influenzae, P. mirabilis atau S. pneumoniae tidak terdeteksi pada plak gigi tiruan,
namun dapat dijumpai pada plak gigi, meskipun dengan frekuensi yang rendah.
5
Dalam hal ini, alasan yang mungkin adalah gigi tiruan dapat dilepas dari rongga mulut untuk dibersihkan, sedangkan gigi yang tetap berada dalam rongga
mulut mereka mungkin memiliki karies gigi dan saku periodontal, di mana mikroorganisme mudah berkembang biak.
5
Meskipun kesehatan mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup seperti mengunyah, menelan, berbicara, estetika wajah,
dan interaksi sosial, masyarakat kelompok usia tua sering mengabaikan perawatan kesehatan mulutnya dalam waktu yang lama.
5,7
Oleh karena itu, pada orang tua dengan sejumlah gigi dapat dihubungkan dengan prevalensi bakteri periodontal dalam rongga mulut, dan mungkin dapat
menjadi faktor risiko terjadinya aspirasi pneumonia.
8
2.3 Merokok sebagai faktor modifikasi penyakit periodontal dan penyakit saluran pernafasan
Merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat memperparah penyakit periodontal.
9
Merokok dianggap sebagai penyebab utama penyakit paru obstruksi kronis dan kondisi pernafasan kronis lainnya. Penggunaan tembakau dapat merusak
gingiva dan kesehatan rongga mulut secara keseluruhan. Selain itu, juga dapat memperlambat proses penyembuhan, sehingga kedalaman saku gusi bertambah dan
kehilangan perlekatan terjadi secara cepat. Meskipun merokok bukan satu-satunya penyebab penyakit periodontal, namun faktor ini jelas dapat dihindari.
2
Universitas Sumatera Utara
Beberapa studi cross-sectional menunjukkan bahwa efek merokok pada kesehatan periodontal tergantung pada frekuensi merokok. Adapun toksik yang
terpapar pada jaringan selama merokok dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tersebut. Selain itu, merokok dapat menyebabkan komposisi mikroba pada plak jadi
berubah. Merokok dapat juga mengganggu aliran darah, mengurangi respon imun, sehingga proses penyembuhan menjadi terganggu.
10
Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang bertentangan, mikroba flora yang terdapat pada rongga mulut perokok mungkin lebih patogen.
Grossi dkk menemukan sebuah peningkatan prevalensi spesifik bakteri Gram-negatif pada perokok. Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans Aa dan Tannerella
forsythensis Tf dijumpai lebih banyak pada daerah subgingival kelompok perokok
daripada non-perokok. Bakteri Porphyromanas gingivalis Pg ditemukan dengan jumlah yang lebih tinggi pada perokok meskipun tidak signifikan secara statistik.
10
Pada penyakit obstruksi paru, merokok dianggap sebagai faktor modifikasi, sedangkan penyakit periodontal sebagai faktor risiko yang terjadi jika ada riwayat
merokok. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit sistemik berpengaruh terhadap pemaparan asap rokok. Peran utama
penyakit periodontal dalam etiologi penyakit obstruksi paru dapat berhubungan dengan merokok, dan secara bertahap risiko penyakit meningkat pada orang yang
merokok.
9
Hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit obstruksi paru pada penelitian yang dilakukan oleh James A Katancik dkk terlihat pada kelompok bekas
perokok Tabel 1.
11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Tingkatan status merokok dengan kemaknaan indeks periodontal ±SE yang disesuaikan dengan usia, ras, jenis kelamin dan lingkungan
Katancik JA, dkk. J Periodontol 2005;76:2166
Status merokok
Klassifikasi dasar paru-
paru Jumlah Kehilangan
perlekatan Indeks
gingiva Indeks
plak Kedalaman
saku
Tidak pernah
merokok Normal
Penyakit obstruksi
382 21
2.01±0.06 1.68±0.25
0.88±0.03 0.90±0.13
0.74±0.03 0.65±0.11
1.94±0.04 1.99±0.16
Bekas perokok
Normal Penyakit
obstruksi 384
38 2.32±0.77
3.26±0.23 0.92±0.03
1.14±0.10 0.75±0.03
0.97±0.08 1.99±0.04
2.24±0.11
Saat ini merokok
Normal Penyakit
obstruksi 55
16 3.39±0.25
2.87±0.46 1.24±0.09
1.27±0.17 1.00±0.08
1.06±0.15 2.53±0.12
2.46±0.23
Analisis statistik berdasarkan perbandingan antara subjek dengan fungsi paru normal dan subjek dengan penyakit obstruktif pada suatu kelompok.
Perbedaan signifikan dilihat pada kelompok bekas perokok: KP P = 0,0001, IG P = 0,033, IP P = 0,014, dan KS P = 0,037.
Status merokok dikelompokkan atas tidak pernah merokok, saat ini merokok, atau bekas perokok. Seorang bekas perokok diartikan sebagai saat ini tidak merokok,
tetapi pernah mengkonsumsi lebih dari 100 rokok. Usia, ras, jenis kelamin, lingkungan, pendidikan, penggunaan antibiotik baru-baru ini, dan pemakaian steroid
juga dianggap sebagai faktor pembaur yang potensial.
11
Tabel 1 menunjukkan bahwa penyakit obstruksi lebih banyak diderita oleh kelompok bekas perokok daripada orang yang tidak pernah merokok maupun yang
saat ini merokok. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat perbedaan yang signifikan dalam hal indeks periodontal pada kelompok bekas perokok antara orang yang
memiliki paru-paru normal dengan penyakit obstruksi paru.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, James A Katancik dkk juga mengklassifikasikan keparahan penyakit obstruksi yang terdapat pada kelompok bekas perokok, dan melakukan
penilaian terhadap indeks periodontal Tabel 2.
11
Tabel 2. Kemaknaan indeks periodontal ± SE berdasarkan tingkatan penyakit obstruksi pada kelompok bekas perokok yang disesuaikan dengan umur, ras,
jenis kelamin, lingkungan, dan konsumsi rokok tiap bungkus. Katancik JA,
dkk. J Periodontol 2005;76:2166
Klassifikasi paru Jumlah
Kehilangan perlekatan
Indeks gingiva
Indeks plak
Kedalaman saku
Normal 348 2.33±0.77
0.93±0.03 0.76±0.03
2.00±0.04 Penyakit obstruksi
ringan 17 3.26±0.36
1.10±0.15 1.11±0.13
2.70±0.17 Penyakit obstruksi
sedang 12 3.01±0.41
1.00±0.18 0.96±0.15
2.21±0.20 Penyakit obstruksi
berat 9 3.53±0.47
1.36±0.20 0.77±0.17
2.17±0.23 Perbedaan yang signifikan terlihat pada kelompok bekas perokok : KP P = 0.0003 dan IG
P = 0.0361.
Tabel 2 menunjukkan kelompok bekas perokok yang disertai dengan penyakit obstruksi paru. Bekas perokok yang mengalami penyakit obstruksi paru yang berat
menunjukkan rata-rata kehilangan perlekatan dan indeks gingiva yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, dapat diperoleh keterangan bahwa kemungkinan terjadinya infeksi saluran pernafasan akan cenderung meningkat
pada individu dengan status higiene oral yang buruk disertai dengan prevalensi kolonisasi plak yang tinggi, usia dan kebiasaan merokok.
--------------ooOoo--------------
Universitas Sumatera Utara
14
BAB 3 BUKTI KLINIS ADANYA HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT