29
2.4 Kasus – Kasus Koreika Shakai
Meningkatnya populasi lansia di Jepang menyebabkan munculnya beberapa kasus sosial terkait dengan para lansia yang terjadi di masyarakat Jepang
seperti kodokushi, pemeliharaan lansia, dll. Salah satu kasus sosial yang sekarang menjadi sorotan utama bagi pemerintah jepang adalah Kodokushi. Kodokushi
yang dalam bahasa Jepang tertulis 孤独死
, dalam bahasa Inggris bisa diartikan lonely-death, dan dalam bahasa Indonesia adalah mati kesepian. Kodokushi
merupakan fenomena masyarakat di Jepang yang dialami oleh penduduk lanjut usia yang memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal menjemputnya, ia meninggal
tanpa diketahui oleh siapapun. Tak jarang jasad orang yang mengalami kodokushi baru ditemukan dalam jangka waktu berharihari bahkan sampai berminggu-
minggu dari waktu meninggalnya. Peningkatan usia hidup di satu sisi menunjukan hal yang sangat positif,
akan tetapi hal ini ternyata menimbulkan problem sosial baru yaitu masalah perawatan lansia. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jepang mulai
beralih dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Hal ini berdampak pada pola keluarga di Jepang yang semula menganut sistem keluarga luas
dozoku menjadi keluarga inti kaku kazoku. Saat ini mayoritas keluarga di Jepang hanya memiliki rata-rata satu sampai dua orang anak. Bahkan muncul
kecenderungan para wanita Jepang saat ini untuk tidak menikah demi karier atau menikah namun tidak mau memiliki anak. Kondisi ini memicu masalah baru
berkaitan dengan perawatan lansia. Banyak lansia yang akhirnya terpaksa ditempatkan di rumah jompo akibat tidak adanya sanak keluarga yang bisa
merawat mereka. Pada beberapa kasus bencana alam, banyak ditemui lansia yang
30
hidup sebatangkara karena ditinggal meninggal sanak keluarganya. Mereka kemudian banyak yang mengalami depresi karena kesepian dan akhirnya
meninggal dunia. Penyebab meningkatnya jumlah lansia yang hidup sendiri di Jepang dapat
dianalisis dari dua segi, yang pertama dari segi status perkawinan, misalnya tidak menikah, ditinggal mati oleh pasangan hidup, dan perceraian. Segi yang kedua
adalah dari hubungan atau relasi yang terpisah, yakni banyak yang tidak hidup bersama dengan anaknya Fujimori 2010 : 41. Kondisi ini menyebabkan
mayoritas dari mereka mengalami depresi akibat kesepian. Banyak diantaranya yang akhirnya mengalami ketergantungan alkohol. Sebagian lagi ditemukan
meninggal karena kelaparan, kekurangan gizi atau sakit lever. Mayoritas adalah pria berusia 55 tahun-an. Jumlahnya hampir dua kali lipat wanita yang rata-rata
berusia 70 tahunan. Banyak cara yang dilakukan para lansia di jepang untuk mengakhiri
hidupnya yang diakibatkan karena rasa kesepian. Beberapa diantaranya adalah bunuh diri jisatsu. Kasus-kasus bunuh diri jisatsu di Jepang juga merupakan
hal yang tidak bisa dilepaskan dengan masalah kodokushi. Di dalam kasus-kasus kodokushi yang ditemukan, banyak yang merupakan kasus bunuh diri. Kasus
bunuh diri di Jepang sendiri mengalami peningkatan sejak 1998. Kenaikannya melonjak tajam dari hanya 23.000 kasus di tahun 1997 melonjak menjadi 30.000
kasus di tahun berikutnya. Beberapa faktor dianggap sebagai pemicunya di antaranya adalah
industrialisasi. Industrialisasi mendorong kaum muda di Jepang melakukan urbanisasi dan beralih pekerjaan dari sektor agraris ke sektor industri. Hal ini
31
meyebabkan desa kekurangan tenaga muda. Yang tertinggal hanyalah para lansia yang hidup sendiri tanpa sanak keluarga. Strukutur keluarga pun mengalami
perubahan yakni dari keluarga luas dozoku menjadi keluarga inti kaku kazoku. Hal ini menyebabkan banyak lansia yang harus tinggal terpisah dengan
anak-anak mereka. Mereka menjalani hari tua sendiri dan kesepian. Kasus kodokushi terbanyak terjadi pada laki-laki berusia 50 sampai 60 tahun yang hidup
sendiri tanpa keluarga, pekerjaan dan tujuan hidup. Pada wanita biasanya terjadi di usia 70 sampai 80 an.
32
BAB III DAMPAK KOREIKA SHAKAI
3.1 Dampak Terhadap Keluarga