Analisis Praktek Personal Guarantee Dalam Pemberian Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli

(1)

TESIS

Oleh

YUNI SYAHRENI NASUTION

087011133/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS PRAKTEK

PERSONAL GUARANTEE

DALAM

PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA

(PERSERO) Tbk CABANG SIGLI

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNI SYAHRENI NASUTION

087011133/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PRAKTEK PERSONAL GUARANTEE DALAM PEMBERIAN KREDIT

PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA

(PERSERO) Tbk CABANG SIGLI Nama Mahasiswa : Yuni Syahreni Nasution

Nomor Pokok : 087011133

Program Studi : Kenotariatan

Menyfetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) Ketua

(Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 21 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn 2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

ABSTRAK

Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak perkembangan dunia perbankan saat ini yang dapat membawa keuntungan bagi debitur dan kreditur. Bagi bank atau kreditur hadirnya jaminan pribadi ataupersonal guarantee dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan dapat dikembalikan. Namun dalam prakteknya permasalahan dapat timbul di kemudian hari akibatpersonal guaranteeini. Hal ini sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari prosedur awal pada saat munculnya personal guarantee

tersebut. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya muncul di kota-kota besar saja yang sudah pasti tidak lepas dari kegiatan kredit, melainkan juga di daerah-daerah salah satunya kota Sigli. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli, bagaimana hambatan yang ditemui dalam praktek personal guarantee, serta bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan lokasi penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli harus memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang telah dipersyaratkan. Penandatanganan perjanjian personal guarantee dilakukan setelah adanya perjanjian kredit. Hal ini merupakan konsekuensi dari sifat accesoir dari perjanjian personal guarantee. Meskipun pihak bank sebagai kreditur telah melakukan analisis, dan prinsip kehati-hatian terhadap kredit yang akan diberikan kepada debitur namun hal ini tidak menjamin kredit tersebut tanpa hambatan. Hambatan yang ditemui dalam praktekpersonal guarantee yaitu antara lain sulitnya untuk mengetahui kredibilitas penjamin, sulitnya untuk mengetahui seberapa banyak dan kepada siapa saja yang bersangkutan menjadi penjamin, jaminan yang diberikan kepada kreditur bersifat umum dan tidak menimbulkan hak preferen bagi kreditur terhadap barang-barang tertentu milik penjamin, penjamin dan debitur terkadang sama-sama tidak memiliki itikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan utang debitur, dengan berbagai kemungkinan, misalnya menolak membayar utangnya atau, menolak eksekusi terhadap barang jaminan miliknya meskipun hak istimewanya telah dilepaskan dengan tegas pada waktu dibuatnya perjanjian personal guarantee

tersebut. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi antara lain Upaya Internal yaitu melalui


(6)

restrukturisasi kredit dan Upaya Eksternal yaitu menyerahkan penagihannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (DJKN/KPKNL). Akhirnya disarankan dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur atau penjamin hendaknya kreditur atau bank melakukan penilaian secara sungguh-sungguh sesuai dengan prosedur (bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) agar kelak dikemudian hari hambatan yang ditemui dalam prektek

personal guarantee dapat dihindari. Selain itu sebagai debitur atau penjamin hendaknya juga memiliki itikad baik dan kooperatif untuk menyelesaikan kewajibannya atau utangnya sehingga kepentingan debitur, kreditur serta penjamin sama-sama terlindungi.


(7)

ABSTRACT

The existence of the third party as the guarantor is one of the effects of world banking development nowadays which can give the benefit for both the debtor and the creditor. For the Bank or creditor, the present of personal guarantee can assure the Bank that the debtor’s debt will be payable. In practice, however, the personal guarantee can also cause some problems. These problems do not only occur in big cities where the activity of giving credit usually occurs, but also in a small town like Sigli. The problems in this research were as follows: how about the procedure of giving personal guarantee as credit guarantee at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, whether there were any obstacles in the practice of personal guarantee, and the effort made by PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, in case the was default.

The research used descriptive method; a descriptive method was a study was described, analyzed, and explained a legal provision theoretically and practically form the field research. The research also used judicial normative and judicial sociological approaches with the location of the research was at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated)Tbk, Sigli.

The result of the research showed that the procedure of giving the personal guarantee and credit guarantee at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk. Sigli, was validated and fulfilled the judicial requirements. The personal guarantee agreement was signed after the credit agreement was agreed. This was the consequence of the accesoir characteristic of personal guarantee agreement. Although the Bank as the creditor had done the analysis, prudence of giving the credit should be taken, but this did not guarantee that there would be no obstacle. Some obstacles which would be found in the practice of personal guarantee were the difficulty in detecting the guarantor’s credibility. The difficulty in detecting how many and who was the guarantor, the guarantee given to the creditor was too general so that it did not cause the preference right for the creditor about the guarantor’s collateral, both the guarantor and the debtor sometimes did not have good faith, and they were not cooperative in paying off the debtor’s debt in various ways, such as refusing to pay up the debt or refusing the execution of the collateral although his privilege had been depraved during the signing of personal guarantee agreement. Some efforts made by PT. Bank Rakyat Indonesia (incorporated) Tbk. Sigli when the guarantor was default were, among others. Internal effort; i.e., through restructuring the credit; External effort; i.e., entrusting the claim for payment to Directorate General of National Treasury Office and Anction (DJKN/KPKNL). It was recommended that the creditor or the Bank in education debtor or the guarantor, should carefully and seriously evaluate by the over the procedures (clean from corruption, collusion, and nepotism) so that there would be no more obstacles in the


(8)

future in the practice of personal guarantee. It was also recommended that the debtor or the guarantor should have good faith and be cooperative in paying off his debt so that the debtor, the creditor and the guarantor could be protected.


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat merampungkan tesis yang berjudul “Analisis Praktek Personal Guarantee Dalam Pemberian Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli. ”

Dalam kesempatan ini juga dengan penuh rasa hormat yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn serta Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan perhatian dan kesempatannya setiap saat pada penulis dalam memberikan pengarahan dalam menyelesaikan penulisan penelitian tesis ini.

Kemudian juga penulis tujukan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum


(10)

2. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya Program Studi Magister Kenotariatan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi yang tak terbalaskan oleh penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan penelitian ini. 3. Para pegawai/staf pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan administrasi perkuliahan.

4. Para pegawai/karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli khususnya kepada divisi ADK Bapak Fauzi A Rani dan divisi AO Bapak Sardiman serta Bapak Muhammad Abdul Haris yang sangat membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Abangda Devinsyah Nasution dan kakak tersayang serta sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan perhatian dan pengertiannya.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penulisan penelitian tesis ini.

Teristimewa secara khusus penulis menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih tiada terhingga kepada ayahanda H. Darmansyah Nasution dan Ibunda Hj. Nurmawati Siregar yang dengan penuh kesabaran telah memberikan perhatian, dorongan dan doa kepada penulis. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada suami tercinta yang selalu memberikan dorongan serta semangat hingga akhir penulisan tesis ini.


(11)

Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberikan masukan berupa pendapat ilmiah serta bahan penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu semoga kiranya amal baik dan keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT. Sebagai manusia penulis menyadari mungkin penulisan penelitian tesis ini jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2011 Penulis,


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Yuni Syahreni Nasution

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 10 Juni 1984

Status : Menikah

Alamat : Jl. Bromo Gg. Sukri No. 14 Medan

II. ORANG TUA

Nama Ayah : H. Darmansyah Nasution

Nama Ibu : Hj. Nurmawati Siregar

III. PENDIDIKAN

SDN 060800 Medan Lulus Tahun 1996

MTsN I Meulaboh (Aceh Barat) Lulus Tahun1999

SMUN 10 Medan Lulus Tahun 2002

S1 (Strata satu) Fakultas Hukum UISU Lulus Tahun 2007

S1 (Strata satu) Sekolah Tinggi Bahasa Asing Harapan Medan Lulus Tahun 2007


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP... viii

DAFTAR ISI………. ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 17

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

1. Kerangka Teori ... 19

2. Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian ... 29

1. Spesifikasi Penelitian ... 29

2. Sumber Data ... 30

3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 31

4. Analisis Data ... 32

BAB II PROSEDUR PEMBERIANPERSONAL GUARANTEE SEBAGAI JAMINAN KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG SIGLI ... 33

A. Jaminan Dalam Kredit Perbankan ... 33

1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Kredit ... 33

2. Jenis Jaminan Kredit dan Pengikatannya... 36


(14)

B. Pengertian Dan Dasar HukumPersonal Guarantee ... 42

C. Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Dan Kaitannya Dalam AktaPersonal Guarantee ... 47

D. Prosedur PemberianPersonal GuaranteeSebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli ... 53

1. Kebijakan Umum Dalam Perkreditan ... 63

2. Prosedur PemberianPersonal GuaranteeSebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli ... 73

E. Akibat Hukum PemberianPersonal Guarantee... 85

1. Akibat Hukum Antara Penjamin dengan Kreditur ... 85

2. Akibat Hukum Antara Penjamin Dan Debitur ... 87

BAB III HAMBATAN YANG DITEMUI DALAM PRAKTEKPERSONAL GUARANTEE... 90

A. Terjadinya Wanprestasi ... 90

B. Kredit Mulai Menunjukkan Gejala Macet ... 94

A. Kredit Dinyatakan Macet... 96

B. Tanggung Jawab Penjamin ... 102

BAB IV UPAYA YANG DILAKUKAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG SIGLI APABILA PENJAMIN WANPRESTASI... 107

A. Upaya Internal ... 107

B. Upaya Eksternal ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(15)

ABSTRAK

Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak perkembangan dunia perbankan saat ini yang dapat membawa keuntungan bagi debitur dan kreditur. Bagi bank atau kreditur hadirnya jaminan pribadi ataupersonal guarantee dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan dapat dikembalikan. Namun dalam prakteknya permasalahan dapat timbul di kemudian hari akibatpersonal guaranteeini. Hal ini sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari prosedur awal pada saat munculnya personal guarantee

tersebut. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya muncul di kota-kota besar saja yang sudah pasti tidak lepas dari kegiatan kredit, melainkan juga di daerah-daerah salah satunya kota Sigli. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli, bagaimana hambatan yang ditemui dalam praktek personal guarantee, serta bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis dengan lokasi penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli harus memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang telah dipersyaratkan. Penandatanganan perjanjian personal guarantee dilakukan setelah adanya perjanjian kredit. Hal ini merupakan konsekuensi dari sifat accesoir dari perjanjian personal guarantee. Meskipun pihak bank sebagai kreditur telah melakukan analisis, dan prinsip kehati-hatian terhadap kredit yang akan diberikan kepada debitur namun hal ini tidak menjamin kredit tersebut tanpa hambatan. Hambatan yang ditemui dalam praktekpersonal guarantee yaitu antara lain sulitnya untuk mengetahui kredibilitas penjamin, sulitnya untuk mengetahui seberapa banyak dan kepada siapa saja yang bersangkutan menjadi penjamin, jaminan yang diberikan kepada kreditur bersifat umum dan tidak menimbulkan hak preferen bagi kreditur terhadap barang-barang tertentu milik penjamin, penjamin dan debitur terkadang sama-sama tidak memiliki itikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan utang debitur, dengan berbagai kemungkinan, misalnya menolak membayar utangnya atau, menolak eksekusi terhadap barang jaminan miliknya meskipun hak istimewanya telah dilepaskan dengan tegas pada waktu dibuatnya perjanjian personal guarantee

tersebut. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi antara lain Upaya Internal yaitu melalui


(16)

restrukturisasi kredit dan Upaya Eksternal yaitu menyerahkan penagihannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (DJKN/KPKNL). Akhirnya disarankan dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur atau penjamin hendaknya kreditur atau bank melakukan penilaian secara sungguh-sungguh sesuai dengan prosedur (bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) agar kelak dikemudian hari hambatan yang ditemui dalam prektek

personal guarantee dapat dihindari. Selain itu sebagai debitur atau penjamin hendaknya juga memiliki itikad baik dan kooperatif untuk menyelesaikan kewajibannya atau utangnya sehingga kepentingan debitur, kreditur serta penjamin sama-sama terlindungi.


(17)

ABSTRACT

The existence of the third party as the guarantor is one of the effects of world banking development nowadays which can give the benefit for both the debtor and the creditor. For the Bank or creditor, the present of personal guarantee can assure the Bank that the debtor’s debt will be payable. In practice, however, the personal guarantee can also cause some problems. These problems do not only occur in big cities where the activity of giving credit usually occurs, but also in a small town like Sigli. The problems in this research were as follows: how about the procedure of giving personal guarantee as credit guarantee at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, whether there were any obstacles in the practice of personal guarantee, and the effort made by PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk, Sigli, in case the was default.

The research used descriptive method; a descriptive method was a study was described, analyzed, and explained a legal provision theoretically and practically form the field research. The research also used judicial normative and judicial sociological approaches with the location of the research was at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated)Tbk, Sigli.

The result of the research showed that the procedure of giving the personal guarantee and credit guarantee at PT. Bank Rakyat Indonesia (Incorporated) Tbk. Sigli, was validated and fulfilled the judicial requirements. The personal guarantee agreement was signed after the credit agreement was agreed. This was the consequence of the accesoir characteristic of personal guarantee agreement. Although the Bank as the creditor had done the analysis, prudence of giving the credit should be taken, but this did not guarantee that there would be no obstacle. Some obstacles which would be found in the practice of personal guarantee were the difficulty in detecting the guarantor’s credibility. The difficulty in detecting how many and who was the guarantor, the guarantee given to the creditor was too general so that it did not cause the preference right for the creditor about the guarantor’s collateral, both the guarantor and the debtor sometimes did not have good faith, and they were not cooperative in paying off the debtor’s debt in various ways, such as refusing to pay up the debt or refusing the execution of the collateral although his privilege had been depraved during the signing of personal guarantee agreement. Some efforts made by PT. Bank Rakyat Indonesia (incorporated) Tbk. Sigli when the guarantor was default were, among others. Internal effort; i.e., through restructuring the credit; External effort; i.e., entrusting the claim for payment to Directorate General of National Treasury Office and Anction (DJKN/KPKNL). It was recommended that the creditor or the Bank in education debtor or the guarantor, should carefully and seriously evaluate by the over the procedures (clean from corruption, collusion, and nepotism) so that there would be no more obstacles in the


(18)

future in the practice of personal guarantee. It was also recommended that the debtor or the guarantor should have good faith and be cooperative in paying off his debt so that the debtor, the creditor and the guarantor could be protected.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang saat ini diharapkan dapat melaksanakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju ke arah masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka menciptakan pembangunan nasional tersebut, para pelaku pembangunan baik pemerintah mau pun masyarakat, baik perseorangan mau pun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Oleh karena itu seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang mana sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam.

Kehidupan dunia usaha saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pinjam meminjam. Bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai tempat bagi perusahaan pemerintah, swasta mau pun orang perorangan untuk meminjam uang atau yang lebih sering disebut dengan kredit. Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampurbaurkan dengan istilah utang.1

1

Rachmadi Usman,Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : P.T. Gramedia, 2001), hal. 236.


(20)

Peranan lembaga bank kemudian terus ditata dan diperbaiki dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan.

Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Oleh karena itu terdapat dua fungsi bank di Indonesia, yaitu menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan (funding) dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit (lending).2

Kredit dari sisi bank merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan bank itu sendiri.3 Sedangkan bagi masyarakat atau nasabahnya kredit dapat membantu dalam permodalan usaha guna peningkatan pendapatannya. Jadi dengan kata lain terdapat unsur yang esensial dari kredit bank yaitu adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Prinsip kepercayaan ini disebut juga fiduciary relationship.Prinsip tersebut diperlukan dalam hubungan timbal balik antara kreditur dan debitur.4 Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan sungguh-sungguh akan diterima

2

Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 1.

3

Suharno,Analisa Kredit,(Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 2.

4

Try Widiyono, Aspek Hukum Oprasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia,


(21)

kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Disisi lain, pada saat masyarakat menyimpan dananya atau meminta layanan jasa-jasa perbankan maka masyarakat sebagai nasabah harus percaya bahwa dana yang disimpan pada bank tidak hilang atau pemanfaatan jasa-jasa perbankan oleh masyarakat dapat terlaksana dengan baik dan menguntungkan.

Dalam menjalankan usahanya di bidang penyaluran kredit, bank dapat menghadapi risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko akibat ketidakmampuan nasabah atau debitur mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan.5 Untuk menghadapi risiko kredit tersebut, bank dalam menjalankan fungsinya, harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utang tepat pada waktunya sesuai dengan yang diperjanjikan.6

Sebagai pemberi kredit, bank wajib menetapkan suatu kebijakan perkreditan agar tetap dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk memperoleh keuntungan dan menjamin lunasnya semua kredit yang disalurkan. Untuk memberikan kreditnya bank wajib memiliki keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah atau debitur untuk melunasi utangnya.

5

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perusahaan Indonesia,(Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 267.

6

Hesty Irwan, Penelitian Tentang Aspek Hukum Restrukurisasi Kredit Dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil,(Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, 2001), hal. 63.


(22)

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah atau debitur.7 Seyogianya bank melakukan analisis kredit yang seksama, teliti dan cermat dengan didasarkan pada data yang aktual dan akurat, sehingga bank tidak akan keliru dalam mengambil keputusannya. Oleh karena itu, setiap pemberian kredit tentunya telah memenuhi ketentuan perbankan dan sesuai dengan asas perkreditan yang sehat. Demikian pula pemberian kreditnya juga telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, dan terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit. Bank harus meyakini bahwa kredit yang akan diberikannya tersebut dapat dilunasi kembali pada waktunya oleh debitur.8

Nasabah atau debitur yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik, tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah atau debitur yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah atau debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet. Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji.9

7

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Group, 2008), hal. 73.

8

Rachmadi Usman, Op.Cit,hal. 255.

9

Gatot Supromono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hal. 92.


(23)

Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan utang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitur tidak melunasi.10 Jaminan dalam perkreditan mempunyai makna yang sangat penting, karena jaminan merupakan benteng terakhir bila debitur wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank.11 Dengan kata lain bahwa jaminan juga merupakan semacam pelindung kerugian.12

Tujuan jaminan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank.13 Namun bank tidak wajib meminta jaminan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan proyek yang dibiayai yang lazim dikenal dengan jaminan tambahan, apabila penilaian oleh bank terhadap kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya berdasarkan watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur dianggap sudah cukup.14

Dalam prakteknya tiap-tiap bank mempunyai aturan intern perbankan mengenai syarat-syarat pemberian kredit sebagai pedoman, yang dimaksudkan sebagai tindakan pengamanan bank. Untuk lebih menjaga keamanannya bank akan melakukan pengikatan perjanjian kredit dan meminta jaminan dari debitur tersebut.

10

Ibid, hal. 56.

11

Suharno,Op.Cit,hal. 40.

12

Jopie Jusuf, Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, (Jakarta : Elex Media Komputerindo, 2003), hal. 95.

13

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 21.

14

J.Satrio,Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet,(Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 5.


(24)

Jaminan kredit oleh calon debitur atau debitur diharapkan dapat membantu memperlancar proses analisis pemberian kredit dari bank, yang dengan demikian jaminan kredit tersebut haruslah secured dan marketeble. Secured, artinya jaminan tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum. Marketable, artinya apabila jaminan tersebut harus, perlu, dan dapat dieksekusi, jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi utang debitur.15

Menurut Soebekti, jaminan yang ideal atau baik tersebut terlihat dari :16

1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukan. 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan atau

meneruskan usahanya.

3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi utang si debitur. Jaminan kebendaan atau agunan sebagai syarat pemberian kredit bank tersebut pada hakikatnya berfungsi untuk menjamin kepastian akan pelunasan utang debitur jika debitur cidera janji atau dinyatakan pailit.

Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan secara umum dan jaminan khusus. Jaminan secara umum termaktub dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “segala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

15

H.R.Daeng Naja,Hukum Kredit Dan Bank Garansi, (Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 209.

16

Soebekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 21.


(25)

Jaminan yang bersifat umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, hak-hak tagihan mana tidak mempunyai hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dan kreditur lainnya.17

Jaminan secara umum sering dirasakan kurang cukup dan kurang aman, karena selain bahwa kekayaan debitur pada suatu waktu bisa habis, juga jaminan secara umum itu berlaku untuk semua kreditur, sehingga kalau ada banyak kreditur ada kemungkinan beberapa orang dari mereka tidak lagi mendapat bagian. Oleh karena itu maka debitur sering dimintakan memberikan jaminan khusus.18 Jaminan khusus biasanya dimintakan pada jumlah kredit yang terbilang besar.

Jaminan yang bersifat khusus adalah jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, yang hak-hak tagihannya mempunyai hak mendahului sehingga berkedudukan sebagai kreditur privilege (hak preverent).19 Jaminan yang diberikan kepada kreditur tersebut dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.20

Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri adanya hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun dan selalu mengikuti bendanya serta dapat dialihkan.21Jaminan kebendaan dapat diikat dengan lembaga hak tanggungan, gadai, fidusia dan cessie, yang dapat diadakan antara debitur dengan bank dan dapat juga

17Ibid,

hal. 207.

18

R. Subekti,Aneka Perjanjian,(Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 163-164.

19

H.R.Daeng Naja,Op.Cit,hal. 208.

20Ibid. 21


(26)

diadakan antara pihak ketiga yang memiliki jaminan kebendaan tersebut serta sebagai pihak yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang (debitur) dengan bank, sehingga hak kebendaan tersebut memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan dari pada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan.22

Jaminan perorangan merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu.23 Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang atau debitur. Jaminan perorangan merupakan jaminan yang pelaksanaannya didasarkan atas faktor psikologis dan bonafiditas yaitu

persoonlijke borg atau jaminan orang lain. Sifat jaminan ini mempunyai latar belakang kepercayaan dan bonafiditas, baik dari peminjam (debitur) ataupun pihak penjamin sendiri.24 Perjanjian ini bahkan dapat diadakan di luar atau tanpa pengetahuan si berutang tersebut.25 Pihak ketiga yang melakukan penanggungan utang atau penjaminan dapat dilakukan oleh orang perorangan yang pengikatan

22

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak- Hak Kebendaan, (Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 17.

23

Salim HS,Loc.Cit,hal. 24. 24

R.Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan (Penghayatan, Analisis dan Penuntutan), (Jakarta : Pradya Paramita, 1971), hal. 66.

25


(27)

jaminannya dalam bentukpersonal guaranteeatau dilakukan oleh badan hukum yang pengikatannya dalam bentukcorporate guarantee.

Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak perkembangan dunia perbankan saat ini, yang dapat membawa keuntungan bagi debitur dan kreditur. Penjamin dapat membantu debitur yang memiliki kesanggupan serta kemampuan untuk mengembalikan kredit yang didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh bank terhadap usahanya, akan tetapi tidak atau belum cukup memenuhi jaminan tambahan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank. Terkadang penyerahan jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank menjadi hambatan bagi dunia usaha untuk memperoleh kredit. Tidak jarang permohonan kredit yang diajukan dan telah disetujui oleh bank dapat menjadi batal akibat ketidakmampuan debitur dalam menyediakan jaminan tambahan yang dipersyaratkan oleh bank.

Bagi bank hadirnya jaminan perorangan atau personal guarantee dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan dapat dikembalikan. Apabila kredit tidak dapat dikembalikan yang menyebabkan timbulnya kredit macet, maka bank telah memiliki sumber pelunasan yang berasal dari jaminan yang diberikan termasuk meminta penjamin atau penanggung utang untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu jaminan memberikan hak kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan.26

26

Indrawati, Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit,(Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 2002), hal. 8.


(28)

Ketentuan yang mengatur masalah penjaminan utang diatur dalam Bab Ketujuh Belas mulai dari Pasal 1820 s/d Pasal 1850 KUH Perdata.27 Penjamin atau penanggung baru menjadi debitur atau mempunyai kewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji atau wanprestasi, dimana harta benda milik debitur utama telah disita dan dilelang terlebih dahulu dan apabila hasilnya tidak cukup untuk melunasi kewajibannya, atau apabila debitur utama tidak mempunyai harta apa pun, maka kreditur dapat menuntut penjamin atau penanggung.28

Perjanjian jaminan perorangan atau personal guarantee adalah suatu perjanjian ikutan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian utang piutang (kredit).29 Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa ”tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.” Oleh karena itu, pemberian personal guarantee harus menyebut perjanjian pokok (perjanjian kredit) yang mana yang ditanggung oleh pemberi jaminan

(peng-guarantee) tersebut.30

Sifat accessoir dari pemberian jaminan mengakibatkan kreditur dalam posisi lemah. Karena berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar. Jika demikian, barang

27

Sunarmi, Hukum Kepailitan,(Medan : USU Press, 2009), hal. 176.

28

Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,(Bandung : Alumni, 2001), hal. 411.

29

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jamin Perorangan, (Yogyakarta : Badan Pembinaan Nasional Departemen Kehakiman, 1980), hal. 81.

30


(29)

milik debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Ini yang menjadi hak istimewa penjamin yang diberikan oleh undang-undang. Hak istimewa yaitu hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dan dijual atau dilelang. Jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi utangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin.31

Untuk memberikan perlindungan bagi seorang penjamin atau penanggung utang dalam melaksanakan kewajibannya, undang-undang memberikan beberapa hak istimewa kepada seorang penjamin atau penanggung, yaitu :32

1. Hak untuk menuntut lebih dahulu penyitaan serta penjualan harta debitur Dalam Pasal 1831 KUH Perdata disebutkan bahwa :

Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.

Selanjutnya Pasal 1832 KUH Perdata menyebutkan bahwa seorang penjamin atau penanggung tidak dapat menuntut hak untuk melakukan penyitaan dan penjualan harta kekayaan debitur terlebih dahulu, apabila :

a) Penjamin atau penanggung melepaskan hak istimewanya untuk menuntut agar benda-benda milik si berutang lebih dahulu disita dan dijual.

b) Penjamin atau penanggung telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung, dalam hal mana akibat perikatannya diatur menurut azas-azas yang ditetapkan untuk perjanjian tersebut.

c) Si berutang atau debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang mengenai dirinya secara pribadi.

d) Si berutang atau debitur berada dalam keadaan pailit. e) Dalam hal penjaminan yang diperintahkan oleh hakim.

31

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal. 149.

32


(30)

Namun dalam prakteknya setiap kreditur atau bank selalu meminta penjamin untuk melepaskan hak istimewanya, sehingga apabila debitur ingkar janji, penjamin dapat diminta pertanggung jawabannya secara langsung. Janji untuk melepaskan hak istimewa tersebut yaitu hak untuk menuntut lebih dahulu debitur utama yang senantiasa diperjanjikan dalam praktek ini, menjadi kebiasaan yang selalu diperjanjikan. Sehingga kebiasaan mengadakan perjanjian pelepasan hak istimewa demikian harus dianggap diam-diam telah tercantum dalam perjanjianpersonal guaranteetersebut.33

2. Hak untuk membagi utang

Sesuai ketentuan Pasal 1836 KUH Perdata bahwa jika dalam perjanjianpersonal guaranteeterdapat beberapa orang penjamin atau penanggung untuk debitur dan utang yang sama, maka masing-masing terikat untuk seluruh utang. Namun seorang penjamin atau penanggung mempunyai hak untuk meminta kreditur memecah piutangnya terlebih dahulu dalam jumlah atau bagian masing-masing penjamin sebelum dimintakan pemenuhannya kepada penjamin atau penanggung (Pasal 1837 KUH Perdata).

3. Hak untuk mengajukan tangkisan gugat

Hak untuk mengajukan tangkisan merupakan hak dari si penjamin atau penanggung sendiri yang lahir dari perjanjian penanggungan. Penjamin atau penanggung bebas untuk menggunakan hak tangkisan tersebut atau bahkan melepaskan hak atas tangkisan tersebut. Tangkisan yang lahir dari perjanjian penanggungan antara lain yang berkenaan dengan sifat perikatan itu sendiri, mengenai diri penjamin dan para penjamin atau penanggung lainnya yang turut berutang bersama-sama.

Tangkisan yang berkenaan dengan perikatan tersebut adalah tangkisan yang mengemukakan adanya cacat pada perikatan itu sendiri seperti tidak adanya kausa yang halal, tidak dituangkan dalam bentuk yang disyaratkan oleh undang-undang, atau belum jatuh tempo atau belum dipenuhinya syarat tertentu. Sedangkan tangkisan yang mengenai diri penjamin yang ditagih sendiri adalah ketidakcakapan untuk bertindak, adanya kesesatan, paksaan atau penipuan.

Tangkisan yang bertalian dengan pribadi debitur menurut undang-undang tidak dapat diajukan oleh penjamin atau penanggung. Seorang penjamin atau penanggung pada asasnya dapat mengajukan tangkisan yang bertalian dengan utang itu, namun tidak dapat mengajukan tangkisan mengenai keadaan pribadi debitur.

4. Hak untuk diberhentikan dari penanggungan

33

Imran Nating, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit,(Jakarta : P.T.Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 33.


(31)

Dari ketentuan Pasal 1848 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa seorang

penjamin atau penanggung mempunyai hak untuk diberhentikan dari

penanggungan jika karena salahnya kreditur, ia tidak dapat menggunakan hak-haknya. Hak tersebut timbul sebagai akibat adanya ketentuan bahwa seorang penjamin atau penanggung yang telah membayar kewajiban debitur akan menggantikan semua hak-hak seorang kreditur.34

Secara yuridis dengan adanya hak-hak istimewa terhadap penjamin atau penanggung utang, undang-undang mengharapkan adanya keseimbangan prestasi antara penjamin atau penanggung dengan kreditur. Namun dalam prakteknya kedudukan penjamin atau penanggung tidak sama dengan kedudukan debitur atau dapat dikatakan tidak seimbang, sehingga kewajiban penjamin juga harusnya dapat dimintakan setelah kewajiban debitur dilaksanakan terlebih dahulu. Tidak adil jika kedudukan si debitur dianggap sama dengan penjamin atau penanggung pada saat pemenuhan utangnya.

Dalam permasalahan prakteknya, hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penjamin atau penanggung lazim ditiadakan atau dilepaskan. Dengan pelepasan hak istimewa tersebut oleh penjamin dalam perjanjian personal guarantee yang dibuat oleh kreditur dengan penjamin, berarti kreditur dapat langsung meminta, menuntut, atau menggugat penjamin untuk segera memenuhi kewajiban debitur manakala debitur telah cidera janji atau wanprestasi.35 Atau dengan kata lain mengakibatkan kedudukan seorang penjamin adalah sama seperti debitur sendiri. Hal ini tentunya akan merugikan seorang penjamin yang dengan sukarela mengikat diri untuk memenuhi kewajiban debitur tersebut.

34

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Loc.Cit,hal. 92.

35


(32)

Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah atau debitur sering dibiarkan tanpa suatu perlindungan yang predictable dan reasonable. Karena itu salah satu masalah yang sering dikeluhkan terus menerus adalah tidak adanya atau

kurangnya perlindungan terhadap nasabah atau kreditur. Dalam beberapa

permasalahan menunjukkan bahwa kedudukan para nasabah atau kreditur pada bank sangat krusial dan tidak terlindungi oleh hukum. Dalam kasus sehari-hari kedudukan nasabah bank bahkan lebih kritis berhubung tidak banyak mendapat sorotan dari masyarakat dan kurang mendapat tanggapan dari pihak otoritas moneter yang berwenang.36

Ada baiknya calon debitur memiliki referensi sebanyak-banyaknya mengenai perjanjian antara bank yang satu dengan yang lain, sehingga segala risiko yang memberatkan dapat diminimalkan sejak semula. Tidak selamanya debitur berada pada posisi yang lemah sehingga tidak berdaya menghadapi segala kemungkinan buruk dikemudian hari. Perlu dikaji pula secara cermat apakah terdapat perjanjian yang hanya menguntungkan satu pihak saja, risiko yang hanya dibebankan kepada satu pihak saja, serta pembatasan hak dalam menggunakan upaya hukum.37

Dari ketentuan yang ada dan perkembangan yang terjadi dalam praktek, serta banyaknya masalah yang muncul di dunia perbankan, salah satunya akibat personal guarantee ini, di antaranya pelepasan hak istimewa sebagai penjamin yang

36

Munir Fuady,Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 99.

37

Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hal. 25.


(33)

dipersyaratkan secara sepihak oleh kreditur yang dapat merugikan penjamin tersebut, atau permasalahan yang muncul apabila penjamin ingkar janji atau wanprestasi. Permasalahan yang dapat timbul di kemudian hari seperti ini tidak dapat dipisahkan dari prosedur awal pada saat munculnya personal guarantee tersebut. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya muncul di kota-kota besar saja yang sudah pasti tidak lepas dari kegiatan kredit, melainkan juga di daerah-daerah salah satunya kota Sigli. Sebagai ibu kota kabupaten yang sedang berkembang dibidang ekonomi dengan masuknya investor asing maupun dalam negeri sangat membutuhkan kegiatan perkreditan. Hal ini menimbulkan keingintahuan untuk melakukan penelitian Analisis Praktek Pelaksanaan Personal Guarantee Dalam Pemberian Kredit di dalam dunia perbankan, khususnya pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang merupakan salah satu bank penyalur kredit terbesar di Indonesia.38

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menduduki peringkat pertama dalam hal penyaluran kredit sepanjang tahun 2010. Dengan demikian PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengokohkan diri selama tiga tahun berturut-turut sebagai bank penyalur kredit terbesar sejak tahun 2008 lalu.39 Selain itu, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, sebagai salah satu perusahaan terhebat di Asia.40

38

Diakses pada website Departement Koperasi, www.depkop.go.id, pada tanggal 6 April 2010, pukul 19.26 WIB.

39

Diakses pada website http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory2011/

02/15/320/424997 bri-peringkat-pertama-bank-penyalur-kredit-2010, pada tanggal 16 Februari 2011, pukul 16.30 WIB.

40

Ibid. Dan merupakan satu-satunya perusahaan dari Indonesia yang masuk dalam Asia Fabulous 50, yang merupakan salah satu bank penyalur kredit terbesar di Indonesia. Asia Fabulous 50 dalam edisi Oktober 2009. Untuk masuk ke dalam Fabulous 50, tim juri telah memilih 910 perusahaan dari seluruh dunia dengan pendapatan minimal US$ 3 miliar atau kapitalisasi pasar US$ 3 miliar.


(34)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana prosedur pemberian personal guaranteesebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli ?

2. Bagaimana hambatan yang ditemui dalam praktekpersonal guarantee?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah :

1. Untuk mengetahui prosedur pemberian personal guarantee sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli.

2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dalam praktekpersonal guarantee. 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Sigli apabila penjamin wanprestasi.

Semua perusahaan dilihat kinerja 5 tahun terakhir disisi pendapatan (revenue), pendapatan operasional (operational earnings) dan return on capital. Kemudian juga dinilai kinerja tahun terakhir untuk pergerakan harga sahamnya dan prospeknya di tahun mendatang. Apabila setahun saja menderita kerugian, perusahaan itu tidak akan masuk dalam daftar pemenang.


(35)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Secara teoritis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada saatnya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Perdata, khususnya pelaksanaanpersonal guaranteedalam praktek perbankan. 2. Secara praktis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat umum yang ingin menjadi penjamin atau penanggung agar mengetahui hak serta kewajibannya terhadap kreditur dan debitur, dan untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi dunia perbankan serta pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pembuatan perjanjianpersonal guarantee.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang diperoleh dan dengan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Analisis praktek pelaksanaan personal guarantee dalam pemberian kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli” tidak ada yang persis sama dan belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya. Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian


(36)

mengenai masalahpersonal guarantee, namun secara substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan denganpersonal guaranteeyang pernah dilakukan adalah :

1. Personal GuaranteeDalam Praktek Perkreditan Perbankan, yang telah dilakukan penelitian oleh : Eva Triana ( Fakultas Hukum USU, Tahun 2005 ).

Permasalahan :

a. Bagaimana kewajiban seseorang yang mengikatkan dirinya (guarantor) untuk jaminan hutang debitur ?

b. Apakah seseorang suami/isteri yang memberikan personal guarantee memerlukan persetujuan pihak suami/isteri ?

c. Bagaimana akibat hukumnya apabila guarantor meninggal dunia ?

2. Tanggung Jawab Penanggung Hutang (borgtocht) Terhadap Debitur Yang Ingkar Janji (Wanprestasi) Kepada PT Bank Danamon Tbk, yang telah dilakukan penelitian oleh : Teddy Taufik ( Magister Kenotariatan USU, Tahun 2004 ). Permasalahan :

a. Bagaimanakah persyaratan seorang penanggung hutang yang disetujui oleh Bank Danamon Tbk ?

b. Apakah hak istimewa dari penanggung hutang masih dapat diterapkan atau berlaku dalam perjanjian penanggungan hutang pribadi ?

c. Apakah setelah penanggung hutang membayar hutang debitur dengan dieksekusi hartanya oleh Pengadilan Negeri/dilelang dapat meminta


(37)

pengembalian pembayaran hutang terhadap hartanya yang sudah dilelang kepada Debitur ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1.

Kerangka Teori

Pada ilmu hukum kelangsungan perkembangan suatu ilmu senantiasa tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan teori.41 Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.42

Tugas hukum yang sangat fundamental adalah menciptakan ketertiban, sebab ketertiban merupakan suatu syarat dari masyarakat yang teratur. Hal ini berlaku bagi masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia, masyarakat dan hukum tidak mungkin dipisah-pisahkan.43

Untuk tercapainya suatu ketertiban dan kedamaian maka hukum berfungsi untuk memberikan jaminan bagi seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh

41

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 1986), hal. 6.

42

JJJ. Wuisman, Penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta : UI Press, 1996), hal. 203.

43


(38)

orang lain. Jika kepentingan itu terganggu, maka hukum harus melindunginya dan setiap ada pelanggaran hukum, maka hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan.44 Penegakkan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat, namun disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk tercapainya suatu keadilan.45

Sebagaimana teori etis yang dikemukakan oleh Aristoteles tentang tujuan hukum, yang dikutip dari Van Apeldoorn bahwa “hukum semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Tujuannya adalah memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya. Keadilan tidak boleh dipandang penyamarataan. Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.”46

Hal ini berkaitan terhadap status penjamin atau personal guarantor serta kedudukan kreditur yang harus mendapatkan kepastian hukum atas hak dan kewajibannya manakala timbulnya hal-hal diluar kesepakatan atau perjanjian yang sudah ditentukan di awal perjanjian personal guarantee tersebut. Serta berkaitan dengan kedudukan para debitur yang baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama meminta haknya atas apa yang sudah diperjanjikan.

Dalam praktek perbankan, pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit atau calon debitur, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi

44

Syafruddin Kalo,Modul Kuliah Penemuan Hukum, (Medan : Program Studi Magister Kenotariatan USU, 2005), hal. 38.

45Ibid.

46


(39)

pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan usaha pemohon kredit karena pengusaha kecil yang modal usahanya sangat terbatas tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kreditnya.

Oleh karena itu pemerintah mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit tanpa adanya keharusan pemohon kredit untuk memberikan jaminan, tetapi pada umumnya perbankan tidak memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini adalah teori keadilan dan pertanggung jawaban. Menurut Munir Fuady bahwa :

Keadilan adalah suatu nilai (value) untuk menciptakan suatu hubungan yang ideal di antara manusia sebagai individual, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai bagian dari alam, dengan memberikan kepada manusia tersebut apa yang menjadi hak dan kebebasannya yang sesuai dengan prestasinya dan membebankan sesuai kewajibannya menurut hukum dan moral, yang bila perlu harus dipaksakan berlakunya oleh negara dengan memperlakukan secara sama terhadap hal yang sama dan memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang berbeda.47

Kata kredit secara etymology, berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “Credere” yang berarti kepercayaan.48 Ketentuan mengenai perjanjian kredit diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan “kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

47

Munir Fuady,Dinamika Teori Hukum, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2007), hal. 101.

48


(40)

Oleh karena itu perjanjian kredit yang dilakukan antara debitur dan kreditur dilaksanakan atas dasar kepercayaan, bahwa hak kepemilikan atas benda yang dijaminkan tersebut tetap berada dalam penguasaan si debitur. Apabila debitur ingkar janji, kreditur tidak dapat memiliki benda jaminan melainkan benda jaminan tersebut dijual untuk mengambil pelunasan piutangnya. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur.

Dalam perjanjian kredit sering kali keadaan tidak membayar bukan hanya pada saat perjanjian tersebut jatuh waktu, mengingat pada umumnya bank mencantumkan klausula bahwa bilamana debitur tidak membayar angsuran kedit tersebut maka bank akan mempunyai hak untuk melaksanakan eksekusi jaminan atau bilamana bank memegang corporate atau personal guarantee maka bank dapat melaksanakan penuntutan perdata untuk memperoleh haknya. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dipertimbangkan adakah kreditur dapat mengajukan permohonan pelunasan atas debitur hanya karena debitur tidak melaksanakan kewajiban

membayar suatu angsuran, walaupun pinjamannya belum jatuh waktu.49

Kreditur/bank akan menegur penjamin atau penanggung untuk menyelesaikan atau membayar kembali pinjaman tersebut. Apalagi kalau menurut perkiraan kreditur/bank bahwa kekayaan penjamin jauh melebihi kekayaan debitur, maka tagihan akan langsung dialamatkan kepada penjamin. Sehingga dengan tidak dibayarnya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan telah dipenuhinya persyaratan menurut undang-undang, kreditur/bank dapat menuntut pembayaran kepada penjamin

49


(41)

tersebut. Konsekuensinya bagi penjamin adalah seluruh harta kekayaannya dipakai untuk membayar utang debitur sampai jumlah yang dijamin kepada para krediturnya.50

Berkaitan dengan tanggung jawab penjamin ini, sumber pertanggung jawaban adalah delik dan kontrak.51 Roscoe Pound mengemukakan ada doktrin pertanggung jawaban atas kesalahan semata-mata berakar didalam tingkatan equity dan hukum alam, tatkala dianggap sama, apa yang dibolehkan oleh kesusilaan dan apa yang diperkenankan oleh hukum dan berarti bahwa seseorang harus bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh tindakannya yang patut dicela menurut kesusilaan.52

Doktrin yang dikemukakan Roscoe Pound menunjukkan bahwa tidak ada pertanggungjawaban tanpa kesalahan artinya seseorang tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya tanpa membuat kesalahan yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Dengan kata lain hanya orang-orang yang membuat kesalahan dan

50

Ibid,hal. 526.

51

Hukum melihat ada tiga bentuk pertanggung jawaban atas delik : 1. Pertanggung jawaban atas perugian yang disengaja.

2. Pertanggung jawaban atas perugian karena kealpaan dan tidak disengaja.

3. Pertanggung jawaban dalam perkara tertentu atas perugian yang dilakukan karena kelalaian serta tidak disengaja. Yang pertama dan kedua sesuai doktrin tidak ada pertanggung jawaban tanpa kesalahan. Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum,(Jakarta : Bhatara Karya Aksara, 1982), hal. 86 dalam Samanto Tarigan,

Tanggung Jawab Penjamin (Avalist) Terhadap Utang Debitur Yang Wanprestasi (Studi Kasus Putusan MARI No. 1436.K/Pdt/2001, Tanggal 29 Januari 2004), Tesis, Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, USU, Medan, 2010, hal. 51

52

Ibid, Teori pertama mengenai pertanggung jawaban adalah mengenai suatu kewajiban untuk menebus pembalasan dendam dari seseorang yang terhadapnya telah dilakukan suatu tindakan perugian (injury) baik oleh orang yang disebut pertama itu sendiri mau pun oleh sesuatu yang ada dibawah kekuasaannya. Seseorang yang melakukan tindakan perugian atau berdiri diantara seseorang yang telah dirugikan dan pembalasan dendamnya, dengan melindungi seorang kerabatnya, seorang anak kecil atau seekor hewan piaraannya yang melakukan suatu perugian, harus menebus perugian itu atau menerima pembalasan dendam itu dari pihak yang dirugikan.


(42)

mengakibatkan kerugian orang lainlah yang dapat dimintakan pertanggung jawabannya.53

Dalam peraturan perkreditan harus melakukan pendekatan pada prinsip pengawasan. Alasan perlunya dilakukan pengawasan itu adalah supaya untuk menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat. Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem perbankan penting diupayakan karena kepercayaan masyarakat merupakan faktor yang sangat krusial dalam bank sebagai industri jasa.54

Selanjutnya jika dikaitkan prinsip keadilan dan pertanggung jawaban dalam perkreditan, harus menelah juga kepada jaminan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan fasilitas kredit. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan dikenal juga dengan agunan. Menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan, agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.55

53

Ibid.

54

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung : Books Terrace & Library, 2009), hal. 159.

55


(43)

Menurut M. Bahsan jaminan adalah “segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.”56

Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan dikatakan bahwa apabila terdapat keyakinan atas kemampuan debitur maka jaminan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Namun dalam praktek, bank biasanya akan meminta jaminan tambahan berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.

Pihak ketiga sebagai penjamin atau penanggung memiliki hak istimewa yang diberikan oleh Pasal 1831 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.”

Pasal 1832 KUH Perdata antara lain menyebutkan pengecualiannya bahwa si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya, apabila ia telah melepaskan hak isimewanya untuk menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual.

Hak istimewa penanggung utang menurut Arie S. Hutagalung, antara lain adalah “hak untuk menuntut lebih dahulu (Pasal 1831 KUH Perdata), hak untuk membagi utang (Pasal 1837 KUH Perdata), hak untuk mengajukan eksepsi (Pasal

56

M. Bahsan,Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,(Jakarta : Rejeki Agung, 2002), hal. 148.


(44)

1847 KUH Perdata), dan hak untuk membebaskan sebagai penanggung/penjamin dikarenakan kesalahan kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata).”57

Dalam pemberian kredit, kedudukan hukum penjamin atau penanggung utang yang secara riil tidak menikmati langsung atas pemberian kredit antara kreditur dan debitur adalah sama jikalau debitur lalai atau wanprestasi, atau dengan kata lain penjamin atau penanggung dapat dituntut untuk memenuhi kewajiban debitur secara langsung oleh kreditur, maka dalam hal ini kedudukan penjamin sama dengan debitur.

Inilah yang menjadi salah satu ciri utama dalam perjanjian perorangan yang menganut azas prioriteit atau azas kesamaan sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam artian semua orang mempunyai kedudukan yang sama terhadap pemenuhan prestasi dari debitur berkaitan dengan harta kekayaan debitur.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.58 Konsep merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah. Dengan demikian konsep sangat penting bagi cara pemikiran maupun komunikasi dalam penelitian.59

57

Imran Nating,Loc.Cit.

58

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2001), hal. 30.

59


(45)

Suatu konsep atau kerangka konsepsionil kadang-kadang dirasakan masih bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari konsep-konsep, suatu kerangka konsepsionil dapat pula mencakup definisi-definisi operasional.60

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari istilah yang dipakai. Oleh karena itu, definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Personal guarantee/ Borgtocht/ Jaminan pribadi/ Jaminan perorangan/ penanggungan utang adalah suatu persetujuan seorang pihak ketiga guna kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur apabila debitur tidak memenuhinya.61

b. Penjamin/ Penanggung/ Borg/ Guarantor adalah seseorang atau pihak ketiga yang menjamin debitur terhadap kreditur.

c. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.62

60

Ibid,hal. 133.

61

Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

62


(46)

d. Perjanjian kredit adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan hukum antara bank dengan nasabah (debitur).63

e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.64 f. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.65

g. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu.66

h. Debitur adalah pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu.67

i. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.68

j. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.69

63

Tan Kamelo,Op.Cit,hal. 33.

64

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

65

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

66

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

67

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

68

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

69


(47)

k. Sigli adalah ibu kota Kabupaten Pidie yang terletak dalam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dengan mempertimbangkan titik tolak peraturan perundang-undangan,70 yang dikaitkan dengan Analisis praktek pelaksanaan personal guarantee dalam pemberian kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Sigli.

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan.71

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yang mencakup asas-asas hukum, sistematik hukum, sinkronisasi hukum vertikal dan horizontal, dan perbandingan hukumnya dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris digunakan dengan maksud untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi proses bekerjanya hukum dalam pelaksanaan perjanjian perorangan (personal guarantee) dengan mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara

70

Ibrahim Jonny,Teori dan Metodologi Penelitian Normatif, cetakan ketiga, (Malang : Bayu Media Publishing, 2007), hal. 39.

71


(48)

melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.72

2. Sumber Data

Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dilengkapi dengan data primer. Data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan, yaitu :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

3) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

4) Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

5) Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

6) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer yang berupa hasil penelitian, karya ilmiah, buku-buku ilmiah, informasi atau merupakan hasil kajian dari berbagai media, seperti

72

Ronny Hantijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), hal.11.


(49)

koran, majalah, artikel-artikel yang dimuat diberbagai website di internet yang berkaitan dengan pokok pembahasan dalam tesis ini.

c. Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.73 3. Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian, yaitu :

a. Studi kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mencari konsep-konsep, teori-teori,

pendapat-pendapat, perundang-undangan, dokumen-dokumen atau

penemuan-penemuan yang relevan dengan materi penelitian.

b. Penelitian lapangan (field research) dilakukan untuk memperoleh data primer dari debitur atau penjamin,pihak bank sebagai kreditur serta notaris yang terlibat dalam kerjasama dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sigli, untuk memperoleh keterangan mengenai perjanjian kredit,

personal guaranteeyang diharapkan dapat memberi masukan dengan cara wawancara secara mendalam (in depth interviewing).74

73

Soerjono Soekanto,Op.Cit,hal. 52.

74

In depth interviewingadalah merupakan salah satu pelengkap dari metode kualitatif, dalam Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 153.


(50)

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian data tersebut dianalisa secara

kualitatif75 yaitu dengan pengamatan data-data yang diperoleh dan

menghubungkannya dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan logika induktif76 yaitu berfikir dari hal yang khusus menuju hal yang umum, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara metode deduktif yang menghasilkan suatu kesimpulan yang bersifat umum ke khusus

karena berdasarkan pada teori-teori umum atau bahan literature dan

menghubungkannya terhadap praktek di masyarakat.

75Ibid

, hal. 151. Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

76

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 10.


(51)

BAB II

PROSEDUR PEMBERIANPERSONAL GUARANTEESEBAGAI JAMINAN

KREDIT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG SIGLI

A. Jaminan Dalam Kredit Perbankan 1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Kredit

Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditegaskan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Dari ketentuan tersebut berarti bila debitur berutang kepada kreditur maka seluruh harta kekayaan debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur.77

Pengertian jaminan yang dimaksud dalam Pasal 1131 KUH Perdata tersebut mengandung arti secara umum bahwa seluruh harta kekayaan seseorang yang berutang merupakan jaminan atas utangnya baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Walaupun dalam perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit tidak disebutkan secara khusus, namun menurut ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut seluruh harta kekayaan debitur baik yang ada pada saat perjanjian kredit

77


(52)

dibuat maupun yang ada dikemudian hari termasuk sebagai jaminan atas utang yang bersangkutan.

Dalam Pasal 8 Undang Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan berikut penjelasannya dapat disimpulkan bahwa pengertian jaminan pemberian kredit dapat diartikan sebagai keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Bila terhadap unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagihan yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, lazim disebut agunan tambahan.

Agunan merupakan istilah yang dikenal dalam dunia perbankan, dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.78

78

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menyatakan bahwa Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ikaraj wa iqtina).


(53)

Begitu besarnya risiko yang mungkin diterima bank sebagai akibat dari penyaluran kredit, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu diantaranya :79

1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis;

2. Bank tidak diperkenankan memberikan kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian;

3. Bank tidak diperkenankan memberi kredit untuk pembelian saham, dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli usaha, atau

4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit).

Walaupun bank telah menerapkan asas perkreditan yang sehat, risiko kegagalan debitur memenuhi kewajibannya mungkin saja terjadi. Bila hal ini terjadi tentunya akan menjadi kredit bermasalah bagi bank dan berakibat menimbulkan kerugian.

Dalam hubungan perutangan dimana ada kewajiban berprestasi dari debitur dan hak atas prestasi dari kreditur, hubungan hukum akan lancar terlaksana jika masing-masing pihak memenuhi kewajibannya. Namun dalam hubungan perutangan yang sudah dapat ditagih (opeisbaar) jika debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya (hak

verhaal, hak eksekusi) terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan.80

79

Muhammad Djumharan, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 392.

80


(54)

Fungsi jaminan bagi bank sangat penting karena hasil penjualan jaminan

merupakan sumber pelunasan kredit setelah debitur mengalami kegagalan

pembayaran kewajibannya. Jaminan kredit juga berfungsi untuk meminimalisir kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari pemberian kredit kepada debitur.

Menurut Siswanto Sutojo fungsi jaminan adalah sebagai sumber dana kedua pelunasan kredit, disamping keuntungan. Terhadap debitur yang mengalami kerugian, maka untuk mencegah bank menanggung kerugian total, setelah melalui prosedur hukum tertentu, bank dapat menjual lelang (mengeksekusi) harta jaminan dan hasilnya dipergunakan untuk membayar tunggakan kredit.81

Hasanuddin Rahman mengatakan bahwa mengenai pentingnya suatu jaminan oleh kreditur (bank) atas suatu pemberian kredit, tidak lain adalah salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit.82

2. Jenis Jaminan Kredit dan Pengikatannya

Melihat ketentuan yang mengatur tentang jaminan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun yang diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit, terdapat banyak ragam dari jaminan yang dapat diserahkan oleh debitur. Pengelompokan jaminan tersebut tergantung dari kriteria yang digunakan.

81

Siswanto Sutojo, Strategi Manajemen Kredit BankUmum-Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta: P.T.Danar Mulia Pustaka, 2000), hal. 213.

82

Hasanuddin Rahman, Pendekatan Teknis dan Filosofis Legal Audit Operasional Perbankan, (Bandung : P.T.Citra Aditya, 2000), hal. 108.


(55)

Munir Fuady mengkasifikasi jaminan kredit dalam beberapa kriteria sebagai berikut :83

1) Jaminan Umum dan Jaminan Khusus

Yang dimaksud jaminan umum adalah bahwa setiap barang bergerak atau tidak bergerak milik debitur menjadi tanggungan utangnya kepada kredit. Dasar hukumnya adalah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Yang dimaksud jaminan khusus adalah setiap jaminan utang yang bersifat kontraktual, yakni yang terbit dari perjanjian tertentu, baik yang khusus ditujukan terhadap barang-barang tertentu, seperti gadai, cessie maupun yang tidak ditujukan terhadap barang tertentu, seperti personal guarantee, corporate guaranteeatau pun akta pengakuan hutang murni.

2) Jaminan Pokok, Jaminan Utama dan Jaminan Tambahan

Sebagaimana diketahui bahwa sesuai dengan namanya kredit diberikan kepada debitur berdasarkan kepercayaan dari kreditur akan kesanggupan debitur untuk membayar kembali utangnya.

Karena dalam hukum diberlakukan prinsip kepercayaan maka dipandang sebagai jaminan pokok. Jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual hanya dianggap sebagai jaminan tambahan semata-mata.

3) Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan

83

Munir Fuady,Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 62-70


(1)

penjualan barang tersebut diberitahukan secara tertulis kepada debitur atau penjamin sebagai upaya terakhir. Penjualan barang sitaan tersebut dapat dilakukan dengan cara melalui pelelangan, penjualan tidak melalui lelang atau penebusan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh maka disarankan : 1. Agar perjanjianpersonal guaranteedapat berlaku dan berjalan dengan baik maka

pemerintah harusnya dapat membuat peraturan yang sesuai dengan perkembangan perbankan saat ini khususnya dalam prosedur pemberian kredit dan personal guarantee sehingga kepentingan para pihak yaitu kreditur, debitur serta penjamin benar-benar terlindungi. Mengingat peraturan yang ada sudah tidak relevan dengan perkembangan perbankan saat ini.

2. Dalam melakukan penilaian terhadap calon debitur atau penjamin hendaknya kreditur atau bank melakukan penilaian secara sungguh-sungguh sesuai dengan prosedur (bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) agar kelak dikemudian hari hambatan yang ditemui dalam prektekpersonal guaranteedapat dihindari. 3. Sebagai debitur atau penjamin hendaknya memiliki itikad baik dan kooperatif

untuk menyelesaikan kewajibannya atau utangnya untuk menghindari penyitaan atau pelelangan, sehingga kepentingan debitur, kreditur serta penjamin sama-sama terlindungi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Bahsan, M,Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : Rejeki Agung, 2002

Daeng Naja, H.R, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2005

Fuady, Munir, Hukum Kontrak(Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 1999

, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2002

, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2003

___________,Dinamika Teori Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2007 Harahap, M. Yahya,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung : Alumni, 1986

Harun, Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010

Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia,Jakarta : Prenada Media Group, 2008

HS, Salim,Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia,Jakarta : P.T.RajaGrafindo Persada, 2004

Irwan, Hesty, Penelitian Tentang Aspek Hukum Restrukturisasi Kredit Dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, 2001

Jonny, Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Normatif, cetakan ketiga, Malang : Bayu Media Publishing, 2007

Jusuf, Jopie,Kiat Jitu Memperoleh kredit Bank,Jakarta : Elex Media Komputerindo, 2003

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung : Alumni, 2001


(3)

Lontoh, Rudhy A, Denny Kailimang, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung : Alumni, 2001

Mantayborbir S, Iman Jauhari, Hukum Pengurusan Piutang Negara Di Indonesia, Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2003

Moleong, Lexy J,Metode Penelitian Kualitatif,Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001 Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia,Bandung : P.T.Citra Aditya

Bakti, 2006

Nasution, Bismar, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Bandung : Books Terrace & Library, 2009

Nating, Imran, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit,Jakarta : P.T.RajaGrafindo Persada, 2004

Rahman, Hasanuddin, Pendekatan Teknis dan Filosofis Legal Audit Operasional Perbankan, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2000

Satrio, J, Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 2007

_______, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 1993

Soekanto, Soerjono,Penegakan Hukum,Jakarta : Binacipta, 1983

_______________,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta : UI Press, 1986

Soemitro, Ronny Hantijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990

Soewarso, Indrawati, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 2002

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen,Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta : Badan Pembinaan Nasional Departemen Kehakiman, 1980

Subekti, R, Aneka Perjanjian,Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 1995

________, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : P.T.Citra Aditya Bakti, 1996


(4)

Suharno,Analisa Kredit,Jakarta : Djambatan, 2003 Sunarmi, Hukum Kepailitan,Medan : USU Press, 2009

Sunggono, Bambang,Metodologi Penelitian Hukum,Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1997

Supramono, Gatot,Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,Jakarta : Djambatan, 1995

Sutarno,Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : Alfabeta, 2004 Sutrisno,Komentar Atas Undang-Undang Jabatan Notaris Buku I, Medan, 2007 Sutojo, Siswanto, Strategi Manajemen Kredit Bank Umum-Konsep, Teknik dan

Kasus, Jakarta : P.T.Danar Mulia Pustaka, 2000

Tjiptoadinugroho, R, Perbankan Masalah Perkreditan (Penghayatan, Analisis dan Penuntutan), Jakarta : Pradya Paramita, 1971

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : P.T.Gramedia, 2001

Widiyono, Try, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Bogor : Ghalia Indonesia, 2009

, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006

Widjaja, Gunawan, Kartini Muljadi, Penanggungan Utang Dan Perikatan Tanggung Menanggung, Jakarta : P.T. RajaGrafindo Persada, 2003

Wijaya, Faried,Perkreditan Bank Dan Lembaga-Lembaga Keuangan Edisi Pertama , Yogyakarta : BPFE, 1999

Wuisman, JJJ, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Jilid I, Jakarta : UI Press, 1996

Yamin, Muhammad, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003

B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(5)

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

C. Makalah/Diktat/Tesis

Kalo, Syafruddin,Modul Kuliah Penemuan Hukum,Medan : Program Studi Magister Kenotariatan USU, 2005

Diktat mata kuliah Hukum Piutang dan Lelang Negara, Kredit Macet Dan Kredit Bermasalah (Problem Loan), penyaji S. Mantayborbir, Iman Jauhari dan Purnama Sianturi, Sekolah Pascasarjana Program Magister Kenotariatan USU, 2004

Cecep Iskandar, Pelaksanaan Eksekusi Lelang Terhadap Jaminan Kredit Macet, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, USU, Medan, 2005

Alany Marhasak Sidabutar, Hubungan Hukum Kreditur/Bank Pemerintah dengan PUPN Cabang Sumatera Utara Dan KP2LN Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Penelitian Pada KP2LN Medan), Tesis, Sekolah Pascasarjana Program Magister Kenotariatan USU, Medan, 2006

Nancy Clara Putri Ginting, Tugas Notaris Sebagai Pejabat Umum Yang Tidak Berpihak Dalam Pembuatan Akta (Penelitian Di Kota Medan), Tesis, Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, USU, Medan, 2007

Samanto Tarigan, Tanggung Jawab Penjamin (Avalist) Terhadap Utang Debitur Yang Wanprestasi (Studi Kasus Putusan MARI No. 1436.K/Pdt/2001, Tanggal 29 Januari 2004), Tesis, Sekolah Pascasarjana Program Magister Kenotariatan USU, Medan, 2010


(6)

Internet

Website Departement Koperasi, www.depkop.go.id, diakses pada tanggal 6 April 2010, pukul 19.26 WIB

Sumber

http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2011/02/15/320/424997/bri-peringkat -pertama-bank-penyalur-kredit-2010, pada tanggal 16 Februari 2011, pukul 16.30 WIB

Sumber http://www.bri.co.id/TentangKami/Sejarah/tabid/61/Default.aspx, pada tanggal 1 Juli 2010 pukul 18:07 WIB