal Persero, apakah kerugian Persero merupakan kerugian negara, bagaimana pengaturan pertanggungjawaban Direksi.

Salah satu tujuan negara yang hendak diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam upaya mewujudkan upaya tersebut Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan perkembangan perekonomian negara melalui badan usaha BUMN dengan melakukan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. BUMN terdiri Perum dan Persero. Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan dana dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, selanjutnya didasarkan pada mekanisme ketentuan yang berlaku dalam hukum korporasi. Kekayaan negara yang dipisahkan ini ketika disetorkan maka saat itu menjadi modal BUMN Persero, bukan lagi bagian dari kekayaan negara. Negara dalam hal ini bertindak sebagai investor selaku pemegang saham. Kekayaan negara adalah berupa lembar-lembar saham itu sendiri.

Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya dalam BUMN Persero, maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan negara yang telah berubah dalam bentuk saham.

Pembelaan Direksi BUMN Persero yang dalam pelaksanaan tugasnya mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan GCG,

beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule yang dengan tegas diakomodasi dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Direksi Persero, Penyertaan Modal Negara


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tujuan penulian tesis ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Judul tesis ini adalah: “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian”. Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna dan masih banyak kelemahan serta kekurangan, untuk itu dengan senang hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan dan menerima kritik dan sumbang saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Pada penulisan tugas akhir ini penulis telah banyak memperoleh masukan dan menerima bantuan dari berbagai pihak. Atas saran, masukan dan bantuan baik moril maupun materil, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada :

1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister;

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;


(5)

3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing utama yang telah memberi arahan dan membantu penulis dalam penyempurnaan tesis ini; 4. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI, dan Dr. SunarmiSH., M.Hum, selaku

komisi pembimbing dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran serta pinjaman textbook kepada penulis;

5. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum selaku penguji, terima kasih atas masukan dan pendapatnya;

6. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H, Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas rekomendasinya pada penulis untuk kuliah di Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Inten Soediono mertua, dan istri tercinta Nany, serta anak-anak tersayang Revanantyo dan Rivkyanantyo atas cinta, kasih dan kesetiaan yang selalu mengalir mendukung selama penulisan ini sehingga sangat membantu kelancaran penyelesaian tugas akhir ini;

8. Seluruh Guru Besar serta dosen padaProgram Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

9. Rekan-rekan satu angkatan serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moral maupun material untuk penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(6)

Penulis berharap bahwa tesis ini bermanfaat dan dapat memberi kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput dari berbagai kekurangan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan lahir batin kepada kita semua.

Medan, Juli 2008

Kusmono


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 18

E. Keaslian Penelitian ... 19

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 30

H. Analisis Data ... 32

BAB II : BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN ... 34

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbas ... 34

1. Korporasi Sebagai Badan Hukum ... 34

2. Konsekwensi Badan Hukum ... 36

3. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbas ... 37

4. Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham ... 40


(8)

5. Karakteristik Perseroan Sebagai Badan Hukum ... 41

B. Organ Perseroan Terbatas ... 47

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... 48

2. Direksi ... 50

3. Komisaris ... 56

C. BUMN Persero ... 59

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero ... 59

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas ... 63

3. Organ BUMN Persero ... 64

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero ... 66

1. Pengertian Kekayaan Negara ... 66

2. Pengertian Keuangan Negara ... 69

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero ... 76

4. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero ... 80

BAB III : KERUGIAN PERSERO ... 95

A. Tata Kelola BUMN Persero ... 95

1. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat ... 97

2. Struktur Tata Kelola Perusahaan ... 99


(9)

B. Manajemen Resiko ... 100

1. Pengertian Resiko ... 100

2. Pengertian Manajemen Resiko ... 102

3. Manajemen Resiko Bagi BUMN Persero ... 102

C. Laporan Keuangan ... 104

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Laporan Keuangan ... 104

2. Bentuk Laporan Keuangan ... 105

3. Tujuan Laporan Keuangan ... 106

D. Kerugian ... 106

1. Konsep Kerugian ... 107

2. Untung atau Rugi Bagi BUMN Persero ... 107

3. Upaya Pemerintah ... 109

E. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero ... 110

BAB IV : PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN ... 116

A. Pembelaan Direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgement Rule ... 116

1. Duty of Care and Standard of Care ... 117

2. Duty of Loyalty ... 121

3. Duty of Candor ... 125

B. Studi Kasus Bank Mandiri (ECW Neloe, Mantan Direktur Utama) ... 126

1. Abstraksi Kasus ... 126


(10)

2. Kedudukan Bank Mandiri ... 127

3. Penyertaan Modal Negara Pada Bank Mandiri ... 129

4. Analisis Kasus ... 130

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 149

DAFTAR PUSTAKA ……….. 151


(11)

NASKAH PUBLIKASI

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSERO

PADA PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

TESIS

OLEH :

KUSMONO 067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(12)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSERO

PADA PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA

DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

KUSMONO

067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i INTISARI ...

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I : PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Kerangka Teori ... BAB II : KONSEPSI PEMISAHAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN ... BAB III : KERUGIAN BUMN PERSERO ... BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Format keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bersumber pada politik ekonomi suatu negara sebagai konsekwensi dari perkembangan ajaran negara kesejahteraan. Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara melakukan kegiatan ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan negara pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat tujuan dari negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan


(15)

masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyat/swasta. Dalam gerak operasionalnya keterlibatan negara dalam perekonomian dilakukan melalui Perusahaan Negara. Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.1 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.2 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.3 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan Koperasi. Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

Dasar hukum Perusahaan Negara saat ini di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, untuk selanjutnya disebut UU BUMN. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh

1

Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

3

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).


(16)

seorang Menteri Negara BUMN.4 BUMN terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Persero (Persero).5 Yang dimaksud dengan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sementara itu yang dimaksud dengan Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.6 Masing-masing badan usaha tersebut memiliki misi tujuan usaha yang berbeda. BUMN dengan bentuk usaha Perum disamping mencari keuntungan dalam kegiatan bisnisnya juga menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO)

kepada masyarakat. Sementara persero tujuan utama kegiatan bisnisnya adalah mengejar keuntungan, namun mengingat BUMN Persero modalnya sebagian atau seluruhnya dari Penyertaan Modal Negara maka tidak terlepas dari kewajiban melaksanakan fungsi PSO, tetapi porsi kewajibannya tidak sebesar yang dilaksanakan Perum.

Persero memiliki karakteristik yang unik sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya disebut UUPT), tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik (Undang-Undang

4 http://id.wikipedia.org/wiki/BUMN 5

Lihat Pasal 9 UU BUMN


(17)

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan sebagai modal persero dijelaskan dalam Pasal 1 angka 10 sebagai berikut : Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) untuk dijadikan Penyertaan Modal Negara pada persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.

Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir adalah mendapatkan keuntungan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 UU BUMN :

(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Dalam gerak operasionalnya sehari-hari, pengurusan persero dilakukan oleh direksi. Pasal 5 UU BUMN menyatakan:

(1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi.

(2) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran. Bisnis adalah risiko, di tengah persaingan


(18)

ekonomi global yang kompetitif usaha direksi persero dalam menggerakkan roda bisnisnya tentu tergantung pada risiko bisnis yang tidak selamanya akan membawa keuntungan namun juga membawa risiko kerugian. Pada saat persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya memunculkan polemik mengenai aturan hukum pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh direksi.

Polemik tentang pertanggungjawaban direksi persero itu muncul disebabkan oleh karena adanya beberapa peraturan perundangan yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Polemik tersebut berawal dari modal persero yang merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap merupakan kerugian negara.7

Pemerintah terutama di representasi oleh aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian dan juga Pemeriksa (Badan Pemeriksa Keuangan), bertahan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa modal persero merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga kerugian persero adalah merupakan kerugian negara. Dalam hal ini apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap

7 Lihat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada kasus mantan Dirut Bank Mandiri ECW Neloe pada http://www.detiknews.com, Korupsi Bank Mandiri Harta ECW Neloe Disita, 26/07/2005


(19)

berpotensi menimbulkan kerugian negara, oleh karena penanggung jawab pengelolaan persero di tangan direksi maka direksilah sebagai pihak yang harus bertanggung jawab.

Pemikiran aparat penegak hukum Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Pemeriksa BPK, bahwa kerugian persero merupakan kerugian negara tidaklah salah. Landasan hukum yang mendasari pemikiran tersebut adalah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dimana Pasal 1 angka 1, menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan ruang lingkup keuangan negara tersebut meliputi antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah.8 Selama pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara dalam perundang-undangan tersebut belum dicabut maka masih berlaku dan dijadikan landasan hukum bagi aparat penegak hukum dan pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan terkait Keuangan Negara Pasal 1 angka 1, menyatakan yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sementara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyangkut


(20)

lingkup pemeriksaan pada Pasal 3 ayat (1) menetapkan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 terkait dengan Penyertaan Modal Negara pada BUMN menetapkan: kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah. Di sisi yang lain dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak yang timbul karena:

1. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah;

2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Bahan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasar perjanjian dengan negara.

Pada sisi masyarakat yang lain, kalangan akademisi dan juga direksi persero berpendapat bahwa pengaturan BUMN Persero sebagai perseroan terbatas tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan


(21)

Terbatas, bahwa kerugian persero adalah merupakan kerugian persero sebagai badan hukum (legal persoon), dan bukan merupakan kerugian negara.

Silang pendapat demikian dalam praktik menimbulkan ketidak-pastian tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi para pelaku bisnis termasuk para direksi persero. Dalam bisnis masalah kepastian hukum memegang peranan yang penting. Dengan adanya kepastian dalam sistem hukum maka pelaku usaha termasuk para direksi persero dapat memprediksi rencana bisnis dalam rangka mengelola usaha yang menjadi tanggungjawabnya.

Dalam melaksanakan tugas menggerakkan roda bisnis terhadap persero yang dipimpinnya di tengah persaingan usaha yang terbuka dan ketat adalah merupakan hal yang biasa bila direksi dalam mengambil keputusan bisnis melakukan spekulatif. Permasalahan kemudian muncul apabila Keputusan bisnis yang diambil oleh direksi ternyata membawa kerugian bagi persero. Hal demikian membawa implikasi terhadap pertanggungjawaban direksi persero, ketentuan hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik ataukah hukum privat. Pemahaman tentang hal ini penting untuk menjamin adanya kepastian hukum, sehingga direksi tidak perlu ragu-ragu lagi dalam mengelola persero yang menjadi tanggungjawabnya, agar dapat focus mencapai target yang optimum dalam mengejar keuntungan bagi persero sebagaimana diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan ketentuan perundangan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :


(22)

persero ?

2. Apakah kerugian persero merupakan kerugian negara ?

3. Bagaimana ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung jawab hukum direksi persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnis ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tesis ini antara lain adalah :

1. Berusaha mengungkapkan batasan tentang kekayaan negara yang dipisahkan dalam penyertaan modal pemerintah pada persero;

2. Untuk mengetahui ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung jawab hukum direksi persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi business;

3. Untuk mengetahui kerugian persero tersebut dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut bersifat Teoritis yaitu memberi sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan bidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum korporasi khususnya dalam bidang pengelolaan Perusahaan Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan yang dilakukan oleh direksi, dan bersifat Praktis bagi aparat penegak hukum dan kalangan masyarakat pada umumnya.


(23)

Penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian” belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dapat dikatakan penelitian ini asli dan keaslian secara akademis keilmuan dapat dipertanggung jawabkan. F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Persero merupakan Perusahaan Negara yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Perseroan terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status kemandirian (persona standi in judicio). Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi, maupun organ-organ lainnya.

Kajian penelitian tesis ini akan menyangkut tentang : a. Teori Badan Hukum

Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu

rechtspersoon. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas badan hukum (legal personality), Ali Rido tentang teori-teori badan hukum mengemukakan ada empat, yaitu :9

(1) Teori fictie dari Von Savigny berpendapat, badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subyek hukum , badan hukum itu hanya suatu fictie

saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) “Subjectief rech, rechsubject en rechsperson”.

9

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung,Penerbit Alumni), 1983, hlm.15-18


(24)

(2) Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Menurut teori ini hanya manusia saja dapat menjadi subyek hukum. Tetapi juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak itu dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyai dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan. Pengikut teori ini Van der Heyden, dalam karangannya “Het Schijnbeeld van de rechtpersoon”.

(3) Teori Organ dari Otto von Gierke. Badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada didalam pergaulan hukum. Itu adalah suatu “leiblichgeiste Lebenseinheit die Wollen und das Gewolte os Tot unsetzen kam”. Disini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Dan apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia. Pengikut teori organ antara lain Mr. L.C. Polano “Rechtspersoonlijkheid van vereeigingen”, disertasi Leiden,1910.10

(4) Teori Propriete Cellective dari Planiol (gezamenlijke vermogens-theorie Mollenggraaff). Menurut teori ini hak dan kewajiban badan

10 Otto von Gierke, Das deutsche Genossenschaftsrecht, 1973, dikutip dari Ali Rido, Op.cit, hlm. 16


(25)

hukum itu pada hakekatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak, bersama-sama setelah semuanya menjadi pemilik. Kita katakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja. Sebagai pengikut diantaranya ialah Star Busmann, Kranenburg.11

b. Teori Pertanggung Jawaban Direksi

Menyangkut pertanggung jawaban direksi persero ada beberapa prinsip hukum dalam sistem common law yang juga diakomodasi dalam sistem hukum perseroan di Indonesia :

1. Prinsip Fiduciary Duty

Lewis D. Solomon12 tentang pertanggung jawaban direksi korporasi mengatakan:

Fiduciary duty is perhaps the most important concept in the Anglo-American law of corporation. The word “fiduciary” comes form the Latin fides, meaning faith or confidence, and was originally used in the common law to describe the nature of the duties imposed on a trustee. Perhaps because many of the earliest corporations cases involved chari table corporations, courts began to analogize the duties of a director in managing corporate property to the duties of a trustee in managing trust

11 Kranenburg, ”De grondslagen der rechtswetenscap”, 1952, hal.62; “Men staat nu, meen bij het begrip rechtspersoon inderdaat niet voor een fictie, maar voor een constructie van het juridisch denken, dikutip dari Ali Rido, Op.cit, hlm.17

12

Lewis D. Solomon, (et.al), Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, (ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994), hlm.672.


(26)

property.

The original analogy between a trustee and those who control a corporation was a close one. But as corporations began to play a role of increasing importance in an increasingly complex commercial world, the basic notion survives that officers, directors and controlling shareholders owe some sort of enforceable duty to the corporation, and, through the corporation, to the shareholders. The term “fiduciary duty,” however, has no fixed meaning; its parameters are continually evolving.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang terbit dari hubungan fiducia antara direksi dan perseroan yang dipimpinnya, yang menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Seorang direktur harus memiliki kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap perseroan dengan derajat tinggi (high degree).

2. Prinsip Duty of Care

Tugas memperdulikan yang diharapkan dari direksi adalah duty of care

sebagaimana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum; dalam arti, direksi berbuat atau bertindak secara hati-hati agar terhindar dari kelalaian (negligence).13

3. Prinsip Duty of Loyalty and Good Faith

Direktur sebagai pengurus perseroan adalah merupakan trustee bagi perseroan. Dalam pelaksanaan pengelolaan perseroan tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan, tetapi harus didasarkan pada itikad baik dan dengan loyalitas yang tinggi pada perseroan. Dalam sistem common law duty of care and good faith

bersama-sama dengan duty of care bersama-sama dikenal dengan nama

fiduciary duty.

4. Doktrin Business Judgment Rule


(27)

Di dalam hukum perseroan, dikenal doktrin business judgment rule yang mengajarkan bahwa direksi perseroan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Direksi mendapat perlindungan hukum tanpa perlu memperoleh pembenaran dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan perusahaan.14

Doktrin business judgment rule akan melindungi direksi dari kewajiban atas keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian pada korporasi. Dalam sistem hukum common law untuk pertanggung jawaban direksi korporasi dapat dilihat pertimbangan pengadilan dalam perkara Gries Sports Enterprises, Inc. V. Cleveland Browns Football Co., Inc. 26 Ohio St.3d 15, 496 N.E.ed 959 (1986) :

The business judgment rule is a principle of corporate governance that has been part of the common law for at least one hundred fifty years. It has traditionally operated as a shield to protect directors form liability for their decisions. If the directors are entitled to the protection of the rule, then the courts should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protection of the rule, then the courts scrutinize the decision as to its intrinsic fairness to the corporation and the corporation’s minority shareholders. The rule is rebuttable presumtion that directors are better equipped than the courts to makebusiness judgments and that the directors acted withaout self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good faith. A party challenging a board of directors’ decision bears the burden of rebutting the presumption that the decision was a proper exercise of the business judgment of the board.15

Dalam sistem hukum nasional doktrin business judgment rule

telah diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 97 ayat (5) menyatakan :

14 Erman Rajagukguk, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006), hlm. 390


(28)

Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan untuk penulisan tesis ini adalah: 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menganalisis permasalahan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan juga literatur yang membahas permasalahan yang diajukan, dimana datanya datanya bersumberkan dari data pustaka (library research).

2. Sumber-Sumber Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif maka sumber data dalam penelitian ini berasal dari :

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan obyek permasalahan yang akan diteliti yaitu dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.


(29)

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang relevan dengan penelitian ini yakni buku-buku teks (texsbooks) yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, hasil tulisan ilmiah seperti tesis, disertasi, jurnal, makalah, laporan penelitian yang relevan dengan topik penelitian. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang meliputi kamus bahasa indonesia, kamus bahasa inggris, kamus hukum,

encyclopedia hukum dan lain-lain. 3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan untuk menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas tesis ini.

b. Pedoman Wawancara

Apabila diperlukan dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan ahli hukum perusahaan dan ahli hukum Keuangan Negara.

H. Analisis Data

Analisis data pada penelitian hukum normatif ini dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) karena yang akan diteliti adalah berbagai peraturan hukum yang menjadi focus dari penelitian ini.


(30)

BAB II

BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang saham yang luasnya hanya terbatas tidak melibihi nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan perseroan terbatas sebagai berikut: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.16

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Didirikan Atas Dasar Perjanjian 2. Menjalankan Usaha Tertentu

3. Memiliki Modal Yang Terbagi Atas Saham 4. Memenuhi Persyaratan Undang-Undang


(31)

B. Organ Perseroan Terbatas

Menurut paham teori organ dinyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organisme yaitu suatu “Lebenseinheit”. Adapun organ badan hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku subyek hukum mandiri seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut, otak dsb).17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa Organ perseroan terdiri dari RUPS, Direksi, dan Komisaris.18

C. BUMN Persero

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero

BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.19

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, menyatakan: yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Persero sebagai suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas dalam gerak

17 Fred B.G. Tumbuan, Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Newsletter, Hukum & Perkembangannya, No.70 September 2007, hlm.16

18

Lihat Pasal 1 angka 2 UUPT 19 Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN


(32)

operasionalnya tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Anggaran Dasar, dan ketentuan peraturan perundangan lainnya.20

3. Organ BUMN Persero

Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN Persero pada hakekatnya adalah perseroan terbatas,21 yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris.22

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero 1. Pengertian Kekayaan Negara

Cakupan kekayaan negara sebagai suatu aset negara begitu luas ruang lingkupnya yang secara umum meliputi dua hal, yaitu barang yang dikuasai oleh negara (domain publik) dan yang dimiliki oleh negara (domain privat). Barang milik negara sebagai domein publik tersebut bersumber dari Konstitusi RI yaitu UUD 1945 amandemen keempat. Untuk domein publik pengaturannya bersumber dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen keempat, yang menyatakan : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Pengamanan Dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari pemerintah Pusat Kepada pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, menyatakan: Barang Milik/Kekayaan Negara yang selanjutnya disebut BM/KN adalah barang bergerak/barang tidak bergerak yang

20

Lihat Pasal 3 21

Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN 22 Lihat Pasal 1 angka 2 UUPT


(33)

dimiliki/dikuasai oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau dengan perolehan lain yang sah, yang tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan (dikelola Badan Usaha Milik Negara) dan kekayaan pemerintah daerah.

2. Pengertian Keuangan Negara

Pengertian Keuangan Negara meliputi dua hal yaitu:

a. Pengertian Keuangan Negara dalam arti sempit hanya meliputi APBN. Dalam konteks Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero, Keuangan Negara masuk pada pengertian kekayaan negara yang dipisahkan dari mekanisme pelaksanaan APBN, selanjutnya menjadi bagian domain privat pengaturan dan pertanggungjawaban selanjutnya didasarkan pada mekanisme hukum korporasi.

b. Pengertian Keuangan Negara dalam arti luas meliputi kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero

Yang dimaksud dengan Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan, dan dikelola secara korporasi. Penyertaan Modal Negara pada BUMN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44


(34)

Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

MA mengeluarkan fatwa melalui suratnya tanggal 16 Agustus Tahun 2006 Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 menyatakan bahwa penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari pengelolaan dan mekanisme pertanggung jawaban APBN, tetapi selanjutnya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dengan adanya fatwa MA tersebut Pemerintah melakukan perubahan terhadap PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah diganti dengan PP Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Dalam PP yang baru ini diatur dengan tegas bahwa piutang Negara/Daerah pada Bank BUMN Persero bukan merupakan piutang Negara/Daerah tetapi merupakan piutang dari Bank BUMN Persero.


(35)

BAB III

KERUGIAN PERSERO

A. Tata Kelola BUMN Persero

Tata Kelola yang sehat pada BUMN Persero atau Good Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai - nilai etika. Pemerintah melalui Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN, dalam salah satu diktum keputusan tersebut disebutkan bahwa prinsip Good Corporate Governance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Melalui GCG mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban serta kewajaran.

B. Laporan Keuangan

Laporan Keuangan merupakan media komunikasi dan pertanggungjawaban antara perusahaan dan para pemiliknya atau pihak lain.23 Melalui laporan keuangan yang dibuat oleh Direksi dapat diketahui apakah


(36)

BUMN Persero untung atau rugi. Konsep kerugian menurut akuntansi dapat diketahui melalui penyusunan laba-rugi dikenal adanya konsep penandingan

(matching concept) yaitu menandingkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban dan pendapatan tersebut. Apabila jumlah beban yang terjadi dalam periode waktu tertentu lebih besar daripada jumlah pendapatan yang dihasilkan, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Laba bersih merupakan jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan melebihi beban.24 Kelebihan pendapatan atas beban yang dikeluarkan dalam proses menghasilkan pendapatan.25 Laba juga bisa diartikan jumlah rupiah bersih yang diperoleh setelah semua pendapatan dan untung dikurangi dengan semua biaya dan rugi.26 Laba bersih adalah penambahan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.27 Laba yang diakumulasikan selama beberapa periode disebut Earning yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mengasilkan laba dalam beberapa periode.28 Sedangkan laba komprehensif adalah penghasilan bersih yang terjadi dari semua transaksi selain transaksi modal.29 Rugi bersih merupakan pengurangan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.30 Rugi juga bisa diartikan sebagai jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan kurang dari beban.31

1. Upaya pemerintah

24 Carl S Warren, (et al), Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005, hlm.427

25

Ibid, hlm. 27 26

Suwardjono, Akutansi Pengantar, (Yogyakarta: BPFE), hlm.74 27 Carl S Warren, Op.cit, hlm.201

28

Suwardjono, Loc.cit 29

Ibid, hlm.74 30

Carl S Warren, Loc.cit


(37)

Apabila BUMN Persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, yang dapat dilakukan oleh pemerintah selaku pemegang saham adalah:

pertama: dengan melakukan upaya hukum melalui mekanisme RUPS. Pasal 69 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS tahunan menyetujui laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan. Dengan demikian kerugian dalam BUMN Persero tidak dihitung dari satu kali transaksi, tetapi dari seluruh transaksi dalam satu tahun berjalan. Jadi bisa saja satu kali transaksi rugi tapi pada bagian transaksi yang lain untung. Pada akhirnya RUPS yang memutuskan apakah BUMN Persero untung atau rugi. Apabila neraca dalam laporan tahunan menyatakan rugi dalam tahun yang telah berjalan, mekanisme RUPS dapat memutuskan menggunakan menutup kerugian dari dana cadangan atau keuntungan tahun lalu yang belum dibagikan.32 Oleh karena itu, kerugian pada BUMN Persero tidak otomatis sebagai kerugian negara sebagai pemegang saham.

Kedua: melalui upaya hukum dengan menggugat direksi BUMN Persero secara perdata apabila keputusan yang diambil oleh direksi merugikan pemerintah sebagai pemegang saham sebagaimana diatur Pasal 61 UUPT. Ketiga: pemerintah juga dapat melaporkan pengurus BUMN kepada aparat penegak hukum apabila diduga terjadi pemalsuan data dan laporan keuangan, penggelapan uang perusahaan, pelanggaran Undang-Undang Perbankan, serta pelanggaran atas peraturan perundang-undangan lain yang memuat ketentuan pidana. Bahkan sebenarnya dapat juga digunakan ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi apabila pengurus BUMN terbukti memberikan


(38)

uang suap kepada otoritas yang berwenang sehubungan dengan kegiatan bisnisnya.

C. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero

Pada BUMN Persero dimana pemerintah menyertakan modalnya yang berasal dari APBN, maka kedudukan pemerintah tidak dapat dikatakan representasi negara sebagai badan hukum publik tetapi sebagai investor yang kedudukannya sama dengan investor lainnya selaku pemegang saham. Selanjutnya, M. Yahya Harahap33 menyatakan, pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas opersional sehari-hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi. Akan tetapi pemegang saham tidak memikul tanggung jawab atas pelaksanaan fungsi fungsi direksi. Dan memang semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham, semakin besar kekuasaan kontrol yang dapat dilakukannya, dimana tanggung jawab pemegang saham34 tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan melebihi saham yang dimiliki.

33

M Yahya Harahap, Separate Entity, Limited Liability, dan Piercing The Corporate Veil, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-No.3-Tahun 2007, hlm.44


(39)

BAB IV

PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

A. Pembelaan direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgment Rule

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN Persero adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk selanjutnya dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dan pembinaan selanjutnya serta pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pada hukum korporasi.

2. Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya berbentuk saham dalam BUMN Persero yang merupakan perseroan terbatas, maka pada


(40)

saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan negara yang telah berubah dalam bentuk saham. 3. Pembelaan direksi BUMN Persero yang dalam pelaksanaan tugasnya

mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan

CGC, beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule.

B. Saran

1. Beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero yang kemudian menjadi piutang BUMN Persero pada pihak ketiga (penanggung hutang), yaitu Pasal 8, Pasal 12 ayat (1) UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang negara (PUPN); Pasal 2 huruf g UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN; Pasal 1 angka 6 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Pasal 22 ayat (5) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terhadap penyelesaian piutang BUMN Persero tersebut sudah seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang perseroan terbatas dan BUMN beserta peraturan pelaksanaannya.

2. Perlu sinkronisasi untuk perubahan beberapa undang-undang khususnya yang terkait dengan pengertian Keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun


(41)

2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara agar berbagai undang-undang tersebut di atas tidak bertabrakan sehingga terdapat konsistensi perundang-undangan dan kepastian hukum.

3. Ditengah persaingan bisnis yang ketat, menghadapi era demokratisasi, reformasi, dan globalisasi, maka penerapan tata kelola perusahaan yang sehat atau Good Corporate Governance pada semua lini merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan value of the firm, mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan para stakeholder serta untuk mencapai sasaran persero dengan cara yang berintegritas.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1987

Ali, H. Masyhud, Manajemen Risiko Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006

Black, Henry Chambell, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1991


(42)

Block, Dennis J, Barton, Nancy E, dan Radin, Stephen A, Third Edition, The Business Judgment Rule, Fiduciary Duties of Corporate Directors, NJ: Prentice Hall Law & Business, 1989

Djojosoedarso, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Asuransi, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2003

Fees, E. Philips, Accounting Principles, South-Wesren Publishing Co, 1997

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Horngren, T. Charles, Accounting, Simon & Schuster Pte.Ltd-Prentice-hall,1977 Kaligis, O.C. & Associates, Kumpulan Kasus Menarik 1, O.C. Kaligis Associates,

Jakarta, 2007

Kansil C.S.T. dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil, Balai Pustaka, Jakarta, 2000

Khairandy, Riwan dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Total Media Yogyakarta, 2007

Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995

Nasution, Bismar dan Sitompul, Zulkarnain, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005

---, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001

Nasution, S dan Thomas M, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah, Bumi Aksara, 1999

O’Kelly Jr, Charles R, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992

Rajagukguk, Erman, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006

Reiner, Kraakman R, Business Law, The Anatomy of Corporate Law: A Comparative and Functional Approach, Oxford: Oxford University Press , 2005


(43)

Ridley, Ann, Key Facts Company Law, Hodder & Stoughton a Member of The Hodder Headline Group, British Library Cataloguing in Publication Data, 2005

Rido, Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Penerbit Alumni, 1963

Sastrawidjaja, H. Man S dan Mantili, Rai, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2008

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2006

Soemarso, Akutansi Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba Empat, 2002

Soeria Atmadja, Arifin P, keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik, dan Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Solomon, Lewis D, Schwartz, Donald E,Bauman, Jeffrey D, dan Weiss, Elliott J,

Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994 Sudharmono, Johny, Be G2C Good Governed Company, Panduan Praktis Bagi

BUMN Untuk Menjadi “G2C-Good Governed Company” Dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2004

Suwardjono, Akutansi Pengantar, Yogyakarta: BPFE

Tjandra ,W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999

Warren, S. Carl, Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006

B. Jurnal-Jurnal, Makalah

Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-N0.1, BUMN: Masih Perlukah Dipertahankan?,


(44)

Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-No.3, Kajian Hukum Bisnis Atas Undang-Undang No. 40/2007, 2007

Newsletter, No.70 September 2007, Hukum dan Perkembangannya, 2007

Fiduciary Duty dan Teori Salomon, Bahan Kuliah S2 Sekolah Pasca Sarjana Hukum Bisnis USU

Nasution, Bismar, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan,

disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.

---, Mengukur Kinerja direktur BUMN, Makalah

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,

disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

---, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

C. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 49 Prp. 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara


(45)

Undang-Undang N0mor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah


(46)

Peraturan Menteri keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtangan Barang Milik Negara


(47)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di sektor swasta, tetapi negara/pemerintah pun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Peran negara/pemerintah dalam kegiatan ekonomi ini dari sejarahnya telah ada sejak lama. Pada negara-negara dengan paham sosialis peran negara dalam kegiatan ekonomi sangat sentralistik, sementara di negara-negara liberal kebalikannya dimana peran negara minimal, negara/pemerintah hanya sebagai regulator dengan ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip mekanisme pasar yang menekankan pada sisi efisiensi.

Format keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bersumber pada politik ekonomi suatu negara sebagai konsekwensi dari perkembangan ajaran negara kesejahteraan. Konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi secara riil, untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveidge, seorang anggota parlemen Inggris dalam laporannya dan mengandung suatu program sosial, yaitu: pemerataan pendapatan masyarakat, kesejahteraan sosial sejak manusia lahir sampai meninggal dunia, penyediaan lapangan kerja, pengawasan atas upah oleh pemerintah, dan usaha dalam bidang pendidikan. Jika dikaji laporan dari Beveridge terkandung konsep negara kesejahteraan, yang akhirnya meluas dan diterima oleh banyak pihak. Tahap perkembangannya, sejak tahun 1883, Kanselir Jerman Otto Von Bismarck


(48)

2

memperkenalkan Asuransi Sosial yang dibiayai oleh pemerintah dan tahun 1889 lahirlah UU Pensiun, yang memberikan pensiun kepada pekerja di usia 70 tahun. Kemudian, Presiden Amerika Serikat F.D Roosevelt, 46 tahun kemudian mempertegas dan mempopulerkan kembali konsep negara kesejahteraan tersebut dengan program New Deals Social Security Acts 1935. 1

Krisis ekonomi dunia tahun 1929, yang menyebabkan negara tidak lagi bersifat pasif, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek segala kehidupan sosial, dengan adagium, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave).2

Dalam bukunya Adam Smith (1723-1790) yang diterbitkan tahun 1776, berjudul: An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau yang lebih dikenal dengan Wealth of Nation, dalam kebebasan alamiah, pemerintah hanya mempunyai tiga tugas dan fungsi, yaitu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan dan invasi dari masyarakat bebas lainnya, melindungi setiap anggota masyarakat dari ketidak-adilan oleh anggota masyarakat lainnya, dan menyediakan prasarana umum (public utiliteis) yang tidak dapat diwujudkan oleh anggota masyarakat. Konsep tugas dan fungsi pemerintah dari Adam Smith tersebut, memberi inspirasi Immanuel kant (1724-1804) dan melahirkan konsep

nachtwachterstaat, yaitu negara hanya bertugas untuk menjaga keamanan dan

1 Ibrahim R, Landasan Filosofis dan Yuridis Keberadaan BUMN: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis,Volume 26-No.1-Tahun 2007, hlm. 8

2 Ibid, hlm. 8


(49)

3

ketertiban, sedangkan urusan kesejahteraan harus didasarkan pada free fight para individu. Kemudian, konsep Emmanuel Kant tersebut dikembangkan oleh Friedrich Stahl menjadi konsep negara hukum formal, sampai pada krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929, kemudian memperkuat kelahiran welfare state. 3

Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara melakukan kegiatan ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan negara pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat tujuan dari negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Berangkat tujuan tersebut, UUD 1945 pada dasarnya mengatakan bahwa manakala suatu negara berdiri dan kebutuhan warga negaranya belum dapat dipenuhi sendiri, maka negara wajib memenuhi kebutuhan warganya agar tercapai suatu kesejahteraan yang akan mendorong tercapainya masyarakat yang cerdas.4 Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

3 Ibid, hlm. 8 4

Pandu Djayanto, Sekilas Tentang Peran, Fungsi dan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Newsletter Hukum & Perkembangannya, No.70 September 2007, hlm.10


(50)

4

oleh negara.

Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyat/swasta. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah. Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda, yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi, asuransi, dan perbankan. Saat ini kita memiliki 139 BUMN yang bergerak pada sekitar 37 sektor usaha dengan nilai aset lebih dari Rp.1300 Triliun.5

Dalam gerak operasionalnya keterlibatan negara dalam perekonomian dilakukan melalui Perusahaan Negara. Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.6 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.7 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

5

Ibid, hlm.10 6

Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 7

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.


(51)

5

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.8 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan koperasi. Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Di samping itu BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan. Sumbangan BUMN berupa setoran pajak kepada negara meningkat dari tahun ke tahun secara gradual. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak tahun 2000 sebesar Rp115.912 milyar rupiah sekitar Rp 9.357 milyar (lebih dari 8 %) berasal dari pajak BUMN. Pada tahun 2005 total penerimaan pajak negara adalah Rp 351.973 milyar rupiah, hampir 12 % nya berasal dari pajak BUMN yaitu sebesar Rp 41.986 milyar rupiah.9

Sejarah perkembangan BUMN di Indonesia dilihat dari periode dan generasi masanya dapat dikelompokkan menjadi :10

1. Generasi Pertama 1945-1959.

BUMN dipakai untuk mengembangkan usaha public utilities dan hajat hidup orang banyak, bersifat strategis, dan penguasaan oleh negara dimaksudkan untuk mewujudkan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.

8

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).

9 Tjip Ismail, Peranan BUMN Dalam Penerimaan Pendapatan Negara (Tinjauan Dari Prespektif Pajak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 – No.1 – Tahun 2007, hlm. 40

10

Ibrahim R, Op.cit, hlm.10


(52)

6

2. Generasi Kedua 1959-1974.

Pengambilalihan semua perusahaan Belanda melalui UU No.86 Tahun 1958, sehingga peranan negara semakin dominan atau disebut masa etatisme. Jumlah perusahaan yang dinasionalisasikan sekitar 557 buah. Ketika terjadi perubahan rezim pemerintahan Orde Lama ke Orde baru, pelaku perekonomian masih didominasi BUMN dengan 644 buah. Sistem ekonomi etatisme mulai bergeser ke arah pasar bebas dengan lahirnya UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN. (Sekarang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing).

3. Generasi Ketiga 1974-1982.

Ketika oil boom terjadi tahun 1973 yang mengakibatkan pemerintah melakukan ekspensi besar-besaran mendirikan BUMN, kondisi ini hanya berjalan satu dasawarsa, karena harga minyak merosot tahun 1983. Dalam situasi yang demikian pemerintah melakukan pengetatan anggaran atau istilah populernya kencangkan ikat pinggang dan diikuti oleh langkah kebijakan pemerintah tentang tax reform. Periode ini, sisa-sisa sektor public utilities yang dicanangkan untuk BUMN mengalami tranformasi menuju privatisasi. Sektor

Public utilities merupakan sektor yang menuntut monopoli, sebab prinsip utama dalam mengawasi dan mengontrol BUMN public utulities adalah terjaminnya mekanisme kontrol sosial yang efektif, menindak manajemen BUMN, apabila terbukti tidak mampu menyediakan pelayanan jasa secara baik, benar, wajar dan adil, disanalah letak masalahnya. Menyangkut social accountability yang


(53)

7

bersifat politik dan biasanya manajemen BUMN public utilities ditunjuk berdasarkan kriteria politis. Berarti komitmen, kesadaran, dan moral merupakan payung. Rakyat berhak menuntut balik, apabila tidak terpenuhinya, disitulah letak keseimbangan makna socio democracy yang dicita-citakan the founding fathers.

4. Generasi Keempat 1982-2020.

Globalisasi makin populer seiring dengan kemajuan iptek, tidak ada negara yang dapat menolaknya. Dalam teori ekonomi klasik, negara dilarang ikut campur dalam urusan ekonomi. Namun, setelah perang dunia pertama tahun 1914-1918, krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929-1932 dan ketimpangan perdagangan dunia, menghendaki ikut campurnya negara dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yang melahirkan konsep negara kesejateraan (welfare state) yang di populerkan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt (1933-1945) dengan New Deal Social Security Act 1935, perkembangannya di Amerika Serikat mencapai klimaksnya pada pemerintahan Presiden Lyndon B.J (1963-1979). Kemudian Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher membongkar peranan negara kesejahteraan dengan melibatkan lebih banyak masyarakat dengan privatisasi Perusahaan Negara dan menjadi tren dunia, tidak ada negara yang tidak ikut ambil bagian.

Dasar hukum Perusahaan Negara saat ini di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, untuk selanjutnya disebut UU BUMN. Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah


(54)

8

telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.11

BUMN terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Persero (Persero).12 Yang dimaksud dengan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sementara itu yang dimaksud dengan Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.13 Masing-masing badan usaha tersebut memiliki misi tujuan usaha yang berbeda. BUMN dengan bentuk usaha Perum disamping mencari keuntungan dalam kegiatan bisnisnya juga menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO) kepada masyarakat. Sementara persero tujuan utama kegiatan bisnisnya adalah mengejar keuntungan, namun mengingat BUMN Persero modalnya sebagian atau seluruhnya dari Penyertaan Modal Negara maka tidak terlepas dari kewajiban melaksanakan fungsi

11 http://id.wikipedia.org/wiki/BUMN 12

Lihat Pasal 9 UU BUMN 13

Lihat Pasal 1 angka 2 dan 4 UU BUMN


(55)

9

PSO, tetapi porsi kewajibannya tidak sebesar yang dilaksanakan Perum. Kedua BUMN tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Perum

Perum bertujuan lebih mengutamakan mewujudkan kesejahteraan umum dari pada kepentingan komersial semata-mata. Lebih jelas maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.14 Artinya walaupun bertujuan mencari keuntungan atau laba, hal itu diperuntukkan bagi kesejahteraan umum yang merupakan kewajiban negara terhadap warga negaranya.15 Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Perum dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Direksi Perum mempunyai dua fungsi (fungsi ganda), di satu pihak menjalankan kebijaksanaan pemerintah, dan di lain pihak menjalankan kebijaksanaan yang dikelolanya.16

2. Persero

Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas,17 oleh karena berbentuk, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam

14 Lihat Pasal 36 ayat (1) UU BUMN

15 Muhammad Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti 1995), hlm. 112

16 Ibid. hlm. 114 17

Lihat Pasal 1 angka 2 UU BUMN


(56)

10

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,18 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Persero dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan persero.19

Karateristik lebih lanjut dari persero adalah sebagai berikut:20 1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.

2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan perundang-undangan.

3. Statusnya berupa Perseroan Terbatas yang diatur berdasarkan undang-undang.

4. Modalnya berbentuk saham.

5. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.

6. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham Perseroan Terbatas.

7. RUPS bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan. 8. Dipimpin oleh direksi.

18 Lihat Pasal 11 UU BUMN 19 Lihat Pasal 19 UU BUMN

20

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan Usaha Milik Negara


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1987

Ali, H. Masyhud, Manajemen Risiko Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006

Black, Henry Chambell, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1991

Block, Dennis J, Barton, Nancy E, dan Radin, Stephen A, Third Edition, The Business Judgment Rule, Fiduciary Duties of Corporate Directors, NJ: Prentice Hall Law & Business, 1989

Djojosoedarso, Soeisno, Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Asuransi, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2003

Fees, E. Philips, Accounting Principles, South-Wesren Publishing Co, 1997

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Horngren, T. Charles, Accounting, Simon & Schuster Pte.Ltd-Prentice-hall,1977 Kaligis, O.C. & Associates, Kumpulan Kasus Menarik 1, O.C. Kaligis Associates,

Jakarta, 2007

Kansil C.S.T. dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil, Balai Pustaka, Jakarta, 2000

Khairandy, Riwan dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Total Media Yogyakarta, 2007

Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995


(2)

Nasution, Bismar dan Sitompul, Zulkarnain, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005

---, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001

Nasution, S dan Thomas M, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah, Bumi Aksara, 1999

O’Kelly Jr, Charles R, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992

Rajagukguk, Erman, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006

Reiner, Kraakman R, Business Law, The Anatomy of Corporate Law: A Comparative and Functional Approach, Oxford: Oxford University Press , 2005

Ridley, Ann, Key Facts Company Law, Hodder & Stoughton a Member of The Hodder Headline Group, British Library Cataloguing in Publication Data, 2005

Rido, Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Penerbit Alumni, 1963

Sastrawidjaja, H. Man S dan Mantili, Rai, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2008

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2006

Soemarso, Akutansi Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba Empat, 2002

Soeria Atmadja, Arifin P, keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik, dan Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Solomon, Lewis D, Schwartz, Donald E,Bauman, Jeffrey D, dan Weiss, Elliott J, Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994


(3)

Sudharmono, Johny, Be G2C Good Governed Company, Panduan Praktis Bagi BUMN Untuk Menjadi “G2C-Good Governed Company” Dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2004

Suwardjono, Akutansi Pengantar, Yogyakarta: BPFE

Tjandra ,W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999

Warren, S. Carl, Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005 Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman

Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006

B. Jurnal-Jurnal, Makalah

Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-N0.1, BUMN: Masih Perlukah Dipertahankan?, 2007

Jurnal Hukum Bisnis Volume 26-No.3, Kajian Hukum Bisnis Atas Undang-Undang No. 40/2007, 2007

Newsletter, No.70 September 2007, Hukum dan Perkembangannya, 2007

Fiduciary Duty dan Teori Salomon, Bahan Kuliah S2 Sekolah Pasca Sarjana Hukum Bisnis USU

Nasution, Bismar, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan, disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.


(4)

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara, disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

---, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

C. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 49 Prp. 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Undang-Undang N0mor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)


(5)

Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan,

Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Peraturan Menteri keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtangan Barang Milik Negara


(6)